Anda di halaman 1dari 8

Viana

Saat itu aku sedang melihat pertunjukan Vani Florisa, gadis yang bisa dikatakan
seumuran denganku yang piawai dalam bermain piano. Bagaimana tidak, dari kecil mainannya
adalah keyboard kecil yang diberikan ayahnya. Ia membuat not-not yang digabungnya sendiri
sehingga menjadi sebuah karya, aku ingat pada saat kita kecil ia membuatkanku instrumen
tentang persahabatan. Dan sangat berantakan, aku mencelanya pada saat itu karena tak dapat
kupungkiri bahwa lagu yang ia ciptakan tidak tersusun secara rapi. Vani bukan orang yang
pemarah, ia suka mendapat kritikan yang membangun bagi dirinya. Gak heran kalau sekarang
dia mulai bisa membagikan karya-karyanya di kancah musik nasional, dan sungguh. Karyanya
sekarang bisa dikatakan sempurna dengan penampilannya yang elegan. Aku menemuinya
dirumah, sehari setelah pertujukannya digelar.
Rasanya gak nyangka banget ya, dulu kau membuatkanku instrument tentang sahabat.
Sedangkan aku tidak menyukainya, sekarang aku tahu. Kau lebih hebat dari yang kubayangkan.
kataku setelah meneguk es teh manis yang baru saja disuguhkannya.
Kau tahu, saat itu aku membayangkan sedang bermusuhan denganmu. jawabnya sambil
menerawang jauh kedepan.
Setiap hari kita memang bermusuhan, namun itu bertujuan baik. Aku bisa melindungimu
dengan omelanku itu.
Ya benar, sampai saat ini. Aku belum bisa menemukan teman seperti dirimu, aku
cenderung menutup diri dari dunia luar. Aku bukan orang yang gampang bergaul, sepertimu.
Ah sudahlah, aku berharap kau takkan menemukan orang sepertiku di dunia ini.
Mulai lagi deh, iya aku tahu. Kamu hanya satu, Erika Saviana sahabatku selamanya. ia
mengucapkan sandi kita saat masih kecil. Bahwa aku dan dia tak akan ada duanya, Vani yang
sekarang adalah Vani yang masih aku kenal dari dulu. Pendiam dan asyik jika aku sudah berhasil
memancingnya bercerita, dan kita telah berjanji bahwa akan menjadi sahabat untuk selamanya.
Terkesan sedikit berlebihan memang, namun janji anak kecil takkan bisa terlupakan. Itu yang
dapat kuterima dari persahabatan kita.
***

Saat ini aku tidak sedang melewati liburan panjang, aku menyempatkan pulang ke
Boyolali untuk rehat sejenak dari tugas-tugas skripsiku. Terkesan nyantai memang, karena
tinggal bagian akhir dari yang kukerjakan. Selain itu aku mendapat informasi bahwa Vani akan
menjadi bintang tamu di Boyolali, alasan terkuat untuk pulang dan menemuinya. Undangan rapat
karang taruna tergeletak dimeja belajarku, kertas itu tertiup angin yang menerobos masuk dari
jendela kamar yang sedari tadi kubuka. Seakan ingin dibaca, kuambil kertas itu dan kuletakkan
kembali diatas meja. Gak lihat orang lagi berlibur aja.
Sayang, nanti malem kamu ada rapat karang taruna loh. mama mengingatkanku saat
beliau lewat didepan kamar.
Hm, Rika pasti dateng kok Ma. jawabku sedikit malas.
Halah, kamu itu. Dapet undangan kok selalu saja suntuk.
Lagian, mereka ngundang pas aku liburan. Dulu waktu senggang, gak ada undangan.
Emang sekarang kamu sibuk apa?
Eh he he, gak ada sih Ma. Yaudah, Rika mandi dulu deh.
Undangan mulai pukul 7.30 malam, sedangkan aku berangkat pukul 7 malam setelah
sholat Isya. Aku setipe sama Vani, dari dulu kita selalu datang setengah jam lebih awal setiap
kita menghadiri acara. Selain jadi pengisi presensi paling awal, kita juga bisa bantu-bantu tuan
rumah jika mereka membutuhkan bantuan. Dan yang pasti, kita tidak akan ditunjuk sebagai
pembawa acara untuk kegiatan rutin.
Tidak seperti biasa, acara kali ini on time. Waktu menunjukkan pukul 19.25 dan ketua
karang taruna memberikan pidato singkatnya. Sungguh kejadian yang luar biasa sepanjang
sejarah perkarang tarunaan di wilayahku. Seperti biasa, ketua mengadakan presensi dan
menanyakan siapa yang tidak menghadiri acara malam ini. Mereka melihat kearahku seperti
hendak menanyakan sesuatu. Aku tahu maksud mereka, siapa lagi kalau bukan Vani. Dia orang
yang selama ini selalu datang awal bersamaku. Kali ini aku tidak bisa memaksanya untuk
mengikuti rapat ini, bahkan aku yang menyarankannya untuk tidak datang. Dia tidak sepertiku,
yang seenaknya bisa memecahkan konsentrasi. Jadi kusarankan saja dia untuk mempersiapkan
penampilannya dikampus, daripada pikirannya mulai terpecah.
Kampungku termasuk ahli dalam mengorganisir suatu perlombaan dan acara. Selain salah
satu dari kami ada yang bekerja sebagai EO professional, anggotanyapun sangat care dan respect
terhadap kampung kita. Gak ada senioritas, semuanya bekerja secara adil dan nyaman dengan
pekerjaannya. Sebentar lagi kami akan memperingati HUT karang taruna ke 20, tahun lalu kami
tidak mengadakan acara apa-apa karena suatu hal. Sekarang kami bisa kembali memeriahkan
kampung dengan acara-acara yang kami susun.

