Anda di halaman 1dari 26

BAB II

Tinjauan Pustaka
2.1 Anatomi Tiroid
Glandula thyroidea berasal dari ductus thyroglossus, dimana dala
perkembangannya akan menghilang dan sisanya pada bagian atas sebagai foramen
caecum linguae sedang bagian bawah adalah glandula thyroidea. Kelenjar ini
adalah satu-satunya kelenjar yang paling dini tumbuh7.
Kelenjar ini terletak di leher depan, berbentuk seperti huruh H, bagian
vertikal merupakan lobi sedang bagian horizontal merupakan isthmus glandula
thyroidea. Berada setinggi VC5-VT1, menutupi bagian atas trakea, sedang
masing-masing lobus meluas dari pertengahan cartilago thyroidea sampai
cartilago trachealis 4 atau 5, isthmus membentang dari cartilago trachealis 2-3.
Pada wanita kelenjar ini lebih besar dan semakin membesar pada kehamilan serta
menstruasi.7
Kadang kala dijumpai lobus ketiga pada linea mediana dari isthmus ke
cranial, disebut lobus pyramidalis. Kadangkala dijumpai lobus jaringan fibrous
atau fibromusculer (m.levator glandula) yang berupa pita yang membentang dari
corpus ossis hyoidei sampai istmus atau lobus pyramidalis.7
Kadang-kadang di sekitar lobus atau di atas isthmus dijumpai masa kecil
terpisah dari jaringan thyroid, disebut glandula thyroidea accesoria. Kelenjar ini
dibungkus oleh capsula propria (true capsula) dan capsula spuria (false capsula).
Kelenjar thyroidea tersusun atas dua macam sel sekretorik, yaitu7:
a;

b;

Sel Folikel
Sel ini mensekresi tri-iodothyronin dan tetra-iodothyronin (thyroxin)
yang memacu BMR dan pertumbuhan somatik maupun psikis individu.
Sel Parafolikuler (Sel C)
Terletak di antara folikel-folikel thyroid, mensekresi thyrocalcitonin
yang membantu deposisi garam-garam calcium pada tulang dan jaringanjaringan lain serta cenderung menimbulkan hipokalsemia. Efek ini
berlawanan dengan efek dari glandula parathyroidea.

Neurovaskuler dari kelenjar thyroidea terdiri dari :


1

a;

b;

Arteriae

A.thyroidea superior, cabang pertama a.carotis eksterna.

A.thyroidea inferior, cabang truncus thyrocervicalis

Kadang-kadang
dijumpai
a.thyroidea
ima
cabang
a.anonyma/arcus aortae dan aa.thyroidea accesoria cabang
r.trachealis/r.oesophagealis.
Venae

V.thyroidea superior, berakhir pada v.facialis/v.jugularis intern

V.thyroidea media, berakhir pada v.jugularis interna

V.thyroidea inferior, berakhir pada`v.brachiocephalica sinistra

V.thyroidea quartana (Kocher) keluar di antara v.thyroidea media


dan inferior untuk berakhir pada v.jugularis interna.
Gambar 1: anatomi tiroid

Gambar 2 : anatomi tiroid3


c; Nervus

Postganglioner symphatis dari ganglion cervicale medius, dan


sebagian dari ganglion cervicale superius dan inferius. Innervasi
bersifat vasosecresi.3
Preganglioner parasymphatis, berjalan dalam n.laryngeus
externus dan n.laryngeus reccurens. Innervasi bersifat
secremotorik.

d; Lymphe

Lymphe dicurahkan ke lnn.coli profunda (grup anterosuperior`dan


posteroinferior) dan sebagian ke lnn.pretrachealis.
2.2 Fisiologi
METABOLISME HORMON TIROID
Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang
keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin, suatu asam amino,
disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh, sehingga bukan merupakan
kebutuhan esensial dalam mekanan. Dipihak lain, iodium diperlukan untuk
sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari makanan. Pembentukan, penyimpanan
dan sekresi hormon tiroid terdiri dari langkah-langkah berikut4 :
1; Semua langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin
di dalam koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks
Golgi/retikulum endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam
2

molekul tiroglobulin sewaktu molekul besar ini diproduksi. Setelah


diproduksi, tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari sel
folikel ke dalam koloid melalui eksositosis (langkah 1)
2; Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam
koloid melalui suatu pompa iodium yang sangat aktif atau iodine-trapping
mechanism, suatu protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan
energi yang terletak di membran luar sel folikel (langkah 2). Hampir
semua iodium di tubuh dipindahkan melawan gradien konsentrasinya ke
kelenjar tiroid untuk mensisntesis hormon tiroid. Selain untuk sintesis
hormon tiroid, iodium tidak memiliki manfaat lain di tubuh.
3; Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam
molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah iodium ke tirosin menghasilkan
monoiodotirosin (MIT) (langkah 3a). Perlekatan dua iodium ke tirosin
menghasilkan diiodotirosin (DIT) (langkah 3b).
4; Kemudian, terjadi proses penggaabungan antara molekul-molekul tirosin
beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua DIT
(masing-masing mengandung dua atom iodiumir) menghasilkan
tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan
empat iodium (langkah 4a). Penggabungan satu MIT (dengan satu iodium)
dan sati DIT (dengan dua iodium) menghasilkan triiodotironin atau T3
(dengan tiga iodium) (langkah 4b). Penggabungan tidak terjadi antara dua
molekul MIT.
Pengaluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik memerlukan
proses yang agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum dikeluarkan T4 dan
T3 tetap terikat ke molekul tiroglobulin. Kedua, hormon-hormon ini disimpan di
tempat ekstrasel pedalaman, lumen folikel, sebelum dapat memasuki pembuluh
darah yang berjalan di ruang interstisium, mereka harus diangkut menembus
folikel. Proses sekresi hormon tiroid pada dasarnya melibatkan penggigitan
sepotong koloid oleh sel folikel sehingga molekul tiroglobulin terpecah menjadi
bagian-bagiannya dan peludahan T4 dan T3 bebas ke dalam darah. Apabila
terdapat rangsangan yang sesuai untuk mengeluarkan hormon tiroid, sel-sel folikel
memasukan sebagian dari kompleks hormon tiroglobulin dengan memfagositosis
sekeping koloid (langkah 5). Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran
menyatu dengan lisosom, yang enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormon
tiroid aktif secara biologid, T4 dan T3 serta iodotirosin yang nonaktif, MIT dan
DIT (langkah 6). Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik, dengan mudah
melewati membran luar sel folikel dan masuk ke dalam darah (langkah 7a). MIT
dan DIT tidak memiliki nilai endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim
yang sangat cepat mengeluarkan iodium dari MIT dan DIT, sehingga iodium yang
dibebaskan dengan didaur ulang untuk sintesis lebih banyak hormon (langkah 7b)
enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan iodium hanya dari MIT dan
DIT, yang tidak berguna, bukan dari T4 dan T34,14.
Sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian diubah menjadi T3, atau
diaktfkan, melalui proses pengeluaran satu iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80%

