Anda di halaman 1dari 39

KARYA TULIS ILMIAH

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

GAMBARAN KONDISI RUMAH PADA PEMUKIMAN KOTA


PONTIANAK dan SEKITARNYA TAHUN 2015

Oleh :
KELOMPOK 2 :
Adven Berti Manuel Gahe Talaga
Anugrah Kus Adi Putra
Dody Effendi
Eyi Suryandani
Ismanto
Luqman

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI D-III
2013

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat, hidayah dan kasih-Nya untuk kesehatan dan perlindungan
yang diberikan, hingga saat ini dalam keadaan sehat penulis dapat menyelesaikan
karya tulis ilmiah yang berjudul Gambaran Kondisi Rumah Pada Pemukiman
Kota Pontianak Dan Sekitarnya Tahun 2015, sebagai salah satu persyaratan
akademis penugasan penyusunan laporan hasil praktikum lapangan Politeknik
Kesehatan Pontianak Jurusan Kesehatan Lingkungan.
Dalam penulisan penelitian ini, penulis sangat merasakan sekali bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak baik berupa dukungan, kritik, dan saran. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak Bambang Supraptono M.Kes (Epid), M.P.H. dan Ibu Ani Hermilestari
B.Sc, S.Pd, M.Pd.

selaku Dosen Penagajar Utama dalam mata kuliah Sanitasi

Pemukiman Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Khayan, SKM, M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Pontianak.
2. Bapak Hajimi, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kesehatan
Lingkungan.
3. Bapak Iswono, SKM, M.Kes selaku Ka-Prodi D.III Kesehatann
Lingkungan.
4. Kepada orang tua tercinta dan saudara-saudaraku yang telah memberikan
doa serta memberi dorongan moral dan material.
5. Seluruh dosen dan Staf

pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan

Politeknik Kesehatan Kemenkes Pontianak.

6. Rekan-rekan mahasiswa Poltekkes Kemenkes Pontianak, khususnya


Jurusan Kesehatan Lingkungan Prodi D-III angkatan 2013.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik
yang membangun dari berbagai pihak yang berkenan untuk berbagi pengetahuan
dalam menunjukkan kelemahan dan kekurangan dari proposal penelitian ini.
Akhirnya penulis berharap agar penelitian ini bisa memberikan manfaat dan menjadi
referensi berbagai pihak.

Pontianak, 20 Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................. iii
BIODATA............................................................................................................ iv
ABSTRAK........................................................................................................... v
ABSTRACT......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR.......................................................................................... vii
DAFTAR ISI........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xiv
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 3
1.3 Pertanyaan Penelitian...................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian............................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian.......................................................................... 4
1.6 Ruang Lingkup Penelitian............................................................... 4
BAB II : Tinjauan Pustaka
2.1 Rumah Sakit.................................................................................... 6
2.2 Sanitasi Rumah Sakit...................................................................... 8
2.3 Sarana Sanitasi Rumah Sakit.......................................................... 9
BAB III : Kerangka Konsep
3.1 Kerangka Konsep............................................................................ 26
3.2 Variabel Penelitian.......................................................................... 26
3.3 Definisi Operasional....................................................................... 27
BAB IV : Metode Penelitian
4.1 Jenis Penelitian................................................................................ 29
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................... 29
4.3 Populasi dan Sampel....................................................................... 29
4.4 Jenis Data........................................................................................ 29
4.5 Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 30
4.6 Instrumen Penelitian....................................................................... 31
4.7 Teknik Pengolahan dan Penyajian Data.......................................... 31
4.6 Kriteria Penilaian............................................................................ 31
4.8 Teknik Analisa Data........................................................................ 32
BAB V Hasil dan Pembahasan
5.1 Hasil................................................................................................33
5.2 Pembahasan.....................................................................................50
3

BAB VI Kesimpulan dan Saran


6.1 Kesimpulan.....................................................................................66
6.2 Saran ..............................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah

atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada
zaman purba manusia bertempat tinggal di gua-gua, kemudian berkembang, dengan
mendirikan rumah tempat tinggal di hutan dan di bawah pohon. Sampai pada abad
modern ini manusia sudah membangun rumah (tempat tinggalnya) bertingkat dan
diperlengkapi dengan peralatan yang serba modern. Sejak zaman dahulu pula
manusia telah mendesain rumahnya, dengan ide mereka masing-masing dengan
sendirinya berdasarkan kebudayaan masyarakat setempat dan membangun rumah
mereka dengan bahan yang ada setempat (local material) pula. Setelah manusia
memasuki abad modern ini meskipun rumah mereka dibangun dengan bukan bahanbahan setempat, tetapi kadang-kadang desainnya masih mewarisi kebudayaan
generasi sebelumnya. (Notoatmodjo, 2003: 147)
Rumah sehat secara lahiriah adalah rumah yang mampu yang mampu
menciptakan kenyamanan bagi penghuninya serta lebih dari mampu mencegah
potensi penyakit timbul didalam maupun diluar rumah tersebut. (Gazuli, 2002: 2)
Dari studi pendahuluan pada bulan januari 2007 di RW 01 Dusun Jambewangi
Desa Jambewangi Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar terdapat 105 rumah dengan
kepala keluarga 120 orang. (Data desa jambewangi) Adapun keadaan rumah pada
tahun 2006 di RW 01 Dusun Jambewangi Desa Jambewangi Kecamatan Selopuro
Kabupaten Blitar yang memenuhi kriteria rumah sehat sejumlah 65 rumah dan yang
tidak memenuhi kriteria rumah tidak sehat sejumlah 40 rumah. (Data Puskesmas
Selopuro) Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat ekonomi penduduk sehingga
keluarga tidak mampu untuk memenuhi kriteria rumah sehat.
Tingkat pengetahuan keluarga yang masih rendah akan mempengaruhi dalam
penyediaan lingkungan, penyediaan rumah yang sehat dan berbagai factor
5

