Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai penelaahan kepustakaan, hal ini
dimaksudkan untuk memberikan sedikit gambaran secara singkat mengenai konsepkonsep yang terkait dengan gambaran pelaksanaan mobilisasi pasien stroke oleh
perawat.
2.1. Tinjauan Umum tentang Stroke
2.1.1. Defenisi Stroke
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan
oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh
darah ( Smeltzer & Bare, 2007 )
WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi
susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh
yang lain dari itu. Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun
stroke hemoragik.
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke
iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.

2. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.


3. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
1. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
2. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
2.1.2 Patofisiologi Stroke
Otak sangat tergantung kepada oksigen,bila terjadi anoxia seperti yang terjadi
pada stroke di oatak mengalami perubahan metabolik,kematian sel dan kerusakan
pemaneen yang terjadi dalam 3 10 menit ( non aktif total ). Pembuluh darah yang
paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera otak
memlalui 4 mekanisme yaitu :
1. Penebalan dinding arteri sereberal yang menimbulkan penyempitan sehingga
aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat,selanjutnya akan
mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyababkan bocornya darah ke jaringan
( Hemorhage ).

3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembulah darah yang menekan jaringan


otak.
4. Edema serebri merupakan pengumpulan cairan di ruang intertistial jaringan otak.
Kontraksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada
aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas krirtis terjadi
pengurangan darah secara drastic dan cepat. Okulasi suatu arteri otak akan
menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih
mempunyai peredaran darah yang baik berusaha membantu suplai darah melalui
jalur-jalur anastomosis yang ada.
2.1.3. Tanda dan Gejala-gejala Stroke
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya
fungsi sensorik Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun
kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau
keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak
jantung terganggu, lidah lemah.
2. Cerebral cortex: aphasia ( kehilangan kaemampuan memakai atau memahami
kata-kata),apraxia (tidak mampu melaksanakan instruksi-instruksi), verbal
apraxia (lupa membentuk mulut , bibir dan lidah agar dapat mengeluarkan kata
secara baik dan benar), daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

3. Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan
sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil
atau serangan awal stroke.
2.1.4. Letak Kelumpuhan Akibat Serangan Stroke
1. Kelumpuhan sebelah kiri (Hemiparesis sinistra)
Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak yang menyebabkan kelemahan tubuh
bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan
ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan memori visual dan
mengabaikan sisi kiri. Penderita mamberikan perhatian hanya kepada sesuatu
yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihat
2. Kelumpuhan sebelah kanan (Hemiparesis Dextra)
Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak yang menyebabkan kelemahan atau
kelumpuhan tubuh bagian kanan. Penderita ini biasanya mempunyai
kekurangan dalam kemampuan komunikasi verbal. Namun persepsi dan
memori visuomotornya sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu
harus dengan cermat diperhatikan tahap demi tahap secara visual. Dalam
komunikasi kita harus lebih banyak amenggunakan body language ( bahasa
tubuh)
3. Kelumpuhan kedua sisi ( Paraparesis)
Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada
dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan di ikuti satu sisi lain.
Timbul gangguan pseudobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-

tanda hemiplegic dupleks, sukar menelan, sukar berbicara dan juga


mengakibatkan kedua kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi

2.1.5. Faktor Penyebab Stroke.


1. Faktor yang tidak dapat dikontrol
a. Usia
Setiap manusia akan bertambah umurnya, dengan demikian kemungkinana
terjadinya stroke semakin besar. Pada umumnya resiko terjadinya stroke
mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam tahun berikutnya.
b. Jenis kelamin
Pria

memiliki

kecenderungan

lebih

besar

terkena

serangan

stroke

dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1.


