TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas mengenai penelaahan kepustakaan, hal ini
dimaksudkan untuk memberikan sedikit gambaran secara singkat mengenai konsepkonsep yang terkait dengan gambaran pelaksanaan mobilisasi pasien stroke oleh
perawat.
2.1. Tinjauan Umum tentang Stroke
2.1.1. Defenisi Stroke
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan
oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh
darah ( Smeltzer & Bare, 2007 )
WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi
susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh
yang lain dari itu. Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun
stroke hemoragik.
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke
iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
3. Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan
sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil
atau serangan awal stroke.
2.1.4. Letak Kelumpuhan Akibat Serangan Stroke
1. Kelumpuhan sebelah kiri (Hemiparesis sinistra)
Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak yang menyebabkan kelemahan tubuh
bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan
ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan memori visual dan
mengabaikan sisi kiri. Penderita mamberikan perhatian hanya kepada sesuatu
yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihat
2. Kelumpuhan sebelah kanan (Hemiparesis Dextra)
Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak yang menyebabkan kelemahan atau
kelumpuhan tubuh bagian kanan. Penderita ini biasanya mempunyai
kekurangan dalam kemampuan komunikasi verbal. Namun persepsi dan
memori visuomotornya sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu
harus dengan cermat diperhatikan tahap demi tahap secara visual. Dalam
komunikasi kita harus lebih banyak amenggunakan body language ( bahasa
tubuh)
3. Kelumpuhan kedua sisi ( Paraparesis)
Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada
dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan di ikuti satu sisi lain.
Timbul gangguan pseudobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-
memiliki
kecenderungan
lebih
besar
terkena
serangan
stroke
terjadinya stroke sebanyak 4-6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan
stroke semakin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh
darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak.
b. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus atau kencing manis sama bahayanya dengan hipertensi,
yaitu sering menjadi salah satu penyebab timbulnya stroke. Gula darah yang
tinggi dapat menimbulkan kerusakan endotel pembuluh darah yang
berlangsung secara progresif. Pada pria yang menderita diabetes mellitus,
cenderung berada pada posisi yang beresiko tinggi akan terkena serangan
stroke daripada mereka yng tidak menderita diabetes mellitus, sekalipun
penyakit mereka dibawah pengawasan. Pada orang yang menderita diabetes
mellitus, resiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih besar.
c. Penyakit jantung
Hubungan kausal antara beberapa jenis penyakit jantung dan stroke telah
dapat dibuktikan. Gagal jantung kongestif dan penyakit jantung koroner
mempunyai peranan penting dalam terjadinya stroke. Dua pertiga dari orang
yang mengidap penyakit jantung kemungkinan akan terkena serangan jantung.
d. Merokok
Merokok meningkatkan terjadinya stroke hampir dua kali lipat. Adapun
perokok pasif beresiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, disamping itu juga mempengaruhi komposis darah sehingga
mempermudah
terjadinya
proses
penggumpalan
darah
(stroke
non
haemoragik)
e. Obesitas
Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Berat
badan yang terlalu berlebihan menyebabkan adanya tambahan beban ekstra
pada jantung dan pembuluh-pembuluh darah, hal ini akan semakin
meningkatkan terkena stroke.
f. Alkohol
Konsumsi alkohol dapat menggangu metabolisme tubuh, sehingga terjadi
diabetes mellitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat
merusak sel-sel darah tepi, saraf otak dan lain-lain. Peminum berat alkohol
dapat meningkatkan resiko terkena stroke 1-3 kali lebih besar
g. Hipekolesterolemik
Kondisi ini dapat merusak pembuluh darah dan juga menyebabkan jantung
koroner. Kolesterol yang tinggi akan membentuk plak didalam pembuluh
darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun diotak
2.1.6. Akibat Stroke
Penurunan parsial total gerakan lengan dan tungkai, 90% bermasalah dalam
berpikir dan mengingat, 70 % mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan
kanan dan kiri, 50 % mengalami kelumpuhan . Stroke tak lagi hanya menyerang
kelompok lansia, namun kini cenderung menyerang generasi muda yang masih
produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan , namun
juga dialami oleh warga pedesaan yang hidup dengan serba keterbatasan.
Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat
mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya
pengobatan paska stroke , juga yang menderita stroke adalah tulang punggung
keluarga yang biasanya kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang
padat (Pinzon, 2009).
