Anda di halaman 1dari 25

Penatalaksanaan DM secara

farmakologi : OHO

Pendahuluan
Kegagalan pengendalian glikemi pada diabetes melitus setelah melakukan perubahan
gaya hidup memerlukan intervensi farmakoterapi agar dapat mencegah terjadinya
komplikasi diabetes atau paling sedikit dapat menghambatnya. Kasus diabetes yang
terbanyak di jumpai adalah diabetes melitus tipe 2, yang umumnya mempunyai
latar belakang kelainan yang di awali dengan terjadinya resisten insulin.
Dalam mengelola diabetes tipe 2, pemilihan penggunaan intervensi farmakologik
sangat tergantung pada fase mana diagnosis diabetes ditegakkan yaitu sesuai
dengan kelainan dasar yang terjadi pada saat tersebut seperti (gambar 1) :
resistensi insulin pada jaringan lemak, otot dan hati
kenaikan produksi glukosa oleh hati
kekurangan sekresi insulin oleh pankreas

Gambar 1. sebab hiperglikemia pada DM

Pendahuluan
Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu
dimulai dengan pendekatan non farmakologis, yaitu
berupa perencanaan makan/ terapi nutrisi medik, kegiatan
jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat
badan lebih atau obes. Bila dengan langkah-langkah
tersebut sasaran pengendalian diabetes belum tercapai,
maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi
farmakologis. Dalam melakukan pemilihan intervensi
farmakologis perlu di perhatikan titik kerja obat. Pada
kegawatan tertentu (ketoasidosis, diabetes dengan infeksi,
stres), pengelolaan farmakologis dapat langsung
diberikan, umumnya dibutuhkan insulin.

Macam-macam (OHO)
berdasarkan cara kerjanya dibagi 4 :
Penambah sensitivitas
terhadap insulin

Pemicu sekresi insulin

sulfonilurea
glinid

Penghambat absorpsi
glukosa

Penghambat
glukoneogenesis

metformin

tiazolidindon

Penghambat glukosidase
alfa (acarbose)

Sulfonilurea

Digunakan untukm DM tipe 2 sejak tahun 1950an


Digunakan pada awal pengobatan diabetes dimulai, terutama bila
konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas
Merupakan obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan
kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan
lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaan
seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi sreta penyakit
kardiovaskuler, tidak dianjurkan penggunaan sulfonil urea jangka panjang.
sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena mampu meningkatkan
atau mempertahankan sekresi insulin.
Efek samping utama :BB naik, hipoglikemia
Obat golongan ini umumnya mempunyai efek dan mekanisme yang serupa.

Mekanisme kerja sulfonilurea

Efek kerja hipoglikemia sulfonil urea adalah dengan merangsang


chanel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila
sulfonil urea terikat pada reseptor (SUR) chanel tersebut maka akan
terjadi penutupan. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya
penurunan permeabilitas K pada membran sel beta, terjadi depolarisasi
membran dan membuka channel catergantung voltase, dan
menyebabkan peningkatan ca intra sel. Ion ca akan terikat pada
calmodulin, dan menyebabkan eksositosisgranul yang mengandung
insulin.
Dengan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang
tersimpan, sehingga hanya dapat bermanfaat pada pasien yang masih
mempunyai kemampuan untuk sekresi insulin.
Tidak dapat dipakai pada DM tipe 1

Penggunaan Sulfonilurea dalam klinik

Dosis permulaan sulfonil urea tergantung pada beratnya hiperglikemia.


Bila konsentrasi glukosa puasa <200 mg/dl, SU sebaiknya di mulai
pemberian dosis kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu
sehingga tercapai glukosa darah puasa 90-130 mg/dl. Bila glukosa
darah puasa >200mg/dl dapat diberikan dosis awal yang lebih besar.
Obat sebaiknya diberikan setengah jam sebelum makan karena diserap
dengan lebih baik.
Penggunaan SU dapat di berikan secara kombinasi dengan insulin,
penggunaan kombinasi ini ternyata lebih baik daripada insulin sendiri
dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Dan cara
kombinasi ini lebih dapat diterima pasien daripada penggunaan insulin
multipel.

