Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN ANTARA ILMU DAN ETIKA, ETIKA ILMU TENTANG MORALITAS

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
FILSAFAT IPA DAN BIOETIKA
Yang dibina oleh Dr. Istamar Syamsuri,M.Pd dan Ibu Dr. Murni S,M.Si

Oleh
Erlin Fatima Halek
150341808208

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
OKTOBER 2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang cukup pesat sekarang
ini sudah menjadi realita sehari-hari bahkan merupakan tuntutan masyarakat yang tidak
dapat ditawar lagi. Tujuan utama perkembangan iptek adalah perubahan kehidupan masa
depan manusia yang lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman, memberi manfaat yang
tidak kecil bagi manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya dan membantu
manusia mangatasi sebagian masalah yang dihadapi.
Kemajuan yang dicapai berkat ilmu dan teknologi memiliki akibat positif dan juga
banyak akibat negatif. Penggunaan teknologi tanpa batas akhirnya membahayakan
kelangsungan hidup itu sendiri. Yang dibawa oleh teknologi bukan saja kemajuan,
melainkan juga kemunduran, bahkan kehancuran, jika manusia tidak segera tahu cara
membatasi diri. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan ilmiah dan
teknologi mengubah banyak sekali kehidupan manusia dan memunculkan masalahmasalah etis yang tidak pernah terduga sebelumnya.
Dengan ungkapan etika dan Ilmu pengetahuan bagi manusia akan memperkokoh dan
memperkuat hubungan mikrosomos dan makrosomos. Hubungan etika dan ilmu
pengetahuan bagaikan dua sisi mata uang tidak bisa dipisah-pisahkan. Di samping itu
apabila di kaji secara fitrah, etika manusia dan ilmu pengetahuan pada hakikatnya
berasal dari agama dan agama berasal dari Tuhan. Sebagai tantangan era global ini
bagaimana mengintegrasikan etika dan ilmu pengetahuan bagi kita semua sehingga
terwujud hubungan sinergis, sistematis dan fungsional bagi keduanya. Etika tidak
menjauhkan ilmu pengetahuan, dan demikian juga ilmu pengetahuan tidak meninggalkan
etika, tetapi ilmuan yang beretika, dan beretika dengan ilmu.
Dalam dunia bisnis, moral diterjemahkan sebagai kesesuaian kode yang telah dikenal,
doktrin, atau aturan dari suatu sistem tentang apa yang benar atau salah dan untuk
berperilaku sesuai dengan hal tersebut. Tidak ada sistem moralitas yang diterima secara
universal, dan jawaban terhadap pertanyaan Apakah moralitas itu? dapat sangat
berbeda antara tempat yang satu dengan tempat yang lainnya, kelompok yang satu
dengan kelompok lainnya,dari dari waktu ke waktu. Bagi beberapa orang moralitas
2

berarti usaha sadar dan terencana dalam menuntun perilaku seseorang dengan dasar
keadilan dan keyakinan pada agama.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian etika dan ilmu pengetahuan
2. Untuk mengetahui hubungan antara ilmu dan etika
3. Untuk mengetahui etika ilmu yang berkaitan dengan moralitas
C. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apakah pengertian etika dan ilmu pengetahuan ?
2. Bagaimanakah hubungan antara ilmu dan etika ?
3. Bagaimanakah hubungan antara etika ilmu dengan moralitas ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.

PENGERTIAN ETIKA
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno dari kata ethos (dalam bentuk tunggal) ta etha (dalam
bentuk jamak) yang berarti adat kebiasaan. Dari arti teakhir inilah menjadi latar belakang bagi
terbentuknya etika yang oleh Aristoteles (384-322 S.M) sebagai ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. etika merupakan cabang aksiologi yang pada
pokoknya membicarakan masalah predikat-predikat nilai betul( right). dan salah ( wrong )