Ok, untuk kegiatannya kita minta tolong Vani bisa gak ya buat ngisi? kata mas Ardan,
ketua karang taruna kita.
Maaf Mas, kayaknya gak bisa deh. Dia lagi prepare buat acaranya dikampus. kataku
menjawab pertanyaan mas Ardan.
Yaelah, acara buat kampus aja bisa. Masa buat karang taruna kita gak bisa sih Rik?
sergah mas Jono, ketua panitia acara kami nanti.
Ya kan kasian dia kalo harus mecah konsentrasi. kataku cuek. Aku memang dikenal
sebagai anak yang cuek dan gampang diajak berdebat. Aku selalu mempertahankan argumenku
jika kurasa benar, tapi kadang cuman Vani yang bisa menyadarkanku kalau sudah keterlaluan.
Namun aku cukup sportif jika sudah diambil keputusan bersama, meskipun aku akan selalu
mengkritik mereka langsung ditempat.
Mas Ardan tidak menggubris argumenku tentang Vani, ia berusaha menghubungi Vani
saat itu juga. Aku yang langsung nimbrung dalam obrolan mereka dicegah oleh Vani, nampaknya
dia tertarik untuk menjadi pengisi acara. Namun dengan syarat bahwa ia tidak dimasukkan dalam
kepanitiaan.
Yah Rika, kamu sih jahat. Ntar yang bantuin aku nyiapin konsumsi jadi gak lengkap
dong? kata mbak Sofi yang menjadi koordinator seksi konsumsi. Vani jago masak, apalagi bikin
kue. Pantes aja mbak Sofi kehilangan banget, karena dia sangat mengharapkan kue bikinan Vani.
Ealah mbak, apa mau aku bantuin? kataku sembari tersenyum jahil.
Aduh ogah, bisa habis makananku sebelum selesai acara. mbak Sofi mencibir
kearahku, meskipun umurnya satu tahun lebih tua dari aku. Sifatnya masih kekanak-kanakan,
kini dia baru nunggu hasil lamaran kerjanya di kejaksaan Boyolali.
Aku ada di seksi acara, bersama dengan Riko dan mas Febri yang jadi Koordinator seksi
kami. Hal yang paling kubenci semenjak karang taruna ini ketika dinobatkan jadi satu seksi
dengan Riko. Semua orang manggil kita dengan sebutan Rik dan terkadang, banyak yang jahil
memanggil kami disaat sedang bekerja bersama. Dan selalu saja aku yang menjadi korban
kejahilan mereka, yang biasanya seperti ini Eh Rik, ketika aku yang menoleh si pemanggil
menjawab Riko maksudnya, GR banget sih. Begitupun sebaliknya. Namun seiring berjalannya
waktu, kami berdua sepakat akan meneriaki mereka jika tidak memanggil kami dengan nama
yang lengkap. Seperti yang sedang kami lakukan sekarang,
Mas Ardan sedang membetulkan lampu yang terpasang miring dipanggung, Rik, tolong
ambilin obeng! serunya.
RIK SIAPAA? RIK NYA ADA DUA. YANG SATU COWOK. YANG SATU CEWEK.
seru kami bergantian. Mas Febri hanya geleng-geleng melihat ulah kami.