T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran


iodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid
yang secara bilogis aktif ditingkat sel, walaupun tiroid mengeluarkan lebih banyak
T44,14.
Setelah dikeluarkan di dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik dengan
cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang
daro 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikar (bebas). Keadaan ini
memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan
hormon tiroid memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan mampu menimbulkan
suatu efek. Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikat hormon
tiroid : globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin) yang secra selektif
mengikat hormon tiroid (55%) dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi, walaupun
namanya hanya menyebutkan secara khusus tiroksin (T4) ; albumin yang secara
non selektif mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35%
dari T3 dan thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T44.

EFEK METABOLIK HORMON TIROID


Hormon tiroid memang satu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses
tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau
hipotiroidisme berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara alin
seperti di bawah ini2,4 :
1; Termoregulasi (jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan
temperatur sub-optimal) dan kalorigenik
2; Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,
tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik

3; Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabeto-genik, karena resorpsi intestinal

meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot


menipis dan degradasi insulin meningkat.
4; Metabolisme lipid. Meski t4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses
degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih
cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kolesterol rendah. Sebaliknya pada
hipotiroidsm kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
5; Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidsme dapat dijumpai karotenemia,
kulit kekuningan.
6; Lain-lain : gangguan metabolisme kreatinin fosfat menyebabkan miopati,
tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering
terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defisiensi besi dan hipertiroidsm.
EFEK FISIOLOGIK HORMON TIROID
Efeknya membutuhkan waktu beberapa jam sampai hari. Efek genomnya
menghasilkan panas dan konsumsi oksigen meningkat, pertumbuhan, maturasi
otak dan susunan saraf yang melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena
reseptor beta adrenergik yang bertambah. Tetapi ada juga efek yang nongenomik
misalnya meningkatnya transpor asam amino dan glukosa, menurunnya enzim
tipe-2 5-deyodinasi di hipofisis. Efek fisilogi dapat berupa4,8,14:
1; Pertumbuhan Fetus. Sebelum mi 11 tiroid fetus belum bekerja, juga
TSHnya. Dalam keadaan ini karena DIII tinggi di plasenta hormon tiroid
bebas yang masuk fetus amat sedikit, karena di inaktivasi di plasenta.
Meski amat sedikit krusial, tidak adanya hormon yang cukup
menyebabkan lahirnya bayi kretin (retardasi mental dan cebol).
2; Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas.
Kedua peristiwa diatas dirangsang oleh T3 lewat Na+K+ATPase disemua
jaringan kecuali otak, testis dan limpa. Metabolisme basal meningkat.
Hormon tiroid menurunkan kadar superoksida dismutase hingga radikal
bebas anion superoksida meningkat.
3; Efek Kardiovaskular. T3 menstimulasi a). Transkripsi miosin hc-B dan
menghambat miosin hcB, akibatnya kontraksu otot miokard menguat. b).
Transkripsi Ca2+ ATPase di retikulum sarkoplasma meningkatkan tonus
diatolik. c). Mengubah konsentrasi protein G,b reseptor adrenergik,
sehingga akhirnya hormon tiroid ini punya efek yonotropik positif. Secara
klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardi.
4; Efek simpatik. Karena bertambahnya reseptor adrenergik-beta miokard,
otot skelet, lemak dan limfosit, efek pasca reseptor dan menurunnya
reseptor adrenergik alfa miokard, maka sensitivitas terhadap katekolamin
amat tinggi pada hipertiroidsme dan sebaliknya pada hipotiroidsme.
5; Efek hematopoetik. Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidsme
menyebabkan eritopoesis dan produksi eritopoetin meningkat. Volume
darah tetap namun red cell turn over meningkat.
6; Efek Gastrointestinal. Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat.
Kadang ada diare. Pada hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit

lambung melambat. Hal ini dapat menyebabkan bertambah kurusnya


seseorang.
7; Efek pada skelet. Turn over tulang meningkat resprbsi tulang lebih
terpengaruh dari pada pembentukannya. Hipertiroidisme dapat
menyebabkan osteopenia. Dalam keadaan berat mampu menghasilkan
hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan penanda hidroksiprolin dan cross-link
piridium.
8; Efefk neuromuskular. Turn over meningkat juga menyebabkan miopati
disamping hilangnya otot. Dapat terjadi kreatinuria spontan. Kontraksi
serta relaksasi otot meningkat (hiperfleksia).
9; Efek Endokrin. Hormon tiroid meningkatkan metabolik turn-over banyak
hormon serta bahan farmakologik. Contoh : waktu paruh kortisol adalah
100 menit pada orang normal tetapi menurun jadi 50 menit pada pada
hipertiroidsme dan 150 menit pada hipotiroidsme. Untuk ini perlu diingat
bahwa hipertiroidsme dapat menutupi (masking) atau memudahkan
unmusking kelainan adrenal.
PENGATURAN FAAL KELENJAR TIROID
Ada 3 dasar pengaturan faal tiroid yaitu oleh4 :
1; Autoregulasi
Seperti disebutkan di atas, hal ini lewat terbentuknya yodolipid pada
pemberian yodium banyak dan akut, dikenal sebagai efek Wolff-Chaikoff.
Efek ini bersifat selflimiting. Dalam beberapa keadaan mekanisme escape
ini dapat gagal dan terjadilah hipotiroidisme
2; TSH
TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Efek pada tiroid akan
terjadi dengan ikatan TSH dengan reseptor TSH (TSHr) di membran
folikel. Sinyal selanjutnya terjadi lewat protein G (khusus Gsa). Dari
sinilah terjadi perangsangan protein kinase oleh cAMP untuk ekspresi gen
yang penting untuk fungsi tiroid seperti pompa yodium, Tg, pertumbuhan
sel tiroid dan TPO, serta faktor transkripsi TTF1, TTF2 dan PAX8. Efek
klinisnya terlihat sebagai perubahan morfologi sel, naiknya produksi
hormon, folikel dan vaskularisasinya bertambah oleh pembentukan
gondok dan peningkatan metabolisme.
T3 intratirotrop mengendalikan sintesis dan keluarnya (mekanisme umpan
balik) sedang TRH mengontrol glikosilasi, aktivitas dan keluarnya TSH.
Beberapa obat bersifat menghambat sekresi TSH : somatostatin,
glukokortikoid, dopamin, agonis dopamin (misalnya bromokriptin), juga
berbagai penyakit kronik dan akut.
Pada morbus Graves, salah satu penyakit autoimun, TSHr ditempati dan
dirangsang oleh imunoglobulin, antibodi-anti-TSH (TSAb = thyroid
stimulating antibody, TSI = thyroid stimulat-ing immunoglobulin), yang
secara fungsional tidak dapat dibedakan oleh TSHr dengan TSH endogen.
Rentetan peristiwa selanjutnya juga tidak dapat dibedakan dengan
rangsangan akibat TSH endogen
3; TRH
TRH melewati median eminence, tempat ia disimpan dan dikeluarkan
lewat sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis. Akibatnya TSH