c. Ras/suku bangsa
Para pria kulit hitam lebih cenderung lebih rawan daripada para pria kulit
putih.
d. Faktor keturunan
Seseorang yang mempunyai riwayat stroke dalam keluarganya, menjadi
seseorang yang beresiko tinggi terkena serangan stroke.
2. Faktor yang dapat di kontrol
a. Hipertensi
Faktor ini merupakan resiko utama terjadinya stroke ekkemik dan pendarahan,
yang sering disebut the silent killer, karena hipertensi meningkatkan

terjadinya stroke sebanyak 4-6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan
stroke semakin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh
darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak.
b. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus atau kencing manis sama bahayanya dengan hipertensi,
yaitu sering menjadi salah satu penyebab timbulnya stroke. Gula darah yang
tinggi dapat menimbulkan kerusakan endotel pembuluh darah yang
berlangsung secara progresif. Pada pria yang menderita diabetes mellitus,
cenderung berada pada posisi yang beresiko tinggi akan terkena serangan
stroke daripada mereka yng tidak menderita diabetes mellitus, sekalipun
penyakit mereka dibawah pengawasan. Pada orang yang menderita diabetes
mellitus, resiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih besar.
c. Penyakit jantung
Hubungan kausal antara beberapa jenis penyakit jantung dan stroke telah
dapat dibuktikan. Gagal jantung kongestif dan penyakit jantung koroner
mempunyai peranan penting dalam terjadinya stroke. Dua pertiga dari orang
yang mengidap penyakit jantung kemungkinan akan terkena serangan jantung.
d. Merokok
Merokok meningkatkan terjadinya stroke hampir dua kali lipat. Adapun
perokok pasif beresiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, disamping itu juga mempengaruhi komposis darah sehingga

mempermudah

terjadinya

proses

penggumpalan

darah

(stroke

non

haemoragik)

e. Obesitas
Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Berat
badan yang terlalu berlebihan menyebabkan adanya tambahan beban ekstra
pada jantung dan pembuluh-pembuluh darah, hal ini akan semakin
meningkatkan terkena stroke.
f. Alkohol
Konsumsi alkohol dapat menggangu metabolisme tubuh, sehingga terjadi
diabetes mellitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat
merusak sel-sel darah tepi, saraf otak dan lain-lain. Peminum berat alkohol
dapat meningkatkan resiko terkena stroke 1-3 kali lebih besar
g. Hipekolesterolemik
Kondisi ini dapat merusak pembuluh darah dan juga menyebabkan jantung
koroner. Kolesterol yang tinggi akan membentuk plak didalam pembuluh
darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun diotak
2.1.6. Akibat Stroke
Penurunan parsial total gerakan lengan dan tungkai, 90% bermasalah dalam
berpikir dan mengingat, 70 % mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan
kanan dan kiri, 50 % mengalami kelumpuhan . Stroke tak lagi hanya menyerang
kelompok lansia, namun kini cenderung menyerang generasi muda yang masih

produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan , namun
juga dialami oleh warga pedesaan yang hidup dengan serba keterbatasan.
Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat
mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya
pengobatan paska stroke , juga yang menderita stroke adalah tulang punggung
keluarga yang biasanya kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang
padat (Pinzon, 2009).
2.1.7. Upaya Pencegahan Stroke
1. Pencegahan primordial
Upaya pencegahan primordial adalah upaya yang dimaksudkan memberikan
kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit stroke tidak meningkat
dengan adanya dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko
lainnya, misalnya kebersihan lingkungan, yaitu terbebas dari polusi seperti asap
rokok yang dapat menimbulkan penyempitan pembuluh darah. Hal ini didukung
dengan peraturan pemerintah tentang bahaya rokok bagi kesehatan, seperti
dilarang merokok ditempat umum terutama ruangan ber-AC dan pada bungkus
rokok.
Hal ini juga bisa dimulai dari membiasakan anak-anak untuk lebih memilih
makanan-makanan tradisonal yang lebih aman dari zat-zat pengawet dan
membatasi

mengkonsumsi

mengurangi resiko stroke.


