Anda di halaman 1dari 8

PERANAN INDONESIA DALAM PBB DAN

ASEAN
OPINI | 01 July 2013 | 15:49

Dibaca: 1045

Komentar: 0

PBB merupakan salah satu organisasi internasional yang anggotanya hampir seluruh
Negara di dunia. Tujuannya untuk memfasilitasi hukum internasional, pengamanan internasional
lembaga ekonomi dan perlindungan sosial. Pembentukan PBB diawali dengan pembentukan
Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Januari 1920 tokohnya adalah presiden Amerika Serikat
Wodrow Wilson dengan tujuan untuk mempertahankan perdamaian internasional serta
meningkatkan kerjasama internasional.
Kehadiran Indonesia dalam lingkup organisasi besar seperti PBB ini juga berperan aktif baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberlangungan PBB, funsi dan peranan
Indonesia tersebut diantaranaya sebagai berikut;
(a) Secara tidak langsung, Indonesia ikut menciptakan perdamaian dunia melalui kerja sama
dalam konferensi Asia Afrika, ASEAN, maupun Gerakan Non Blok.
(b) Pada tahun 1985 Indonesia membantu PBB yakni memberikan bantuan pangan ke Ethiopia
pada waktu dilanda bahaya kelaparan. Bantuan tersebut disampaikan pada peringatan Hari
Ulang Tahun FAO ke-40.
(c) Indonesia pernah dipilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada tahun
1973-1974.
(d) Berdasarkan Frago (Fragmentery Order) Nomor 10/10/08 tanggal 30 Oktober 2008,
penambahan Kontingen Indonesia dalam rangka misi perdamaian dunia di Lebanon Selatan.
(e) Peran serta Indonesia dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.
(f) Penyumbang pasukan / Polisi / Troops / Police (Contributing Country) dengan jumlah
personil sebanyak 1.618. Saat ini Indonesia terlibat aktif 6 UNPKO yang tersebar di 5
Negara.
(g) Pengiriman PKD dibawah bendera PBB menunjukkan komitmen kuat bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang cinta damai.
(h) Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Mesir segera
mengadakan sidang menteri luar negeri negara-negara Liga Ararb pada 18 Nove,ber 1946.
mereka menetapkan tentang pengakuan kemerdekaan TI sebagai negara merdeka dan
berdaulat penuh. Pengakuan tersebut adalah pengakuan De Jure menurut hukum
internasional.

(i) Awal pekan ini Indonesia berhasil terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB
pada pemilihan yang dilakukan Majelis Hukum PBB melalui pemungutan suara dengan
perolehan 158 suara dukungan dari keseluruhan 192 negara anggota yang memiliki hak pilih.
Selain peran penting yang diberikan Indonesia pada PBB, peran penting Indonesia juga
diberikan pada keberlangsungan organisasi se-asia ternggara yakni ASEAN. Peranan Indonesia
dalam ASEAN yang sangat besar tersebut diantaranya sebagai berikut :
(a) Indonesia merupakan salah satu negara pemrakarsa berdirinya ASEAN pada tanggal 8
Agustus 1967.
(b) Indonesia berusaha membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian
dalam masalah Indocina. Indonesia berpendapat bahwa penyelesaian Indocina secara
keseluruhan dan Vietnam khususnya sangat penting dalam menciptakan stabilitas di kawasan
Asia Tenggara. Pada tanggal 15-17 Mei 1970 di Jakarta diselenggarakan konferensi untuk
membahas penyelesaian pertikaian Kamboja. Dengan demikian Indonesia telah berusaha
menyumbangkan jasa-jasa baiknya untuk mengurangi ketegangan-ketegangan dan konflikkonflik bersenjata di Asia Tenggara.
(c) Indonesia sebagai penyelenggara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pertama ASEAN yang
berlangsung di Denpasar, Bali pada tanggal 23-24 Februari 1976.
(d) Pada tanggal 7 Juni 1976 Indonesia ditunjuk sebagai tempat kedudukan Sekretariat Tetap
ASEAN dan sekaligus ditunjuk sebagai Sekretaris Jendral Pertama adalah Letjen. H.R.
Dharsono yang kemudia digantikan oleh Umarjadi Njotowijono.
(e) Indonesia menjadi tempat pembuatan pupuk se-ASEAN, tepatnya di Aceh yang nantinya
akan digunakan negara-negara ASEAN, otomatis Indonesia mendapatkan keuntungan dan
juga bisa mengurangi pengangguran di Indonesia.
(f) Mengikuti kerja sama regional seperti ini maka akan lebih dihormati negara lain, seperti
hanya kerja sama regional yang di Eropa ataupun Timur Tengah, lebih-lebih kalau ASEAN
kuar dimata Internasional (sayangnya di Internasional ASEAN kurang dipandang)
(g) AL-TNI sering melakukan latihan bersama dengan Singapura sehingga akan membuktikan
pada dunia bahwa militer Indonesia masih kuat, dan Indonesia pun melakukan perjanjian
Ekstradisi disemua negara ASEAN, walaupun agak lama untuk mendekati Singapura.
(h) Pada KTT ASEAN ke-9 tanggal 7-8 Oktober 2003 di Bali, Indonesia mengusulkan
pembentukan komunitas ASEAN (Asean Community). Komunitas ini mencakup bidang
keamanan, sosial kebudayaan, dan ekonomi.
(i) Pada tahun 2004 Indonesia menjadi negara yang memimpin ASEAN. Selama memimpin,
Indonesia menyelenggarakan serangkaian pertemuan. Diantara pertemuan itu adalah
pertemuan Tingkat Menteri ASEAN (Asean Ministerial Meeting), Forum Kawasan ASEAN

