Anda di halaman 1dari 8

MACAM-MACAM NASKH

Oleh :
Ustadz Muslim Al-Atsari
Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VIII/1425H/2004.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8
Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016
Dimuat disitus : almanhaj.or.id
Pertama : Macam-macam naskh, dilihat dari nash yang mansukh
(dihapus) ada tiga bagian1:
1. Nash Yang Mansukh Hukumnya, Namun Lafazhnya Tetap.
Inilah jenis nash mansukh yang paling banyak. Yaitu hukum syari
dihapuskan, tidak diamalkan, namun lafazhnya tetap. Hikmah naskh jenis
ini adalah: tetapnya pahala membaca ayat tersebut dan mengingatkan
umat tentang hikmah naskh, terlebih dalam hukum yang diringankan dan
dimudahkan.
Contohnya firman Allah Azza wa Jalla.





Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu'min itu untuk berperang. Jika
ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu niscaya mereka dapat
mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang
sabar) diantaramu, maka mereka dapat mengalahkan seribu daripada
orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
mengerti. [Al Anfal :65] Ayat ini menunjukkan kewajiban bersabarnya 20
umat Islam berperang menghadapi 200 orang-orang kafir. Dan
bersabarnya 100 umat Islam berperang menghadapi 1000 orang-orang
kafir.
Kemudian hukum ini dihapus dengan firman Allah selanjutnya.
1 Lihat: Mudzakirah Ushulul Fiqh Ala Raudhatun Nazhir, hal: 127, karya Syeikh
Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi, tahqiq: Abu Hafsh Sami Al-Arabi, Darul Yaqin,;
Ushulul Fiqh, hal: 47-48, karya Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin; Syarh
Al-Waraqat Fii Ushulil Fiqh, hal: 170-173, karya Syaikh Abdullah bin Shalih AlFauzan; Taisirul Ushul, hal: 214-216, Syeikh Hafizh Tsanaullah Az-Zahidi, cet: 1,
th: 1410 H





Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah
mengetahui padamu bahwa ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu
seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus
orang; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya
mereka dapat mengalahkan dua ribu orang. Dan Allah beserta orangorang yang sabar. [Al Anfal :66]
Abdullah bin Abbas berkata:







)







(

Ketika turun (firman Allah): Jika ada dua puluh orang yang sabar
diantara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang
musuh (Al-Anfal: 65), hal itu berat atas umat Islam, yaitu ketika
diwajibkan atas mereka, bahwa satu orang tidak boleh lari menghadapi 10
(musuh). Kemudian datanglah keringanan, Allah berfirman: Sekarang
Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui padamu
bahwa ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang
sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang. (Al-Anfal:
66) Ketika Allah telah meringankan dari mereka jumlah (musuh yang wajib
dihadapi-red), kesabaranpun berkurang seukuran apa yang Allah telah
meringankan dari mereka. [HR. Bukhari, no: 4653]
Inilah contoh hukum yang mansukh di dalam Al-Quran. Penjelasan
mansukhnya hukum dalam ayat 65 surat Al-Anfal di atas, selain dari Ibnu
Abbas, juga diriwayatkan dari Mujahid, Atho, Ikrimah, Al-Hasan Al-Bashri,
Zaid bin Aslam, Atho Al-Khurosani, Adh-Dhohhak, dan lainnya. 2Orang
yang menolak adanya mansukh dalam Al-Quran telah menyelisihi
penafsiran mereka.
2 Lihat Tafsir Ibnu Katsir, surat Al-Anfal 65-66

2. Nash Yang Mansukh Lafazhnya, Namun Hukumnya Tetap.


Al-Aamidi rahimahullah menyatakan bahwa ulama telah bersepakat
atas terjadinya naskh (penghapusan) tulisan/lafazh, tanpa naskh
hukumnya, berbeda dengan anggapan kelompok yang menyendiri dari
kalangan Mutazilah.3
Hikmah naskh jenis ini adalah: agar kadar ketaatan umat kepada
Allah menjadi nampak, yaitu di dalam bersegera melakukan ketaatan dari
sumber yang zhanni rojih (persangkaan kuat), yaitu sebagian dari AsSunnah, bukan dari sumber yang seluruhnya yaqin, yaitu Al-Quran.
Sebagaimana Nabi Ibrahim Alaihissallam bersegera akan melaksanakan
penyembelihan terhadap anaknya, Nabi Ismail, dengan sumber mimpi,
sedangkan mimpi adalah tingkatan terendah jalan wahyu kepada para
nabi. Wallahu alam.4
Selain itu, di antara hikmahnya adalah apa yang dikatakan oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah. Beliau berkata:
Hikmah naskh lafazh tanpa (naskh) hukumnya adalah untuk menguji
umat terhadap amalan yang tidak mereka dapati di dalam Al-Quran, dan
mewujudkan keimanan mereka dengan apa yang Allah turunkan. Berbeda
dengan orang-orang Yahudi yang berusaha menutupi nash rajm di dalam
Taurat.5
Contoh jenis naskh ini adalah ayat rajm6Umar bin Al-Khathab berkata:




