Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses kehidupan yang tak
pernah usai bagi kita selaku manusia yang di beri karunia
berupa akal karena ilmu Allah takkan pernah habis. Yang
selalu menjadi PR kita hari ini dalam dunia pendidikan adalah
bagaimana melakukan sebuah inovasi-inovasi baru yang
mampu membangkitkan motivasi belajar karena kita tahu
belajar membutuhan spirit baik itu yang datangnya dari
internal ataupun eksternal seseorang. Dalam hal ini salah
satunya

mungkin

adalah

peran

aktif

dari

guru

dalam

memaksimalkan kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik,


serta bagaimana ia mampu mendorong pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik sesuai kemampuan yang ia miliki
secara maksimal, selain memang juga utamanya adalah
peran aktif dari peserta didik itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut?
1. Apakah yang dimaksud dengan kompetensi peserta didik?
2. Bagaimana model belajar yang baik?

3. Apakah peranan guru dalam memaksimalkan kompetensi


peserta didik dalam proses pembelajaran?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan makalah ini, yakni sebagai
berikut:
1. Menambah pengetahuan tentang kompetensi peserta didik
serta

bagaimana model belajar yang baik sehingga kita

mampu menyesuaikan diri sebagai guru yang punya peran


penting dalam memfasilitasi dan mencapai tujuan yang
diharapkan dalam pembelajaran.
2. Mengetahui dan sebagi bahan instrospeksi tentang tugas
dan

peran

guru

yang

sesungguhnya

dalam

dunia

pendidikan serta menjadi kerangka berpijak berikutnya


dalam melaksanakan tugas dan perannya sebagai seorang
guru.
3. Mengetahui hubungan antara peran guru dan pencapaian
kompetensi peserta didik sehingga menjadi bahan analisis
dan implementasinya dalam dunia pendidikan agar selalu
bertindak sesuai tupoksinya

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kompetensi Peserta Didik
Kompetensi
dimaknai:

dalam

Kamus

Besar

Bahasa

Indonesia

1. Kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan


sesuatu);
2. Ling kemampuan menguasai gramatika suatu bahasa secara
abstrak atau batiniah.(1)
Kompetensi
untuk

dapat

melaksanankan

digambarkan
suatu

tugas,

sebagai

kemampuan

peran,

kemampuan

mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikapsikap, nilai-nilai pribadi dan kemampuan untuk membangun
pengetahuan dan ketrampilan yang didasarkan pada pengalaman
dan pembelajaran yang dilakukan.

1( ) Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa


Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka hal 584

Kompetensi
ketrampilan

dan

diartikan
nilai-nilai

juga
dasar

sebagai
yang

pengetahuan,

direfleksikan

dalam

kebiasaan berpikir dan bertindak.


Peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang
terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat, sedangkan
dalam arti sempit adalah setiap sisiwa yang belajar di sekolah
(Sinolungan, 1997). Departemen Pendidikan Nasional (2003)
menegaskan bahwa, peserta didik adalah anggota masyarakat
yang berusaha mengembangkan dirinya melalui jalur, jenjang
dan jenis pendidikan.
Peserta didik merupakan subjek yang menjadi focus utama
dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran. Sehingga
seorang guru hendaknya member perlakuan dan pemahaman
kepada peserta didik secara totalitas dan kesatuan.
Peserta
mengandung

didik
arti

yang

bahwa

telah

peserta

memiliki
didik

telah

kompetensi
memahami,

memaknai dan memanfaatkan materi pelajaran yang telah


dipelajarinya. Dengan perkataan lain, ia telah bisa melakukan
(psikomotorik) sesuatu berdasarkan ilmu yang telah dimilikinya,
yang pada tahap selanjutnya menjadi kecakapan hidup (life skill).
Inilah hakikat pembelajaran, yaitu membekali peserta didik untuk

bisa hidup mandiri kelak setelah ia dewasa tanpa tergantung


pada orang lain, karena ia telah memiliki komptensi, kecakapan
hidup. Dengan demikian belajar tidak cukup hanya sampai
mengetahui dan memahami.
Kompetensi peserta didik yang harus dimilki selama
proses dan sesudah pembelajaran adalah:
1. Kemampuan Kognitif
Kemampuan ini berupa pemahaman, penalaran, aplikasi,
analisis, observasi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, koneksi,
komunikasi,

inkuiri,

hipotesis,

konjektur,

generalisasi,

kreativitas, dan pemecahan masalah;