2. Pencegahan primer

makanan-makanan

siap saji

sehingga

dapat

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko stroke bagi
individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain :
a. Gaya hidup : Bebas rokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi
garam yang berlebihan, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan
sejenisnya.
b. Lingkungan : kesadaran atas stress kerja, kemungkinan gangguan Pb,
c. Biologi : perhatian terhadap faktor resiko biologis ( jenis kelamin, riwayat
keluarga) efek aspirin.
d. Pelayanan

kesehatan

health

education

dan

pemeriksaan

tensi,

mengendalikan hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan penyakit


vaskuleraterosklerotik.
3. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada
tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak
berlanjut menjadi kronik. Tindakan yang dilakukan adalah :
a. Gaya hidup : manejemen stress, makanan rendah garam, berhenti merokok,
penyesuaian gaya hidup
b. Lingkungan : penggantian kerja jika diperlukan, family counseling
c. Biologi

: pengobatan yang patuh dan cegah efek samping

d. Pelayanan kesehatan : pendidikan pasien dan evaluasi penyebab sekunder


2.2. Tinjauan Umum tentang Perawat

2.2.1. Definisi Perawat

Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti
merawat atau memelihara. Perawat adalah seseorang yang berperan dalam

merawat

atau

memelihara,

membantu

dan

melindungi

seseorang

karena

sakit.(Harlley, 1997).

Perawat

Profesional

adalah

perawat

yang

bertanggung

jawab

dan

berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau


berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenagannya (Depkes
RI, 2002 dalam Aisiyah 2004).

Menurut UU RI NO 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, mendefinisikan


Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan
tindakkan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui
pendidikan keperawatan.

Sedangkan menurut international Council of Nurses (1965), perawat adalah


seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di
Negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien.

2.2.2 Peran Perawat

Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang
sesuai dengan kedudukan dalam system, di mana dapat dipengaruhi oleh keadaan
sosial baik dari profesi perawat maupun dariluar profesi keperawatan yang bersipat
konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari :
a. Pemberi Asuhan Keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui
pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan
sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan
dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar
manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian
asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan
kompleks.
b. Advokat Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khusunya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi
hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas
informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menntukan nasibnya
sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
c. Edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat


pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bhkan tindakan yang diberikankan,
sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan
kesehatan.
d. Koordinator
Peran

ini

dilaksanakan

dengan

mengarahkan,

merencanakan

serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian


pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuan klien.
e. Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau
tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan
klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
g. Peneliti / Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode
pemberian pelayanan keperawatan.

2.2.3. Fungsi Perawat

Dalam menjalan kan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi


diantaranya:

a. Fungsi Independent
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat
dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri
dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia
seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi,
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi,
pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan
dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri
dan aktualisasi diri.
b. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan atau
instruksidari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan pelimpahan tugas yang di
berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum
atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
c. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di
antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk

pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti


dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyapenyakit
kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan
juga dari dokter ataupun yang lainnya.

2.2.4 Tugas Perawat

Tugas perawat dalam menjalankan peran nya sebagai pemberi asuhan


keperawatan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam proses
keperawatan. Tugas perawat ini disepakati dalam lokakarya tahun 1983 yang
berdasarkan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah:

a. Mengumpulkan Data
b. Menganalisis dan mengintrepetasi data
c. Mengembangkan rencana tindakan keperawatan
d. Menggunakan dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu perilaku,
sosial budaya, ilmu biomedik dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam
rangka memenuhi KDM.
e. Menentukan kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana keperawatan
f. Menilai tingkat pencapaian tujuan.
g. Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan

h. Mengevaluasi data permasalahan keperawatan.


i. Mencatat data dalam proses keperawatan
j. Menggunakan catatan klien untuk memonitor kualitas asuhan keperawatan
k. Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian dalam bidang keperawatan
l. Membuat usulan rencana penelitian keperawatan
m. Menerapkan hasil penelitian dalam praktek keperawatan.
n. Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan
o. Membuat rencana penyuluhan kesehatan
p. Melaksanakan penyuluhan kesehatan
q. Mengevaluasi penyuluhan kesehatan
r. Berperan serta dalam pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat.
s. Menciptakan komunikasi yang efektis baik dengan tim keperawatan maupun tim
kesehatan lain.

2.3. Tinjauan Umum tentang Mobilisasi


2.3.1. Pengertian mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.setiap orang butuh
untuk

bergerak.