lingkungan yang merugikan dalam keluarga tersebut, pengetahuan yang baik mampu
menyediakan lingkungan yang baik juga, mampu mengatasi masalah-masalah dalam
lingkungan tersebut. (harian kompas, 2004)
Akibat rumah tak sehat sering timbul penyakit diare, typus, dan menimbulkan
bau tidak enak dan pandangan tidak sedap serta bisa mengurangi produktifitas
manusia dan dapat menimbulkan media perkembangan penyakit-penyakit yang
lainnya. (Notoatmodjo, 2003: 172)
Untuk mengatasi masalah diatas perlu sering diadakannya penyuluhan kepada
masyarakat tentang pengertian rumah sehat, manfaat dan standart dari rumah sehat.
Standart dari rumah sehat itu sendiri antara lain tidak berdebu pada musim kemarau
dan tidak basah pada musim hujan. Ventilasi yang baik15% dari luas lantai, ventilasi
berfungsi agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Dengan masyarakat
mengerti dan mengetahui standart dari rumah sehat diharapkan apabila nantinya mau
membangun atau merenofasi rumah, rumah tersebut memenuhi standart rumah sehat.
(Notoatmodjo, 2003: 149-151)
Dari fenomena yang ada diatas, maka penulis berkeinginan untuk mengatahui
gambaran kondisi rumah pada pemukiman kota Pontianak dan sekitarnya tahun
2015.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang diangkat peneliti yaitu ingin
mengatahui gambaran kondisi rumah pada pemukiman kota Pontianak dan sekitarnya
tahun 2015.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1.3.1

Bagaimanakah gambaran kondisi rumah pada pemukiman komplek Griya


Kencana Jalan 28 Oktober Siantan Hulu kota Pontianak tahun 2015.

1.3.2

Bagaimanakah

1.3.3

Bagaimanakah

1.3.4

Bagaimanakah ?

1.3.5

Bagaimanakah

1.3.6

Bagaimanakah

1.4

Tujuan Penelitian

1.4.1

Tujuan umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi rumah

pada pemukiman kota Pontianak dan sekitarnya tahun 2015.


1.4.2

Tujuan khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran kondisi rumah pada pemukiman komplek
Griya Kencana Jalan 28 Oktober Siantan Hulu kota Pontianak tahun 2015
sudah memenuhi persyaratan atau belum.
b. Untuk
c. Untuk
d. Untuk

1.5

Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi peneliti

Memperluas

wawasan,

serta

meningkatkan

ilmu

pengetahuan

dan

pemahaman tentang cara penilaian sarana sanitasi didalam rumah dan lingkungan
rumah dalam penilaian rumah sehat.
1.5.2

Bagi Dinas Terkait


Memberikan informasi kepada pihak Dinas terkait agar dijadikan sebagai

acuan dalam sosialisasi penetapan rencana pembuatan bangunan sehat bagi


masyarakat.
1.5.3

Bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang rumah sehat itu seperti apa

sehingga masyarakat dapat memperbaiki komponen apa saja yang belum sesuai
dengan persyaratan rumah sehat.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


1.6.1

Lingkup keilmuwan
Penelitian ini merupakan lingkup kesehatanan lingkungan khususnya

dibidang Sanitasi Pemukiman.


1.6.2

Lingkup masalah
Dalam penelitian ini penulis ingin melihat keadaan suatu rumah sudah

memenuhi persyaratan rumah sehat apa belum.


1.6.3

Lingkup sasaran
Penelitian ini dilakukan pada rumah pada pemukiman kota Pontianak dan

sekitarnya tahun 2015.


1.6.4

Lingkup metode
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis

penelitian survey.
8

1.6.5

Lingkup lokasi
Penelitian dilakukan rumah-rumah pada pemukiman kota Pontianak dan

sekitarnya tahun 2015.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah
1. Definisi Rumah Sehat
Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan
dan Permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi

dengan

prasarana

dan

sarana

lingkungan.

Menurut

Wicaksono, rumah adalah sebuah tempat tujuan akhir dari manusia.


Rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan
sekitar, menyatukan sebuah keluarga, meningkatkan tumbuh kembang
kehidupan setiap manusia, dan menjadi bagian dari gaya hidup manusia.
Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan cukup
luas bagi seluruh pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas
setiap penghuninya dapat berjalan dengan baik. Lingkungan rumah juga
sebaiknya terhindar dari faktor-faktor yang dapat merugikan kesehatan
(Hindarto, 2007). Rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat
berlindung,

bernaung,

dan

tempat

untuk

beristirahat,

sehingga

menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani, maupun


sosial (Sanropie dkk., 1989).
2. Kriteria Rumah Sehat
Kriteria rumah sehat yang diajukan oleh dalam Entjang (2000) dan
Wicaksono (2009) yang dikutip dari Winslow antara lain:
a. Harus dapat memenuhi kebutuhan fisiologis.
b. Harus dapat memenuhi kebutuhan psikologis.
c. Harus dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan.
d. Harus dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit.

10

Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut American


Public Health Asociation (APHA), yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan dasar fisik
Sebuah rumah harus dapat memenuhi kebutuhan dasar fisik,
seperti:
1) Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga
dapat dipelihara atau dipertahankan temperatur lingkungan
yang penting untuk mencegah bertambahnya panas atau
kehilangan panas secara berlebihan. Sebaiknya temperatur
udara dalam ruangan harus lebih rendah paling sedikit 4C
dari temperatur udara luar untuk daerah tropis. Umumnya
temperatur kamar 22C - 30C sudah cukup segar.
2) Rumah tersebut harus terjamin pencahayaannya yang
dibedakan atas cahaya matahari (penerangan alamiah) serta
penerangan dari nyala api lainnya (penerangan buatan).
Semua penerangan ini harus diatur sedemikian rupa sehingga
tidak terlalu gelap atau tidak menimbulkan rasa silau.
3) Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna
sehingga aliran udara segar dapat terpelihara. Luas lubang
ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan,
sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan
ditutup) minimum 5% luas lantai sehingga jumlah keduanya
menjadi 10% dari luas lantai ruangan. Ini diatur sedemikian
rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras dan tidak
terlalu sedikit.
4) Rumah tersebut harus dapat melindungi penghuni dari
gangguan bising yang berlebihan karena dapat menyebabkan
gangguan kesehatan baik langsung maupun dalam jangka
waktu yang relatif lama. Gangguan yang dapat muncul antara
lain gangguan fisik seperti kerusakan alat pendengaran dan
gangguan mental seperti mudah marah dan apatis.
11