2. Kemampuan Afektif
Pengendalian diri yang mencakup kesadaran diri, pengelolaan
suasana hati, pengendalian impulsi, motivasi aktivitas positif,
empati; dan
3. Kemampuan Psikomotorik
Sosialisasi dan kepribadian yang mencakup kemampuan
argumentasi, presentasi, prilaku.
Istilah psikologi kontemporer, kompetensi / kecakapan
yang berkaitan dengan kemampuan profesional (akademik,
terutama kognitif) disebut dengan hard skill, yang berkontribusi
terhadap sukses individu sebesar 40 % . Sedangkan kompetensi
lainnya yang berkenaan dengan afektif dan psikomotorik yang
berkaitan

dengan

kemampuan

kepribadian,

sosialisasi,

dan

pengendalian diri

disebut dengan soft skill, yang berkontribusi

sukses individu sebesar 60%.


B. Model - Model Belajar
Guru harus menyesuaikan pelaksanaan pembelajaran
dengan kondisi siswa. Bukankah pemberian harus diselaraskan
dengan mereka yang akan memerima pemberian sehingga dapat
bermanfaat secara optimal, dan tidak sebaliknya.
Ada berbagai model belajar yang akan di bahas, yaitu:
1. Peta Pikiran
Buzan (1993) mengemukakan bahwa otak manusia
bekerja mengolah informasi melalui mengamati, membaca,
atau mendengar tentang sesuatu hal berbentuk hubungan
fungsional antar bagian (konsep, kata kunci), tidak parsial
terpisah satu sama lain dan tidak pula dalam bentuk narasi
kalimat lengkap.
Belajar akan efektif dengan cara membuat catatan
kreatif yang merupakan peta konsep, sehingga setiap konsep
utama yang dipelajari semuanya teridentifikasi tidak ada yang
terlewat dan kaitan fungsionalnya jelas, kemudian dinarasikan
dengan gaya bahasa masing-masing.
2. Kecerdasan Ganda
Goldman (2005) mengemukakan bahwa struktur otak,
sebagai instrumen kecerdasan, terbagi dua menjadi
kecerdasan intelektual pada otak kiri dan kecerdasan
emosional pada otak kanan. Kecerdasan intelektual mengalir-

bergerak (flow) antara kebosanan dan kecemasan bila. Bila


terjadi kebosanan otak akan mengisinya dengan aktivitas lain,
jika positif akan mengembangkan penalaran akan tetapi jika
diisi dengan aktivitas negatif, misal kenakalan atau lamunan
akan sia-sia. Jika tuntutan kerja otak tinggi akan terjadi
kecemasan-kelelahan. Kondisi ini akan bisa dinetralisir
dengan relaksasi melalui penciptaan suasana kondusif.
Dengan demikian otak kiri semestinya dibarengi dengan
aktivitas otak kanan.(2)
Sel syaraf pada otak kiri berfungsi sebagai alat
kecerdasan yang sifatnya logis, sekuensial, linier, rasional,
teratur, verbal, realitas, ide, abstrak, dan simbolik. Sedangkan
sela syaraf otak kanan berkaitan dengan kecerdasan yang
sifatnya acak, intuitif, holistic, emosional, kesadaran diri,
spasial,

musik,

dan

kreativitas.