Kehilangan

kemampuan

untuk

bergerak

menyebabkan

ketergantungan dan ini membutuhakan tindakan keperawatan. Mobilisasi diperlukan


untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat

proses penyakit,khusunya penyakit degenerative, dan untuk aktualisasi diri (harga diri
dan citra tubuh) (Wahit Iqbal Mubarak, 2008)
Mobilisasi adalah suatu usaha menggerakkan bagian tubuh secara aktif maupun
pasif untuk mempertahankan sirkulasi dan memelihara tonus-tonus otot ekstremitas (
Widodo, 2009 ).
2.3.2. Prinsip dan Tujuan dari mobilisasi antara lain :
Menurut Dombovy ML dikutip oleh Yahya (1995), mengemukakan bahwa
beberapa prinsip dalam melakukan mobilisasi yaitu mencegah dan mengurangi
komplikasi sekunder seminimal mungkin, menggantikan hilangnya fungsi motorik,
memberikan rangsangan lingkungan, memberi dorongan bersosialisasi, memberi
kesempatan untuk dapat berfungsi dan melakukan aktivitas sehari-hari serta
memungkinkan melakukan pekerjaan seperti sebelumnya.
Kottke (1898) Tujuan mobilisasi untuk pasien stroke adalah membantu pasien untuk
mendapatkan kemandirian maksimal dan rasa aman saat melakukan aktivitas seharihari. Latihan mobilisasi merupakan bagian dari proses rehabilitasi untuk mencapai
tujuan tersebut. Latihan beberapa kali dalam sehari dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang akan menghambat pasien untuk dapat mencapai kemandirian dalam
melakukan fungsinya sebagai manusia.
Sedangkan menurut Garrison (2004) tujuan mobilisasi adalah mempertahankan
fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah, membantu pernapasan menjadi lebih
baik, mempertahankan tonus otot, memperlancar eliminasi bab dan bak,

mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal memenuhi


kebutuhan gerak harian, dan memberi kesempatan perawat dan pasien untuk
berinteraksi dan berkomunikasi.
Adapaun tujuan dari mobilisasi secara umum adalah :
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2.

Mencegah terjadinya trauma

3. Mempertahankan tingkat kesehatan


4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari hari
5. Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.

2.3.3. Manfaat Mobilisasi


Menurut Kozier, et.al. (2004) dalam buku Fundamentals of Nursing, keuntungan
yang dapat diperoleh dari mobilisasi bagi sistem tubuh adalah sebagai berikut :
a. Sistem Muskuloskeletal
Ukuran, bentuk, tonus, dan kekuatan rangka dan otot jantung dapat
dipertahankan dengan melakukan latihan yang ringan dan dapat ditingkatkan
dengan melakukan latihan yang berat. Dengan melakukan latihan, tonus otot dan
kemampuan kontraksi otot meningkat. Dengan melakukan latihan atau mobilisasi
dapat meningkatkan fleksibilitas tonus otot dan range of motion.
b. Sistem Kardiovaskular

Dengan melakukan latihan atau mobilisasi yang adekuat dapat meningkatkan


denyut jantung (heart rate), menguatkan kontraksi otot jantung, dan menyuplai
darah ke jantung dan otot. Jumlah darah yang dipompa oleh jantung (cardiac
output) meningkat karena aliran balik dari aliran darah. Jumlah darah yang
dipompa oleh jantung (cardiac outpu) normal adalah 5 liter/menit, dengan
mobilisasi dapat meningkatkan cardiac output sampai 30 liter/ menit.
c. Sistem Respirasi
Jumlah udara yang dihirup dan dikeluarkan oleh paru (ventilasi) meningkat.
Ventilasi normal sekitar 5-6 liter/menit. Pada mobilisasi yang berat, kebutuhan
oksigen meningkat hingga mencapai 20x dari kebutuhan normal. Aktivitas yang
adekuat juga dapat mencegah penumpukan sekret pada bronkus dan bronkiolus,
menurunkan usaha pernapasan.
d. Sistem Gastrointestinal
Dengan beraktivitas dapat memperbaiki nafsu makan dan meningkatkan tonus
saluran pencernaan, memperbaiki pencernaan dan eliminasi seperti kembalinya
mempercepat pemulihan peristaltik usus dan mencegah terjadinya konstipasi
serta menghilangkan distensi abdomen.
e. Sistem Metabolik
Dengan latihan dapat meningkatkan kecepatan metabolisme, dengan demikian
peningkatan produksi dari panas tubuh dan hasil pembuangan. Selama
melakukan aktivitas berat, kecepatan metabolisme dapat meningkat sampai 20x
dari kecepatan normal. Berbaring di tempat tidur dan makan diit dapat