3 Al-Ihkaam 3/154, karya Al-Amidi ; dinukil dari Syarh Al-Waraqat Fii Ushulil Fiqh,
hal: 170, karya Syeikh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan

4 Lihat: Syarh Al-Waraqat Fii Ushulil Fiqh, hal: 171, karya Syeikh Abdullah bin
Shalih Al-Fauzan

5 Ushul Fiqh, hal: 48, karya Syeikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin

6 Yaitu had (hukuman) bagi pezina yang sudah menikah dengan dilempari batu
sampai mati

Sesungguhnya aku khawatir, zaman akan panjang terhadap


manusia sehingga seseorang akan berkata: Kita tidak mendapati rajm di
dalam kitab Allah, sehingga mereka menjadi sesat dengan sebab
meninggalkan satu kewajiban yang telah diturunkan oleh Allah. Ingatlah,
sesungguhnya rajm adalah haq atas orang yang berzina dan dia telah
menikah, jika bukti telah tegak, atau ada kehamilan, atau ada
pengakuan. Sufyan berkata: Demikianalh yang aku ingat. Ingatlah,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melakukan rajm, dan kita
telah melakukan rajm setelah beliau. [HR. Bukhari, no: 6829; Muslim, no:
1691; dan lainnya.
Adapun lafazh ayat rajm, disebutkan oleh sebagian riwayat dengan bunyi:

Laki-laki yang tua (maksudnya : yang sudah menikah) dan wanita


yang tua (maksudnya : yang sudah menikah) jika berzina, maka rajamlah
keduanya sungguh-sungguh, sebagai hukuman yang mengandung
pelajaran dari Allah, dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. [Lihat
Fathul Bari, 12/169, Darul Hadits, Kairo, cet: 1, th: 1419 H / 1998 M, syarh
hadits no: 6829]
3. Nash Yang Mansukh Hukumnya Dan Lafazhnya.
Contoh : ayat yang menyatakan 10 kali penyusuan mengharamkan
pernikahan. Aisyah berkata:

Dahulu di dalam apa yang telah diturunkan di antara Al-Quran


adalah: Sepuluh kali penyusuan yang diketahui, mengharamkan,
kemudian itu dinaskh (dihapuskan) dengan: Lima kali penyusuan yang
diketahui. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat dan itu
termasuk yang dibaca di antara Al-Quran. [HR. Muslim, no: 1452]
Makna perkataan Aisyah dan itu termasuk yang dibaca di antara AlQuran adalah:
Yaitu : Dibaca hukumnya, namun lafazhnya tidak.

Atau : Orang yang belum kesampaian naskh bacaannya, masih


tetap membacanya7.

Kedua : Macam-macam naskh dilihat dari nash yang naasikh


(menghapus) secara ringkas- ada empat bagian:
1. Al-Quran Dimansukh Dengan Al-Quran.
Jenis naskh ini disepakati adanya oleh para ulama, adapun orang
yang beranggapan tidak ada ayat mansukh di dalam Al-Quran, maka
perkataannya tidak dianggap.8Contohnya adalah ayat 65, yang mansukh
oleh ayat 66 dari surat Al-Anfal, sebagaimana telah kami sampaikan di
atas. Contoh lain: firman Allah Azza wa Jalla.





Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan
pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan
sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu.Yang demikian
itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tiada
memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. [Al Mujadilah :12]
Ayat ini menunjukkan kewajiban shadaqah bagi yang mampu
sebelum berbisik-bisik dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Kemudian ayat ini dimansukh ayat berikutnya yang menghapuskan
kewajiban tersebut. Lihat hal ini dalam Tafsir Ibnu Katsir. Allah Azza wa
Jalla firmanNya:





Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu
memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul Maka jika kamu
7
Lihat: Syarh Al-Waraqat Fii Ushulil Fiqh, hal: 170, karya Syaikh Abdullah bin
Shalih Al-Fauzan
8
Lihat: Mudzakirah Ala Ushul Fiqh, hal: 148, karya Syeikh Muhammad Al-Amin
Syinqithi

tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka


dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan RasulNya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Al
Mujadilah:13]
2. Al-Quran Dimansukh Dengan As-Sunnah.
Pada jenis ini ada dua bagian:
a) Al-Quran dimansukh dengan Sunnah (hadits) Mutawatir.
Pada bagian ini ulama berselisih. Diriwayatkan dari Imam Ahmad
rahimahullah bahwa beliau menyatakan: Al-Quran tidak dinaskh
(dihapus) kecuali oleh Al-Quran yang datang setelahnya. Namun
Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi rahimahullah berkata:
(Berdasarkan) penelitian, boleh dan terjadi naskh Al-Quran dengan
Sunnah Mutawatir, contohnya: dihapusnya ayat 5 kali penyusuan dengan
Sunnah Mutawatir, dihapusnya surat Al-Khulu dan Al-Hafd dengan Sunnah
Mutawatir. Dan banyak contoh lainnya.9
b) Al-Quran dimansukh dengan Sunnah (hadits) Ahad.
Pada bagian ini ulama juga berselisih. Yang rajih wallohu alam- hal ini
ada
dan
terjadi.
Contohnya:
Firman Allah Azza wa Jalla.






Katakanlah:"Aku tidak mendapati dalam wahyu yang telah diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau
binatang disembelih atas nama selain Allah. [Al Anam :145]
Ayat ini menunjukkan bahwa makanan yang diharamkan -di saat
ayat ini diturunkan- hanyalah empat jenis di atas. Ini berarti, di saat itu,
daging keledai jinak boleh dimakan, berdasarkan ayat ini. Kemudian
kebolehan ini dihapuskan hukumnya oleh hadits-hadits shahih yang
datang kemudian yang mengharamkan daging keledai jinak. Karena ayat
di atas termasuk surat Al-Anam, yang merupakan surat Makiyyah, yang

9
Mudzakiroh Ushul Fiqih, hal: 150

turun sebelum hijroh, dengan kesepakatan ulama. Adapun pengharaman


daging keledai jinak dengan Sunnah terjadi setelah itu di Khoibar.















Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
didatangi oleh seseorang yang datang, lalu mengatakan: Keledai-keledai
telah dimakan. Kemudian datang lagi kepada beliau seseorang yang
datang, lalu mengatakan: Keledai-keledai telah dimakan. Kemudian
datang lagi kepada beliau seseorang yang datang, lalu mengatakan:
Keledai-keledai telah dimakan. Kemudian beliau memerintahkan
seorang penyeru, lalu dia menyeru di kalangan orang banyak:
Sesungguhnya Alloh dan RasulNya melarang kamu dari daging keledai
jinak, sesungguhnya ia kotor/najis. Maka periuk-periuk dibalikkan,
sedangkan periuk-periuk itu mendidih (berisi) daging (keledai jinak).10
Antara ayat di atas dengan hadits yang mengharamkan daging
keledai jinak tidak bertentangan, karena waktu keduanya berbeda. Di saat
ayat di atas turun, daging keledai jinak halal, karena yang diharamkan
hanyalah empat jenis makanan. Kemudian setelah itu datang
pengharaman daging keledai jinak. [Mudzakiroh, hal: 153-155]
2. As-Sunnah Dimansukh Dengan Al-Quran.
Contoh jenis ini adalah: syariat shalat menghadap Baitul Maqdis,
yang ini berdasarkan Sunnah, dihapuskannya dengan firman Allah Azza
wa Jalla.




10
HR. Bukhari, no: 5528; Muslim, no: 1940 (35)



Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka
sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. [Al Baqarah :144]
3. As-Sunnah Dimansukh Dengan As-Sunnah.
Contoh: Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dahulu aku melarang kamu dari berziarah kubur, maka sekarang


hendaklah kamu berziarah (kubur). [HR. Muslim, no: 977]
Dengan penjelasan di atas jelaslah bahwa di dalam Al-Quran ada
nasikh (ayat yang menghapus hukum yang sudah ada sebelumnya) dan
mansukh (ayat yang dihapus) hukumnya atau lafazhnya.

Anda mungkin juga menyukai