Kecerdasan

intelektual

berkontribusi untuk sukses individu sebesar 20% sedangkan


kecerdasan emosional sebesar 40%, siswanya sebanyak 40%
dipengaruhi oleh hal lainnya.
3. Metakognitif
Secara harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan
secara bebas sebagai kesadaran berfikir, berpikir tentang apa
yang dipikirkan dan bagaimana proses berpikirnya, yaitu
aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah
terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah
pikiran terdahulu. Sharples & Mathew (1998) mengemukakan
pendapat bahwa metakognitrif dapat dimanfaatkan untuk
menerapkan pola pikir pada situasi lain yang dihadapi.
Kemampuan metakognitif setiap individu akan berlainan,
tergantung dari variable meta kognitif, yaitu kondisi individu,
kompleksitas, pengetahuan, pengalaman, manfaat, dan
stategi berpikir. Holler, dkk. (2002) mengemukakan bahwa
2() Suherman, Erman. http://educare.e-fkipunla.net

aktivitas metakognitif tergantung pada kesadaran individu,


monitoring dan regulasi.
Komponen meta kognitif menurut Sharples & Mathew
ada 7, yaitu: refleksi kognitif, strategi, prediksi, koneksi,
pertanyaan, bantuan, dan aplikasi. Sedangkan Holler
berpendapat
tentang
komponen
metakognitif,
yaitu:
3
kesadaran, monitoring dan regulasi.( )
Metakognitif bisa di golongkan pada kemampuan
kognitif tinggi karena memuat unsure analisis, sintesis dan
evaluasi

sebagai

kemampuan

inkuiri

cikal

bakal

dan

tumbuh

kreativitas.

kembangnya

Oleh

karena

itu

pelaksanaan pembelajaran semestinya membiasakan siswa


untuk melatih kemampuan metakognitif ini, tidak hanya
berpikir sepintas dengan makna yang dangkal.
4. Komunikasi
Siswa dalam belajar tidak akan lepas dari komunikasi
antar siswa, siswa dengan fasilitas belajar, ataupun dengan
guru.

Kemampuan

komunikasi

setiap

individu

akan

mempengaruhi proses dan hasil belajar yang bersangkutan


dan membentuk kepribadiannya, ada individu yang memiliki
pribadi positif dan ada pula yang berkepribadian negative.
Cara berkomunikasi akan langsung berkenaan dengan akal
dan

rasa,

yang

selanjutnya

mempengaruhi

pembelajaran.
5. Kebermaknaan Belajar
3() Suherman, Erman. http://educare.e-fkipunla.net

poses

Dalam belajar apapun, belajar efektif (sesuai tujuan)


semestinya bermakna. Agar bermakna, belajar tidak cukup
dengan hanya mendengar dan melihat tetapi harus dengan
melakukan aktivitas. Tokoh pendidikan nasional Ki Hajar
Dewantoro (1908) mengemukakan tiga prinsip pembelajaran,
yaitu:
1. Ing Ngarso Sung Tulodo (jadi pemimpin-guru jadilah teladan
bagi siswanya),
2. Ing
Madyo
Mangun
membangun

ide

Karso

siswa

(dalam

dengan

pembelajaran

aktivitas

sehingga

kompetensi siswa terbentuk),


3. Tut Wuri Handayani (jadilah fasilitator kegiatan siswa dalam
mengembangkan life skill sehingga mereka menjadi pribadi
mandiri).
Selanjutnya, Vernon A Madnesen (1983) dan Peter
Sheal (1989) mengemukakan bahwa kebermaknaan belajar
tergantung bagaimana belajar. Jika belajar hanya dengan
membaca

kebermaknaan

bisa

mencapai

10%,

dari

mendengar 20%, dari melihat 30%, mendengar dan melihat


50%, mengatakan-komunikasi mencapai 70 %, dan belajar
dengan melakukan dan mengkomunikasikan bisa mencapai
90%. Kegiatan pembelajaran identik dengan aktivitas siswa
secara optimal, tidak cukup dengan mendengar dan melihat,

