Kasus Asma
Kasus Asma
PENDAHULUAN
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola
hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan.
Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi dimasyarakat adalah penyakit asma. Asma adalah
satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu
serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan
berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita
harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya
pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderitaatau
keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi
problem tersendiri.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu
pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu
meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau
pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat
berarti bagi penderita,terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu
menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma. Beban
global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas
hidup,produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan,
risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian.
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian diIndonesia, hal ini
tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga(SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga(SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki
urutan ke-5 dari 10 penyebabkesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan
emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian
ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar
13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000.
BAB II
LAPORAN KASUS
Lembar 1
Seorang perempuan Nn. P, 20 tahun datang diantar ibunya ke unit gawat darurat RS pagi
dini hari mengeluh sesak nafas.
Lembar 2
Riwayat Penyakit Sekarang:
Satu hari sebelum masuk RS pasien dan keluarganya tiba di Puncak dari Jakarta untuk
liburan. Mereka tiba siang hari kemudian langsung berjalan-jalan di sekitar villa tempat
menginap. Menjelang sore hari, cuaca bertambah dingin, pasien merasa dadanya berat disertai
batuk-batuk kecil. Pasien membantu ibunya mempersiapkan makan malam dan mencuci piring
kemudian menonton TV sambil bercanda hingga tengah malam. Menjelang tidur pasien
mengeluh tidak dapat tidur terlentang, sesak nafas berbunyi disertai batuk yang bertambah dan
dahak berwarna jernih. Tidak ada batuk darah dan nyeri dada. Sebelum berangkat liburan, pasien
sudah merasa agak sesak dan kelelahan seetelah selesai ujian akhir semester.
Ibunya menanyakan obat yang biasa diminumnya tetapi pasien tidak membawanya
karena sudah habis. Dengan segera ibu membawa pasien ke rumah sakit terdekat. Sesampainya
di rumah sakit pasien terlihat semakin sesak disertai bibir agak kebiruan dan napasnya cepat.
Memang sejak kecil pasien sudah sering sesak-sesak. Sesak sering kumat kumatan dan
timbul tersering kalau tercium bau obat nyamuk, tercium bau-bau aneh dan bergadang. Ia sudah
berobat ke berbagai dokter maupun secara tradisional tetapi terasa semakin sering kambuh dan
setiap kali kambuh semakin parah serangannya.
Riwayat Kebiasaan:
Pasien penyayang binatang dan memelihara kucing anggora sejak kecil.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Waktu kecil pasien sering mengi, bersin, batuk dan timbul eksim di lipat siku kedua
lengan.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Nenek penderita asma, ayah sering bersin, ibu gatal-gatal setelah makan ikan laut. Adik
bungsunya mengalami gejala yang sama dengan pasien.
Lembar 3
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : tampak sesak, gelisah, duduk membungkuk
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah 160/90
Nadi 120x/menit
Frekuensi pernapasan 40x/menit
2
Mata
Hidung
Bibir
Pharynx
Leher
Toraks:
-
Suhu 370C
Mengi (+) dan ekspirasi memanjang
: Tidak pucat, tidak ikterik
: obstruksi +/+; sekret +/+
: sianosis
: Dinding belakang tak rata/kasar, agak hiperemis, post nasal drip (+)
: KGB tidak membesar, kaku kuduk (-), JVP +1 cm H2O
Inspeksi : simetris, tampak penggunaan otot bantu napas dan retraksi suprasternal
Palpasi : vocal fremitus normal dextra/sinistra
Perkusi : paru sonor
Auskultasi
: suara napas vesikuler +/+ nomal, ronki +/+ , wheezing ++/++
inspirasi dan ekspirasi. Bunyi jantung I-II normal, reguler, murmur(-), gallop (-)
Abdomen
: datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tumor (-); hepar, lien,ginjal
Ekstremitas
Lembar 4
Pemeriksaan penunjang:
Darah:
Hb : 12,0gr%
Hematokrit : 46%
Leukosit : 9.900/uL
Hitung jenis : 0/13/8/69/9/1
Trombosit : 200.000/uL
LED : 21 mm/jam
Gula darah sewaktu : 110 mg%
Ureum : 40 mg/dl
Creatinin : 1,2 mg/dl
SGOT : 29u/L
SGPT : 30 u/L
BAB III
PEMBAHASAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Nn. P
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 20 tahun
Alamat
:Pekerjaan
: Pelajar
B. MASALAH
Masalah utama pada Nn. P ini adalah sesak nafas.