Etika adalah cabang dari filsafat yang membicarakan tentang nilai baik- buruk. Etika
disebut juga Filsafat Moral. Etika membicarakan tentang pertimbangan- pertimbangan tentang
tindakan-tindakan baik buruk, susila tidak susila dalam hubungan antar manusia. . ada
perbedaan antara etika dan moral. Moral lebih tertuju pada suatu tindakan atau perbuatan yang
sedang dinilai, bisa juga berarti sistem ajaran tentang nilai baik buruk. Sedangkan etika adalah
adalah pengkajian secara mendalam tentang sistem nilai yang ada, Jadi etika sebagai suatu ilmu
adalah cabang dari filsafat yang membahas sistem nilai (moral) yang berlaku. Moral itu adalah
ajaran system nilai baik-buruk yang diterima sebagaimana adanya, tetapi etika adalah kajian
tentang moral yang bersifat kritis dan rasional.
Etika dibedakan dari semua cabang filsafat karena tidak hanya mempersoalkan keadaan
manusia, melainkan ia harus bertindak, dan berperilaku. Tindakan manusia adalah norma-norma
moral yang datangnya dapat berasal dari suara batin-hati nurani . Norma-norma ini merupakan
bidang dan kajian etika. Etika juga mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah,
baik, buruk dan tanggung jawab.untuk lebih memahami etika, perumusan etimologis saja tidak
cukup, perlu penelusuran melalui beberapa sumber yang dapat memberikan gambaran yang lebih
lengkap. Seringkali masyarakat awam mencampur baurkan pengertian etika, etik dan etiket.,
padahal ketiganya adalah hal yang berbeda. Etik yaitu kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan ahlak atau etik adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat. Sedangkan etiket adalah tatacara ( adat, sopan santun dan sebagainya ) di
masyarakat beradab dalam memelihara hubungan yang baik dengan sesama manusia. Dari ketiga
kata tersebut, hanya etika dan etik yang berkaitan dengan nilai, moral. Etika bahkan sering
disebut juga sebagai filsafat moral sementara etiket tidak berkaitan dengan moral. Etika
merupakan salah satu bagian dari teori tentang nilai atau yang dikenal dengan aksiologi. Selain
etika yang termasuk dalam kajian aksiologis adalah estetika atau teori tentang keindahan. Etika
sering disamakan dengan moralitas, padahal berbeda. Moralitas adalah nilai-nilai perilakuperilaku orang atau masyarakat sebagaimana bisa ditemukan dalam kehidupan real manusia
sehari-hari, yang belum disistematisasi sebagai suatu teori. Ketika perilaku-perilaku moral
dirumuskan menjadi teori-teori, maka ia disebut etika. Jadi etika secara umum bisa dikatakan
sebagai teori-teori atau studi filosofis tentang perilaku moral manusia, etika mencakup persoalanpersoalan tentang hakikat kewajiban moral, prinsip-prinsip moral dasar apa yang harus manusia
ikuti, dan apa yang baik bagi manusia.
4

Dari penjelasan tentang etika yang bersumber pada pengertian dasar, maka pemahaman
selanjutnya adalah memahami tentang etika dari aspek filosofis. Etika merupakan bagian dari
ilmu filsafat yang mempelajari berbagai nilai ( value ) yang diarahkan pada perbuatan manusia,
khususnya yang berkaitan dengan kebaikan dan keburukan dari hasil tindakannnya. Anggapan
baik dan buruk perbuatan yang dilakukan oleh seseorang merupakan penilaian orang lain
terhadap diri orang tersebut. Untuk melakukan perbuatan baik dan buruk kadang menghadapi
kesulitan adanya kepentingan atau keinginan yang sangat besar, sehingga untuk itu diperlukan
pemikiran yang rasional, artinya dalam melakukan perbuatan perlu dipertimbangkan berbagai
kemungkinan untuk senantiasa melakukan perbuatan baik. Dalam mempelajari etika harus
dilandasi pendekatan yang rasional dan kritis, agar etika dapat diterapkan dalam kehidupan
keseharian seseorang, baik dalam bekerja atau dalam melakukan hubungan dengan orang lain.
etika juga harus dilihat dan dipahami didalam cara seseorang bertindak dan berperilaku dalam
mengikuti aturan dan norma-norma moralitas yang berlaku dan bagaimana seseorang
bertanggung jawab dalam mengikuti atruran tersebut.
B. PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN
Ilmu pengetahuan yang dalam bahasa Inggris science, bahasa latin scientia berarti mempelajari
atau mengetahui. Ilmu pengetahuan berbeda dengan pengetahuan (episteme). Ilmu pengetahuan
bisa berasal dari pengetahuan tetapi tidak semua pengetahuan itu adalah ilmu. Ada beberapa
syarat suatu pengetahuan dikategorikan ilmu.
Menurut I.R. Poedjowijatno ilmu pengetahuan memiliki beberapa syarat: (Abbas Hamami: 4)
1. Berobjek: objek material sasaran/bahan kajian, objek formal yaitu sudut pandang
pendekatan suatu ilme terhadap objeknya
2. Bermetode, yaitu prosedur/cara tertentu suatu ilmu dalam usaha mencari kebenaran
3. Sistematis, ilmu pengetahuan seringkali terdiri dari beberapa unsur tapi tetap merupakan
satu kesatuan. Ada hubungan, keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang
lain.
4. Universal, ilmu diasumsikan berlaku secara menyeluruh, tidak meliputi tempat tertentu
atau waktu tertentu. Ilmu diproyekasikan berlaku seluas-luasnya.
Adapun ilmu pengetahuan memilki beberapa sifat:
1. Terbuka: ilmu terbuka bagi kritik, sanggahan atau revisi baru dalam suatu dialog
ilmiah sehingga menjadi dinamis.

