:
Lima hal yang membatalkan puasa dan
membatalkan wudhu: berbohong, ghibah,
namimah, melihat lawan jenis dengan syahwat,
dan bersumpah palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Jauraqani di Al
Abathil (1/351), oleh Ibnul Jauzi di Al
Maudhuat (1131)
Hadits ini adalah hadits maudhu (palsu),
sebagaimana dijelaskan Ibnul Jauzi di Al
Maudhuat (1131), Al Albani dalam Silsilah
Adh Dhaifah (1708).
Berpuasalah, kalian akan sehat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nuaim di Ath
Thibbun Nabawi sebagaimana dikatakan oleh
Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108),
oleh Ath Thabrani di Al Ausath (2/225), oleh
Ibnu Adi dalam Al Kamil Fid Dhuafa (3/227).
:
Artinya: Para sahabat Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam biasanya ketika saling
berjumpa di hari Ied mereka mengucapkan:
Taqabbalallahu Minna Wa Minka (Semoga
Allah menerima amal ibadah saya dan amal
ibadah Anda)
Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam
Al Mughni (3/294), dishahihkan oleh Al Albani
dalam Tamamul Minnah (354). Oleh karena itu,
boleh mengamalkan ucapan ini, asalkan tidak
diyakini sebagai hadits Nabi shallallahualaihi
wa sallam.
Hadits Keduabelas
: :
:
Wailah berkata, Aku bertemu dengan
Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam pada
Hadits Kesembilan
Hadits Kedelapan
Rajab adalah bulan Allah, Syaban adalah
bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.
Hadits ini diriwayatkan oleh Adz Dzahabi di
Tartibul Maudhuat (162, 183), Ibnu Asakir di
Mujam Asy Syuyukh (1/186).
Hadits ini di-dhaif-kan oleh di Asy Syaukani di
Nailul Authar (4/334), dan Al Albani di Silsilah
Adh Dhaifah (4400). Bahkan hadits ini
dikatakan hadits palsu oleh banyak ulama
seperti Adz Dzahabi di Tartibul Maudhuat
(162, 183), Ash Shaghani dalam Al Maudhuat
(72), Ibnul Qayyim dalam Al Manaarul Munif
Orang yang puasa Ramadhan karena iman
dan mengharap pahala, akan diampuni dosadosanya yang telah lalu. (HR. Bukhari no.38,
Muslim, no.760)
Dalam hadits ini, disebutkan bahwa ampunan
Allah tidak dibatasi hanya pada pertengahan
Ramadhan saja. Lebih jelas lagi pada hadits
yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Rasulullah
bersabda:
Pada awal malam bulan Ramadhan, setansetan dan jin-jin jahat dibelenggu, pintu neraka
ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka.
Pintu surga dibuka, tidak ada satu pintu pun
yang ditutup. Kemudian Allah menyeru: wahai
penggemar kebaikan, rauplah sebanyak
mungkin, wahai penggemar keburukan,
tahanlah dirimu. Allah pun memberikan
pembebasan dari neraka bagi hamba-Nya. Dan
itu terjadi setiap malam (HR. Tirmidzi 682,
dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At
Tirmidzi)
Adapun mengenai apa yang diyakini oleh
sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah
kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala
sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib
diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah
wajib diluar bulan Ramadhan, keyakinan ini
Biasanya Rasulullah shallallahualaihi wa
sallam ketika berbuka membaca doa:
Allahumma laka shumtu wa alaa rizqika
afthartu fataqabbal minni, innaka antas
samiiul aliim.
Jangan menyebut dengan Ramadhan karena
ia adalah salah satu nama Allah, namun
sebutlah dengan Bulan Ramadhan.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam
Sunan-nya (4/201), Adz Dzaahabi dalam
Mizanul Itidal (4/247), Ibnu Adi dalam Al
Kamil Fid Dhuafa (8/313), Ibnu Katsir di
Tafsir-nya (1/310).
Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu
aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, aku
memohon Rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha
Penyayang.
Hadits ini tidak terdapat di kitab hadits
manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah
hadits maudhu (palsu). Sebagaimana dikatakan
oleh Al Mulla Ali Al Qaari dalam kitab
Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih:
Adapun doa yang tersebar di masyarakat
dengan tambahan wabika aamantu sama sekali
tidak ada asalnya, walau secara makna memang
benar.
Hadits Kelima
Orang yang sengaja tidak berpuasa pada
suatu hari di bulan Ramadhan, padahal ia
bukan orang yang diberi keringanan, ia tidak
akan dapat mengganti puasanya meski
berpuasa terus menerus.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari
di AlIlal Al Kabir (116), oleh Abu Daud di
Sunannya (2396), oleh Tirmidzi di Sunan-nya
(723), Imam Ahmad di Al Mughni (4/367), Ad
Daruquthni di Sunan-nya (2/441, 2/413), dan Al
Baihaqi di Sunan-nya (4/228).