tetapi harus dengan hands-on, minds-on, konstruksivis, dan


daily life (kontekstual).
6. Kontruksivisme
Pembelajaran

pada

hakikatnya

adalah

konstruksivisme, karena pembelajaran adalah aktivitas siswa


yang

sifatnya

proaktif

dan

reaktif

dalam

membangun

pengetahuan. Agar konstruksivisme dapat terlaksana secara


optimal, Confrey (1990) menyarankan konstruksivisme secara
utuh (powerfull constructivism), yaitu: konsistensi internal,
keterpaduan, kekonvergenan, refeleksi-eksplanasi, kontinuitas
historical, simbolisasi, koherensi, tindak lanjut, justifikasi, dan
sintaks (SOP).
7. Prinsip Belajar Aktif
Prinsip belajar yang harus diterapkan dalam belajar
aktif adalah siswa harus sebagai subjek, belajar dengan
melakukan-mengkomunikasikan
emosionalnya

dapat

sehingga

berkembang,

seperti

kecerdasan
kemampuan

sosialisasi, empati dan pengendalian diri. Hal ini bisa terlatih


melalui kerja individual-kelompok, diskusi, presentasi, tanyajawab, sehingga terpupuk rasa tanggung jawab dan disiplin
diri.

10

B. Peranan Guru Dalam Memaksimalkan Kompetensi Peserta


Didik
Jika kita merefleksikan peranan guru khususnya dalam
memaksimalkan kompetensi peserta didik tentu banyak sekali
melihat

pembahasan

di

atas.

Peranan

guru

dalam

memaksimalkan kompetensi peserta didik sangat berhubungan


dengan kompetensi guru itu sendiri karena guru yang berkualitas
juga akan menghasilkan pembelajaran yang berkualitas juga.
Pembelajaran yang berkualitas pasti tidak lepas dari peran aktif
peserta didik sehingga hasilnya pun akan dapat mencapai tujuan
kompetensi yang ingin di capai.
Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan
sebagai model atau teladan bagi peserta didik yang diiajarnya
tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of
learning). Dengan demikian efektifitas proses pembelajaran
terletak di pundak guru. Oleh karenanya keberhasilan suatu
proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau
kemempuan guru. Norman Kirby (1981) mengatakan: One
Underlying emphasis should be noticeable: that the quality of
teacher is essential, constant feature in the success of any
education system.(4)
Peranan dan kompetensi guru dalam proses belajar
mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan
oleh Adams & Decey dalam Basic Principles of Students Teaching,
antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing,
pengatur
lingkungan,
partisipan,
ekspeditor,
perencana,
supervisor, motivator dan konselor.(5)
4() Sanjaya Wina. 2011. Strategi Pembelajran Berorientasi Pada Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Hal 52-53

11

Di

bawah

ini

adalah

klasifikasi

peranan

guru

berdasarkan urutan paling dominan:


1. Guru Sebagai Demonstrator
Guru hendaknya menguasai
pelajaran

yang

akan

diajarkannya

bahan
dan

atau

materi

meningkatkan

kemampuannya karena hal ini akan sangat menentukan hasil


belajar yang akan dicapai oleh peserta didik
Salah satu yang harus diperhatikan guru bahwa ia
sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus selalu
belajar terus menerus. Dengan demikian ia akan memperkaya
dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal
dalam

melaksanankan

tugasnya

sebagai

pengajar

dan

demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang


diajarkannya secara didaktis (betul-betul dimiliki peserta didik).
Guru juga hendaknya mampu dan terampil dalam
memahami kurikulum dan sebagai sumber belajar terampil
dalam memberikan informasi kepada kelas. Guru harus
membantu perkembangan anak didik untuk dapat menerima,
memahami, serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu,
guru harus memotivasi peserta didik untuk senantiasa belajar
dalam berbagai kesempatan. Guru akan memainkan
peranannya sebagai pengajar dengan baik bila menguasai dan
mampu melaksanakan ketrampilan-ketrampilan mengajar.(6)
5() Isjoni. 2007. Dilema Guru Ketika Pengabdian Menuai Kritikan.
Bandung: Penerbit Sinar Baru Algesindo Hal 39
6() Isjoni. 2007. Dilema Guru Ketika Pengabdian Menuai Kritikan. Bandung: Sinar
Baru Algesindo. Hal 40