Gmbar 2. sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk


pengendalian kadar glukosa darah

Glinid
Sekretagog insulin yang baru , bukan merupakan sulfonil urea dan
merupakan glinid. Kerjanya juga melalui reseptor sulfonil urea (SUR)
dan mempunyai struktur yang mirip sulfonilurea tetapi tidak
mempunyai efek sepertinya. Repaglinid dan nateglinid kedua-duanya
diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat
dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga diberikan 2-3x
sehari. Repaglinid dapat menurunkan glukosa darah puasa walaupun
mempunyai masa paruh singkat. Sedang nateglinid mempunyai masa
tinggal lebih singkat dan tidak menurunkan glukosa darah puasa.
Sehingga keduanya merupakan sekretagog yang khusus menurunkan
glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang minimal.
Efek samping utama : BB naik , hipoglikemia

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati


(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer.
Terutama dipakai pada diabetes gemuk
Dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan
hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung).
Metformin dapat memeberikan efek samping mual, untuk mengurangi
keluhan tersebut dapat diberikan saat atau sesudah makan .
Diberikan 2-3x/hari kecuali dalam bentuk extended release
Dosis maksimal dapat menurunkan A1C sebesar 1-2%
Efek samping utama : diare, dispepsia, asidosis laktat

Mekanisme kerja metformin

Menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap


kerja insulin pada tingkat selular, distal reseptor insulin
dan menurunkan produksi glukosa hati
Meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga
menurunkan glukosa darah dan juga di duga menghambat
absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makan
Setelah diberikan secara oral, metformin akan mencapai
kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi
lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 25
jam.

Penggunaan metformin dalam klinik

Dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai kombinasi dengan


SU, repaglinid, nateglinid, penghambat alfaglikosidase,dan
glitazone.

Efektivitas metformin menurunkan glukosa darah pada orang gemuk


sebanding dengan kekuatan SU. Karena kemampuannya
mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan berat badan
dan memperbaiki profil lipid maka metformin sebagai monoterapi
pada awal pengelolaan diabetes pada orang gemuk dengan
dislipidemia dan resistensi insulin barat merupakan pilihan pertama.
Bila dengan monoterapi tidak berhasil maka dapat dilakukan
kombinasi dengan SU atau obat anti diabetik lain.

Glitazone
atau thiazolidinediones

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada


peroxisomeproliferator activated receptor gamma, suatu receptor inti
di sel otot dan sel lemak.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa di perifer.
Tiazolidindon dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung
klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga
pada gangguan faal hati.
Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala. Sa,at ini tiazolidindion tidak di
gunakan sebagai obat tunggal.
Efek samping utama : edema.

Mekanisme kerja Tiazolidindion

Glitazone (tiazolindion), merupakan agonist peroxisome proliferatoractivated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten.
Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan target kerja insulin seoerti
jaringan adiposa, otot skelet dan hati., sedang reseptor pada organ
tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit,
dan kerja insulin.
Glitazone dapat merangsang ekspresi beberapa protein yang dapat
memperbaiki sensiticitas insulin dan memperbaiki glikemia, selain
daripada itu juga dapat mempengaruhi ekspresi dan pelepasan
mediator resistensi insulin.
Glitazone diabsorpsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi
setelah 1-2 jam dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik
obat ini.

Penggunaan tiazolidindion dalam


klinik

Rosiglitazon dan pioglitazon saat ini dapat digunakan sebagai


monoterapi dan juga sebagai kombinasi dengan metformin, SU,
glinid, penghambat alfa glukosidase.

Secara klinik rosiglitazon dengan dosis 4dan8mg (dosis tunggal atau


dosis terbagi 2 kali sehari) memperbaiki konsentrasi glukosa puasa
sampai 55mg/dl dan A1C sampai 1,5% dibandingkan dengan plasebo.
Sedang pioglitazon juga mempunyai kemampuan menurunkan
glukosa darah bila digunakan sebagai monoterapi atau sebagai terapi
kombinasi dengan dosis sampai 45mg/dl dosis tunggal.

