DISUSUN OLEH :
VANI KARTIKASARI
I11109029
I11111002
MARTA SONYA
I11111030
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Anestesi regional adalah penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat
hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk
sementara (reversible). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya.
Pasien tetap sadar. (Muhiman, 2004)
Permintaan pasien ini perlu dipertimbangkan lagi dengan melihat kondisi pasien dan
tidak membahayakan pasien.
2.3.
2.3.1.
Prokain
Prokain disintesis dan diperkenalkan tahun 1095 dengan nama dagang
novokain. Selama lebih dari 50 tahun obat ini merupakan obat terpilih untuk anestesia
lokal suntikan; namun kegunaannya kemudian terdesak oleh obat anestetik lain,
lidokain yang ternyata lebih kuat dan lebih aman dibanding dengan prokain. (Sunaryo,
2001)
a. Farmakodinamik
Analgesia sistemik. Pada penyuntikan prokain SK dengan dosis 100-800mg;
terjadi analgesia umum ringan yang derajatnya berbanding lurus dengan dosis. Efek
maksimal berlangsung 10-20 menit dan menghilang sesudah 60 menit. Efek ini
mungkin merupakan efek sentral, atau mungkin efek dietilminoetanol yaitu hasil
hidrilisis prokain. Dietilminoetanol ini juga bersifat analgesik, antiaritmia, berefek
pada anestetik lokal, dan antispasmodik yang lebih lemah daripada prokain.
Antagonisme prokain sulfonamide. Prokain dan beberapa anestetik lokal lain
dalam badan dihidrolosis menjadi PABA (para Amino Benzoid Acid), yang dapat
menghambat daya kerja sulfonamid. Oleh karena itu sebaiknya prokain dan anestetik
lokal derivat PABA lain tidak diberikan bersamaan dengan terapi sulfonamid.
Anestetik lokal bukan derivat PABA tidak menghambat kerja sulfonamid.
b. Farmakokinetik
Absorbsi berlangsung cepat dari tempat suntikan dan untuk memperlambat
absorpsi perlu ditambahkan vasokonstriktor. Sesudah diabsorpsi, prokain cepat
dihidrolisis oleh esterase dalam plasma menjadi PABA dan dietilminoetanol. PABA
dieksresi dalam urin, kira-kira 80% dalam bentuk utuh dan bentuk konjugasi. Tiga
puluh persen dietilminoetanol ditemukan dalam urin, dan selebihnya mengalami
degradasi lebih lanjut.
c. Intoksikasi
Toksisitas prokain hanya dari toksisitas kokain pada pemberian IV maupun
SK. Prokain lebih cepat dirusak dalam badan daripada kokain. Absorpsi prokain
diperlambat dengan vasokonstriktor, sehingga toksisitasnya menjadi jauh lebih ringan.
Hasil hidrolisis prokain tidak toksik.
3
Indikasi
Prokain digunakan secara suntikan untuk aanestesia infiltrasi, blokade saraf,
epidural, kaudal, dan spinal. Prokain secara IV pernah digunakan untuk mengobati
delayed serumsickness dan urtikaria; tetapi hasilnya tidak sebaik penggunaan
antihistamin.
d. Sediaan dan Posologi
Prokain HCl merupakan kristal putih yang mudah larut dalam air. Sediaan
suntik prokain HCl terdapat dalam kadar 1-2% dengan atau tanpa epinefrin untuk
anestesia infiltrasi dan blokade saraf dan 5-20% untuk anestesia spinal. Sedangkan
larutan untuk infus IV. Untuk anestesia kaudal yang terus menerus, dosis awal ialah
30ml larutan prokain 1,5%.
2.3.2.
Lidokain
Lidokain (xylocaine, dll), suatu aminoetilamida, merupakan prototipe anestetik
aminoetilamid. Pada larutan 0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2% lebih
toksik daripada prokain. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anestesi infiltrasi,
sedangkan larutan 1,0-2% untuk anestesia blok dan topikal. Anestetik ini efektif bila
digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya
bertambah, dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi
mereka yang hipersensitif terhadap prokain dan juga epinefrin. Lidokain dapat
menimbulkan kantuk. Sedian berupa larutan 0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin.