Ya Allah kompak bener, Erika aja deh. seru mas Ardan kemudian. Lalu aku
memberikan obengnya dan membantu mas Ardan membetulkan lampu-lampu itu. Dia pemuda
paling alim dikampung kita, selain itu juga bening. Gak salah kalau banyak cewek yang cari
perhatian dengannya jika sedang kumpul. Tapi aku gak tertarik untuk cari perhatian sama dia,
Vani taruhannya. Kabarnya sih mas Ardan masih suka dengan Vani sampai sekarang, tapi gadis
itu gak pernah menanggapinya.
Eh mas, gimana kalo kita terbangin lampion untuk acara terakhirnya? kataku
kemudian.
Ide bagus tuh, kamu suka yang romantis ya?
Kok gitu?
Ya kan kalo pake lampion tuh kesannya romantis gitu.
Yeee sok tau. kataku saat mengikuti kursi mas Ardan yang sedang digesernya. By the
way, mas Ardan bakal bawa cewek gak besok waktu acara? Denger-denger sih, pada mau ngajak
pasangannya kesini.
Oya? ia masih serius membetulkan lampunya Kalo aku sih gak usah ngajak, dia udah
ada disini kok. katanya kemudian sambil menatap kearahku. Sumpah berantakan banget
rambutnya.
Hah? Serius mas? Kok dia gak cerita ya sama aku. sebelum aku sempat
mengintrogasinya, mas Jono memintaku untuk membantu Riko lagi. Akan kuremas rambut Vani
jika kita bertemu besok, enak aja udah jadian sama mas Ardan tapi gak ada traktiran buat aku.
Menjadi seksi acara itu gak ribet pada saat ini, kita ribetnya kalo udah hari-H. Seperti saat
ini, aku dan Riko sedang asyik angkat junjung meja yang nantinya digunakan untuk lomba
kelereng. Membeli peralatan kesana kemari untuk acara lomba, bantuin kak Sofi ambil makan
siang untuk hari ini, bantuin pasang dekorasi buat dipanggung. Rasanya kerjaan ini kaya cuman
aku dan Riko yang ngerjain, setelah mas Ardan memberi tahu bahwa kita hanya dikerjain.
Batinku gak karuan sama temen-temen yang lain, kita buat ulah ke mereka sebagai balasannya.
Er, kita makan es degan dulu yuk. Gerah banget nih. ajak Riko saat kita sedang
mengambil makan siang untuk mereka.
Heh, sekalian aja jatah makan kita dimakan disini. Biar tau rasa mereka tu kelaparan,
senyum jahat kuberikan kepada Riko. Dia yang selalu asyik diajak bicara mengangguk tanda
setuju. Kamipun melahap jatah makanan kami yang telah dibungkus sambil meminum es degan
yang sangat menyegarkan. Telepon yang masuk tidak kami gubris, adapun satu yang diangkat
Riko dibilangnya kami sedang kemacetan. Okefix, sejak kapan Boyolali kena macet? Sungguh
ironi jika mereka mempercayai kami.