C. HIPOTESIS
Berdasarkan keluhan utama pasien adalah sesak nafas, maka terpikirlah beberapa
hipotesis yaitu:
Paru-paru:
1.
Asma bronkiale
Pada asma terjadi penyempitan jalan napas yang disebabkan oleh bronkospasme, edema
mukosa, dan hipersekresi mukus yang kental. Berdasarkan perubahan-perubahan anatomis yang
telah dijelaskan, bahwa kesulitan utama terjadi saat ekspirasi. Akan timbul mengi ekspirasi
memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien memaksakan udara keluar. Pasien
juga akan mengalami dispnea setelah terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus. Pasien
merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan tenaga
untuk bernapas.1
4
2.
Pneumotoraks
Pneumotoraks bisa disebabkan karena dua hal: 1) Trauma dan 2) Nontrauma. Pada
pneumotoraks yang terjadi akibat trauma, terjadi hubungan terbuka antara rongga dada dan dunia
luar. Jika terjadi mekanisme katup pada luka di dinding toraks atau luka di pleura viseralis, bisa
timbul pneumotoraks desak.2
Sedangkan pada pneumotoraks nontrauma (spontan) terjadi karena lemahnya dinding
alveolus dan pleura viseral, sementara pada suatu saat terjadi peninggian tekanan di jalan napas
oleh suatu sebab, sehingga alveolus dan pleura yang menutupinya pecah.
Gejala klinis pneumotoraks spontan bergantung pada ada tidaknya pneumotoraks desak
serta berat ringannya pneumotoraks. Pasien secara spontan mengeluh nyeri dan sesak napas yang
muncul tiba-tiba. Bila ada pneumotoraks desak, akan timbul sianosis, takipnea, dan tanda
hipoksia lain.2
3.
Emboli paru terjadi bila suatu embolus, biasanya merupakan bekuan darah yang terlepas
dari perlekatannya pada vena ekstremitas bawah, lalu bersirkulasi melalui pembuluh darah dan
jantung kanan, sehingga akhirnya tersangkut pada arteri pulmonalis utama atau pada salah satu
percabangannya.
Tanda dan gejala EP sangat bervariasi tergantung pada besar bekuan. Pasien yang
mempunyai tanda-tanda tromboflebitis pada vena tungkai, menunjukkan sindrom klasik EP
ukuran sedang berupa awitan mendadak dispnea yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya,
takipnea, takikardia, dan gelisah.3
Jantung:
1. Dekompensatio cordis sinistra
Pada pasien dengan decompensatio cordis sinistra, terjadi sesak napas karena adanya
back failure efek dari ventrikel sinistra tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh sehingga
terjadi bendungan dan berefek ke atrium sinistra, sehingga menyebabkan bendungan jg di paruparu makanya terjadi sesak.
2. Angina pectoris
Sesak angina pectoris terjadi karena suplay darah ke jantung berkurang, dan kebutuhan
bertambah. Bisa diakibatkan karena sumbatan, maupun aterosklerosis.4
3. Infark Miokard
Sesak infark miokard terjadi karena jantung tidak mendapat suplay darah yang cukup
akibat dari sumbatan dan terjadilah kematian jaringan jantung yang disebut infark miokard.4
Lain-lain:
Toksisitas
a.
Keracunan Cyanida (CN)
Cyanida mempengaruhi enzim esensial untuk pernapasan di tingkat sel, sehingga O2
tidak dapat digunakan oleh jaringan.
b.
Keracunan CO
Hb yang berikatan dengan O2 diduduki oleh CO. CO memiliki afinitas yang lebih tinggi
terhadap Hb daripada O2.
D. ANAMNESIS TAMBAHAN
Riwayat Penyakit Sekarang
1. Apakah anda sebelumnya mengalami sesak? Atau adakah keluhan lain?
2. Apakah ada wheezing atau mengi atau tidak?
3. Apakah sesak timbul setelah ada pemicu (debu, udara dingin, bulu binatang, stress) atau
tidak?
4. Apakah sesak disertai batuk atau demam?
5. Apakah sesak berkurang setelah minum obat?
6. Pada saat apakah sesaknya kambuh?
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Adakah riwayat alergi?
