Referat Anak Ikterus
Referat Anak Ikterus
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hiperbilirubinemia merupakan salahsatu fenomena klinis yang paling
sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang
kembali di rawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan ole keadaan
ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan
ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z, 15 Z bilirubin IX alpha)
yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit. (1,6)
Angka kejadian Ikterus pada bayi sangat bervariasi di RSCM
persentase ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada
bayi kurang bulan sebesar 42,9%, sedangkan di Amerika Serikat sekitar 60%
bayi menderita ikterus baru lahir menderita ikterus, lebih dari 50%. Bayi-bayi
yang mengalami ikterus itu mencapai kadar bilirubin yang melebihi 10 mg.
(3,7)
BAB II
1
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2
standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau
lebih dari persentil 90. Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi
bilirubin serum yang menjurus
ensefalopati
bilirubin
bila
ke
arah
terjadinya
kern
ikterus
atau
kadar
bilirubin
tidak
dikendalikan.
sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara
klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7
mg/dL. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin
>2
Metabolisme bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada
neonatus, perlu diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus.
Bilirubin adalahlah pigmen Kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidari-reduksi.
Langkah oksidasi yang pertama adalah bilierdin yang dibentuk dari heme dengan
bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat
dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang
digunakan kembali untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO)
yang dieksresikan dalam paru. Biliverdin kemudian akan di reduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reductase (Gambar 1)
Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat dalam air dan secara
cepat akan diubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reductase. Berbeda
dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta
pada pH normal bersifat tidak larut jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan
mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.(11)
2,7, 12
2. Transportasi
Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikuloendotelial (RES)
selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi
baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma rendah terhadap bilirubin yang
terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air
dan kemudian di transportasi ke sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin
tidak dapat memasuki sususnan saraf pusat dan bersifat non toksik. Selain itu,
albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat-obatan yang bersifat
asam seperti penisilin dan sulfonamide. 1,11
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar
mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma.
Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin
terikat ke reseptor permukaan sel. Didalam sel bilirubin akan terikat terutama
pada ligandin (protein , glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada
glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah,
tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam
hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit di konjugasi dan di
ekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligadin mengikat
bilirubin sedangkan albumin tidak Pemberian fenobarbital mempertinggi
konsentrasi ligadin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk
bilirubin. (1,2,7 11)
3. Konjugasi
Bilirubin tak terkonjugasi di konversikan ke bentuk bilirubin konjugasi
yang larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine
diphhospate glucoronosyl transferase (UDPG-T). katalisa oleh enzim ini merubah
Pemberian substansi oral yang tidak larut seperti agar atau karang aktif
yang dapat mengikat bilirubin akan meningkatkan peran kontribusi sirkulasi
enterohepatik pada keadaan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada bayi baru
lahir.(1, 2,7,11,12 )
5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus
Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada
kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada
inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai
untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat
pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum
diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas
dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama
besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat
terbatas. Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian
hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah
melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan
fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi
bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan
fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin hal ini
diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat
penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena
fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat
hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau
kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.
Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin
dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga
dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan
sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat
pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan kernikterus dengan
pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg%
7
mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya
mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya
menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan.
Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagai
akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada
konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.
Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau
sedikit lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada
umumnya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari
ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukan oleh
bayi preterm mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi bilirubin.
Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan kadangkadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.
Pada bayi-bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering
dan bayi dengan aspirasi meconium atau pengeluaran meconium lebih awal
cenderung mempunyai insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis.
Pada bayi yang diberi minum susu formula lebih cenderung mengeluarkan
bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya selama 3 hari pertama kehidupan
dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang mendapat ASI, kadar
bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih sering. Bayi yang
terlambat mengeluarkan meconium lebih sering terjadi ikterus fisiologis
Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu
early ( yang berhubungan dengan breast feeding) dan late ( berhuubungan dengan
ASI) bentuk early d yakini berhubungan dengan onset diyakini berhubungan
dengan proses pemberian minum. Betuk late onset diyakini dipengaruhi oleh
kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses konjugasi dan ekskresi. Penyebab
late onset tidak diketahui diketahui, tetapi tealh dihubungakan dengan adanya
faktor spesifik dari ASI yaitu: 2 20-pregnanediol yang mempengarhui
aktifitas UDPGT atau pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit ; peningkatan
aktifitas lipoprotein lipase yang kemudian meleepaskan asam lemak bebas ke
dalam usus halus; penghambatan konjugasi akibat peningkatan asam lemak
unsaturated; atau glukoronidase atau adanya faktor lain yang mungkin
menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik.1,6
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari
ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi
menjadi ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
1. Timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.(,4,5,8,)
2. Ikterus Patologis
Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis
awal dari banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertama
kehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens
bilirubin yang lambat jarang menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10
mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya disebabkan oleh
penyakit hemolitik.