5) Rumah tersebut harus memiliki luas yang cukup untuk


aktivitas dan untuk anak-anak dapat bermain. Hal ini penting
agar anak mempunyai kesempatan bergerak, bermain dengan
leluasa di rumah agar pertumbuhan badannya akan lebih baik,
juga agar anak tidak bermain di rumah tetangganya, di jalan
atau tempat lain yang membahayakan.
b. Memenuhi kebutuhan dasar psikologis
Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat
terpenuhi kebutuhan dasar psikologis penghuninya, seperti:
1) Cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni
Adanya ruangan khusus untuk istirahat bagi masingmasing penghuni, seperti kamar tidur untuk ayah dan ibu.
Anak-anak berumur di bawah 2 tahun masih diperbolehkan
satu kamar tidur dengan ayah dan ibu. Anak-anak di atas 10
tahun laki-laki dan perempuan tidak boleh dalam satu kamar
tidur. Anak-anak di atas 17 tahun mempunyai kamar tidur
sendiri.
2) Ruang duduk dapat dipakai sekaligus sebagai ruang makan
keluarga, dimana anak-anak sambil makan dapat berdialog
langsung dengan orang tuanya.
3) Dalam memilih letak tempat tinggal, sebaiknya di sekitar
tetangga yang memiliki tingkat ekonomi yang relatif sama,
sebab bila bertetangga dengan orang yang lebih kaya atau
lebih miskin akan menimbulkan tekanan batin.
4) Dalam meletakkan kursi dan meja di ruangan jangan sampai
menghalangi lalu lintas dalam ruangan e. W.C. (Water
Closet) dan kamar mandi harus ada dalam suatu rumah dan
terpelihara kebersihannya. Biasanya orang tidak senang atau
gelisah bila terasa ingin buang air besar tapi tidak mempunyai
W.C. sendiri karena harus antri di W.C. orang lain atau harus
buang air besar di tempat terbuka seperti sungai atau kebun.

12

5) Untuk memperindah pemandangan, perlu ditanami tanaman


hias, tanaman bunga yang kesemuanya diatur, ditata, dan
dipelihara secara rapi dan bersih, sehingga menyenangkan
bila dipandang.
c. Melindungi dari penyakit
Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga
dapat melindungi penghuninya dari kemungkinan penularan
penyakit atau zat-zat yang membahayakan kesehatan. Dari segi ini,
maka rumah yang sehat adalah rumah yang di dalamnya tersedia air
bersih yang cukup dengan sistem perpipaan seperti sambungan atau
pipa dijaga jangan sampai sampai bocor sehingga tidak tercemar
oleh air dari tempat lain. Rumah juga harus terbebas dari kehidupan
serangga dan tikus, memiliki tempat pembuangan sampah,
pembuangan air limbah serta pembuangan tinja yang memenuhi
syarat kesehatan.
d. Melindungi dari kemungkinan kecelakaan
Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat
melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya atau
kecelakaan. Termasuk dalam persyaratan ini antara lain bangunan
yang kokoh, tangga yang tidak terlalu curam dan licin, terhindar
dari bahaya kebakaran, alat-alat listrik yang terlindung, tidak
menyebabkan keracunan gas bagi penghuni, terlindung dari
kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya (Azwar, 1990; CDC,
2006; Sanropie, 1989).
3. Parameter dan Indikator Penilaian Rumah Sehat
Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002),
lingkup penilaian rumah sehat dilakukan terhadap kelompok komponen
rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni.
a. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai,
jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu,
ventilasi, sarana pembuangan asap dapur dan pencahayaan.
13

b. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana


pembuangan kotoran, saluran pembuangan air limbah, sarana
tempat pembuangan sampah.
c. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela kamar
tidur, membuka jendela ruang keluarga, membersihkan rumah dan
halaman, membuang tinja bayi dan balita ke jamban, membuang
sampah pada tempat sampah.
Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat
adalah sebagaimana yang tercantum dalam Kepmenkes Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.
a. Bahan bangunan
Syarat bahan bangunan yang diperbolehkan antara lain:
1) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang
dapat membahayakan kesehatan, seperti debu total tidak lebih
dari 150 g/m3, asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4
jam, dan timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg.
2) Tidak terbuat dari bahan yang dapat memungkinkan tumbuh
dan berkembangnya mikroorganisme patogen.
b. Komponen dan penataan ruang rumah
Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan
biologis seperti berikut:
1) Lantai yang kedap air dan mudah dibersihkan.
Menurut Sanropie (1989), lantai dari tanah lebih baik
tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab
sehingga dapat menimbulkan gangguan/penyakit terhadap
penghuninya. Oleh karena itu perlu dilapisi dengan lapisan
yang kedap air seperti disemen, dipasang tegel, keramik,
teraso dan lain-lain. Untuk mencegah masuknya air ke dalam
rumah, sebaiknya lantai dinaikkan kira-kira 20 cm dari
permukaan tanah.
2) Dinding, dengan pembagian:
14