2. Apakah pernah mengalami trauma sebelumnya?
3. Apakah pernah menggunakan estrogen?
4. Apakah ada deep vena thrombosis?
5. Apakah pernah melakukan operasi atau tidak?
Riwayat Keluarga
1. Apakah ada riwayat asma pada anggota keluarga?
2. Apakah ada riwayat penyakit jantung pada anggota keluarga?
3. Apakah ada riwayat atopic pada anggota keluarga?
Riwayat Pengobatan
6
E. PEMERIKSAAN FISIK
Abdomen
tidak teraba besar, shifting dullnes (-), bising usus normal normal, tidak ada kelainan
Ekstremitas
: edema (-), refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada
: datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tumor (-); hepar, lien,ginjal
F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah
Hasil
Normal5
Interpretasi
Hemoglobin
12 gr %
11,5 16,5 gr %
Normal
Hematokrit
46 %
< 37 %
Meningkat
Leukosit
9.900/L
5.000-10.000/ L
Normal
Trombosit
200.000/ L
150.000-440.000/ L
Normal
LED
21 mm/jam
Meningkat
Hitung Jenis
0/13/8/69/9/1
0-1/1-3/2-6/40-60/20-40/2-
Eosinofilia
reaksi alergi
Neutrofilia
infeksi bakteri
Limfopenia
GDS
110 mg %
Normal
Ureum
40 mg/dl
10 50 mg/dl
Normal
Creatinin
1,2 mg/dl
0,6-1,3 mg/dl
Normal
SGOT
29 u/L
5-38 U/L
Normal
SGPT
30 u/L
5-41 U/L
Normal
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PRF :
Arus Puncak Ekspirasi (APE) = 35 %
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih
sederhana yaitu dengan menggunakan peak expiratory flow meter (PEFR)
8
Foto Toraks
H. DIAGNOSIS DEFINITIF
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan
diagnosis pasti yaitu asma bronkial. Hal-hal yang menunjang diagnosis tersebut, antara lain:
- Keluhan utama pasien berupa sesak napas. Sesak napas tersebut berbunyi dan
berkurang bila pasien minum obat sesak. Disertai keluhan tambahan lain
seperti batuk yang bertambah dan dahak berwarna jernih. Sesak pada pasien
ini diperburuk dengan cuaca yang bertambah dingin dan aktivitas yang
-
melelahkan.
Adanya riwayat penyakit dahulu dimana saat pasien masih kecil sering mengi,
bersin, batuk dan timbul eksim di lipat siku kedua tangan. Artinya pasien
saluran nafas sehingga udara yang mengalir ke paru berkurang. Ketidakseimbangan perfusi
ventilasi akan terjadi dan hipoksia, hiperkapnia, asidosis terjadi. Hal ini akan menstimulasi
kemoreseptor pernafasan perifer yaitu badan aortic dan carotid. Impuls akan dilanjutkan ke
kemoreseptor pernafasan sentral (medulla) sehingga peningkatann kerja nafas dan frekuensi
nafas. Ditunjukan pasien sesak nafas.
Pada pasien asma terjadi peningkatan sekresi mucus ditambah kontraksi smooth muscle
dipengaruhi Histamin. Hal ini menyebabkan obstruksi partial. Didalam paru terjadi turbulensi
aliran udara yang berkepanjangan sehingga terdengar wheezing sound.
I. PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa
Pada prinsipnya tata cara pengobatan asma dibagi atas:
1. Pengobatan Asma Jangka Pendek
2. Pengobatan Asma Jangka Panjang
a. Pengobatan Asma Jangka Pendek
Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus diberikan
sampai serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran pernapasan
yang menyempit.10,11
Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab
selaput lendir jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Macam obatnya
adalah:
1. Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napas
Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal sebagai
obat bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:
-
Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam Neo Napacin):
Aminofilin (Amicam supp)
Aminofilin (Euphilin Retard)
Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
11
Golongan Simpatomimetika:
Orsiprenalin (Alupent)
Fenoterol (berotec)
Terbutalin (bricasma)
Oleh karenanya penderita asma yang mengalami ini dianjurkan untuk minum yang banyak.
Namun tak menutup kemungkinan diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol atau Carbo
Cystein untuk membantu.10,11
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi pada asma bronkiale yaitu:
Status asmatikus
13
Terjadi apabila sudah refrakter terhadap obat-obatan yang biasanya diberikan pada saat
terjadi serangan asma. Hal ini dapat sampai menyebabkan kematian.
meningkat dan pleura parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumotoraks.
Emfisema subkutis
Terdapat udara di lemak subkutan. Biasanya terjadi bersamaan dengan pneumothorax.
Atelektasis
Sumbatan jalan nafas akibat sekret yang berlebih dapat menyebabkan pengkerutan
sebagian atau seluruh paru-paru. Jika terjadi atelektasis dapat terjadi bronkiektasis pula.