(Sunaryo, 2001)
b. Farmakokinetik
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah
otak. Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60% kadar dalam darah ibu. Di
dalam hati, lidokain mengalami dealkilasi oleh enzim oksidasi fungsi ganda (mixedfunction oxidases) membentuk monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid, yang
kemudian dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoetilglisin dan xilidid. Kedua
metabolit monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ternyata masih memiliki efek
anestetik lokal. Pada manusia, 75% dari xilidid akan dieksresi bersama urin dalam
bentuk metabolid akhir, 4 hidroksi-2-6 dimetil-anilin. (Sunaryo, 2001)
c. Toksisitas
Efek samping lidokain yang terlihat akibat peningkatan dosis meliputi
mengantuk, tinitus, gangguan pengecapan, pening, dan kedutan otot. Seiring
meningkatnya dosis, seizure, koma, serta depresi pernapasan dan gagal pernapasan
akan timbul. Depresi kardiovaskular yang signifikan secara klinis biasanya muncil
pada kadar lidokain serum yang menyebabkan efek nyata pada SSP. Metabolit aktif
mungkin berkontribusi pada beberapa efek samping ini. (Goodman, 2011)
d. Penggunaan klinis
Lidokain berguna pada hampir setiap aplikasi yang memerlukan anestetik lokal
berdurrasi sedang.
e. Indikasi
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade
saraf, anestesia epidural maupun anestesia kaudal, dan secara setempat untuk
anestesia selaput lendir. Pada anestesia infiltrasi biasanya digunakan larutan 0,250,50% dengan atau tanpa adrenalin. Tanpa adrenalin dosis total tidal boleh melebihi
200mg dalam waktu 24jam, dan dengan adrenalin tidak boleh melebihi 500mg untuk
5
jangka waktu yang sama. Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan
1-2% dengan adrenalin, untuk anestesia infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan masa
kerja kira-kira satu jam dibutuhkan dosis 0,5-1ml. Untuk blokade saraf digunakan 12ml. (Sunaryo, 2001)
Lidokain dapat pula digunakan untuk anestesia permukaan. Untuk anestesia
rongga mulut, kerongkongan dan saluran cerna bagian atas digunakan larutan 1-4%
dengan dosis maksimal 1 gram sehari dibagi dalam beberapa dosis. Pruritus di daerah
anogenital atau rasa sakit yang menyertai wasir dapat dihilangkan dengan supositoria
atau dalama bentuk salep dan krem 5%. Untuk anestesia sebelum dilakukan tindakan
sistiskopi atau katetterisasi uretra digunakan lidokain gel 2% dan sebelum dilakukan
bronkoskopi atau pemasangan pipa endotrakeal biasanya digunakan semprotan
dengan kadar 2-4%
2.3.3.
Bupivakain
a. Kerja farmakologis
Bupivakain (marcaine, sensorcaine) merupakan anestetik lokal jenis amida.
mempunyai efikasi dan potensi yang sama, namun levobupivakain tidak terlalu
kardiotoksik. (Goodman, 2011)
2.4.Klasifikasi Anastesi Regional
Klasifikasi anestesia/analgasia regional terbagi menjadi 2 bagian yaitu:
1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal.
2. Blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler, analgesia regional
intravena.
2. Posisi pasien tidur miring kanan atau ke kiri sesuai dengan posisi untuk melakukan
pungsi lumbal.
3. Disinfeksi area pungsi lumbal dan tutup dengan duk lubang steril.
4. Lakukan pungsi lumbal dengan jarum epidural dengan nomor 18 G atau 16 G pada
celah interspinosum lumbal 3-4 atau 4-5 sampai menembus ligamentum flavum.
5. Lakukan uji bebas tahanan (sebagai tanda bahwa ujung jarum sudah berada di
ruang epidural) dengan spuit berisi udara atau cairan isotonis.
6. Masukan kateter epidural melalui jarum epidural ke arah kranial sampai kateter
yang berada di ruang epidural sepanjang 2-5 cm.
7. Masukkan obat lidokain 2% atau obat yang lain sebanyak 20-30 ml sambil
melakukan aspirasi.
8. Setelah selesai tindakan, posisi pasien diatur sedemikian rupa agar posisi kepala
dan tungkai lebih tinggi dari badan.
9. Nilai ketinggian blok dengan skor Bromage, jika nilainya < 2, maka pasien boleh
pindah ruangan.