(i) Untuk di ruang tidur dan ruang keluarga dilengkapi


dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara; (ii)
Untuk di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan
mudah dibersihkan. Berdasarkan Sanropie (1989), fungsi
dinding selain sebagai pendukung atau penyangga atap,
dinding juga berfungsi untuk melindungi ruangan rumah dari
gangguan, serangga, hujan dan angin, juga melindungi dari
pengaruh panas dan angin dari luar. Bahan dinding yang
paling baik adalah bahan yang tahan api, yaitu dinding dari
batu.
3) Langit-langit
Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan.
4) Bubungan rumah yang memiliki tinggi 10 m atau lebih harus
dilengkapi dengan penangkal petir.
5) Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai
ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang
dapur, ruang mandi, dan ruang bermain anak.
Menurut Sanropie (1989), banyaknya ruangan di dalam rumah
biasanya tergantung kepada jumlah penghuni. Banyaknya penghuni
dalam suatu rumah akan menuntut jumlah ruangan yang banyak terutama
ruang tidur. Tetapi pada umumnya jumlah ruangan dalam suatu rumah
disesuaikan dengan fungsi ruangan tersebut, seperti:
1) Ruang untuk istirahat/tidur (ruang tidur)
Rumah yang sehat harus mempunyai ruang khusus
untuk tidur. Ruang tidur ini biasanya digunakan sekaligus
untuk ruang ganti pakaian, dan ditempatkan di tempat yang
cukup tenang, tidak gaduh, jauh dari tempat bermain anakanak. Diusahakan agar ruang tidur mendapat cukup sinar
matahari.
Agar terhindar dari penyakit saluran pernafasan, maka
luas ruang tidur minimal 9 m2 untuk setiap orang yang
15

berumur diatas 5 tahun atau untuk orang dewasa dan 4 m2


untuk anak-anak berumur dibawah 5 tahun. Luas lantai
minimal 3 m2 untuk setiap orang, dengan tinggi langitlangit tidak kurang dari 2 m.
2) Ruang tamu
Ruang tamu yaitu suatu ruangan khusus untuk
menerima tamu, biasanya diletakkan di bagian depan rumah.
Ruang tamu sebaiknya terpisah dengan ruang duduk yang
dapat dibuka/ditutup atau dengan gorden, sehingga tamu
tidak dapat melihat kegiatan orang-orang yang ada di ruang
duduk.
3) Ruang duduk (ruang keluarga)
Ruang duduk harus dilengkapi jendela yang cukup,
ventilasi yang memenuhi syarat, dan cukup mendapat sinar
matahari pagi. Ruang duduk ini sebaiknya lebih luas dari
ruang-ruang lainnya seperti ruang tidur atau ruang tamu
karena ruang duduk sering digunakan pula untuk berbagai
kegiatan

seperti

tempat

berbincang-bincang

anggota

keluarga, tempat menonoton TV, kadang-kadang digunakan


untuk tempat membaca/belajar dan bermain anak-anak.
Selain itu ruangan ini juga sering digunakan sekaligus
sebagai ruang makan keluarga.
4) Ruang makan
Ruang makan sebaiknya mempunyai ruangan yang
khusus, ruangan tersendiri, sehingga bila ada anggota
keluarga sedang makan tidak akan terganggu oleh kegiatan
anggota keluarga lainnya. Tetapi untuk suatu rumah yang
kecil/sempit, ruang makan ini boleh jadi satu dengan ruang
duduk.
5) Ruang dapur
Dapur harus mempunyai ruangan tersendiri, karena
asap dari hasil pembakaran dapat membawa dampak negatif
terhadap kesehatan. Ruang dapur harus memiliki ventilasi
16

yang baik agar udara/asap dari dapur dapat teralirkan keluar


(ke udara bebas). Luas dapur minimal 4 m2 dan lebar
minimal 1,5 m.
Di dapur harus tersedia alat-alat pengolahan makanan,
alat-alat memasak, tempat cuci peralatan serta tempat
penyimpanannya. Tersedia air bersih yang memenuhi syarat
kesehatan dan mempunyai sisitem pembuangan air kotor
yang baik, serta mempunyai tempat pembuangan sampah
sementara yang baik/tertutup. Selain itu dapur harus tersedia
tempat penyimpanan bahan makanan atau makanan yang siap
disajikan. Tempat ini harus terhindar dari gangguan serangga
(lalat) dan tikus. Oleh karena itu ruangan harus bebas
serangga dan tikus.
6) Kamar mandi/W.C
Lantai kamar mandi dan jamban harus kedap air dan
selalu terpelihara kebersihannya agar tidak licin. Dinding
minimal setinggi 1 m dari lantai. Setiap kamar mandi dan
jamban yang letaknya di dalam rumah, diusahakan salah satu
dindingnya yang berlubang ventilasi harus berhubungan
langsung dengan bagian luar rumah. Bila tidak, ruang/kamar
mandi dan jamban ini harus dilengkapi dengan alat penyedot
udara untuk mengeluarkan udara dari kamar mandi dan
jamban tersebut keluar, sehingga tidak mencemari ruangan
lain (bau dari kamar mandi dan W.C.) Jumlah kamar mandi
harus cukup sesuai dengan jumlah penghuni rumah. Selain itu
kebersihannya harus selalu terjaga. Jamban harus berleher
angsa dan 1 jamban tidak boleh dipergunakan untuk lebih
dari 7 orang.
7) Gudang
Gudang berfungsi sebagai tempat penyimpanan alatalat atau bahan-bahan lainnya yang tidak dapat ditampung di
ruangan lain, seperti alat-alat untuk memperbaiki rumah
(tangga, dan lainlain).
17

8) Ruang dapur harus dilengkapi sarana pembuangan asap.