mengeluarkan 1.850 kalori per hari. Dengan beraktivitas juga dapat


meningkatkan penggunaan trigliserid dan asam lemak, sehingga dapat
mengurangi tingkat trigliserid serum dan kolesterol dalam tubuh.
f. Sistem Urinary
Karena aktivitas yang adekuat dapat menaikkan aliran darah, tubuh dapat
memisahkan sampah dengan lebih efektif, dengan demikian dapat mencegah
terjadinya statis urinary. Kejadian retensi urin juga dapat dicegah dengan
melakukan aktivitas.
2.3.4. Jenis mobilisasi

1. Mobilisasi Penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi syaraf motorik volunter dan sensorik
untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh manusia.
2. Mobilisasi sebagian
Adalah kemampuan seseorang dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak
secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf sensorik dan motorik.
Biasa ditemui pada pasien stroke, setelah kecelakaan dan lain- lain.

Mobilisasi sebagian dibagi menjadi dua jenis:


a. Mobilisasi sebagian temporer

Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara.


Hal

tersebut

dapat

disebabkan

oleh

trauma

reversibel

pada

system

musculoskeletal, contohnya dislokasi sendi dan tulang.


b. Mobilisasi sebagian permanen
Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap.
Hal itu disebabkan oleh rusaknya syaraf yang reversibel, contohnya hemiplegi
pada stroke dan paraplegi pada kerusakan tulang belakang.
Jenis gerakan mobilisasi yang baik bagi pasien stroke adalah dengan melakukan
latihan ROM pasif seperti :
a. Latih gerak sendi pada anggota gerak atas
1) Fleksi/ekstensi
Dukung dengan lengan pergelangan tangan dan siku, angkat lengan lurus
melewati kepala klien, istirahatkan lengan terlentang di atas kepala di
tempat tidur.
2) Abduksi/adduksi
Dukung lengan di pergelangan dengan telapak tangan dan siku dari tubuh
klien, geser lengan menjauh menyamping dari badan, biarkan lengan
berputar dan berbalik sehingga mencapai sudut 90 derajat dari bahu.
3) Siku fleksi dan ekstensi
Dukung siku dan pergelangan tangan, tekuk lengan klien sehingga lengan
menyentuh ke bahu, luruskan lengan ke depan.
4) Pergelangan tangan

Dukung pergelangan tangan dan tangan klien serta jari-jari dengan jari-jari
yang lain. Tekuk pergelangan tangan kedepan dan menggenggam, tekuk
pergelangan tangan ke belakang dan tegakkan jari-jari, gerakkan
pergelangan tangan ke lateral.
5) Jari fleksi/ekstensi
Dukung tangan klien dengan memegang telapak tangan, tekuk semua jari
sekali dan luruskan semua jari sekali.
b. Latih gerak sendi pada anggota gerak bawah
1. Pinggul fleksi
Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, angkat lutut mengarah ke dada,
tekuk pinggul sedapat mungkin, biarkan lutut menekuk sedikit atau dengan
toleransi klien.