Keadaan di bawah ini merupakan petunjuk untuk tindakan lanjut.
1.
2.
3.
4.
5.
Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi
kurang bulan.1, 14
Kern ikterus
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak
akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum,
talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar
ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar,
letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher
kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme
otot, opistotonus,
kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada
nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental. 4,8,9
2.4
Etiologi
10
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor.
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya
pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0,
golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan
tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,
akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil
transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu
defisiensi
Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.
4.
mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan
memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang
disekresikan dalam bentuk yang tidak larut
dalam
air(bilirubin
tak
untuk
mengekskresikan
bilirubin
yang
dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran
ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan
ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai
tertentu(sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan
yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice
13
Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan dengan
pencahayaan bayik, dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat
watna kulit dan jaringan subkutan, ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada
kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dL1,15
Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab
ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, extravasasi darah,
memar kulit yang berlebihan, hepatosplenomegaly, kehilangan berat badan dan
bukti adanya dehidrasi
Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka diperlu diketahui
daerah
letak
kadar
bilirubin
total.
Beserta
faktor
resiko
terjadinya
hiperbilirubinemia.
Faktor resiko mayor1,15
-
ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak bayik dan kehilangan berat
badan berlebihan
Laki-laki
Faktor resiko kurang ( faktor resiko ini berhubungan dengan menurunnya resiko
ikterus yang signifikan, besarnya resiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin
ke bawah resiko makin rendah)1,15
-
Kulit hitam
100
Pusat-leher
150
Pusat-paha
200
Lengan+Tungkai
250
Tangan+Kaki
>250
indirek
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan
erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut
2.8 pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada
neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau
bayi- bayi yang tergolong resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.
15
Pemeriksaan
tambahan
yang
sering
dilakukan
untuk
evaluasi
menentukan penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan Coombs
test, darah lengkap dan
hapusan
darah,
hitung
retikulosit,
skrining
G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang
setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum
albumin juga harus diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi
tukar
2. 9 Penatalaksanaan
Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia indirek. Strategi tersebut termasuk : pencegahan, penggunaan
farmakologi, fototerapi dan transfusi tukar.1,15
Pencegahan 1,15
American Academy of pediatrics
Pencegahan primer
a. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari
untuk beberapa hari pertama
b. Tidak memberikan cairan tambahan turin seperti dekstrose atau air pada
bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi
2. Pencegahan Sekunder
Harus melakukan penilaian sistematis terhadap risiko kemungkinan terjadinya
hiperbilirubinemia berat. Selama periode neonatal
a. Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus
serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa
16
i.
ii.
untuk
dilakukan tes golongan darah dan tes coombs pada darah tali pusat
bayi tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan,
penilaian terhadap resiko sebelum keluar rumah sakit (RS) dan tindak
lanjut memadai.
b. Harus memastikan bawha semua bayi secara rutin dimonitor terhadap
timbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus
yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital bayi, tetapi tidak kurang
dari setiap 8-12 menit
i.