2. Milik umum, ilmu bukan milik individual tertentu termasuk para penemu teori
atau hukum. Semua orang bisa menguji kebenarannya, memakai, dan
menyebarkannya.
3. Objektif: kebenaran ilmu sifatnya objektif. Kebenaran suatu teori, paradigma atau
aksioma harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan. Ilmu dalam
penyusunannya harus terpisah dengan subjek, menerangkan sasaran perhatiannya
sebagaimana apa adnya.
4. Relatif: walaupun ilmu bersifat objektif, tetapi kebenaran yang dihasilkan bersifat
relative/tidakl mutlak termasuk kebenaran ilmu-ilmu alam. Tidak ada kebenaran
yang absolut yang tidak terbantahkan, tidak ada kepastian kebenaran, yang ada
hanya tingkat probabilitas yang tinggi.
C. HUBUNGAN ANTARA ETIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
Pada dasarnya manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka
hanya memfungsikan ilmu pengetahuan dalam arah yang tidak terbatas sehingga dapat
dipastikan bahwa manfaat pengetahuan mungkin akan diarahkan untuk hal-hal yang destruktif.
Di mana manusia menjatuhkan pilihannya dalam memanfaatkan ilmu pengetahuannya amatlah
nihil kebaikan yang diperoleh atau bahkan dapat menyebabkan kehancuran.
Ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang menjalin dan taat dari ungkapanungkapan yang bersifat benar tidaknya dapat ditentukan. Kalau demikian apapun yang
dilaksanakan oleh sebuah ilmu pengetahuan ialah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang logis,
sahih dan penilaian mengenai hal-hal yang memang demikian atau tidak. Jadi bukan tugasnya
berbicara mengenai yang seharusnya demikian atau tidak sehingga etika dapat berperan dalam
tingkah laku seorang ilmuwan.
Nilai menyangkut etika moral dan tanggung jawab manusia dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan untuk digunakan kemaslahatan manusia sehingga penerapannya juga punya bias
negatif atau destruktif sehingga diperlukan patron nilai dan norma untuk mengendalikan potensi
ilmu pengethuan di sinilah etika menjadi ketentuan mutlak, yang akan menjadi well supporting
bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan derajat hidup serta
kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.

Menurut Charis Zubeir dalam bukunya Kajian Filsafat Ilmu; Dimensi Etik dan Astetik Ilmu
Pengetahuan Manusia menyebutkan ada dua kelompok yang memandang hubungan ilmu
pengetahuan dan etika. Kelompok pertama memandang bahwa ilmu pengetahuan harus bersifat
netral, bebas dari nilai-nilai, dalam hal ini fungsi ilmu pengetahuan selanjutnya terserah pada
orang lain untuk mempergunakan tujuan baik atau buruk. Kelompok kedua berpendapat bahwa
kenetralan terhadap nilai hanya terbatas pada kaidah keilmuannya tetapi dalam penggunaannya
pemilihan objek penelitiannya, kegiatan keilmuan harus berlandas pada asas penilaian yang baik
atau buruk dalam etika. Persoalan mengenai nilai etika yang menimbulkan dilemma mana yang
baik, benar di sinilah etika memainkan peranan penting mengenai apa yang seharusnya atau
terkait dengan apa yang baik dan tidak baik serta apa yang salah dan apa yang benar. Sehingga
etika menjadi acuan atau panduan bagi ilmu pengetahuan dalam realisasi pengembangannya.
Kenyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai-nilai yang letaknya di
luar ilmu pengetahuan, dapat diungkapkan juga rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan
seharusnya bebas. Namun demikian jelaslah kiranya kebebasan yang dituntut ilmu pengetahuan
sekali-kali tidak sama dengan ketidakterikatan mutlak. Patutlah kita menyelidiki lebih lanjut
mengenai kebebasan ini.
Etika memang tidak dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat otonom, tetapi tidak
dapat disangkal peranannya dalam perbincangan ilmu pengetahuan. Tanggung jawab etika,
merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan
hal ini terjadi keharusan itu memperhatikan kodrat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem,
bertanggung jawab pada kepentingan umum serta kepentingan generasi mendatang. Karena pada
dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan eksistensi manusia bukan
menghancurkan eksistensi manusia.
Pada prinsipnya ilmu pengetahuan tidak dapat dan tidak perlu. Kemajuan ilmu
pengetahuan dengan demikian, memerlukan visi moral yang tepat. Manusia dengan ilmu
pengetahuan akan mampu untuk berbuat apa saja yang diinginkan namun pertimbangan tidak
hanya sampai pada apa yang dapat diperbuat dan apa yang seharusnya diperbuat. Pada dasarnya
mengupayakan rumusan konsep etika dan ilmu pengetahuan harus sampai kepada rumusan yang
normatif yang berupa pedoman pengarahan konkret, bagaimana keputusan tindakan manusia di
bidang ilmu pengetahuan harus dilakukan.