meningkat. Meskipun tidak ikut menstimulasi keluarnya growth hormone


dan ACTH, tetapi TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kaddang-FSH
dan LH. Apabila TSH naik dengan sendirinya kelenjar tiroid mengalami
hiperplasi dan hiperfungsi.
Sekresi hormon hipotalamus dihambat oleh hormon tiroid (mekanisme
umpan balik), TSH, dopamin, hormon korteks adrenal dan somatostatin,
serta stres dan sakit berat (non thtoidal illness).
Kompensasi penyesuaian terhadap proses umpan balik ini banyak
memberi informasi klinis, sebagai contoh, naiknya TSH serum sering
menggambarkan produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid yang kurang
memadai, sebaliknya respon yang rata (blunted response) TSH terhadap
stimulasi TRH eksogen menggambarkan supresi kronik ditingkat TSH
karena kebanyak hormon, dan sering merupakan tanda dini bagi
hipertiroidisme ringan atau subklinis.
2.3 Definisi
Menurut American Thyroid Association dan American Association of Clinical
Endocrinologists,

hipertiroidisme

didefinisikan

sebagai

kondisi

Berupa

peningkatan kadar hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar
tiroid

melebihi

normal.

Hipertiroidisme

merupakan

salah

satu

bentuk

thyrotoxicosis atau tingginya kadar hormon tiroid, T4, T3 maupun kombinasi


keduanya, di aliran darah.
Hipertiroidsme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid
yang hiperkatif. Apapun sebabnya manifestasi kliniknya sama, karena efek ini
disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T4-inti yang makin penuh9.
Hipertiroidisme adalah sindrom yang dihasilkan dari efek metabolic yang
beredar secara berlebihan oleh hormone tiroid T4, T3 atau keduanya. Subklinis
hipertiroidisme mengacu pada kombinasi konsentrasi serum TSH yang tidak
terdeteksi dan konsentrasi serum T3, T4 normal, terlepas dari ada atau tidak
adanya tanda-tanda gejala klinis12
2.4 Epidemiologi
Graves Disease menyumbang antara 60% sampai 80% dari pasien dengan
hipertiroidisme. Hal ini menyerang 10 kali lebih banyak pada wanita
dibandingkan pria, dengan risiko tertinggi onset antara usia 40 sampai 60 tahun.
Prevalensi adalah orang Asia dan Eropa. Adenoma autonom dan racun multinodular gondok lebih sering terjadi di Eropa dan daerah lain di dunia di mana
penduduk cenderung mengalami defisiensi yodium, prevalensi mereka juga lebih
tinggi pada wanita dan pada pasien yang lebih tua dari 60 tahun).

Di negara Amerika Serikat, penyakit Graves adalah bentuk yang paling umum
dari hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus tirotoksikosis akibat penyakit Graves.
Kejadian tahunan penyakit Graves ditemukan menjadi 0,5 kasus per 1000 orang
selama periode 20-tahun, dengan terjadinya puncak pada orang berusia 20-40
tahun. Gondok multinodular (15-20% dari tirotoksikosis) lebih banyak terjadi di
daerah defisiensi yodium. Kebanyakan orang di Amerika Serikat menerima
yodium cukup, dan kejadian gondok multinodular kurang dari kejadian di wilayah
dunia dengan defisiensi yodium. Adenoma toksik merupakan penyebab 3-5%
kasus tirotoksikosis.15
Prevalensi hipertiroid berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih kurang
10 per 100.000 wanita dibawah umur 40 tahun dan 19 per 100.000 wanita yang
berusia di atas 60 tahun. Prevalensi kasus hipertiroid di Amerika terdapat pada
wanita sebesar (1 ,9%) dan pria (0,9%). Di Eropa ditemukan bahwa prevalensi
hipertiroid adalah berkisar (1-2%). Di negara lnggris kasus hipertiroid terdapat
pada 0.8 per 1000 wanita pertahun.14
2.5 Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya hipertiroidisme adalah16,17 :
1; Penyakit Grave
Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid
stimulating immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir
sama dengan TSH dan menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang
lebih banyak dalam tubuh.
2; Nodul Tiroid

Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang
terdapat pada tiroid. Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7%
populasi memiliki resiko terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi
hipereaktif dan menghasilkan banyak hormon tiroid. Suatu nodul yang
hiperaktif disebut adenoma toksik dan apabila melibatkan banyak nodul
yang mengalami hiperaktif disebut sebagai goiter multinodular toksik.
Meskipun jarang ditemukan pada orang dewasa goiter multinodular toksik
dapat memproduksi lebih banyak hormon tiroid.
3; Tiroiditis
Beberapa
jenis
tiroiditis
dapat
menyebabkan
hipertiroidisme. Tiroiditis tidak menyebabkan tiroid untuk
menghasilkan hormon berlebihan. Sebaliknya, hal itu
menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor keluar
dari kelenjar yang meradang dan meningkatkan kadar
hormon dalam darah.
8

a; Tiroiditis subakut

Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid


yang dapat diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri.
b; Tiroiditis postpartum
Tiroiditis post partum diyakini kondisi autoimun dan menyebabkan
hipertiroidisme yang biasanya berlangsung selama 1 sampai2 bulan.
Kondisi ini akan terulang kembali dengan kehamilan berikutnya.
c; Tiroiditis silent
Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak menimbulkan rasa sakit,
seperti tiroiditis post partum, meskipun tiroid dapat membesar. Seperti
tiroiditis post partum, tiroiditis silent mungkin suatukondisi
autoimun.
4; Penggunaan Yodium
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon tiroid,
sehingga jumlah yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah
hormon tiroid yang dihasilkan. Pada beberapa orang, mengkonsumsi
sejumlah besar yodium dapat menyebabkan tiroid untuk membuat hormon
tiroid berlebihan. Kadang-kadang jumlah yodiumyang berlebihan
terkandung dalam obat - seperti amiodarone, yang digunakan untuk
mengobati masalah jantung. Beberapa obat batuk juga mengandung
banyak yodium.
5; Medikasi berlebihan dengan hormon tiroid
Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi hormon
tiroid lebih banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan hormon
tiroid dalam tubuh. Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan
sekresi hormon tiroid. Oleh sebab itu, penggunaan obat-obat haruslah
dengan konsultasi pada tenaga kesehatan.
2.6 Patofisiologi
Proses pengeluaran hormone tiroid yang normal adalah sebagai berikut:
Hipotalamus

Hipofisis

Tiroid

(menerima
TRH/TIH)

Kurang

Lebih

Pengeluaran TIH

Reseptor

(tiroid inhibiting

merangsang kelenjar tiroi

hormon)

TSH/T

Kadar hormon tiroid di

Sekresi

hormone

Pengeluaran Pengeluar

tubuh

tiroid ke pembuluh

hormon tiroid hormon tir

darah dan jaringan

dihentikan

Keterangan:
Panah hitam : umpan balik positif
Panah merah : umpan balik negative
Dari bagan tersebut dapat diketahui bahwa apabila terjadi suatu
peningkatan kadar hormone tiroid didalam tubuh maka akan terjadi feedback
negative menuju hipotalamus. Ketika feedback negative diterima oleh
hipotalamus, maka akan terjadi pengeluaran hormone inhibiting yang akan
menurunkan sekresi/pembuatan hormone tiroid. Proses ini terjadi ketika tiroid
tidak mengalami suatu kelainan, apabila terjadi suatu kelainan pada tiroid maka
proses yang akan terjadi adalah sebagai berikut 14
Hipotalamus

Hipofisis

Tiroid

(menerima
TRH/TIH)
Lebih

Pengeluaran TIH
(Tiroid

Kadar

hormon

tiroid di tubuh

Sekresi

Reseptor

TSH/TIH

ditutupi oleh TSI (Tiroid

Inhibiting

Stimulating

Hormone)

Imunoglobulin)

hormone

Pengeluaran Pengeluaran

tiroid ke pembuluh

hormon tiroid hormon tiroid

darah dan jaringan


makin meningkat

tidak

(T3 & T4)

dihentikan

10

(T3 & T4

Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan hormone tiroid.
Hal ini disebabkan oleh penutupan reseptor TSH dan TIH oleh Tiroid Stimulating
Inhibitor yang akan merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi hormone
tiroid secara terus menerus. Ketika produksi hormone tiroid telah dirasa cukup
oleh tubuh, maka tubuh akan memberikan umpan balik negative kepada
hipotalamus untuk mengeluarkan TIH (Tiroid Inhibiting hormone) yang akan
menurunkan produksi hormone tiroid. Dalam kejadian ini, TIH tidak akan
memberikan efek kepada kelenjar tiroid karena reseptornya ditutupi oleh TSI
sehingga kelenjar tiroid akan melanjutkan proses produksi hormone tiroidnya.
Ketika dilakukan pemeriksaan laboratorium mengenai kadar hormone tiroid,
maka akan didapatkan hasil berupa peningkatan hormone T3 dan T4 tanpa adanya
peningkatan hormone TSH (Guyton, 2007). Kejadian ini didapatkan pada kasus
penderita hipertiroidisme, yang akan menyebabkan peningkatan kadar metabolism
di dalam tubuh dan peningkatan tmbuh kembang dari penderita tersebut.14

2.7 Manifestasi Klinis


Tabel 1: Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit
Graves18
Sistem

Gejala dan Tanda

Sistem

Gejala dan Tanda

Umum

Tak tahan hawaPsikis dan saraf


panas, hiperkinesis,
capek, BB turun,
tumbuh
cepat,
toleransi obat, youth
fullness

Labil.
Iritabel,
tremor,
psikosis,
nervositas, paralisis
periodik dispneu

Gastrointestinal

Hiferdefekasi, lapar,Jantung
makan banyak, haus,
muntah,
disfagia,
splenomegali

hipertensi,
palpitasi,
jantung

Muskular

Rasa lemah

aritmia,
gagal

Darah dan limfatikLimfositosis,


anemia,

11

splenomegali, leher
membesar
Genitourinaria

Oligomenorea,
Skelet
amenorea,
libido
turun,
infertil,
ginekomastia

Kulit

Rambut
rontok,
berkeringat,
kulit
basah, silky hair dan
onikolisis

Osteoporosis,
epifisis
cepat
menutup dan nyeri
tulang

Penyakit Graves biasanya terjadi pada usia sekitar tiga puluh dan empat
puluh tahun dan lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria. Terdapat
predisposisi familial pada penyakit ini dan sering berkaitan dengan bentuk-bentuk
endokrinopati autoimun lainnya. Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok
gambaran utama, tiroidal dan ekstratiroidal dan keduannya mungkin tidak tampak.
Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hipeplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme
akibat sekeresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme
berupa manifestasi berupa hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang
berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar dan tidak tahan panas, keringat
semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan turun, sering dsertai nafsu
makan meningkat, palpitasi, takikardi dan kelemahan serta atrofi otot.6
Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang
biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50%
sampai 80% pasien ditandai oleh mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan
berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata)
dan kegagalan konvergensi. Lid lag bermanifestasi sebagai gerakan kelopak mata
yang relatif lebih lambat terhadap gerakan bola matanya sewaktu pasien diminta
perlahan-lahan melirik ke bawah. Jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi
oleh limfosit, el mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoftalmoa
(proptosis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokular
dapat hebat sekali dan pada kasus yang ekstrim penglihatan dapat terancam.
Penyakit Graves agaknya timbul sebagai manifestasi gangguan autoimun. Dalam