3. Evaluasi laboratorium
a. Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total
haruss dilakukan pada setiap bayi mengalami ikterus dalam 24 jam
pertama setelah lahir. Penentuan waktu dan perlunya pengukuran ulang
bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum total tergantung pada
daerah dimana kadar bilirubin serum total terletak. Umur bayi, dan
evolusi hiperbilirubinemia
b. Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin total harus
dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat ikterus
meragukan permeriksaan bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum
harus dilakukan, terutama pada klit hitam, oleh karena pemeriksaan
derajat ikterus secara visual seringkali salah
c. Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan umur bayi
dalam jam
17
4. Penyebab kuning
Memikirkan kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang menerima
fototerapi atau bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat
dijelaskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis
a. Bayi yang mengalami peningkatan biliruibin direk atau konjugasi harus
dilakukan analisis dan kulur urin, pemeriksaan laboratorium tambahan
untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan dfisis
b. Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan
pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untuk
mengidentifikasi adanya kolestasis. Juga dilakukan penyaringan
terhadap tiroid dan galaktosemia
c. Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin konjugasi menginkat, dilakukan
evaluasi tambahan untuk mencari penyebab kolestasis
d. Pemeriksaan terhadap kadar glucose 6 phospatease dihhydorgenase
(G6PD) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat fototerapi
dan dengan riwayat keluarga atau entis/asal geografis yang menunjukan
kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon terhadap
foto terapi yang buruk
5. Penilaian resiko seblum bayi dipulangkan
Sebelum dipulangkan dari rumah sakit , bayi harus dinilai terhadap
resiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat dan semua perawatan
harus menetapkan protocol untuk menilai resiko ini. Penilaian ini
sangat penting pada bayi yang pulang sebelum umur 72 jam
Ada dua pilihan rekomendasi yaitu
a. Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin total
sebelu keluar RS, secara individual atau kombinasi untuk pengukuran
yang sistematis terhadap isiko
b. Penilaian foktor resiko klinis
18
19
2.
3.
Pencegahan
hiperbilirubinemia
dengan
menggunakan
Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan atau
tanpa penyakit hemolitik, tin-protoportyrin (Sn-PP) dan in mesoprophyrin
(Sn-MP) dapat menurunkan kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi
setelah pemberian Sn-PP berhubingan dengan timbulnya eritema foo
toksik. Sn-MP kurang bersifat toksik, khususnya jika digunakan besamaan
dengan foto terapi
5.
1,6,16
20
Serum albumin
Jumlah retikulosit
Urinalisis
2. Tindakan
Bila bilirubin total 25 mg atau 20 mg pada bayi sakit atau bayi < 38
minggu, lakukan pemeriksaan golongan darah dan cross match pada pasien
yang akan direncanakan transfusi ganti
Pada bayi dengan autoimun hemolitik dan kadar bilirubin total meningkat
walau telah dilakukan foto terapi intesif atau dalam 23mg/dL kadar
transfusi ganti, berikan imuoglobulin intravena 0,5-1 g/Kg selam 2 jam
dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian
Pada bayi menglami penurunan berat badan lebih dari 12% atau secara
klinis atau bukti secara biokimia menunjukan tanda dehidrasi, dianjurkan
pemberian susu formula atau ASI tambahan. Bila pemberian peroral sulit
dapat diberikan intravena
21
Bila bilirubin total 20-25 mg/dL , pemeriksaan dilakukan dalam 3-4 jam
bila < 20 mg/dl dulang dalam 4-6 jam. Jika bilirubin total terus turun
periksa ulan dalam 8- 12 jam
Bila kadar bilirubin tidak turin atau malah mendekati kadar transfusi tukar
aau perbandinan bilirubin total dengan albumin meningkat mendekati
angka untuk transfusi tukar maka lakukan transfusi ganti
Bila kadar bilirubin total kurang dari 13 -14 mg/dl foto terapi dihentikan
Foto terapi
22
Gambar 2.3 panduan foto terapi pada bayi usia kehamilan 35 minggu
Transfusi tukar
23
Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu transfusi tukar dapat
dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar bilirubin total sesuai
usianya1,15
24
25
BAB III
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
27
11. Mac Mahon JR. Stevensons DK, Oski FA. Nilirubin metabolism dalam :
teausch HW, Ballard RA, Editors. Averys disease of the newborn. Edisi ke 7
philadelphia: WB Saunders Company, 1998: h, 765-819
12. Maisels MJ. Jaundice dalam: Avery GB, Fleccher MA, Mac Donald MG,
Penyuting. Neonatology , pathophysiology and Management of the Newborn.
Edisi ke 5. Baltimore: lippincot William and Wilkins, 1999 h 765-819
13. Halamek LP, Stevenson DK. Neonatal Jaundice and liver disease. Dalam :
Fanaroff AA, Martin RJ. Penyunting. Neonatal perinatal medicine. Disease of
the fetus and infant. Edisi ke 7 St louis: Mosby inc 2002. H 1309-50
14. Martin CR, Cloherty Jp. Neonatal Hyperbilirubinemia. Dalam : Chloherty JP,
Eichenwaald EC, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal Care. Edisi ke 5.
Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins. 2004 h. 185-221
15. American Academy of Pediatrics. Subcommitee on Hyperbilirubinemia.
Management of Hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks
of gestation .clinical Practice guidelines. Pediatrics 2004; 114: 297-316
28