9. Neuropati
10. Nyeri pinggang
2.5.3. Blok Caudal
a. Prinsip
Efek anastesi caudal terbatas pada lumbal dan sakral, dan oleh karena itu efek
lebih sedikit pada jantung, pernapasan, dan gastrointestinal dibandingkan teknik
epidural. Kelemahan motorik terbatas pada kaki dan kehilangan sensorik biasanya
pada subumbilical. Gangguan otonom terbatas pada kandung kemih dan disfungsi
anorektal pada simpatis dan pelvic parasympaympathetic outflow terhambat. (B)
b. Indikasi
Untuk dewasa: (Smith, et al., 2009)
- Pembedahan: anorektal, gibekologi, bedah ortopedi
- Obstetri: episiotomi, pelepasan plasenta
- Nyeri kronik: coccydinia, spinal manipulation
Pediatri:
- Major abdominal, bedah tulang
- Hernia inguinal
- Bedah pada genitalia
c. Kontra Indikasi
1. Pasien tidak kooperatif
2. Pasien menolak
3. Gangguan faal homeostasis
4. Penyakit-penyakit saraf otot
5. Infeksi di daerah anorektal
6. Dehidrasi
7. Syok
8. Anemia
9. SIRS
10. Kelainan tulang sakrum
d. Cara Kerja
1. Pasang alat pantau yang diperlukan.
2. Posisi pasien tidur miring kanan atau ke kiri sesuai dengan posisi untuk melakukan
pungsi lumbal.
3. Disinfeksi area yang akan dilakukan pungsi lumbal atau kaki yang di bawah lurus
sedangkan kaki yang di atas ditekuk maksimal.
12
4. Lakukan suntikan pada hiatus sakralis dengan jarum suntik 10 ml kea rah kranial.
5. Lakukan uji bebas tahanan (sebagai tanda bahwa ujung jarum sudah berada di ruang
epidural) dengan spuit berisi udara atau cairan isotonis.
6. Masukkan obat lidokain 2% atau obat yang lain sebanyak 10 ml sambil melakukan
aspirasi.
7. Setelah selesai tindakan , posisi pasien dikembalikan telentang mendatar.
8. Keberhasilan blok dinilai dengan melihat perubahan penis menjadi dilatasi.
9. Segera pantau tekanan darah dan denyut nadi.
B. Blok Perifer
2.5.4. Blok Pleksus Brakhialis
a. Prinsip
Pleksus brakialis dibentuk oleh rami anterior C5-C8 dan T1. Rami tersebut
akan bergabung membentuk tiga trunkus di rongga antara muskulus skalene anterior
dan media kemudian melewati kosta pertama dan berjalan di bawah klavikula untuk
memasuki daerah aksila. Trunkus akan membentuk divisi anterior dan membentuk
tiga fasikulus (cord) dan akhirnya akan membentuk cabang terminal yang
13
mempersarafi sensorik dan motorik seluruh ekstremitas superior kecuali bagian bahu
yang dipersarafi oleh pleksus servikalis dan lengan atas medial dipersarafi oleh nervus
interkostobrakial dan kutaneus brakial medial.
Saraf pleksus brankialis dapat dianastesi dengan menyuntikan obat anastesi
lokal baik di daerah atas dari klavikula atau pun daerah sepanjang aksila di lengan
yang diperdarahi arteri aksilaris dan vena aksilaris. Stimulator saraf digunakan untuk
melokalisir lokasi saraf secara lebih teliti. Teknik ini dapat digunakan untuk prosedur
operasi dengan jangkauan luas dibawah siku dan akan menghasilkan efek analgesik
yang baik dalam periode segera setelah operasi. Disebabkan karena hambatan saraf
yang hilang selama beberapa jam, sangat penting untuk mengingatkan dokter bedah
dan pasien mengenai hal ini. (Lecture, 2004)
b. Indikasi
Anastesi pada pleksus branckial diindikasikan untuk variasi luas pada prosedur
operasi dan untuk mengatur nyeri akut dan kronik.
Penghambatan saraf plexus brakial secara teori memungkinkan dengan
masuknya pada berbagai tingkatan fascia, meskipun hambatan yang dihasilkan akan
beragam menurut volume dan penyebaran cairan. Ada beberapa teknik yang
dijelaskan pada tulisan ini, tetapi tiga hal yang paling umum adalah interscalene
(penghambatan pada lima cabang servikal), supraklavikular (penghambatan pada tiga
trunkus), dan aksilaris (penghambatan pada lima saraf terminal). (Smith, 2009)
1. Blok interscalene
Pendekatan interscalene ke pleksus brakialis sangat cocok digunakan untuk
operasi pada bahu, clavikula, atau lengan bagian atas. Teknik ini khususnya blok
saraf pleksus brakial (C5-C7), dengan bagian yang lebih atas untuk pleksus
servikalis (C3-C4), dan juga biasanya pada saraf ulnaris (C8-T1). Saraf pleksus
brakialis muncul dari masing-masing foramen intervetebralis dan arteri
vertebralis melewati otot scalene anterior dan media sebagai trunkus (Superior
C5-C6, Media C7, Inferior C8-T1) pada pleksus brakial.