c. Pencahayaan
Pencahayaan dalam ruangan dapat berupa pencahayaan
alami dan atau buatan, yang secara langsung ataupun tidak
langsung dapat menerangi seluruh ruangan. Intensitas
minimal pencahayaan dalam ruangan adalah 60 lux dan tidak
menyilaukan.
d. Kualitas udara
Kualitas udara dalam ruangan tidak boleh melebihi ketentuan
sebagai berikut:
1) Suhu udara nyaman berkisar 18 sampai 30 C.
2) Kelembapan udara berkisar antara 40% sampai 70%.
3) Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam.
4) Pertukaran udara (air exchange rate) = 5 kaki kubik per
menit per penghuni.
5) Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam.
6) Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3.
e. Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen
minimal 10% dari luas lantai. Menurut Sanropie (1989), ventilasi
sangat penting untuk suatu rumah tinggal. Hal ini karena ventilasi
mempunyai fungsi ganda. Fungsi pertama sebagai lubang masuk
udara yang bersih dan segar dari luar ke dalam ruangan dan
keluarnya udara kotor dari dalam keluar (cross ventilation). Dengan
adanya ventilasi silang (cross ventilation) akan terjamin adanya
gerak udara yang lancar dalam ruangan.
Fungsi kedua dari ventilasi adalah sebagai lubang masuknya
cahaya dari luar seperti cahaya matahari, sehingga didalam rumah
tidak gelap pada waktu pagi, siang hari maupun sore hari. Oleh
karena itu untuk suatu rumah yang memenuhi syarat kesehatan,
ventilasi mutlak harus ada.
18

Suatu ruangan yang tidak memiliki sistem ventilasi yang baik


akan menimbulkan keadaan yang merugikan kesehatan, antara lain:
1) Kadar oksigen akan berkurang, padahal manusia tidak
mungkin dapat hidup tanpa oksigen dalam udara.
2) Kadar karbon dioksida yang bersifat racun bagi manusia,
akan meningkat.
3) Ruangan akan berbau, disebabkan oleh bau tubuh, pakaian,
pernafasan, dan mulut.
4) Kelembapan

udara

dalam

ruangan

akan

meningkat

disebabkan oleh penguapan cairan oleh kulit dan pernafasan


(Azwar,1990).
Berdasarkan Azwar (1990), ada dua cara yang dapat
dilakukan agar ruangan mempunyai sistem aliran udara yang baik,
yaitu (i) Ventilasi alamiah, yaitu ventilasi yang terjadi secara
alamiah dimana udara masuk melalui jendela, pintu, ataupun
lubang angin yang sengaja dibuat untuk itu. Proses terjadinya aliran
udara ialah karena terdapatnya perbedaan suhu, udara yang panas
lebih ringan dari pada udara yang dingin. (ii) Ventilasi buatan, ialah
ventilasi berupa alat khusus untuk mengalirkan udara, misalnya
penghisap udara (exhaust ventilation) dan air condition.
f. Binatang penular penyakit
Di dalam rumah tidak boleh ada tikus yang bersarang.
g. Air
1) Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60
liter/hari/orang.
2) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih
dan atau air minum sesuai perundang-undangan yang
berlaku.
3) Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman.
h. Limbah

19

1) Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari


sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari
permukaan tanah.
2) Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau,
pencemaran terhadap permukaan tanah, serta air tanah.
i. Kepadatan hunian ruang tidur
Luas ruang tidur minimal 9 meter, dan tidak dianjurkan
digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali
anak di bawah umur 5 tahun.
j. Atap
Fungsi atap adalah untuk melindungi isi ruangan rumah dari
gangguan angin, panas dan hujan, juga melindungi isi rumah dari
pencemaran udara seperti: debu, asap, dan lain-lain. Atap yang
paling baik adalah atap dari genteng karena bersifat isolator, sejuk
dimusim panas dan hangat di musim hujan (Sanropie, 1989).
4. Sarana Sanitasi Rumah
Dilihat dari aspek sanitasi, maka beberapa sarana lingkungan yang
berkaitan dengan perumahan sehat adalah sebagai berikut:
a. Sarana air bersih dan air minum
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan seharihari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila telah dimasak sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
No.416/MENKES/PER/IX/1990 (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1990). Air minum adalah air yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum dan berasal dari penyediaan
air

minum

sesuai

Keputusan

Menteri

Kesehatan

No.

907/MENKES/SK/VII/2002 (Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, 2002).
Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai
sumber air bagi penghuni rumah yang digunakan untuk kehidupan
sehari-hari. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sarana
air bersih antara lain (a) jarak antara sumber air dengan sumber
20

pengotoran (seperti septik tank, tempat pembuangan sampah, air


limbah) minimal 10 meter, (b) pada sumur gali sedalam 10 meter
dari permukaan tanah dibuat kedap air dengan pembuatan cincin
dan bibir sumur, (c) penampungan air hujan pelindung air, sumur
artesis atau terminal air atau perpipaan/kran atau sumur gali terjaga
kebersihannya dan dipelihara rutin.
Ada 3 syarat utama yang harus dipenuhi agar air layak
dikonsumsi sebagai air minum, antara lain:
1) Syarat fisik
Syarat fisik air minum yaitu air yang tidak
berwarna, tidak berbau, jernih dengan suhu sebaiknya
di bawah suhu udara sehingga menimbulkan rasa
nyaman.
2) Syarat kimia
Air minum yang baik adalah air yang tidak tercemar
secara berlebihan oleh zat-zat kimia ataupun mineral,
terutama yang berbahaya bagi kesehatan.
3) Syarat bakteriologis
Air tidak boleh mengandung suatu mikroorganisme.
Sebagai petunjuk bahwa air telah dicemari oleh faeces
manusia adalah adanya E.coli karena bakteri ini selalu
terdapat dalam faeces manusia baik yang sakit, maupun orang
sehat serta relatif lebih sukar dimatikan dengan pemanasan
air (Entjang, 1997).
b. Saluran Pembuangan Air Limbah
Air limbah atau air kotor atau air bekas ialah air yang tidak
bersih dan mengandung pelbagai zat yang bersifat membahayakan
kehidupan manusia, hewan dan lazimnya muncul karena hasil
perbuatan manusia. Pada dasarnya pengolahan air limbah bertujuan
untuk :
1) Melindungi kesehatan anggota masyarakat dari ancaman
berbagai penyakit. Ini disebabkan karena limbah sering

21

dipakai sebagai tempat berkembang-biaknya berbagai macam


bibit penyakit.
2) Melindungi timbulnya kerusakan tanaman, terutama jika air
limbah

tersebut

mengandung

zat

organik

yang

membahayakan kelangsungan hidup.