Infeksi saluran nafas
Aritmia terutama bila sebelumnya ada kelainan jantung
Gagal nafas
Disebabkan oleh obstruksi saluran nafas yang tidak segera ditangani, mismatch ventilasi-
K. PROGNOSIS
Bila segera ditangani dengan adekuat, umumnya prognosis pasien adalah baik.
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam
: Ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
14
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA BRONKIALE
Definisi
Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat
reversibel,
respon
ditandai
trakea
dan
dengan
bronkus
adanya
terhadap
periode
berbagai
bronkospasme,
rangsangan
yang
peningkatan
menyebabkan
- Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekbalan tubuh pada IgE yang
timbul terutama pada awal kehidupan dan cenderung berkurang di kemudian hari
- Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif
- Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik
- Ada riwayat keluarga yang menderita asma
- Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat
Asma ekstrinsik non atopik
Memiliki sifat-sifat antara lain
- Serangan asma timbul berhubungan dengan bermacam-macam alergen yang spesifik
- Tes kulit meberi reaksi tipe segera, tipe lambat dan ganda terhadap alergi yang
tersensitasi dapat menjadi positif
- Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik
- Timbulnya gejala cenderung pada saat akhir kehidupan atau di kemudian hari
2. Asma Kriptogenik
Asma intrinsik
Asma idiopatik
- Alergen pencetus sukar ditentukan
- Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil negatif
- Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan oleh
penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda
- Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun dan
disebut juga late onset asma
- Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali menimbulkan
kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.
- Perubahan patologi yang terjadi sama denganasma ekstrinsik, namun tidak dapat
dibuktikan dengan keterlibatan IgE
- Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan asma ekstrinsik
- Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya faktor rematoid, misalnya sel LE
- Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48%
- Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai7
Patofisiologi
16
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap bendabenda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma,
antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang
berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen
maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan
sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang
bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme
otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik
dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest.7
Manifestasi Klinik
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang
lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk
yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan
tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan
makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat.
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat
atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau
kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama
17
sekali. Batuk hamper selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain
itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat, apalagi penderita mengalami
dehidrasi.
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk
dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Tanda lain yang menyertai sesak napas
adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan
terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah.
Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH
normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas,
karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu,
terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan
konsentrasi katekolamin dalam darah. Bila tanda-tanda hipoksemia tetap ada (PaO2 <60).7
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.7
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan
rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,
maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
18
tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang
merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik
Dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan, menghindari faktor pencetus, pemberian
cairan, fisiotherapi, dan pemberian O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator
Merupakan obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec), Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang
berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler)
atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat
khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya
dihirup.
b) Santin (teofilin)
Nama obat : Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard) , Teofilin
(Amilex).
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya
berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma
akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering
merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan.
Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila
minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal
tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
c) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak. Kromalin biasanya
diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan.
d) Ketolifen
20
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang sudah
dilakukan maka didapatkan diagnosis kerja yaitu asma bronkiale. Dari anamnesis didapatkan
sesak nafas, dan sesak semakin sering kambuh dan semakin parah serangannya. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya ekspirasi memanjang dan auskultasi thorax didapatkan
ronki (+) dan wheezing (+). Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan eusinofil yang meningkat
sebagai tanda reaksi alergi. Asma bronkiale merupakan gangguan obstruksi pernapasan yang
bersifat intermiten dan reversible. Oleh sebab itu, dengan pengobatan yang adekuat dan kontrol
21
secara rutin, maka dapat sembuh kembali serta dapat mencegah serangan asma dengan menjauhi
alergen, menghindari kelelahan, serta menghindari strees psikis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price SA, Wilson LM. Pola Obstruktif pada Penyakit Pernapasan. In: Hartanto H, Susi N,
Wulansari P, Mahanani DA, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th
ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. p. 784-5.
2. Koesbijanto H, Lukitto P, Rachmad KB, Manuaba TW. dinding Toraks dan Pleura. In:
Sjamsuhidajat, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3 rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2011. p. 504, 507.
3. Price SA, Wilson LM. Penyakit Kardiovaskular dan Paru. In: Hartanto H, Susi N, Wulansari
P, Mahanani DA, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. p. 816-7.
4. Price SA, Wilson LM. Gangguan Sirkulasi. In: Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani
DA, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2006. p. 135-8.
5. Priyana A. Patologi Klinik untuk Kurikulum Pendidikan Dokter Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2007.
6. Widjaja S. EKG Praktis. Jakarta: Binarupa Aksara; 2009.
22
Asma
Bronkiale.
Available
at:
23