Etika membuktikan kemampuan menyelesaikan masalah konkret tidak sekedar


memberikan isyarat dan pedoman umum melainkan langsung melibatkan diri dalam peristiwa
aktual dan faktual manusia, sehingga terjadinya hubungan timbal balik dengan apa yang
seharusnya terjadi. Etika berdasarkan interaksi antara keadaan etika sendiri dengan masalahmasalah yang membumi.Pengembangan ilmu harus berpijak pada proyeksi tentang kemungkinan
yang secara etis diterima oleh masyarakat atau individu manusia selaku pengguna atau penerima
ilmu harus dapat dipertanggungjawabkan pihak yang mengembangkan ilmu, sehingga dalam
proses pengambilan keputusan karena berpijak pada penentu pertimbangan moral dari
pengembangan ilmu.
D. KLASIFIKASI ETIKA
Secara umum etika diklasifikasikan menjadi dua jenis:

a. Etika deskriptif yang menekan pada pengkajian ajaran moral yang berlaku, membicarakan
masalah baik-buruk tindakan manusia dalam hidup bersama.

b. Etika normatif, suatu kajian terhadap ajaran norma baik buruk sebagai suatu fakta, tidak perlu
perlu mengajukan alasan rasional terhadap ajaran itu, cukup merefleksikan mengapa hal itu
sebagai suatu keharusan.

E. PENGERTIAN MORALITAS
Moralitas berasal dari kata dasar moral berasal dari kata mos yang berarti kebiasaan.
Kata mores yang berarti kesusilaan, dari mos, mores. Moral adalah ajaran tentang baik
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain; akhlak budi
pekerti; dan susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani; bersemangat; bergairah;
berdisiplin dan sebagainya.
Secara etimologis kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa latin, bentuk jamaknya
mores, yang artinya adalah tata cara atau adat-istiadat. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia( 1989:592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti atau susila. secara
terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral, yang dari segi substansif materiilnya
tidak ada perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda. widjaja (1985: 154). menyatakan
bahwa moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak). Al-Ghazali
(1994: 31) mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai
(watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya
perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan

sebelumnya. Sementara itu Wila Huky, sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso (1986: 22)
merumuskan pengertian moral secara lebih komprehensif rumsan formalnya sebagai berikut :
1. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar
tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu.
2. Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau
agama tertentu
3. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran,
bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik , sesuai dengan nilai
dan norma yang berlaku dalam lingkungannya
Agar diperoleh pemahaman yang lebih jelas perlu diberikan ulasan bahwa substansi
materiil dari ketiga batasan tersebut tidak berbeda, yaitu tentang tingkah laku. Akan tetapi bentuk
formal ketiga batasan tersebut berbeda. Batasan pertama dan kedua hampir sama, yaitu
seperangkat ide tentang tingkah laku dan ajaran tentang tingkah laku.Sedangkan batasan ketiga
adalah tingkah laku itu sendiri Pada batasan pertama dan kedua, moral belum berwujud tingkah
laku, tapi masih merupakan acuan dari tingkah laku. Pada batasan pertama, moral dapat
dipahami sebagai nilai-nilai moral. Pada batasan kedua, moral dapat dipahami sebagai nilai-nilai
moral atau norma-norma moral. Sedangkan pada batasan ketiga, moral dapat dipahamisebagai
tingkah laku, perbuatan, atau sikap moral. Namun demikian semua batasan tersebut tidak salah,
sebab dalam pembicaraan sehari-hari, moral sering dimaksudkan masih sebagai seperangkat ide,
nilai, ajaran, prinsip, atau norma. Akantetapi lebih kongkrit dari itu , moral juga sering
dimaksudkan sudah berupa tingkah laku, perbuatan, sikap atau karakter yang didasarkan pada
ajaran, nilai, prinsip, atau norma.
Moralitas yang secara leksikal dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur
pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik
dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu
azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat. Secara terminologi moralitas diartikan
oleh berbagai tokoh dan aliran-aliran yang memiliki sudut pandang yang berbeda:
Franz Magnis Suseno menguraikan moralitas adalah keseluruhan norma-norma, nilai-nilai
dan sikap seseorang atau sebuah masyarakat. Menurutnya, moralitas adalah sikap hati yang
terungkap dalam perbuatan lahiriah (mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan
sepenuhnya dari hati), moralitas terdapat apabila orang mengambil sikap yang baik karena Ia
9

sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan ia mencari keuntungan. Moralitas
sebagai sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.
Pengertian moralitas menurut para ahli :
1.

W. Poespoprodjo, moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu
kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk atau dengan kata lain

moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia.