2.1.7. Upaya Pencegahan Stroke
1. Pencegahan primordial
Upaya pencegahan primordial adalah upaya yang dimaksudkan memberikan
kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit stroke tidak meningkat
dengan adanya dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko
lainnya, misalnya kebersihan lingkungan, yaitu terbebas dari polusi seperti asap
rokok yang dapat menimbulkan penyempitan pembuluh darah. Hal ini didukung
dengan peraturan pemerintah tentang bahaya rokok bagi kesehatan, seperti
dilarang merokok ditempat umum terutama ruangan ber-AC dan pada bungkus
rokok.
Hal ini juga bisa dimulai dari membiasakan anak-anak untuk lebih memilih
makanan-makanan tradisonal yang lebih aman dari zat-zat pengawet dan
membatasi
mengkonsumsi
makanan-makanan
siap saji
sehingga
dapat
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko stroke bagi
individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain :
a. Gaya hidup : Bebas rokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi
garam yang berlebihan, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan
sejenisnya.
b. Lingkungan : kesadaran atas stress kerja, kemungkinan gangguan Pb,
c. Biologi : perhatian terhadap faktor resiko biologis ( jenis kelamin, riwayat
keluarga) efek aspirin.
d. Pelayanan
kesehatan
health
education
dan
pemeriksaan
tensi,
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti
merawat atau memelihara. Perawat adalah seseorang yang berperan dalam
merawat
atau
memelihara,
membantu
dan
melindungi
seseorang
karena
sakit.(Harlley, 1997).
Perawat
Profesional
adalah
perawat
yang
bertanggung
jawab
dan
Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang
sesuai dengan kedudukan dalam system, di mana dapat dipengaruhi oleh keadaan
sosial baik dari profesi perawat maupun dariluar profesi keperawatan yang bersipat
konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari :
a. Pemberi Asuhan Keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui
pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan
sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan
dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar
manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian
asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan
kompleks.
b. Advokat Klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khusunya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi
hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas
informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menntukan nasibnya
sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
c. Edukator
ini
dilaksanakan
dengan
mengarahkan,
merencanakan
serta
a. Fungsi Independent
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat
dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri
dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia
seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi,
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi,
pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan
dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri
dan aktualisasi diri.
b. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan atau
instruksidari perawat lain. Sehingga sebagian tindakan pelimpahan tugas yang di
berikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum
atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
c. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di
antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk
a. Mengumpulkan Data
b. Menganalisis dan mengintrepetasi data
c. Mengembangkan rencana tindakan keperawatan
d. Menggunakan dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu perilaku,
sosial budaya, ilmu biomedik dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam
rangka memenuhi KDM.
e. Menentukan kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana keperawatan
f. Menilai tingkat pencapaian tujuan.
g. Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan
bergerak.
Kehilangan
kemampuan
untuk
bergerak
menyebabkan
proses penyakit,khusunya penyakit degenerative, dan untuk aktualisasi diri (harga diri
dan citra tubuh) (Wahit Iqbal Mubarak, 2008)
Mobilisasi adalah suatu usaha menggerakkan bagian tubuh secara aktif maupun
pasif untuk mempertahankan sirkulasi dan memelihara tonus-tonus otot ekstremitas (
Widodo, 2009 ).
2.3.2. Prinsip dan Tujuan dari mobilisasi antara lain :
Menurut Dombovy ML dikutip oleh Yahya (1995), mengemukakan bahwa
beberapa prinsip dalam melakukan mobilisasi yaitu mencegah dan mengurangi
komplikasi sekunder seminimal mungkin, menggantikan hilangnya fungsi motorik,
memberikan rangsangan lingkungan, memberi dorongan bersosialisasi, memberi
kesempatan untuk dapat berfungsi dan melakukan aktivitas sehari-hari serta
memungkinkan melakukan pekerjaan seperti sebelumnya.
Kottke (1898) Tujuan mobilisasi untuk pasien stroke adalah membantu pasien untuk
mendapatkan kemandirian maksimal dan rasa aman saat melakukan aktivitas seharihari. Latihan mobilisasi merupakan bagian dari proses rehabilitasi untuk mencapai
tujuan tersebut. Latihan beberapa kali dalam sehari dapat mencegah terjadinya
komplikasi yang akan menghambat pasien untuk dapat mencapai kemandirian dalam
melakukan fungsinya sebagai manusia.