14
15
16
17
7. Apabila pasien sudah mengalami bebas nyeri pada area distal manset proksimal.
Pompa manset yang disebelah distal.
8. Tindakan pembedahan sudah bisa dimulai.
9. Selama tindakan pembedahan, perhatikan tekanan manset dan pertahankan tekanan
sesuai dengan besarnya tekanan yang telah ditentukan di atas.
10. Apabila operasi sudah selesai dan luka operasi sudah dirawat atau dibalut,
kempeskan manset secara perlahan-lahan sampai tekanannya nol, selanjutnya
dipompa lagi perlahan-lahan, demikian seterusnya dilakukan berulang-ulang sampai
lebih kurang lima kali.
e. Penyulit
1. Angka kegagalan tinggi
2. Pasien tidak kooperatif
3. Intoksikasi obat
4. Paresis nervus aksilaris
5. Nyeri tornmiket
2.5.6. Anastesi Lokal
Analgesia atau anestesi lokal merupakan teknik anestesi yang dilakukan
dengan menyuntikaan obat anestetik lokal pada daerah atau di sekitar lokasi
pembedahan yang menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat
aferen. Jenis-jenis anestesi lokal, antara lain:
1. Analgesik topikal
2. Analgesik infiltrasi lokal
3. Blok lapangan.
1. Analgesik topikal
Merupakan tindakan dengan cara menempatkan obat anestetik lokal dengan
cara, antara lain: oles, semprot, tetes pada permukaan mukosa atau jaringan atau pada
rongga tubuh.
Indikasi:
1. Tindakan endoskopi
2. Kateterisasi saluran kemi (uretra)
3. Untuk analgesik lokal pada luka memar.
4. Cabut gigi
18
2. Pasien Menolak
Teknik:
1. Disinfeksi area tempat suntikan.
2. Suntikan obat anestetik lokal pada daerah yang akan dieksplorasi secara
merata.
3. Lakukan aspirasi untuk meyakinkan bahwa ujung jarum berada di luar
pembuluh darah.
4. Tunggu 5-10 menit untuk menunggu munculnya efek anestesi.
Penyulit:
1. Angka kegagalan tinggi
2. Pasien tidak kooperatif
3. Intoksikasi obat
3. Blok lapangan
Obat anestetik lokal disuntikan mengelilingi area yang akan dieksplorasi.
Indikasi:
1. Luka terbuka
2. Eksterpasi tumor di permukaan kulit
3. Cabut gigi.
4. Amputasi jari
5. Sirkumsisi
6. Rekonstruksi (bedah plastic) kulit.
7. Suplemen analgesik lokal pada laparotomi mini.
Kontraindikasi:
1. Pasien tidak kooperatifd
`2. Pasien menolak
Teknik:
1. Disinfeksi area.
2. Suntikan obat anestetik lokal pada area yang akan dieksplorasi secara
melingkar.
3. Sebelum obat dimasukkan, aspirasi terlebih dahulu untuk meyakinkan
bahwa ujung jarum tidak berda di dalam pembuluh darah.
4. Tunggu 5-10 menit untuk menunggu mulai kerja obat.
Penyulit:
1. Pasien tidak kooperatif
20
21
BAB III
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
Goodman dan Gilman. 2011. Goodman and Gilmans Manual Of Pharmacology and
Therapeutics. Jakarta: EGC
Kasim, Alwi dan Lucky Riawan. 2007. Bedah Dento Alveolar. Bandung: Bagian Bedah
Mulut Fakultas Kedokteran Gigi.
Muhiman, Muhadi, Said A latief, gunawarman Basuki. 2004. Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sunaryo. 2001. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4.
Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Gwinnutt, Carl L. 2004. Lecture notes on clinical anaesthesia. 2nd ed. United Kingdom: TJ
international Ltd.
Smith, T., Colin Pinnock, dan Ted L. 2009. Fundamentals of Anasthesia. Third
Edition. Newyork: Cambridge University Press.
Buckenmaier, Chester dan Lisa Bleckner. 2008. Military Advanced Regional
Anasthesia and Analgesia Handbook. Washington DC: Borden Institute.
23