12

serum pasien ini ditemukan antibodi imunoglobulin (IgG). Antibodi ini agaknya
bereaksi dengan reseptor TSH atau membran plasma tiroid. Sebagai akibat
interaksi ini antibodi tersebut dapat merangsang fungsi troid tanpa tergantung dari
TSH hipofisis yang dapat mengakibatkan hipertiroid> Imunoglobulin yang
merangsang tiroid ini (TSI) mungkin diakibatka karena suatu kelainan imunitas
yang bersifat herediter, yang memungkinkan kelompokan limfosit tertentu dapat
bertahan, berkembangbiak dan mensekresi imunoglobulin stimulator sebagai
respon terhadap beberapa faktor perngsang. Respon imun yang sama
bertanggungjawab atas oftalmopati yang ditemukan pada pasien-pasien tersebut.
Goiter nodular toksik paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia
sebagai komplikasi goiter nodular kronik. Pada pasien-pasien ini, hipertiroidisme
timbul secara lambat dan manifestasi klinisnya lebih ringan daripada penyakit
Graves. Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang persisten
terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti
penurunan berat badan, lemah dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter
multinoduler pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid
difus pada pasien penyakit Graves. Penderita Goiter nodular toksik mungkin
memperlihtkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan
mata berkurang) akibat aktifitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian,
tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrasi seperti yang terlihat pada
penyakit Graves. Hipertiroidisme pada pasien dengan goiter multi nodular sering
dapat ditimbulkan dengan pemberian iodin.6.7
Penanganan goiter nodular toksik

cukup sukar. Penangan keadaan

hipertiroid dengan hipertiroid dengan obat-obat antitiroid

diikuti dengan

tiroidektomi subtotal tampaknya akan menjadi terapi pilihan. Nodul toksik dapat
dihancurkan dengan 131I, tapi goiter multi nodulat akan tetap ada, dan nodul-nodul
yang lain akan tetap menjadi toksik, sehingga dibutuhkan dosis ulangan 131I.7
Adenoma Toksik (Penyakit Plummer). Adenoma fungsional yang
mensekresi T3 dan T4 berlebihan akan menyebabkan hipertiroidisme. Lesi-lesi ini
mulai sebagai nodul panas pada scan tiroid, pelan-pelan bertambah dalam
ukuran dan bertahap mensupresi lobbus lainnya. Pasien yang khas adalah individu
tua ( biasanya lebih dari 40 tahun) yang mencatat pertumbuhan akhir-akhir ini dari

13

nodul tiroid yang telah lama ada. Terlihat gejala-gejala penurunan berat badan,
kelemahan, napas sesak, palpitasi, takikardi dan intoleransi terhadap panas.
Pemeriksaan fisisk menunjukan adanya nodul berbatas jelas pada satu sisi dengan
sangat sedikit jaringan tiroid pada sisi lainnya. Pemeriksaan laboratorium
biasanya memperlihatkan TSH tersupresi dan kadar T3 serum sangat meningkat,
dengan hanya peningkatan kadar tiroksin yang boder-line. Scan menunjukkan
bahwa nodul ini panas. Penanganan diberikan propil tiourasil 100mg tiap 6jam
atau metimazol 10 mg tiap 6 jam diikuti oleh lobektomi unilateral atau dengan
iodin radioaktif.7
Tirotoksikosis Factitia, adalah gangguan psikoneurotik dimana tiroksin
atau hormon tiroid dimakan dalam jumlah yang berlebihan, biasanya bertujuan
untuk mengendalikan berat badan. Individu biasanya adalah seorang yang
berhubungan dengan obat-obatan tiroid. Gambaran tirotoksikosis termasuk
penurunan berat badan, nervous, palpitasi, takikardi dan tremor bisa didapatkan,
tetapi tidak ada tanda-tanda atau goiter.7
Karsinoma tiroid, terutama karsinoma folikular dapat mengkonsentrasi
ion radioaktif. Terdapat beberapa kasus kanker tiroid metastatik yang disertai
hipertiroidisme. Gambaran klinis terdiri dari kelemahan, penurunan barat badan,
palpitasi, nodul tiroid tetapi tidak ad oftalmopati. Scan tubuh dengan 131I
menunjukkkan daerah-daerah dengan ambilan yang biasanya jauh dari tiroid,
contoh tulang atau paru. Terapi dengan dosis besar ion radioaktif dapat
menhancurkan deposit metastasik. 7
Krisis Tiroid adalah suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling
berat dan mengancam nyawa. Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan
dasar penyakit Graves atau struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan
faktor pencetus : infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia,
partus, stres, emosi, penghentian obat-obat antitiroid, terapi I 131, ketoasidosis
diabetikum, tromboemboli paru, penyakit serebrovaskular/stroke, palpasi tiroid
terlalu kuat.1,2
2.8 Diagnosis
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis.
Untuk ini telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan

14

anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti. Kemudian diteruskan dengen pemeriksaan


penunjang untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi9.
Tabel 3 : indeks wayne
Gejala Subyektif