3) Menyediakan air bersih yang dapat dipakai untuk keperluan
hidup sehari-hari, terutama jika sulit ditemukan air bersih.
c. Jamban/kakus
Kakus atau jamban adalah tempat yang dipakai manusia
untuk

melepaskan

hajatnya.

Adapun

syarat-syarat

dalam

mendirikan kakus atau jamban menurut Azwar (1990) ialah:


1) Harus tertutup, dalam arti bangunan tersebut terlindung dari
pandangan orang lain, terlindung dari panas atau hujan, serta
terjamin privacy-nya. Dalam kehidupan sehari-hari, syarat ini
dipenuhi dalam bentuk mengadakan ruangan sendiri untuk
kakus di rumah ataupun mendirikan rumah kakus di
pekarangan.
2) Bangunan kakus ditempatkan pada lokasi yang tidak sampai
mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau, serta tidak
menjadi tempat hidupnya perbagai binatang.
3) Bangunan kakus memiliki lantai yang kuat, mempunyai
tempat berpijak yang kuat, syarat ini yang terutama harus
dipenuhi jika mendirikan kakus model cemplung.
4) Mempunyai lobang kloset yang kemudian melalui saluran
tertentu dialirkan pada sumur penampungan atau sumur
rembesan.
5) Menyediakan alat pembersih seperti air atau kertas yang
cukup, sehingga dapat segera dipakai setelah membuang
kotoran.
Berdasarkan Azwar (1990) jenis-jenis kakus atau jamban
dilihat dari bangunan jamban yang didirikan, tempat penampungan,
pemusnahan kotoran dan penyaluran air kotor, seperti:
22

1) Kakus cubluk (pit privy), ialah kakus yang tempat


penampungan tinjanya dibangun dekat dibawah tempat
injakan atau dibawah bangunan kakus. Menurut Entjang
(1997), kakus ini dibuat dengan menggali lubang ke dalam
tanah dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Lama
pemakaiannya antara 5-15 tahun. Pada kakus ini harus
diperhatikan

(i)

jangan

diberi

desinfektan

karena

mengganggu proses pembusukan sehingga cubluk cepat


penuh, (ii) untuk mencegah bertelurnya nyamuk, tiap minggu
diberi minyak tanah, (iii) agar tidak terlalu bau diberi kapur
barus.
2) Kakus empang (overhung latrine), ialah kakus yang dibangun
di atas empang, sungai atau rawa. Kakus model ini
kotorannya tersebar begitu saja, yang biasanya kotoran
tersebut langsung dimakan ikan, atau ada yang dikumpul
memakai saluran khusus yang kemudian diberi pembatas
seperti bambu, kayu dan lain sebagainya yang ditanam
melingkar ditengah empang, sungai atau rawa.
3) Kakus kimia (chemical toilet), kakus model ini biasanya
dibangun pada tempat- tempat rekreasi, pada alat transportasi
dan lain sebagainya. Di tempat ini, tinja didisenfeksi dengan
zat-zat kimia seperti caustic soda, dan sebagai pembersihnya
dipakai kertas (toilet paper). Kakus kimia sifatnya sementara,
oleh karena itu kotoran yang telah terkumpul perlu dibuang
lagi. Ada dua macam kakus kimia, yaitu (i) tipe lemari
(commode type) dan (ii) tipe tanki (tank type).
4) Kakus dengan angsa trine ialah, kakus dimana leher lubang
kloset berbentuk lengkungan, dengan demikian akan selalu
terisi air yang penting untuk mencegah bau serta masuknya
binatang-binatang kecil. Kakus model ini biasanya dilengkapi
dengan lubang atau sumur penampung/sumur resapan yang
disebut septi tank. Kakus model ini adalah yang terbaik dan
dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.
23

d. Tempat Sampah
Usaha yang diperlukan agar sampah tidak membahayakan
kesehatan manusia adalah perlunya dilakukan pengelolaan terhadap
sampah, seperti penyimpanan (storage), pengumpulan (collection),
dan pembuangan (disposal). Tempat sampah tiap-tiap rumah, isinya
cukup 1 meter kubik. Tempat sampah sebaiknya tidak ditempatkan
di dalam rumah atau di pojok dapur, karena akan menjadi gudang
makanan bagi tikus-tikus dan rumah menjadi banyak tikusnya.
Tempat sampah yang baik harus memenuhi kriteria, antara
lain (a) terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tidak
mudah rusak, (b) harus mempunyai tutup sehingga tidak menarik
serangga atau binatang-binatang lainnya, dan sangat dianjurkan
agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori
tangan, (c) ditempatkan di luar rumah. Bila pengumpulannya
dilakukan oleh pemerintah, tempat sampah harus ditempatkan
sedemikian rupa sehingga karyawan pengumpul sampah mudah
mencapainya (Entjang, 1997).
2.2 Pengertian Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku dipandang dari segi biologis
adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi,
perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu
sendiri. Perilaku dan gejala yang tampak pada organisme tersebut dipengaruhi
baik okeh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat
dikatakan faktor genetik dan lingkungan merupakan penentu dari perilaku
mahluk hidup termasuk dari manusia. Hereditas atau faktor keturunan adalah
merupakan konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku mahluk
hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan faktor lingkungan adalah merupakan
kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut.
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon atau reaksi
24

individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.
Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan) maupun aktif (disertai tindakan)
(Sarwono, 2004).
1. Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon
organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar
subjek. Respon ini dibedakan menjadi 2 (dua):
a. Perilaku tertutup (covert bahavior)
Respon

seseorang

terhadap

stimulus

dalam

bentuk

terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap


stimulus

ini

masih

terbatas

pada

perhatian,

persepsi,

pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang


memerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas
oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas
dalam tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati
atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behavior,
tindakan nyata atau praktek (practice) misal, seorang ibu
memeriksa kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas
untuk diimunisasi.
Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner tersebut, maka
perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan. Dari
batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok.
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)
Adalah

perilaku

atau

usaha-usaha

seseorang

untuk

memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha


untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku
pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek.
25

1) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit


bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh
dari penyakit.
2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam
keadaan sehat. Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu
sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat
pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan
yang seoptimal mungkin.
3) Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan
minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan
seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat
menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang bahkan
dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada
perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.
b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan atau disebut perilaku pencarian pengobatan (health
seeking behavior).
c. Perilaku kesehatan lingkungan.
Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga
lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Misalnya:
bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat
sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya.
2. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi
melalui

pancaindera

manusia,

yakni

penglihatan,

pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia


diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
26

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai enam


tingkatan, antara lain:
a. Tahu (know)
Tahu berarti mengingat materi yang telah dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Tingkatan ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Yang termasuk pada pengetahuan
tingkat ini adalah menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan
sebagainya.

Misalnya

seseorang

yang

telah

mendapatkan

penyuluhan dapat menyebutkan komponen-komponen rumah yang


sehat.
b. Memahami (comprehension)
Memahami

berarti

mampu

menjelaskan

dan

menginterpretasikan dengan benar apa yang diketahui. Orang yang


telah paham harus dapat menjelaskan, memberikan contoh,
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya. Misalnya dapat
menjelaskan pentingnya kepemilikan jamban.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi
yang telah dipelajari dalam situasi dan kondisi yang sebenarnya.
Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam penghitungan
hasil penelitian.
d. Analisis (analysis)
Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi
menjadi komponen-komponen yang masih berkaitan satu sama
lain. Misalnya membuat bagan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk
formulasi baru dari formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian-penilaian terhadap sesuatu, baik dengan menggunakan
kriteria sendiri, maupun kriteria yang telah ada.
27

Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara langsung


ataupun memberikan angket berisi pertanyaan mengenai materi
yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo, 2003).
3. Sikap (Attitude)
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk
berespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, obyek atau situasi
tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang,
benci, sedih, dsb), disamping itu komponen kognitif (pengetahuan
tentang obyek itu) serta aspek konatif (kecenderungan bertindak). Dalam
hal ini pengertian sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang
yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo,
2003).
Menurut Allport (1954) yang dikutip Notoatmodjo (2003), sikap
mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional unutk evaluasi terhdap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama akan membentuk sikap
yang utuh. Dalam pembentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo,
2003). Misalnya, seorang ibu telah mendapat informasi mengenai
komplikasi diare dan cara mencegahnya. Pengetahuan ini akan
membuatnya berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak sampai
mengalami dehidrasi ketika terkena diare. Ketika berpikir, komponen
emosi dan keyakinan ibu tersebut turut berperan sehingga ibu tersebut
berniat memberikan terapi cairan apabila anaknya mengalami diare.
Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, antara lain:
a. Menerima (receiving), yang berarti subjek mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (Notoatmodjo, 2003). Misalnya sikap
orang terhadap pemberian terapi cairan sebagai penanganan diare

28

dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang tersebut terhadap


penyuluhan tentang diare.
b. Merespon (responding), yang dapat dilihat dari kemauan subjek
untuk menjawab pertanyaan ketika ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan. Hal-hal tersebut merupakan
indikasi dari sikap bahwa subjek menerima ide tersebut
(Notoatmodjo, 2003).
c. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan
atau mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat
tiga. Misalnya, seorang ibu yang mengajak tetangganya untuk
menimbang anaknya ke posyandu (Notoatmodjo, 2003).
d. Bertanggung jawab (responsible), yang merupakan tingkatan sikap
paling

tinggi.

Pada

tingkatan

ini,

subjek

mampu

mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah dipilihnya.


Misalnya, ibu yang mau menjadi akseptor KB meskipun ditentang
mertuanya (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo. pengukuran sikap dapat dilakukan dengan
menanyakan pendapat responden. Misalnya, bagaimana pendapat Anda
tentang pelayanan di Puskesmas Medan Denai? Atau pertanyaan dapat
pula berupa menyatakan hipotesis-hipotesis, kemudian menanyakan
pendapat responden. Misalnya, anak yang mengalami diare harus
diberikan cairan untuk mencegah dehidrasi (sangat setuju, setuju, tidak
setuju).

29

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPRASIONAL

3.1

Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode cross sectional yaitu metode
penelitian yang mengukur suatu kejadian pada saat yang bersamaan.

3.2

Kerangka Teori

3.3

Kerangka Konsep
Variabel Bebas

Variabel Terikat

- Komponen Rumah
Rumah Sehat Kota
Pontianak dan
Sekitarnya

- Sarana Sanitasi
- Perilaku Penghuni

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Variabel Penelitian
3.2.1

Variabel bebas
1. Komponen Rumah pada Kota Pontianak dan Sekitarnya Tahun 2015.
2. Sarana Sanitasi pada Kota Pontianak dan Sekitarnya Tahun 2015.
3. Perilaku Penghuni pada Kota Pontianak dan Sekitarnya Tahun 2015.

3.2.2

Variabel terikat
Rumah Sehat Kota Pontianak dan Sekitarnya Tahun 2015.

3.3 Desain Penelitian

30

Penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain/pendekatan cross


sectional, yaitu ingin mengetahui gambaran kondisi rumah pada pemukiman
kota Pontianak dan sekitarnya tahun 2015.
3.4 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 06 13 Oktober 2015.
3.5 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 6 lokasi yang berbeda, yaitu :
1. Komplek Griya Kencana, Jl. 28 Oktober Kelurahan Siantan Hulu.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
3.6 Populasi Penleitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh rumah yang ada pada Kota
Pontianak pada tahun 2015.
3.7 Sampel Penelitian
Sampel yang kami pilih pada penelitian ini adalah :
1. 10 rumah pada Komplek Griya Kencana, Jl. 28 Oktober Kelurahan
Siantan Hulu.
2.
3.
4.
5.
31

6.