Sedangkan menurut Garrison (2004) tujuan mobilisasi adalah mempertahankan
fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah, membantu pernapasan menjadi lebih
baik, mempertahankan tonus otot, memperlancar eliminasi bab dan bak,
1. Mobilisasi Penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi syaraf motorik volunter dan sensorik
untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh manusia.
2. Mobilisasi sebagian
Adalah kemampuan seseorang dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak
secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf sensorik dan motorik.
Biasa ditemui pada pasien stroke, setelah kecelakaan dan lain- lain.
tersebut
dapat
disebabkan
oleh
trauma
reversibel
pada
system
Dukung pergelangan tangan dan tangan klien serta jari-jari dengan jari-jari
yang lain. Tekuk pergelangan tangan kedepan dan menggenggam, tekuk
pergelangan tangan ke belakang dan tegakkan jari-jari, gerakkan
pergelangan tangan ke lateral.
5) Jari fleksi/ekstensi
Dukung tangan klien dengan memegang telapak tangan, tekuk semua jari
sekali dan luruskan semua jari sekali.
b. Latih gerak sendi pada anggota gerak bawah
1. Pinggul fleksi
Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, angkat lutut mengarah ke dada,
tekuk pinggul sedapat mungkin, biarkan lutut menekuk sedikit atau dengan
toleransi klien.
2. Lutut fleksi/kekuatan
Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, angkat kaki klien diluruskan
setinggi mungkin, pegang sampai hitungan kelima.
3. Lutut fleksi/ekstensi
Dukung kaki, bila perlu tumit dan kaki belakang lutut, tekuk setinggi 90
derajat dan meluruskan lutut.
4. Jari kaki fleksi/ekstensi
Dukung telapak kaki klien, tekuk semua jari menurun dan dorong semua
jari ke belakang.
5. Tumit inverse/eversi
Dukung kaki klien di tempat tidur dengan satu tangan dan pegang telapak
kaki dengan tangan yang lain, putar telapak kaki keluar, putar telapak kaki
ke dalam.
2.3.5. Rentang Gerak dalam Mobilisasi
Menurut Carpenito (2000) dalam mobilisasi ada tiga rentang gerak, yaitu :
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otototot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya pasien berbaring sambil
menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktivitas
yang diperlukan.
2.3.6. Faktor faktor yang mempengaruhi Mobilisasi
a) Gaya hidup
CVA
yang
berakibat
kelumpuhan,
typoid
dan
penyakit
kardiovaskuler.
c) Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berbeda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita madura dan sebagainya.
d) Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi
dengan seorang pelari.
e) Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya
akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang
sering sakit.
2.3.7. Pengertian Imobilitas
Imobolitas atau imobilasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan ( aktifitas ),
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada
ekstremitas, dan sebagaunya.
2.3.8. Jenis Imobilitas
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dangan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien
dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah
paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi
tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
kerusakan otak akibat suatu penyakit.
seperti fraktur, gangguan saraf seperti stroke, tidak adekuatnya energi seperti
gangguan jantung atau dengan nyeri seperti pada seseorang pasca pembedahan.
Kondisi imobilitas yang lama dan terus menerus, dapat mengganggu
kesehatan seseorang karena kardiovaskuler tidak terlatih, otot yang konstan sehingga
dapat terjadi atrofi, dapat juga menimbulkan gangguan psikologis karena
kemandiriannya tidak optimal.
Oleh karena itu, perlu dilakukan latihan mobilisasi pada pasien yang telah siap
secara fisik dan psikis untuk melakukan mobilisasi. Mobilisasi perlu dilakukan tahap
demi tahap, disesuaikan dengan kemampuan fisik pasien dan kesiapan psikologis
pasien. Sebelum dilakukan latihan mobilisasi juga perlu dinilai kemampuan toleransi
tubuh klien terhadap aktivitas, untuk menghindari terjadinya kolaps, misalnya pada
pasien gangguan jantung dan nyeri hebat.
2.5 Kerangka Teori Dan Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas. Pengetahuan
keluarga tentang mobilisasi dini perlu diketahui dan diteliti dengan baik sehingga
dapat meminimalkan komplikasi yang mungkin muncul karena tidak melakukan
mobilisasi. Di bawah ini dijelaskan mengenai kerangka Teori dan Kerangka konsep
yang akan dilakukan peneliti di RSUD Aloe Saboe Kota Gorontalo.
gerak
pada
gerak
Pelaksanaan
mobilisasi oleh
perawat
gerak
pada
gerak
Pelaksanaan Mobilisasi
oleh perawat
Pasien Stroke