Angka

Gejala Obyektif

Ada

Tidak

Disneu deffort

+1

Tiroid teraba

+3

-3

Palpitasi

+2

Bruit pada tiroid

+2

-2

Mudah lelah

+2

Eksoptalmus

+2

Suka pana

-5

Retraksi palpebra

+2

Suka dingin

+5

Palpebra terlambat

+1

Keringat banyak

+3

Hiperkinesis

+4

-2

Gugup

+2

Telapak tangan
lembab

+2

-2

Tangan basah

+1

Nadi
-3

Tangan panas

-1

< 80x/menit

Nafsu makan >>

+3

> 90x/menit

+3

Nafsu makan <<

-3

Fibrilasi atrium

+4

Berat badan >>

-3

Berat badan <<

+3

Nilai:-

< 11 : eutiroid-

> 19 : hipertiroid

11 - 18 : normal

TABEL 3: Indeks new

15

Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4, TT3 (T-total)
(dalam keadaan tertentu sebaiknya fT4 dan fT3 dan TSH, ekskresi yodium urin,
kadar tiroglobulin, uji tangkap, sintigrafi dan kadang dibutuhkan pula FNA (fine
needle aspiration biopsy), antibodi tiroid (ATPO-Ab, Atg-Ab), TSI. Tidak semua
diperlukan.9,11
Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada
pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal
keadaan membaik. Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh
hormon tiroid sehingga lamban putih (lazy pituitary). Untuk memeriksa mata
disamping klinis digunakan alat eksoftalmeter Herthl. Karena hormon tiroid
berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya ditemukan pada
semua organ kita.
Pada kelompok usia lanjut dan tanda tanda tidak sejelas pada usia muda,
malahan dalam beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain dalam hal :
a). Berat bedan menurun mencolok (usia muda 20% justru naik) b). Nafsu makan
menurun, mual, muntah dan sakit perut c). Fibrilasi atrium, payah jantung, blok
jantung sering merupakan gejala awal dari occult hyperthyroidism, takiartmia d).
Lebih jarang dijumpai takikardia (40%) e). Eye signs tidak nyata atau tidak ada f)
bukannya gelisah justru apatis (memberi gambaran masked hyperthyroidsm dan
apathetic form)10.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
16

; T4 Serum

Tes yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum


dengan teknik radioimmunoassay atau peningkatan kompetitif. Kisaran T4
dalam serum yang normal berada diantara 4,5 dan 11,5 mg/dl (58,5
hingga 150 nmol/L). T4 terikat terutama dengan TBG dan prealbumin : T3
terikat lebih longgar. T4 normalnya terikat dengan protein. Setiap factor
yang mengubah protein pangikat ini juga akan mengubah kadar T4
; T3 Serum
T3 serum mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau total T3
total, dalam serum. Sekresinya terjadi sebagai respon terhadap sekresi
TSH dan T4. Meskipun kadar T3 dan T4 serum umumnya meningkat atau
menurun secara bersama-sama, namun kadar T4 tampaknya merupakan
tanda yang akurat untuk menunjukan adanya hipertiroidisme, yang
menyebabkan kenaikan kadar T4 lebih besar daripada kadar T3. Batasbatas normal untuk T3 serum adalah 70 hingga 220 mg/dl (1,15 hingga
3,10 nmol/L)
; Tes T3 Ambilan Resin
Tes T3 ambilan resin merupakan pemeriksaan untuk mengukur
secara tidak langsung kaar TBG tidak-jenuh. Tujuannya adalah untuk
menentukan jumlah hormone tiroid yang terikat dengan TBG dan jumlah
tempat pengikatan yang ada. Pemeriksaan ini, menghasilkan indeks
jumlah hormone tiroid yang sudah ada dalam sirkulasi darah pasien.
Normalnya, TBG tidak sepenuhnya jenuh dengan hormone tiroid dan
masih terdapat tempat-tempat kosong untuk mengikat T3 berlabelradioiodium, yang ditambahkan ke dalam specimen darah pasien. Nilai
ambilan T3 yang normal adalah 25% hingga 35% yang menunjukan
bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada paa TBG sudah
ditempati oleh hormone tiroid. Jika jumlah tempat kosong rendah, seperti
pada hipertiroidisme, maka ambilan T3 lebih besar dari 35%
; Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
Sekresi T3 dan T4 oleh kelenjar tiroid dikendalikan hormone
stimulasi tiroid (TSH atau tirotropin) dari kelenjar hipofisis anterior.
Pengukuran konsentrasi TSH serum sangat penting artinya dalam
menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk
membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid
sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis
atau hipotalamus.kadar TSH dapat diukur dengan assay

17

radioimunometrik, nilai normal dengan assay generasi ketiga, berkisar


dari 0,02 hingga 5,0 U/ml.
Kadar TSH sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator fungsi
tiroid. Kadar akan berada dibawah normal pada pasien dengan
peningkatan autonom pada fungsi tiroid (penyakit graves, hiperfungsi
nodul tiroid).
;

Tes Thyrotropin Releasing Hormone


Tes Stimulasi TRH merupakan cara langsung untuk memeriksa
cadangan TSH di hipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil tes T 3
dan T4 tidak dapat dianalisa. Pasien diminta berpuasa pada malam
harinya. Tiga puluh menit sebelum dan sesudah penyuntikan TRH secara
intravena, sampel darah diambil untuk mengukur kadar TSH. Sebelum
tes dilakukan, kepada pasien harus diingatkan bahwa penyuntikan TRH
secara intravena dapat menyebabkan kemerahan pasa wajah yang
bersifat temporer, mual, atau keinginan untuk buang air kecil.

Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan precursor untuk T3 dan T4 dapat diukur
kadarnya dalam serum dengan hasil yang bisa diandalkan melalui
pemeriksaaan radioimmunoassay. Faktor-faktor yang meningkatkan atau
menurunkan aktivitas kelenjar tiroid dan sekresi T3 serta T4 memiliki efek
yang serupa terhadap sintesis dan sekresi tiroglobulin. Kadar tiroglobulin
meningkat pada karsinoma tiroid, hipertiroidisme dan tiroiditis subakut.
Kadar tiroglobulin juga dapat akan meningkat pada keadaan fisiologik
normal seperti kehamilan.

Ambilan Iodium Radioaktif


Tes ambilan iodium radioaktif dilakukan untuk mengukur
kecepatan pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid. Kepada pasien
disuntikan atau radionuklida lainnya dengan dosis tracer, dan
pengukuran pada tiroid dilakukan dengan alat pencacah skintilas
18

(scintillation counter) yang akan mendeteksi serta menghitung sinar


gamma yang dilepaskan dari hasil penguraian dalam kelenjar tiroid.
Tes ini mengukur proporsi dosis iodium radioaktif yang diberikan
yang terdapat dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu sesudah
pemberiannya. Tes ambilan iodium-radioaktif merupakan pemeriksaan
sederhana dan memberikan hasil yang dapat diandalkan.Penderita
hipertiroidisme akan mengalami penumpukan dalam proporsi yang tinggi
(mencapai 90% pada sebagian pasien).
;

Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan kelainan kistik atau
solid pada tiroid. Kelainan solid lebih sering disebabkan keganasan
dibanding dengan kelainan kistik. Tetapi kelainan kistikpun dapat
disebabkan keganasan meskipun kemungkinannya lebih kecil.
Pemeriksaan radiologik di daerah leher
Karsinoma tiroid kadang-kadang disertai perkapuran. Ini sebagai
tanda yang boleh dipegang.