2. Immanuel Kant, mengatakan bahwa moralitas itu menyangkut hal baik dan buruk, yang
dalam bahasa Kant, apa yang baik pada diri sendiri, yang baik pada tiap pembatasan sama
sekali. Kebaikan moral adalah yang baik dari segala segi, tanpa pembatasan, jadi yang
baik bukan hanya dari beberapa segi, melainkan baik begitu saja atau baik secara mutlak.
3. Emile Durkheim mengatakan, moralitas adalah suatu sistem kaidah atau norma mengenai
kaidah yang menentukan tingka laku kita. Kaidah-kaidah tersebut menyatakan bagaimana
kita harus bertindak pada situasi tertentu. Dan bertindak secara tepat tidak lain adalah taat
secara tepat terhadap kaidah yang telah ditetapkan.
Dari pengertian tersebut, disimpulkan bahwa moralitas adalah suatu ketentuan-ketentuan
kesusilaan yang mengikat perilaku sosial manusia untuk terwujudnya dinamisasi kehidupan di
dunia, kaidah (norma-norma) itu ditetapkan berdasarkan konsensus kolektif, yang pada dasarnya
moral diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.
F. ETIKA DAN AJARAN MORAL
Etika perlu dibedakan dari moral. Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan
norma moral yang terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan bagaimana
orang harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan sistematik terhadap anggapan tentang apa
yang bernilai serta kewajiban manusia, Sumber langsung ajaran moral ialah pelbagai orang
dalam kedudukan yang berwenang, misalnya orang tua, guru/dosen, pemuka masyarakat dan
agama, atau secara tidak langsung dari tulisan para bijak, misalnya yang tertulis dalam lontara.
etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika merupakan filsafat yang
merefleksikan ajaran moral. Pemikiran filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional,
kritis, mendasar, sistematik dan normatif (tidak sekadar melaporkan pandangan moral melainkan
menyelidiki bagaimana pandangan moral yang sebenarnya).
Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan merupakan filsafat
atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika
10

adalah sebuah ilmu, bukan suatu ajaran, sehingga mempunyai tingkatan yang berbeda.
Yang mengatur bagaimana kita harus hidup adalah ajaran moral. Etika berkaitan
dengan pengertian

mengenai

mengapa kita

harus

mengikuti

ajaran

moral

tertentu,

atau bagaimana sikap kita yang bertanggungjawab terhadap pelbagai ajaran moral. Etika
berusaha untuk mengerti mengapa atau atas dasar apa kita harus hidup menurut normanorma tertentu.
Pluralisme moral diperlukan karena:
1. pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan suku,daerah budaya dan agama
yang hidup berdampingan;
2. modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai kebutuhan masyarakat yang
akibatnya menantang pandangan moral tradisional;
3. berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan, masing-masing dengan
ajarannyasendiri tentang bagaimana manusia harus hidup.Etika sosial dibagi menjadi:
Sikap terhadap sesama;
Etika keluarga;
Etika profesi, misalnya etika untuk dokumentalis, pialang informasi;
Etika politik
Etika lingkungan hidup; serta
Kritik ideologi.

G. SIKAP-SIKAP KEPRIBADIAN MORAL YANG KUAT


1.

Kejujuran
Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah kejujuran. Tanpa

kejujuran kita sebagai manusia tidak dapat maju selangkah pun karena kita belum berani menjadi
diri kita sendiri. Tanpa kejujuran keutamaan-keutamaan moral lainnya kehilangan nilai mereka.
Bersikap baik terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran, adalah kemunafikan dan sering
beracun. Hal yang sama berlaku bagi sikap tenggang rasa dan mawas diri: tanpa kejujuran dua
sikap itu tidak lebih dari sikap berhati-hati dengan tujuan untuk tidak ketahuan maksud yang
sebenarnya.

11

Bersikap jujur terhadap orang lain berarti dua: Pertama, sikap terbuka, kedua
bersikap fair. Terbuka berarti: orang boleh tahu, siapa kita ini. Dengan terbuka tidak dimaksud
bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau bahwa orang
lain berhak untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita. Kita berhak atas batin kita.
Melainkan yang dimaksud ialah bahwa kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri. Sesuai
dengan keyakinan kita. Kita tidak menyembunyikan wajah kita yang sebenarnya.
Kedua, terhadap orang lain orang jujur bersikap wajar atau fair: ia memperlakukannya
menurut standar-standar yang diharapkannya dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Ia
menghormati hak orang lain, ia selalu akan memenuhi janji yang diberikan, juga terhadap orang
yang tidak dalam posisi untuk menuntutnya. Ia tidak pernah akan bertindak bertentangan dengan
suara hati atau keyakinannya. Keselarasan yang berdasarkan kepalsuan, ketidakadilan dan
kebohongan akan disobeknya.
Langkah awal untuk menerapkan sikap tersebut adalah dengan kita berhenti membohongi
diri kita sendiri. Kita harus berani melihat diri seadanya. Kita harus berhenti main sandiwara,
bukan hanya terhadap orang lain, melainkan terhadap kita sendiri. Kita perlu melawan
kecondongan untuk berasionalisasi, menghindari show dan pembawaan berlebih-lebihan. Orang
jujur tidak perlu mengkompensasikan perasaan minder dengan menjadi otoriter dan menindas
orang lain. maka amatlah penting agar kita mulai menjadi jujur.
2.