12

2. Guru Sebagai Pengelola Kelas


Guru di sini harus mampu mengelola kelas sebagai
lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan
sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan
diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuantujuan pendidikan. Pengawasan terhadap lingungan belajar itu
turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi
lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik ialah yang
bersifat menantang dan merangsang peserta didik untuk
belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai
tujuan.
Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan
menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan
belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Tujuan
khususnya adalah mengembangkan kemampuan peserta didik
dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisikondisi yang memungkinkan peserta didik bekerja dan belajar,
serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang
diharapkan.(7)
Guru bertaggung jawab memelihara lingkungan fisik
kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan
mengarahkan atau membimbing proses-proses intelektual dan
social dalam kelasnya. Dengan demikian, guru tidak hanya
memungkinkan

peserta

didik

belajar,

tapi

juga

7( ) Isjoni. 2007. Dilema Guru Ketika Pengabdian Menuai Kritikan. Bandung: Sinar
Baru Algesindo. Hal 41

13

mengembangkan kebiasaan bekerja dan belajar secara efektif


di kalangan peserta didik. Selain itu guru harus membimbing
pengalaman-pengalaman peserta didik sehari-hari kearah self
directed behavior.
Menejemen guru yang baik ialah selalu menyediakan
kesempatan bagi peserta didik untuk sedikit demi sedikit
mengurangi kebergantungannya pada guru sehingga mereka
mampu membimbing kegiatannya sendiri. Peserta didik harus
belajar melakukan self control dan self activity melalui proses
bertahap. Sebagai manajer lingkungan belajar, guru hendaknya
mampu mempergunakan pengetahuan tentang teori belajar
mengajar dan teori perkembangan sehingga kemungkinan
untuk menciptakan situasi belajar mengajar yang menimbulkan
kegiatan belajar pada siswa akan mudah dilaksanakan dan
sekaligus memudahkan pencapaian tujuan yang diharapkan.
3. Guru Sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai
mediator
guru
hendaknya
memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media
pendidikan, karena media pendidikan alat komunikasi untuk
lebih

mengefektifkan

proses

belajar-mengajar.

Dengan

demikian media pendidikan merupakan dasar yang sangat


diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian

14

integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di


sekolah.
Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang
media pendidikan, tetapi juga harus memiliki ketrampilan
memilih dan menggunakan serta mengusahakan media itu
dengan baik. Memilih dan menggunakan media harus sesuai
dengan tujuan, materi, metode, evaluasi, kemampuan guru
serta minat dan kemampuan siswa. Guru harus terampil
mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang
berinteraksi dan berkomunikasi agar dapat menciptakan
kualitas lingkungan interaktif secara maksimal. Guru harus
mendorong berlangsungnya tingkah laku social yang baik,
mengembangkan gaya interaksi pribadi, dan menumbuhkan
hubungan yang positif dengan peserta didik.
Sebagai
Fasilitator
guru
hendaknya
mampu
mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat
menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar-mengajar,
baik yang berupa nara sumber, buku teks, majalah, ataupun
surat kabar.(8)
4. Guru Sebagai Evaluator
Kalau kita perhatikan dunia pendidikan, akan kita
ketahui bahwa setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan
pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan
selalu diadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu
selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan penilaian
terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik
maupun pendidik.
Demuikian pula dalam satu kali proses pembelajaran
guru

hendaknya

menjadi

seorang

evaluator

yang

baik.