Gambar 2: Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme


dapat dilihat pada skema diatas ini
2.10 Penatalaksanaan
Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya
tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan
respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya.8,9
Obat obatan
a. Obat Antitiroid :
Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol.
Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan
dengan nama metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru
beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan metimazol.

19

Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid.


Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis
hormon tiroid T-3 dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi
iodium, menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul
tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi
ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan
perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat
konversi T-4 ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang
memerlukan penurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan
metimazol adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding
PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan
jangka waktu pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan
menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan
sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan
sampai 15 tahun setelah pengobatan.
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid
biasanya diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara
klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi
hari).
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150
mg setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau
2 kali sehari.
Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena
dapat menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan
kadar hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves.
Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan
dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap
pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 20 mg perhari.
(2)
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis
tergantung pada beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai
dengan 3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40
mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat
diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila respons
pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari dan
metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan
klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal
belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan
bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor
penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.

20

Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek


samping, yaitu agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping
agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang
dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis
merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan
Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium
radioaktif.. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan,
dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi
dengan Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema,
Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek
samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar
termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan
pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian penggunaan
obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya
dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau operasi.
Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba
ganti dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau
sebaliknya.
Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit
Graves adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi
remisi. Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai
perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis
dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat
mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis
terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian
evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang menetap
dapat diprediksi pada hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid
bila ditemukan keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.
2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti
Tiroid dosis rendah.
3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.
Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat
T-3 toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis,
sementara kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai
beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis
yang dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata.
b. Obat Golongan Penyekat Beta
Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat
bermanfaat
untuk
mengendalikan
manifestasi
klinis
tirotoksikosis
(hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas

21

melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik,


obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3
melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol
umumnya berkisar 80 mg/hari.3,4
Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta
dengan durasi kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis
awal atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek
serupa dengan propranolol.
Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek
samping yang dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan
depresi, dan yang lebih jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis,
dan trombositopenia. Obat golongan penyekat beta ini dikontraindikasikan pada
pasien asma dan gagal jantung, kecuali gagal jantung yang jelas disebabkan oleh
fibrilasi atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan pada keadaan bradiaritmia,
fenomena Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi penghambat
monoamin oksidase.
c. Obat-obatan Lain
Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic
contrast, potassium perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek
menurunkan kadar hormon tiroid, tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar
pengelolaan penyakit Graves. Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada
keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi
iodium radioaktif.
Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda
dengan ukuran kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan
dengan Obat Anti Tiroid (OAT) mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun
jangka waktu pengobatan lama yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih
lama lagi. Kelemahan utama pengobatan dengan OAT adalah angka kekambuhan
yang tinggi setelah pengobatan dihentikan, yaitu berkisar antara 25% sampai 90%.
Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain dosis, lama pengobatan,
kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium yang tinggi
didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT.
Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk memantau
respons terapi, dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan kadar FT4 dan
TSH.
Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin
Yang banyak diperdebatkan adalah pengobatan penyakit Graves dengan cara
kombinasi OAT dan tiroksin eksogen. Hashizume dkk pada tahun 1991
melaporkan bahwa angka kekambuhan renddah yaitu hanya 1,7 % pada kelompok
penderita yang mendapat terapi kombinasi methimazole dan tiroksin.,
dibandingkan dengan 34,7% pada kelompok kontrol yang hanya mendapatkan
terapi methimazole.

22

Protokol
pengobatannya
adalah
sebagai
berikut
:
Pertama kali penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan,
selanjutnya 10 mg perhari ditambah tiroksin 100 g perhari selama 1 tahun, dan
kemudian hanya diberi tiroksin saja selama 3 tahun. Kelompok kontrol juga diberi
methimazole dengan dosis dan cara yang sama namun tanpa tiroksin. Kadar TSH
dan kadar TSH-R Ab ternyata lebih rendah pada kelompok yang mendapat terapi
kombinasi dan sebaliknya pada kelompok kontrol. Hal ini mengisyaratkan bahwa
TSH selama pengobatan dengan OAT akan merangsang pelepasan molekul
antigen tiroid yang bersifat antigenic, yang pada gilirannya akan merangsang
pembentukan antibody terhadap reseptor TSH. Dengan kata lain, dengan
mengistirahatkan kelenjar tiroid melalui pemberian tiroksin eksogen eksogen
(yang menekan produksi TSH), maka reaksi imun intratiroidal akan dapat ditekan,
yaitu dengan mengurangi presentasi antigen. Pertimbangan lain untuk
memberikan kombinasi OAT dan tiroksin adalah agar penyesuaian dosis OAT
untuk menghindari hipotiroidisme tidak perlu dilakukan terlalu sering, terutama
bila
digunakan
OAT
dosis
tinggi.
Pembedahan
Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan
struma yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan
eutiroid dengan pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu). Disamping itu ,
selama 2 minggu pre operatif, diberikan larutan Lugol atau potassium iodida, 5
tetes 2 kali sehari, yang dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar
dan mempermudah operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat
mengenai seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat.
Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan
oftalmopati Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan
tiroid yang ditinggalkan , dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli
bedah menyisakan 2-3 gram jaringan tiroid. Walaupun demikan kebanyakan
penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah mengalami tiroidektomi
pada penyakit Graves.
Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus recurrens merupakan
komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1% kasus.
Terapi Yodium Radioaktif
Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari
50 tahun yang lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui
efek ionisasi partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan
iradiasi local pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain
disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti dengan nekrosis seluler, dan dalam
perjalanan waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik.
Respons yang terjadi sangat tergantung pada jumlah I131 yang ditangkap dan
tingkat radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi
hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1