Seperti yang kami duga, mereka telah menunggu dibalai pertemuan untuk mendapat jatah
makanan. Kebanyakan dari mereka menjitak kepala kami karena kelamaan. Setelah dibagikan,
mbak Sofi sadar bahwa makanannya kurang 2. Ia memintaku untuk kembali membelinya, Eh,
gak usah mbak. Aku sama Riko udah makan kok tadi, ya ambil di jatah makan maksudnya
kataku saat mbak Sofi mulai resah.
Iya mbak gak usah, kami juga udah minum es degan kok tadi disana. Sekarang kami
mau pulang dulu, boleh kan mas Ardan? lanjut Riko sambil memutar-mutar kunci motornya.
Wooo lha pasangan semprul! Makane og lama banget! Jangan boleh pulang Dan, paling
mau pacaran sama Erik kui kata mas Fatih, ia orang yang paling kompor untuk urusan ejekanku
sama si Riko.
Heh sembarangan! Ini wujud protes kita karena sering ditindas mas, lagian siapa suruh
ngerjain kita habis-habisan. Kelaparan to welk? aku menjulurkan lidahku kearah mas Fatih, ia
bersiap-siap menjitak kepalaku lagi namun dilerai oleh mas Ardan. Kami diperbolehkan pulang
untuk acara nanti sore. Kami sebagai seksi acara harus datang satu jam sebelum acara dimulai,
ternyata mas Febri juga menyusul kami pulang untuk mempersiapkan segala sesuatunya nanti.
Acara hari ini adalah perlombaan anak-anak, seperti perlombaan tujuh belasan. Anak
kecil dikampung kami lumayan banyak dan mereka sangat antusias mengikuti acara yang kami
selenggarakan. Mulai dari lomba pecah air yang diestafet dengan balap karung, lomba kelereng
dengan memasukkan pensil dalam botol, lomba makan kuaci dengan kempit balon, dan masih 3
pasang perlombaan lagi. Semuanya diikuti anak-anak itu hingga larut malam, mereka akan
mendapatkan hadiahnya esok ketika malam puncak HUT karang taruna kami. Saat kita semua
memberesi barang-barang yang berserakan, seseorang datang membawakan martabak telor
kesukaan kita. Dari dulu setiap kita selesai event, kita selalu iuran untuk membeli martabak telor
langganan kita. Sekarang ada yang ngebayarin kita buat makan martabak. Siapa lagi kalau bukan
Vani, dia satu-satunya panitia yang gak ikut ngurusi acara ini. Hallo semua, sapanya ketika
sampai dibalai rapat kami. Maaf ya, Vani gak ikut bantu-bantu kalian disini.
Gapapa Van, udah ada pengganti kamu kok. Dobel malah. kata mas Fatih sambil
mencomot martabaknya. Aku hanya memberikan tatapan sinis kepadanya. Riko menawariku acar
yang ia perebutkan dari kami semua, mereka selalu menyembunyikan acar dariku karena pada
dasarnya. Aku menyukai acar martabak, rasanya memang beda dari acar-acar yang lain dan
cucok banget buat disantap bareng martabaknya. Setelah selesai menghabiskannya, Vani
mendekatiku,
Kamu balikan sama Riko? tanyanya kemudian.
Aku menatapnya kaget Hah? Kapan aku pernah pacaran sama dia?
Dulu waktu kita kelas 6, kamu pernah kan pacaran sama dia?

Yaelah Van, itu cinta monyet. Cuman seminggu.