8() Isjoni. 2007. Dilema Guru Ketika Pengabdian Menuai Kritikan. Bandung: Sinar
Baru Algesindo. Hal 42-43

15

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan


yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah
materi yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua pertanyaan
tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau
penilaian.
Dengan penilaian, guru dapat mengetahui keberhasilan
pencapaian
pelajaran,

tujuan,
ketepatan

penguasaan
atau

peserta

keefektifan

didik

metode

terhadap
mengajar,

mengetahui kedudukan peserta didik di dalam kelas atau


kelompoknya.
Dengan menelaah pencapaian tujuan pengajaran guru
dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup
efektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan atau
sebaliknya. Jadi guru harus terampil melaksanakan penilaian
agar dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh sisiwa
setelah ia melaksanakan proses belajar.
Guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar
yang telah dicapai oleh peserta didik dari waktu ke waktu.
Informasi yang diperoleh melalui informasi ini merupakan
umpan balik terhadap proses belajar mengajar dan di jadikan
titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar
mengajar selanjutnya, sehingga proses belajar mengajar akan
terus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang maksimal.(9)

9( ) Isjoni. 2007. Dilema Guru Ketika Pengabdian Menuai Kritikan. Bandung: Sinar
Baru Algesindo. Hal 44

16

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran guru dalam memaksimalkan kompetensi peserta
didik

dalam

proses

pembelajaran sangat dipengaruhi

oleh

kompetensi yang ia miliki. Jika kompetensi yang ia miliki baik


tentunya

hasilnya

pun

akan

menyesuaikan.

Dalam

usaha

memaksimalkan pencapaian kompetensi peserta didik sesuai


dengan tujuan pembelajaran guru harus paham dengan keadaan
peserta didik, mampu memanfaat segala media yang ada
disesuaikan

dengan

kemampuannya

serta

kegunaannya,

mengolah strategi pembelajaran yang baik dan membangkitkan


minat belajar peserta didik agar selalu berperan aktif dalam
proses pembelajaran.
Di antara peran guru dalam proses pembelajaran yang
mampu

memaksimalkan

kompetensi

peserta

sebagai berikut:
1. Guru sebagai Demonstrator
2. Guru sebagai pengelola kelas
3. Guru sebagai mediator dan fasilitator
4. Guru sebagai Evaluator

17

didik

adalah

B. Saran
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu saran yang konstruktif sangat
kami harapkan guna sempurnanya makalah ini.

18

DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2010. Guru Profesional Menguasai Metode dan
Terampil Mengajar. Bandung: Alfabeta
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
Isjoni. 2007. Dilema Guru Ketika Pengabdian Menuai Kritikan.
Bandung: Sinar Baru Algesindo
Isjoni. 2010. KTSP Sebagai Pembelajaran Visioner. Bandung:
Alfabeta
Mulyasa, E. 2009. Menjadi Guru Profesional Menciptakan
Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya
Sanjaya

Wina. 2011.

Strategi Pembelajran Berorientasi Pada

Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada


Media
http://educare.e-fkipunla.net (Diunduh Tnaggal 7 November 2011
Pukul 09:30 WIB)
http://edukasi.kompasiana.com/2011/07/08/memaksimalkan-peranguru-sebagai-fasilitator-dalam-pembelajaran/ (Diunduh
Tanggal 7 November 2011 Pukul 09:11 WIB)

19

http://kabar-pendidikan.blogspot.com/2011/05/peran-guru-dalampembelajaran.html (Diunduh Tanggal 7 November 2011


Pukul 16:13 WIB)
http://uripudin.wordpress.com/2011/06/26/memaksimalkankompetensi-guru-untuk-tergugahnya-minat-siswa-dibidang-ipa/ (Diunduh Tanggal 7 November 2011 Pukul
16.15 WIB)

20

Anda mungkin juga menyukai