Penghambat alfa glukosidase (acarbose)

Bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa


glukosidase didalam saluran cerna sehingga dengan
demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia postprandial.

Bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan


hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar
insulin.

Mekanisme kerja
penghambat alfa glukosidase (acarbose)

Acaborse merupakan penghambat ensim alfa glukosidase yang


terdapat pada dinding enterosit yang terletak pada bagian paroksimal
usus halus.
Secara klinis akan terjadi hambatan pembentukan monosakarida
intraluminal, menghambat dan memperpanjang peningkatan glukosa
darah postprandial, dan mempengaruhi respons insulin plasma.
Sebagai mono terapi tidak akan merangsang sekresi insulin dan tidak
dapat menyebabkan hipoglikemia.
Efek smping akibat maldigesti karbohidrat akan berupa gejala
gastrointestinal seperti: meteorismus, flatulence dan diare.

Penggunaan acarbose dalam klinik

Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi


dengan insulin, metformin, glitazon atay SU. Untuk mendapat
efek maksimal, obat ini harus diberikan segera pada saat
makan utama.

Monoterapi dengan acarbose dapat menurunkan rata-rata


glukosa postprandial sebesar 40-60 mg/dl dan glukosa puasa
rata-rata 10-20 mg/dl dan A1C 0,5-1%. Dengan terapi
kombinasi bersama SU, metformin, dan insulin maka acarbose
dapat menurunkan lebih banyak terhadap A1C sebesar 0,30,5% dan rata-rata glokosa postprandial sebesar 20-30 mg/dl
dari keadaan sebelumnya.

Hal-hal yang harus diketahui pada


orang yang menggunakan obat makan
beberapa dari obat diabetes sesungguhnya dapat menimbulkan reaksi
hipoglikemia (gula darah sangat rendah) jika obat itu dipakai bersanma
alkohol, obat yang mengandung anabalic steroid, atau bereaksi kepada
obat diabetes termasuk beberapa golongan steroids, obat penurun tekanan
darah.
Sebagian obat-obat makan untuk diabetes akan menyebabkan sakit kepala
dan muka merah jika penderita diabetes itu meminum-minuman
beralkohol.
Banyak obat makan diabetes akan menyebabkan mual-mual.
Wanita hamil tidak boleh memakan obat diabetes sebab obat itu
menyebrangi tali pusat (placenta) dan dapat mempengaruhi bayi yang
belum lahir.
Pasien-pasien lain yang biasanya menggunakan obat makan, mungkin
perlu untuk sementara menggantinya dengan insulin selama situasi stres
seperti infeksi, pembedahan atau serangan jantung.

Tabel 1. obat hipoglikemik oral yang tersedia di indonesia

Klik disini..

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam


memilih obat hipoglikemik oral

Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang


kemudian dinaikkan secara bartahap.
Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja
dan efek samping obat-obat tersebut.
Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan
kemungkinan adanya interaksi obat.
Pada kegagalan sekunder obat hipoglikemik oral,
usahakanlah menggunakan obat oral golongan lain, bila
gagal, baru beralih kepada insulin.
Usahakan agar harga obat terjangkau pasien

Cara pemberian OHO

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara


bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan
sampai dosis hampir maksimal.
Sulfonil urea generasi IdanII : 15-30 menit sebelum makan.
Glimepiride : sebelum/sesaat sebelum makan.
Repaglinid,nateglinid : sesaat atau sebelum makan.
Metformin : sebelum/pada sat/sesudah makan karbohidrat.
Penghambat glukosidase alpha(acarbose) : bersama suapan
pertama makan.
Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

Tabel 2. kriteria pengendalian diabetes melitus

Daftar pustaka

Johnson, marlin.,1998, sickeningly sweet, dalam :


manullang, J.F., Diabetes; terapi dan
pencegahannya, indonesia publishing house,
bandung, 143-144.
Soegondo, sidartawan., Rudianto,ahmad., 2006,
konsesus pengelolaan diabetes melitus tipe 2 di
indonesia 2006, cetakan I,PB.PERKENI, jakarta,1416.
Buku ajar ilmu penyakit dalam, 2006, jakarta,18601863.

Anda mungkin juga menyukai