Nilai-nilai otentik
Di sini tempatnya untuk beberapa kata tentang sesuatu yang erat hubungannya dengan hal

kejujuran dan juga sangat penting kalau kita mau menjadi orang yang kuat dan matang: Kita
harus menjadi otentik. Otentik berarti, kita menjadi diri kita sendiri. Kita bukan orang jiplakan,
orang tiruan, orang-orangan yang hanya bisa membeo saja, yang tidak mempunyai sikap dan
pendirian sendiri karena ia dalam segala-galanya mengikuti mode, atau pendapat umum dan arah
angin.
Ketidakotentikan itu bisa terdapat di segala bidang nilai. Begitu halnya orang yang dalam
segala-galanya mengikuti mode. Atau orang yang merasa malu apabila tidak tahu lagu pop
terakhir, atau yang takut ketinggalan zaman kalau kelihatan tidak memakai spray pembersih
12

meja mutakhir. Atau di bidang estetis, kalau orang kaya suka arsitektur gaya Spanyol, tetapi
hanya karena gaya itu sedang in di kalangan orang berada masa kini dan bukan karena ia
memang meminatinya. Di bidang politik seorang mahasiswa yang kritis dan pemberontak
karena itulah gaya mahasiswa, tetapi di rumahnya ia bersikap feodal. Atau sebaliknya si pejabat
yang menghafalkan semua istilah penataran ideologi negara. Otentik berarti asli. Manusia
otentik adalah manusia yang menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya,
dengan kepribadiannya yang sebenarnya. Manusia yang tidak otentik adalah manusia yang
dicetak dari luar, yang dalam segala-galanya menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan;
orang yang seakan-akan tidak mempunyai kepribadian sendiri melainkan terbentuk oleh peranan
yang ditimpakan kepadanya oleh masyarakat.
Ketidakotentikan itu bisa terdapat di segala bidang nilai. Begitu halnya orang yang dalam
segala-galanya mengikuti mode. Atau orang yang merasa malu apabila tidak tahu lagu pop
terakhir, atau yang takut ketinggalan zaman kalau kelihatan tidak memakai spray pembersih
meja mutakhir. Atau di bidang estetis, kalau orang kaya suka arsitektur gaya Spanyol, tetapi
hanya karena gaya itu sedang in di kalangan orang berada masa kini dan bukan karena ia
memang meminatinya. Di bidang politik seorang mahasiswa yang kritis dan pemberontak
karena itulah gaya mahasiswa, tetapi di rumahnya ia bersikap feodal. Atau sebaliknya si pejabat
yang menghafalkan semua istilah penataran ideologi negara.
3. Kesediaan untuk bertanggung jawab
Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita. Kita merasa
terikat untuk menyelesaikannya, demi tugas itu sendiri. Sikap itu tidak memberikan ruang pada
pamrih kita.

Kita akan melaksanakannya dengan sebaik mungkin, meskipun dituntut

pengorbanan atau kurang menguntungkan atau ditentang oleh orang lain. Tugas itu bukan
sekedar masalah di mana kita berusaha untuk menyelamatkan diri tanpa menimbulkan kesan
yang buruk, melainkan tugas itu kita rasakan sebagai sesuatu yang mulai sekarang harus kita
emong, kita pelihara, kita selesaikan dengan baik, bahkan andaikata tidak ada orang yang
perduli. Merasa bertanggung jawab berarti bahwa meskipun orang lain tidak melihat, kita tidak
merasa puas sampai pekerjaan itu diselesaikan sampai tuntas.