32

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini dibagi kedalam 6 kelompok, yaitu :
1. Hasil survey penilaian rumah sehat pada Komplek Griya Kencana, Jl. 28
Oktober Kelurahan Siantan Hulu adalah 100% tidak memenuhi
persyaratan ruamah sehat (jumlah nilai yang didapat dibawah standar
penilaian rumah sehat yaitu > 1068).
2. Hasil survey penilaian rumah sehat pada
3. Hasil survey penilaian rumah sehat pada
4. Hasil survey penilaian rumah sehat pada
5. Hasil survey penilaian rumah sehat pada
6. Hasil survey penilaian rumah sehat pada

4.2

Pembahasan

1. Komplek Griya Kencana, Jl. 28 Oktober Kelurahan Siantan Hulu.


Yang melakukan penilaian pada Komplek Griya Kencana, Jl. 28 Oktober
Kelurahan Siantan Hulu adalah Luqman. Komplek Griya Kencana, Jl. 28
Oktober Kelurahan Siantan Hulu adalah perumahan yang dibangun sebagai
komplek dengan tipe bangunan 45. Tata ruangnya memiliki 2 kamar, ruang
tamu, 1 mandi dan wc dengan halam depan dan belakang yang cukup luas.
Cara penialain rumah sehat disini hanya menggunakan metode suvei an
wawancara ke setaip rumah-rumah. Penilaian komponen rumah sehat ini
meliputi bagian komponen rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni.
Komponen penialaian yang pertama adalah bagaian-bagian dari
komponen dari rumah yang disurvei. Untuk perumahan Komplek Griya
Kencana, Jl. 28 Oktober Kelurahan Siantan Hulu pada dasarnya semua
33

komponen rumahnya hampir sama, hanya pada beberapa komponen rumah saja
yang berbeda karena telah dilkuakan pembangunan ulang. Secara garis besar
setiap komponen

penilaian pada komponen pada rumah sudah memenuhi

syarat rumah sehat. Namun menurut saya ada 2 komponen yang masih belum
memenuhi parsyaratan yaitu tidak terdapatnya lubang asap dapur dan intensitas
cahaya yang masih kurang. Rumah-rumah pada Komplek Griya Kencana, Jl.
28 Oktober Kelurahan Siantan Hulu didesain menimalis dengan keadaan
ventilasi tertutup untuk ruang ber-AC dan desai ruang minimalis. Hal inilah
yang membuat rumah-rumah pada Komplek Griya Kencana tidak memiliki
cerobong asap dan jumlah ventilasi yang minim sehingga pencahayaan didalam
ruangan masih kurang.
Kemudian komponen selanjutnya yang dinilai pada setiap sampel rumah
adalah sarana sanitasi. Komponen sanitasi ini meliputi saran air bersih, jamban,
sarana pembuangan aiar limbah, dan sarana pembuangan samapah. Komponen
penilaian diatas hampir seluruhnya telah memenuhi persyatan rumah dengan
nilai yang bagus. Namun masih ada satu komponen yang tidak memenuhi
persyaratan penilaian rumah sehat yaitu sarana tempat pembuangan sampah.
Samapah yang dihasilkan dari proses rumah tangga disimpan didalam kantung
plastik yang kemudian dibuang langsung ke TPS terdekat. Hal ini tentunya
membuat repot bagipenghuni rumah karena harus membawa sampah tersebut
ke TPS belulm lagi sampah yang berukuran besar yang tentunya sangat
merepotkan.
Penilaian komponen rumah sehat yang terakhir adalah perilaku penghuni
rumah. Menurut saya disinilah banyak komponen penialaian rumah sehat yang
kurang. Yang pertama adalah kebiasaan membuka jendela kamar. Dari 10
sampel hanya satu rumah yang membuka jendela kamar sedangkan rumah yang
lainnya menutup rapat jendela. Hal ini dikarenakan rata-rata rumah pada
Komplek Griya Kencana memiliki AC di kamarnya sehingga enggan untuk
membuka jendela kamar. Hal yang sama juga terjadi pada ruang keluarga. Hal
ini mengakibatkan pertukaran udara pada ruang-ruang tersebut menjadi lambat
dan meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui udara. Sedangkan
pada komponen penilaian perilaku penghuni rumah yang lainnya sudah
memenuhi persyaratan kesehatan walupun masih terdapat beberapa rumah
34

yang belum melakukan kegiatan perilaku yang baik dan benar. Namun secara
keseluruhan sudah dapat dikatakan baik.
2. Komplek
3. Komplek
4. Komplek
5. Komplek
6. Komplek

35

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil survei penialaian ruamah sehat pada rumah-rumah pada

pemukiman kota pontianak dan sekitarnya tahun 2015, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Hasil survei penilaian rumah sehat pada Komplek Griya Kencana, Jl. 28
Oktober Kelurahan Siantan Hulu adalah 100% tidak memenuhi
persyaratan ruamah sehat karena jumlah nilai yang didapat dibawah
standar penilaian rumah sehat yaitu > 1068.
2.
3.
4.
5.
6.
6.2

Saran
Berdasarkan analisis dari kesimpulan maka pada akhir penulisan Karya Tulis

Ilmiah ini penulis memeberikan saran-saran guna memberikan masukan kepada


masyarakat :
1. Untuk masyarakat Komplek Griya Kencana, Jl. 28 Oktober Kelurahan
Siantan Hulu sebaiknya lebih memperhatikan tentang sarana sanitasi
supaya komponen tentang rumah sehat tercapai dan terhindar dari
penyakit berbasis lingkungan.
2.
3.
4.
5.
6.

36

DAFTAR PUSTAKA

37

LAMPIRAN

38

Anda mungkin juga menyukai