Yah, sama aja. Jadi beneran kalian balikan? aku menatapnya dengan tatapan lebih
heran lagi. Kamu gak bisa nyembunyiin itu dari aku Ka, dari tadi aku memperhatikan kalian
berdua. Dan kamu keliatan seneng banget.
Kali ini aku menyerah, Vani paling bisa ngerti suasana hatiku. Iya deh aku ngaku.
Seminggu ini aku deket sama dia, kita dikerjain bareng sama temen-temen. Aku juga ngerasa
nyaman sama dia, nyambung kalo diajak ngobrol, dia sedikit perhatian sama aku dan yang paling
penting, dia bilang kalo dia juga nyambung kalo ngobrol sama aku. Tadi sore sebelum acara dan
sebelum temen-temen dateng, dia kasih kalung yang belum sempat dia kasih ke aku waktu kita
pacaran dulu. Nih kalungnya. Dan kamu tahu, kalung itu udah gak ada dipasaran, dia nyimpen
kalung itu cuman buat aku Van. Dia sempet mau ngasih kalung itu ke pacar barunya pada saat
itu, tapi gak jadi. Dia nungguin aku meskipun dia udah pacaran sama banyak cewek. Aku juga
gak bisa mangkir, dia pacar pertamaku dan mungkin dia juga bisa jadi pacar terakhirku?
Vani tersenyum mendengarkan penjelasanku. Aku udah duga sebelumnya, senyumanmu
terhadap dia memang beda dengan senyumanmu dengan cowok lain. Apalagi sama mantanmantan kamu. Aku seneng kamu balikan sama dia.
Kali ini aku memeluk gadis itu, dia gak berubah sama urusan perasaan temannya. Selalu
bisa ngerti situasi yang aku rasain saat ini, sampai pada akhirnya ia pulang lebih awal karena
Aira mengajaknya pulang. Dan aku lupa menanyakan hubungannya dengan mas Ardan. Sial!
***
Malam ini adalah puncak HUT karang taruna kami, seperti biasa. Aku, Riko, dan mas
Febri datang satu jam lebih awal dari yang lainnya. Terlihat mas Ardan dan mas Jono pun telah
siap dibangku panitia. Aku segera menyalami mereka dan memastikan semuanya sudah siap.
Karena pengisi acara juga hanya sebatas warga kampung, aku meminta mereka untuk datang
setengah jam lebih awal. Mereka kami minta untuk duduk dibackstage yang notabene adalah
balai rapat kami. Suara lantang dek Galang dan dek Risma mengantarkan kita ke awal acara,
mereka adalah pasangan yang klop untuk dijadikan pembawa acara. Suaranya yang mirip
penyiar radio dan dapat menggugah suasana membuat mereka semakin cocok sebagai MC.
Acara dibuka dengan sambutan ketua RT setempat, pemotongan tumpeng, dan sambutan
ketua panitia. Dilanjutkan dengan acara dance oleh anak-anak dan remaja kampung, pembagian
hadiah, acara menyanyi ibu-ibu dan bapak-bapak, games, band dari bapak-bapak dan perwakilan
remaja, dan gak kalah penting adalah penampilan Vani yang memukau. Ia selalu tampil
professional dimanapun ia berada, kemudian dilanjutkan potong kue ulang tahun karang taruna
yang diiringi alunan piano dari Vani.

Acara terakhir adalah penerbangan lampion, sesuai dengan ideku yang muncul saat
membantu mas Ardan membetulkan lampu hias dipanggung. Para pemuda telah bersiap untuk
menerbangkan lampion yang berjumlah 20 itu, sesuai dengan umur karang taruna kami. Ternyata
benar, temen-temen kami yang memiliki pacar semuanya berkumpul disini. Lampion satu
persatu mulai meninggalkan kami disusul dengan tepuk tangan warga yang menyaksikannya.
Aku melihat Riko sedang tersenyum kearahku, dan kubalas senyumannya.
Keren banget ya, kamu memang spesialis romantis deh Ka. kata Vani sambil
mengamati lampion-lampion itu
Aku tersenyum dan menatap Vani seperti teringat sesuatu. Eh Van, emang kamu dah
jadian ya sama mas Ardan?
Vani menatapku kaget Hah, kata siapa?
Kata mas Ardan sih, dia gak akan ngajak siapa-siapa kesini. Soalnya ceweknya udah ada
disini. Siapa lagi sih kalo bukan kamu? kataku menjelaskan.
Oya? Tapi dia gak pernah deketin aku lagi tuh.
Halah gak perlu bohong, traktir aku lah Van.
Apaan sih Ka, aku gak jadian sama mas Ardan. kini aku melihat Vani jujur, gak terlihat
seneng kalo lagi diejek.
Kamu serius? tanyaku sekali lagi. Vani hanya mengangguk dan menatap lampionlampion itu lagi, dari dulu ia memang tidak menarik minat dengan cowok itu. Tapi kalau bukan
Vani, lalu siapa?
Warga satu persatu pulang meninggalkan tempat ini, kali ini kita dibantu petugas
kebersihan untuk beres-beres daerah panggung. Namun bukan berarti beliau juga memberesi
balai kami. Mas Ardan naik ke atas panggung dan menekan tombol on di mic nya.
Selamat malam semuanya. sorak sorai terdengar saat mas Ardan mulai bersuara. Kita
mencari tempat duduk yang nyaman untuk mendengarkan pidato mas Ardan Terimakasih untuk
semuanya yang udah kerja keras untuk acara kita malam ini. Alhamdulillah acara kita SUKSES!!
Untuk kesekian kalinya.
Wooohooooy, I love you Ardan! teriak mbak Sofi yang tiba-tiba dipelototi pacarnya.
Terima kasih buat kalian yang udah rela pulang ke kampung halaman untuk mengurusi
acara kita ini. Thank you sooo much buat Vani yang mau tampil untuk kami meskipun ditentang
oleh Rika.