13

Kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk diminta, dan untuk
memberikan, pertanggungjawaban atas tindakan-tindakannya, atas pelaksanaan tugas dan
kewajibannya. Kalau ia ternyata lalai atau melakukan kesalahan, ia bersedia untuk dipersalahkan.
Ia tidak pernah akan melemparkan tanggung jawab atas suatu kesalahan yang diperbuatnya
kepada bawahan. Sebaliknya, sebagai atasan ia, dengan hubungan dengan pihak luar, bersedia
untuk mengaku bertanggung jawab atau suatu keteledoran, meskipun yang sebenarnya
bertanggung jawab adalah seorang bawahan. kesediaan untuk bertanggung jawab demikian
adalah tanda kekuatan batin yang sudah mantap.
4. Kemandirian moral
Keutamaan ketiga yang perlu kita capai apabila kita ingin mencapai kepribadian moral
yang kuat adalah kemandirian moral. Kemandirian moral berarti bahwa kita pernah ikut-ikutan
saja dengan pelbagai pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk
penilaian dan pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengannya. Jadi kita bukan bagaikan balon
yang selalu mengikuti angin. Kita tidak sekedar mengikuti apa yang biasa. Kita tidak
menyesuaikan pendirian kita dengan apa yang mudah, enak, kurang berbahaya. Baik faktorfaktor dari luar: lingkungan yang berpendapat lain, kita dipermalukan atau diancam, maupun
faktor-faktor dari batin kita: perasaan malu, oportunis, malas, emosi, pertimbangan untung rugi,
tidak dapat menyelewengkan kita dari apa yang menjadi pendirian kita.
Kemandirian moral adalah kekuatan batin untuk mengambil sikap moral sendiri dan untuk
bertindak sesuai dengannya. Kekuatan untuk bagaimanapun juga tidak mau berkongkalikong
dalam suatu urusan atau permainan yang kita sadari sebagai tidak jujur, korup atau melanggar
keadilan. Mandiri secara moral berarti bahwa kita tidak dapat beli oleh mayoritas, bahwa kita
tidak pernah akan rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu melanggar keadilan.
5. Keberanian moral
Keberanian moral berarti berpihak pada yang lebih lemah melawan yang kuat, yang
memperlakukannya dengan tidak adil. Keberanian moral tidak menyesuaikan diri dengan
kekuatan-kekuatan yang ada kalau itu berarti mengkrompomikan kebenaran dan keadilan.

14

Orang yang berani secara moral akan membuat pengalaman yang menarik. Setiap kali ia
berani mempertahankan sikap yang diyakini, ia merasa lebih kuat dan berani dalam hatinya,
dalam arti bahwa ia semakin dapat mengatasi perasaan takut dan malu yang sering
mengecewakan dia. Ia merasa lebih mandiri. Ia bagaikan batu karang di tengah-tengah sungai
yang tetap kokoh dan tidak ikut arus. Ia memberikan semangat dan kekuatan berpijak bagi
mereka yang lemah, yang menderita akibat kezaliman pihak-pihak yang kuat dan berkuasa.
6. Kerendahan hati
Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya.
Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya, melainkan juga kekuatannya. Tetapi
ia tahu bahwa banyak hal yang dikagumi orang lain padanya bersifat kebetulan saja. Ia sadar
bahwa kekuatannya dan juga kebaikannya terbatas. Tetapi ia telah menerima diri. Ia tidak gugup
atau sedih karena ia bukan seorang manusia super. Justru karena itu ia kuat. Ia tidak mengambil
posisi berlebihan yang sulit dipertahankan kalau ditekan. Ia tidak perlu takut bahwa
kelemahannya ketahuan.ia sendiri sudah mengetahuinya dan tidak menyembunyikannya. Maka
ia adalah orang yang tahu diri dalam arti yang sebenarnya.
Kerendahan hati ini tidak bertentangan dengan keberanian moral, melainkan justru
prasyarat kemurniannya. Tanpa kerendahan hati keberanian moral mudah menjadi kesombongan
atau kedok untuk menyembunyikan, bahwa kita tidak rela untuk memperhatikan orang lain, atau
bahkan bahwa kita sebenarnya takut dan tidak berani untuk membuka diri dalam dialog kritis.
Justru orang yang rendah hati sering menunjukkan daya tahan yang paling besar apabila betulbetul harus diberikan perlawanan. Orang yang rendah hati tidak merasa diri penting dan karena
itu berani untuk mempertaruhkan diri apabila ia sudah meyakini sikapnya sebagai tanggung
jawabnya.
7. Realistis dan kritis
Sikap realistis tidak berarti bahwa kita menerima realitas begitu saja. Kita mempelajari
keadaan dengan serealis-realisnya supaya dapat kita sesuaikan dengan tuntutan prinsip-prinsip
dasar. Dengan kata lain, sikap realistis mesti berbarengan dengan sikap kritis. Tanggung jawab
moral menuntut agar kita terus-menerus memperbaiki apa yang ada supaya lebih adil, lebih
15

