Anda di halaman 1dari 12

1

Kasus 5
Topik: Vertigo
Tanggal (kasus): 23 september
2014
Tanggal (presentasi): 24

Persenter: dr. Hendy Buana Vijaya

Pendamping: dr. Agus Ashari


september 2014
Tempat Presentasi : Kamar jaga IGD dokter internsip
Obyektif Presentasi:

Keilmuan

Diagnostik
Neonatus

Keterampilan

Penyegaran

Manajemen
Bayi

Masalah
Anak

Tinjauan Pustaka

Istimewa
Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Deskripsi :
Tujuan:
- Mampu mendiagnosis vertigo
- Mampu melakukan penatalaksanaan pada pasien vertigo
- Mampu melakukan edukasi kepada pasien tentang vertigo
Bahan
bahasan:

Tinjauan Pustaka

Cara
membahas:
Data pasien:

Diskusi
Nama: Ny. M

Riset
Presentasi dan
diskusi

Kasus

Email
Nomor Registrasi: 054991

Audit

Pos

Nama klinik: RSUD Datu

Telp: Terdaftar sejak: 23 September 2014


beru
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / gambaran klinis : Pasien mengeluh pusing + 1 hari, pasien merasakan seolah-olah ruangan
berputar-putar, pusing dirasakan hilang timbul, pusing bertambah ketika membuka mata sehingga pasien
sering menutup mata dan pasien juga mengeluh pusijg bertambah apabila melakukan perubahan posisi.
Pasien tidak ada mengeluh telinga berdenging, tidak ada mengeluh mengalami penurunan pendengaran
dan nyeri telingan sebelumnya. Pasien ada mengeluh mual dan muntah. Pasien menyangkal adanya sakit
kepala, demam, batuk pilek, diare, serta pasien tidak ada mengeluh jantung berdebar dan nyeri otot-otot.
Pasien mengaku makan seperti biasa dan buang air besar seperti biasa. Pasien tidak ada riwayat
meminum obat-obatan dan terjatuh.

2. Riwayat pengobatan : 3. Riwayat kesehatan/penyakit : HT (-), DM (-), Asma (-), Trauma (-), konsumsi alkohol (-), keluhan yang sama
(-)
4. Riwayat keluarga : HT (-), DM (-)
5. Pemeriksaan laboratorium : Hb 14,2 gr/dl, leukosit 12.000 /ul, trombosit 335.000 /ul, hematokrit 43 %, GDS
168 mg/dl
8. Obat yang didapat : Infus Ringer Laktat 20 tpm, injeksi ondansetron 3 x 8 mg, ranitidin 2 x 50 mg, peroral
mertigo 3 x 12 mg t, siberid 3 x 10 mg
9. Lain-lain : Daftar pustaka
1. Budi R. Vertigo : Aspek neurologi. Cermin Dunia Kedokteran. Rumah sakit Marzuki. Bogor. 2004
2. Yayan A. Vertigo. Faculty of medicine University of Riau. Pekanbaru. 2008
3. Roberts A, Gans R, Deboolt J, Lister J. Treatment of Benign Paroxysmal Positional Vertigo : Neceesity of

post manuever patient restrictions. J Am Acam Audiol 16 ; 2005 : 357-366


Hasil pembelajaran:
1. Definisi vertigo
2. Mendiagnosis vertigo
3. Penatalaksanaan terapi dan edukasi pada pasien vertigo

RANGKUMAN PEMBELAJARAN KASUS DEMAM TIFOID

1. Subjektif : Pasien datang dengan keluhan pusing + 1 hari, pasien merasakan seolah-olah ruangan berputarputar, pusing dirasakan hilang timbul, pusing bertambah ketika membuka mata sehingga pasien sering menutup
mata dan pasien juga mengeluh pusijg bertambah apabila melakukan perubahan posisi
2. Objektif :. Keadaan umum : tampak sakit sedang; kesadaran : kompos mentis; vital sign : TD : 120/80 mmHg;
nadi : 80x/menit; RR : 20x/menit; suhu : 37,1 C; Pemeriksaan fisik : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), dix
hallpike nistagmus (+/+), pupil isokor (+/+), bibir simetris (+), deviasi lidah (-), pernafasan simetris (+), retraksi
(-/-), Rh (-/-), Wh (-/-), S1 > S2 reguler, bising (-), gallop (-), bising usus (+), nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-),
akral hangat (+), parese (-/-) motoik eks atas 5/5, eks bawah 5/5, CRT <2 detik
3. Assesment :
Definisi

Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek dan sering digambarkan sebagai rasa berputar,
rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting
diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua
istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian. Vertigo berasal dari bahasa
Latin vertere yang artinya memutar merujuk pada sensasi berputar sehingga meng-ganggu rasa

keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan


Manusia berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang stabil dibandingkan dengan makhluk lain yang
berjalan dengan empat kaki, sehingga lebih memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap lingkungan,
selain itu diperlukan juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi dengan perubahan sekelilingnya.
Informasi tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan tubuh yang melibatkan kanalis semisirkularis sebagai
reseptor, serta sistim vestibuler dan serebelum sebagai pengolah infor-masinya; selain itu fungsi penglihatan
dan proprioseptif juga berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak anggota tubuh
Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga
bagian tengah yang bertugas mengontrol keseimbangan. Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan
vertigo periferal antara lain penyakitpenyakit seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan akibat
kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang sering kali menyebabkan
hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf keseimbangan), dan labyrinthitis
(radang di bagian dalam pendengaran).
Sedangkan vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di bagian
saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil).
Patofisiologi
Rasa pusing disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara
posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang
berusaha menerangkan kejadian tersebut :
Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis
sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
Teori konflik sensorik

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer
yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidak-seimbangan/asimetri masukan sensorik
dari sisi kiri dan kanan.
Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat
berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau
rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori
ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan
tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan
pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru
tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi
timbul gejala.

Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan
posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai
berperan.
Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori serotonin (Lucat) yang masing-masing
menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mem-pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan
timbulnya gejala vertigo.

Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahanperubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan
menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF
selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi
berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik.
Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan
vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah
beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.
Penyebab vertigo
Keadaan lingkungan berupa motion sickness (mabuk darat, air dan udara), Obat-obatan berupa alkohol dan
obat golongan ototoksik seperti gentamisin, kelainan sirkulasi berupa Transient Ischemmic Attack, kelainan
telinga berupa endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis labirinitis serta penyakit peradangan
saraf vestibular, kelainan saraf berupa patah tulang otak dan tumor otak.
Penatalaksanaan vertigo
Seperti diuraikan di atas vertigo bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan gejala dari penyakit yang letak lesi
dan penyebabnya berbeda-beda. Oleh karena itu, pada setiap penderita vertigo harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan yang cermat dan terarah untuk menentukan bentuk vertigo, letak lesi dan penyebabnya.
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan
sebagainya.
Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh,
keletihan, ketegangan.
Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau

membaik. Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik.


Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n.
vestibularis.
Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui
ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi,
penyakit paru juga perlu ditanyakan. Juga kemungkinan trauma akustik.
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik atau neurologik vestibuler
atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus
dan fungsi serebelum.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah akibat kelainan
sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat korteks serebri, serebelum,batang otak, atau
berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik
yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut.
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal
jantung kongestif, anemi, hipoglikemi.
Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan
kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.
Pemeriksaan Fisik Umum

Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur dalam posisi
berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:

1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka
kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak
dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan
vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian
kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan
penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri
ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler
penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger.
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi
mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi
dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan
bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus
dengan fase lambat ke arah lesi.
d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas,
kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan
mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer

a. Uji diphallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya
meng-gantung 45 di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri.
Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya
perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam
waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang
reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal.
Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30C) dan air hangat (44C) masing-masing selama 40
detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai
hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke
kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun
air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang
sama di masing-masing telinga.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus,
dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala

10

Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan
Schwabach.
Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan Schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone
Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot
wajah, pendengaran, dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik
(hipestesi, parestesi) dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan).
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP).
Terapi
Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya), ialah untuk memperbaiki ketidak
seimbangan vestibuler melalui modulasi transmisi saraf; umumnya digunakan obat yang bersifat antikolinergik.
Pada kasus vertigo penatalaksaan terapi dapat diberikan obat golongan Calcium channel blocker dan
Antihistamine. Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual
dan muntah karena motion sickness. Penggunaan obat golongan betahistin dalam dosis tinggi akan
menigkatkan efektivitas yang di capai dalam pengobatan menjadi lebih baik.
4. Planning
Pada pasien di rawat dan dilakukan pemeriksaan penunjang. Indikasi di rawat pasien karena pasien mengeluh
tidak bisa beraktifitas sama sekali, serta di sertai muntah. Pasien diberikan infus cairan ringer laktat dan obat

11

simptomatik berupa anti emetik ondansetron 8 mg, h2 bloker ranitidin 50 mg dua dosis per hari. Pasien
mendapatkan juga obat vertigo berupa betahistin 12 mg tiga dosis dalam sehari dan dikombinasikan dengan
flunarizine 10 mg tiga dosis dalam sehari.
Edukasi yang bisa dilakukan dengan memberikan informasi berupa tidur dengan posisi kepala yang agak tinggi,
bangunlah perlahan sebelum berdiri, hindari posisi membungkuk ketika kita mengangkat barang, melakukan
latihan Brand Daroff yaitu Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung, dengan
kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik, setelah itu
duduk kembali selama 30 detik, baringkan tubuh dengan cepat ke sisi yang lain, pertahankan selama 30 detik.
Lalu duduk kembali.

12

Pangkalanbun, 24 September 2014

Peserta

dr. Hendy Buana Vijaya


Asari

Pembimbing

Pendamping

dr. Agus Asari

dr. Agus

Anda mungkin juga menyukai