23

tahun. Iodine131 dengan cepat dan sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna
untuk kemudian dengan cepat pula terakumulasi didalam kelenjar tiroid.
Berdasarkan pengalaman para ahli ternyata cara pengobatan ini aman , tidak
mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat karsinogenik ataupun teratogenik. Tidak
ditemukan kelainan pada bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang pernah
mendapat pengobatan yodium radioaktif.
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau
menyusui. Pada pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium
radioaktif perlu dipastikan dulu bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain
kedua keadaan diatas, tidak ada kontraindikasi absolut pengobatan dengan yodium
radioaktif. Pembatasan umur tidak lagi diberlalukan secara ketat, bahkan ada yang
berpendapat bahwa pengobatan yodium radioaktif merupakan cara terpilih untuk
pasien hipertiroidisme anak dan dewasa muda, karena pada kelompok ini
seringkali kambuh dengan OAT.
Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang
kambuh. Reaksi alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena
massa yodium dalam dosis I131 yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram.
Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 12 minggu, dan bila perlu terapi dapat
diulang. Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obat-obat
penyekat
beta
dan
/
atau
OAT.
Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif terutama dipengaruhi oleh
besarnya dosis I131 dan beberapa faktor lain seperti faktor imun, jenis kelamin,
ras
dan
asupan
yodium
dalam
makanan
sehari-hari.
Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah
hipotiroidisme. Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis;
makin besar dosis yang diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian
hipotiroidisme.
Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 Ci/g berat jaringan
tiroid, didapatkan angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun
pertama dan sekitar 3% untuk tiap tahun berikutnya.
Efek
samping
lain
yang
perlu
diwaspadai
adalah
:
- memburuknya oftalmopati yang masih aktif (mungkin karena lepasnya antigen
tiroid dan peningkatan kadar antibody terhadap reseptor TSH), dapat dicegah
dengan
pemberian
kortikosteroid
sebelum
pemberian
I131
- hipo atau hiperparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara (ketiganya sangat
jarang terjadi)
- gastritis radiasi (jarang terjadi)
- eksaserbasi tirotoksikosis akibat pelepasan hormon tiroid secara mendadak
(leakage) pasca pengobatan yodium radioaktif; untuk mencegahnya maka sebelum
minum yodium radioaktif diberikan OAT terutama pada pasien tua dengan
kemungkinan
gangguan
fungsi
jantung.

24

Setelah pemberian yodium radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantau selama 3


sampai 6 bulan pertama; setelah keadaan eutiroid tercapai fungsi tiroid cukup
dipantau setiap 6 sampai 12 bulan sekali, yaitu untuk mendeteksi adanya
hipotiroidisme.
Pengobatan
oftalmopati
Graves
Diperlukan kerjasama yang erat antara endokrinologis dan oftalmologis
dalam menangani oftalmopati Graves. Keluhan fotofobia, iritasi dan rasa kesat
pada mata dapat diatasi dengan larutan tetes mata atau lubricating ointments,
untuk mencegah dan mengobati keratitis. Hal lain yang dapat dilakukan adalah
dengan menghentikan merokok, menghindari cahaya yang sangat terang dan debu,
penggunaan kacamata gelap dan tidur dengan posisi kepala ditinggikan untuk
mengurangi edema periorbital. Hipertiroidisme sendiri harus diobati dengan
adekuat. Obat-obat yang mempunyai khasiat imunosupresi dapat digunakan
seperti kortikosteroid dan siklosporin, disamping OAT sendiri dan hormon tiroid.
Tindakan lainnya adalah radioterapi dan pembedahan rehabilitatif seperti
dekompresi orbita, operasi otot ekstraokuler dan operasi kelopak mata.
Yang menjadi masalah di klinik adalah bila oftalmopati ditemukan pada
pasien yang eutiroid; pada keadaan ini pemeriksaan antibody anti-TPO atau
antibody antireseptor TSH dalam serum dapat membantu memastikan diagnosis.
Pemeriksaan CT scan atau MRI digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebab kelainan orbita lainnya.
Pengobatan krisis tiroid
Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan terhadap hipertiroidisme
(menghambat produksi hormon, menghambat pelepasan hormon dan menghambat
konversi T4 menjadi T3, pemberian kortikosteroid, penyekat beta dan
plasmafaresis), normalisasi dekompensasi homeostatic (koreksi cairan, elektrolit
dan kalori) dan mengatasi faktor pemicu.
Penyakit Graves Dengan Kehamilan
Wanita pasien penyakit Graves sebaiknya tidak hamil dahulu sampai
keadaan hipertiroidisme-nya diobati dengan adekuat, karena angka kematian janin
pada hipertiroidisme yang tidak diobati tinggi. Bila ternyata hamil juga dengan
status eutiroidisme yang belum tercapai, perlu diberikan obat antitiroid dengan
dosis terendah yang dapat mencapai kadar FT-4 pada kisaran angka normal tinggi
atau tepat di atas normal tinggi. PTU lebih dipilih dibanding metimazol pada
wanita hamil dengan hipertiroidisme, karena alirannya ke janin melalui plasenta
lebih sedikit, dan tidak ada efek teratogenik. Kombinasi terapi dengan tiroksin
tidak dianjurkan, karena akan memerlukan dosis obat antitiroid lebih tinggi, di
samping karena sebagian tiroksin akan masuk ke janin, yang dapat menyebabkan
hipotiroidisme.
Evaluasi klinis dan biokimia perlu dilakukan lebih ketat, terutama pada
trimester ketiga. Pada periode tersebut, kadang-kadang - dengan mekanisme yang
belum diketahui- terdapat penurunan kadar TSHR-Ab dan peningkatan kadar

25

thyrotropin receptor antibody, sehingga menghasilkan keadaan remisi spontan,


dan dengan demikian obat antirioid dapat dihentikan. Wanita melahirkan yang
masih memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui bayinya dengan aman.

2.11 komplikasi
Hipertiroid menyebabkan komplikasi terhadap jantung, termasuk fibrilasi
atrium dan kelainan ventrikel akan sulit dikontrol. Pada orang Asia terjadi episode
paralisis yang diinduksi oleh kegiatan fisik atau masukan karbohidrat dan adanya
hipokalemia dapat terjadi sebagai komplikasi. Hiperkalsemia dan nefrokalsinosis
dapat terjadi. Pria dengan hipertiroid dapat mengalami penurunan libido,
impotensi, berkurannya jumlah sperma, dan ginekomastia. Penyakit Graves dapat
memberikan komplikasi berupa oftalmopati Graves, dermopati. Krisis tiroid
dapat menyebabkan mortalitas. 2.3
2.12 Prognosis

Dubia ad bonam.2
Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10-15%.2

26

Anda mungkin juga menyukai