sesuai dengan martabat manusia, dan supaya orang-orang dapat lebih bahagia. Prinsip-prinsip
moral dasar adalah norma kritis yang kita letakkan pada keadaan.
Sikap kritis perlu juga terhadap segala macam kekuatan, kekuasaan dan wewenang dalam
masyarakat. Kita tidak tunduk begitu saja, kita tidak dapat dan tidak boleh menyerahkan
tanggung jawab kita kepada mereka. Penggunaan setiap wewenang harus sesuai dengan keadilan
dan bertujuan untuk menciptakan syarat-syarat agar semakin banyak orang dapat lebih bahagia.
Tak pernah martabat manusia boleh dikorbankan. Di luar tujuan itu wewenang mereka berhenti.
Begitu pula segala macam peraturan moral tradisional perlu disaring dengan kritis. Peraturanperaturan itu pernah bertujuan untuk menjamin keadilan dan mengarahkan hidup masyarakat
kepada kebahagiaan. Tetapi apakah sekarang masih berfungsi demikian ataukah telah menjadi
alat untuk mempertahankan keadaan yang justru tidak adil dan malahan membawa penderitaan?
tanggung jawab moral yang nyata menuntut sikap realistis dan kritis. Pedomannya ialah untuk
menjamin keadilan dan menciptakan suatu keadaan masyarakat yang membuka kemungkinan
lebih besar dari anggota-anggota untuk membangun hidup yang lebih bebas dari penderitaan dan
lebih bahagia.
Dalam kenyataannya sikap-sikap tersebut memang sangatlah sulit untuk diterapkan
namun dengan adanya tekad yang bulat dan keyakinan yang mantap. Dan dengan cara kita
senantiasa melatih diri untuk selalu mengamalkan dan memelihara sikap-sikap tersebut. Maka
dengan seiring berjalannya waktu sikap-sikap tersebut akan mudah kita terapkan dengan
sendirinya. Dan dengan demikian kita pasti akan menjadi sosok pribadi yang memiliki etika dan
moral yang mantap.
F. APLIKASI NILAI MORAL PADA ILMU KEALAMAN
Dalam aplikasinya nilai moral/humaniora dari ilmu kealaman ini adalah:
a. Menuju kearah cita-cita kemanusiaan yang luhur, yaitu kesejahteraan.
Contohnya Penemuan mesin uap oleh James Waat (1765). Dunia permesinan terus
berkembang. Perkembangan ini terjadi di seluruh sektor kehidupan manusia.
Perkembangan ini menghantar ke arah kehidupan manusia yang semakin sejahtera.

16

b. Mengarah pada immoral yang tidak saja bisa melenyapkan nilai luhur tersebut, tetapi
juga bisa melenyapkan eksistensi manusia itu sendiri.
Contohnya Pembuatan produk sampingan yang dapat mengancam kehidupan manusia.
Misalnya pembuatan bom nuklir yang diduga pemanfaatannya dapat menelan korban
jiwa
Selain itu Aplikasi etika dan moral dalam dunia modern contohnya Kejahatan Hecker.
Hecker merupakan kecemasan pada
ilmu kealaman khususnya pada sistem
komputerisasi. Hecker ini dijuluki pada seorang anggota ornagisasi atau amahasiswa
yang memiliki keahlian dalam bidang komputer dan mampu membuat program
komputeryang lebih baik daripada yang telah dirancang.
perkembangannya hecker berkembang menjadi sesuatu yang

Namun

dalam

merugikan dalam alat

teknologi ini. Banyak kasus kejahatan yang dilakukan oleh hacker misalnya pembobolan
rekening, deafcing (merubah tampilan website, menyisipkan kode-kode virus komputer
dsb.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Etika merupakan salah satu bagian dari teori tentang nilai atau yang dikenal dengan
aksiologi. Selain etika yang termasuk dalam kajian aksiologis adalah estetika atau teori
tentang keindahan. Etika sering disamakan dengan moralitas, padahal berbeda. Moralitas
adalah nilai-nilai perilaku-perilaku orang atau masyarakat sebagaimana bisa ditemukan
dalam kehidupan real manusia sehari-hari, yang belum disistematisasi sebagai suatu teori.
17

B. SARAN
Untuk pengembangan lebih lanjut maka penulis memberikan saran yang sangat
bermanfaat yaitu :
1. Dalam pergaulan sehari-hari perlu menggunakan etika dalam sehingga bisa
menimbulkan hubungan yang sehat antar sesama manusia, dan bisa menerapkan
sikap-sikap kepribadian moral.
2. Pendidikan Etika dan Moral perlu diajarkan sejak kecil berawal dari lingkungan
keluarga berkembang di masyarakat dan tempat kerja,untuk menjadikan
kehidupan menjadi lebih baik.

DAFTAR RUJUKAN
Asari Hasan, 2008.Etika Akademis Dalam Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Charis Zubeir, Ahmad.2002. Kajian Filsafat Ilmu. Cet. II; Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat
Islam.
Ermi Suhasti,2012. Pengantar Filsafat Ilmu,Yogyakarta: Prajnya Media.
Hedi sutomo.2009. Filsafat ilmu kealaman dan etika lingkungan. Cet. I; Malang : Universitas
Negeri Malang.
18

Jujun S. Suriasumantri.2003. Filsafat Ilmu. Cet. I; Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,


Mohammad Adib,2010. filsafat Ilmu: Ontologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Nina W. Syam. Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rikemata Media,
2010)
Nurani soyomukti,2011. Pengantar Filsafat Umum, Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Raverz, Jerome R.1982. Filsafat Ilmu Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasa. Cet. I; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Surajio, 2008. Ilmu filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: PT Bumi Aksara.
Van Melzen, A.G.M.1992. Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita. Cet. I; Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Van Peursen, C.A.1989. Susunan Ilmu Pengetahuan. Cet. II; Jakarta: PT. Gramedia.

19

Anda mungkin juga menyukai