Aku menyenggol bahu Vani yang tersipu. Semua temen-temen nge-cie-cie-in Vani dan
mas Ardan. Suasana kembali hening ketika mas Ardan mulai serius dalam suaranya.
Okey, hari ini aku ingin berbagi perasaan dengan kalian. Perasaan yang selama ini
memang aku sengaja pendam untuk kebaikan bersama khususnya. Ehm, mungkin kalian pikir
selama ini aku gak pernah bisa dapetin Vani. Kalian pasti mengira bahwa aku dan Vani ada
hubungan khusus, sebenarnya anggapan kalian salah. Aku dan Vani hanya berteman biasa, kita
memang dekat karena kita memang saling membutuhkan. Maksudnya disini adalah, aku selalu
main kerumah Vani karena aku mengajarinya untuk mendalami pelajaran fisika pada saat itu.
Selain itu, aku juga pengen tau informasi tentang seseorang. mas Ardan menghela napasnya,
aku melihat Vani tersenyum tanpa melepaskan pandangannya kepada mas Ardan.
Aku menyukai seseorang, dan tentunya bukan Vani. Gadis ini sudah mengajariku cara
bersabar dalam menghadapi perdebatan, memberikanku kesempatan untuk bisa mendekati Vani
meskipun bukan itu tujuanku selama ini. Setelah aku paham, aku sadar, hal yang belum aku
lakukan sampai saat ini adalah menyatakan perasaanku terhadapnya. Aku mulai sadar Riko
menatap dingin kearahku, namun aku hanya berusaha menatap lurus kearah panggung, entah apa
yang kulihat. Semua terasa samar. Kini mas Ardan mulai menatapku.
Aku ingin ungkapkan saai ini juga
Gadis yang selama ini kuincar adalah kau. Erika Saviana. Maukah kau menjadi
kekasihku?
Kini tubuhku benar-benar kaku, pandanganku mulai kabur, kuarahkan bola mataku
kearah Riko yang sedari tadi menatap dingin kearahku. Sorak sorai temen-temen yang
mendukung mas Ardan terdengar agar aku menerimanya, aku hanya bisa menelan ludah sambil
mengalihkan pandanganku dari Riko. Aku salah, selama ini orang yang kuanggap mendekati
sahabatku ternyata hanya memanfaatkannya untuk mengorek informasi tentangku. Dia tak
pernah menunjukkan bahwa dirinya menginginkanku untuk menjadi kekasihnya. Dadaku terasa
sesak dan air mataku mulai menetes, mengapa aku harus menangis? Apa yang kutangisi?
Kudengar seseorang memintaku untuk memberikan jawaban. Seketika semuanya terdiam, aku
melihat mas Ardan yang masih menungguku untuk bersuara dan aku menatap Riko yang masih
memberikan tatapan dingin terhadapku. Aku hanya bisa menghela napas dan memberanikan diri
untuk berkata Maaf, aku kulihat Riko masih dalam posisinya Aku gak bisa nerima
kamu aku gak tau kenapa berat banget mengatakannya. Ku tundukkan pandanganku, tak ada
satupun orang yang berbicara. Akhirnya aku mengangkat suara Aku sudah mencintai orang lain,
dan dia juga berada disini. Maafkan aku.
Aku memutar badan untuk pergi dari sini, memberikan sedikit senyumanku kepada mas
Ardan dan Riko. Terlihat wajah Riko tidak sedingin tadi, aku menghela napas yang sangat
panjang. Rasanya malam ini dadaku kembali longgar setelah sulit untuk bernafas. Aku telah
mematahkan hati seseorang.

Anda mungkin juga menyukai