2. Lutut fleksi/kekuatan
Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, angkat kaki klien diluruskan
setinggi mungkin, pegang sampai hitungan kelima.
3. Lutut fleksi/ekstensi
Dukung kaki, bila perlu tumit dan kaki belakang lutut, tekuk setinggi 90
derajat dan meluruskan lutut.
4. Jari kaki fleksi/ekstensi

Dukung telapak kaki klien, tekuk semua jari menurun dan dorong semua
jari ke belakang.
5. Tumit inverse/eversi
Dukung kaki klien di tempat tidur dengan satu tangan dan pegang telapak
kaki dengan tangan yang lain, putar telapak kaki keluar, putar telapak kaki
ke dalam.
2.3.5. Rentang Gerak dalam Mobilisasi
Menurut Carpenito (2000) dalam mobilisasi ada tiga rentang gerak, yaitu :
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otototot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya pasien berbaring sambil
menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktivitas
yang diperlukan.
2.3.6. Faktor faktor yang mempengaruhi Mobilisasi
a) Gaya hidup

Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin


tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan
tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara
yang sehat .
b) Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.
Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu
misalnya;

CVA

yang

berakibat

kelumpuhan,

typoid

dan

penyakit

kardiovaskuler.
c) Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berbeda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita madura dan sebagainya.
d) Tingkat energy

Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi
dengan seorang pelari.
e) Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya
akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang
sering sakit.
2.3.7. Pengertian Imobilitas
Imobolitas atau imobilasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan ( aktifitas ),
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada
ekstremitas, dan sebagaunya.
2.3.8. Jenis Imobilitas
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dangan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien
dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah
paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi
tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
kerusakan otak akibat suatu penyakit.

3. Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara


emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi
ketika sesorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilang
sesuatu yang paling di cintai.
4. Imobilitas social, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi social karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempebgaruhi
peranya dalam kehidupan social.
2.3.9. Perubahan Sistem Tubuh akibat Imobilitas
Dampak darin tindakan mobilisasi dalam tubuh dapat mempengaruhi system
tubuh, seperti perubahan pada metabolism tubuh, ketidak seimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal,
perubahan system pernapasan, perubahan kardiovaskular, perubahan system
musculoskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi, dan perubahan perilaku
(Hidayat, 2012)
2.4 Pentingnya mobilisasi bagi pasien stroke
Berdasarkan pembahasan tentang mobilisasi di atas, dapat diketahui bahwa
mobilisasi merupakan salah satu tindakan yang sangat penting bagi kemampuan
seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi
kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian. Kemampuan mobilisasi dapat
berkurang atau hilang pada seseorang yang menderita gangguan tulang atau otot

seperti fraktur, gangguan saraf seperti stroke, tidak adekuatnya energi seperti
gangguan jantung atau dengan nyeri seperti pada seseorang pasca pembedahan.
Kondisi imobilitas yang lama dan terus menerus, dapat mengganggu
kesehatan seseorang karena kardiovaskuler tidak terlatih, otot yang konstan sehingga
dapat terjadi atrofi, dapat juga menimbulkan gangguan psikologis karena
kemandiriannya tidak optimal.
Oleh karena itu, perlu dilakukan latihan mobilisasi pada pasien yang telah siap
secara fisik dan psikis untuk melakukan mobilisasi. Mobilisasi perlu dilakukan tahap
demi tahap, disesuaikan dengan kemampuan fisik pasien dan kesiapan psikologis
pasien. Sebelum dilakukan latihan mobilisasi juga perlu dinilai kemampuan toleransi
tubuh klien terhadap aktivitas, untuk menghindari terjadinya kolaps, misalnya pada
pasien gangguan jantung dan nyeri hebat.
2.5 Kerangka Teori Dan Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas. Pengetahuan
keluarga tentang mobilisasi dini perlu diketahui dan diteliti dengan baik sehingga
dapat meminimalkan komplikasi yang mungkin muncul karena tidak melakukan
mobilisasi. Di bawah ini dijelaskan mengenai kerangka Teori dan Kerangka konsep
yang akan dilakukan peneliti di RSUD Aloe Saboe Kota Gorontalo.

Bagan Kerangka Teori

Mobilisasi pada pasien


stroke
dengan
melakukan
latihan
ROM pasif sperti :
1. Latihan
sendi
anggota
atas
2. Latihan
sendi
anggota
bawah

gerak
pada
gerak

Pelaksanaan
mobilisasi oleh
perawat

gerak
pada
gerak

Bagan Kerangka Konsep

Pelaksanaan Mobilisasi
oleh perawat

Pasien Stroke

Anda mungkin juga menyukai