(Asean Regional Forum), Pertemuan Kementrian Kawasan mengenai penanggulangan


terorisme, dan beberapa pertemuan lainnya.
(j) Menjadi tuan rumah pertemuan khusus pasca gempa bumi dan tsunami pada Januari 2005.
pertemuan ini bertujuan untuk membicarakan tindakan-tindakan mengatasi bencana tsunami
pada 26 Desember 2004.
(k) Pada bulan Agustus 2007 diresmikan Asean Forum 2007 di Jakarta. Forum ini
diselenggarakan untuk mendukung terwujudnya Komunitas Asean 2015 diselenggarakan
dalam rangka memperingati hari jadi ASEAN ke-40

Edisi - Mei 2011


Monday, 16 May 2011 23:34

Peran Indonesia akan Memperkuat Kerjasama ASEAN - PBB


Prof. Dr. Dewi Fortuna Anwar
Deputi Sekretariat Wakil Presiden Bidang Politik

SEBAGAI Ketua ASEAN 2011, Indonesia mengusung tema ASEAN Community in a Global Community of Nations. Visi
Indonesia, dengan dukungan negara-negara ASEAN lainnya, pasca 2015 ASEAN akan semakin berperan dalam upaya
perdamaian dunia. ASEAN dituntut untuk memperkuat kapasitasnya agar dapat memberikan kontribusi signifikan dalam
perwujudan dan pemeliharaan perdamaian dunia, antara lain melalui peningkatan kerjasama dengan organisasiorganisasi internasional, khususnya PBB.

PBB adalah satu-satunya organisasi multilateral yang bersifat global yang memiliki legitimasi dan mandat untuk
memelihara perdamaian dunia. Namun kemampuan PBB sebagai organisasi antar pemerintah relatif terbatas,
sementara tantangan yang dihadapi semakin kompleks dan beragam serta meliputi berbagai kawasan.

Akhir-akhir ini tantangan internasional dalam hal konflik antar negara cenderung berkurang tetapi beberapa ancaman
baru justru meningkat, seperti intra-state conflict; transnational crimes (terrorism, piracy, human trafficking); bencana
alam berskala besar; dan juga tantangan human security, seperti pangan, energi, iklim dan lingkungan.

Organisasi regional dapat berperan aktif dalam memelihara perdamaian dunia (Bab VIII Piagam PBB, Regional
Arrangements). Dan peran organisasi regional ini ditekankan kembali dalam laporan Sekjen PBB, Boutros Boutros Ghali
pada 1992 yang berjudul An Agenda for Peace.

Terdapat dua modus pendekatan yang dapat diperankan oleh negara-negara ASEAN untuk meningkatkan profilnya di
PBB, yaitu; Meningkatkan kapasitas ASEAN sebagai organisasi regional yang dapat bertindak secara multilateral untuk
membantu PBB didalam mengemban misi-misinya; dan Meningkatkan sinergi/posisi bersama negara-negara ASEAN
atas isu-isu besar yang berkembang di PBB.

Modalitas peran ASEAN dalam PBB adalah sebagai observer pada SMU PBB sejak 2006 ketika Indonesia menjadi
Ketua ASEAN. Tema keketuaan Indonesia dalam ASEAN merefleksikan keinginan ASEAN untuk lebih meningkatkan
kerjasama secara lebih luas dengan organisasi-organisasi internasional lainnya (khususnya PBB), sekaligus mengambil
bagian dalam upaya untuk mencari solusi terhadap persoalan global.

Berdasarkan UN Charter Bab VI Artikel 33, Pacific Settlement of Disputes dan Bab VIII Artikel 52-53, Regional
Arrangements, ASEAN dapat dipandang sebagai salah satu elemen vital kerjasama regional yang dapat turut serta
menciptakan dan memelihara perdamaian global. Penjabaran dari pidato Sekjen PBB, Boutros Boutros Ghali, An
Agenda for Peace, pidato Kofi Annan di PBB pada 2005, In Larger Freedom: towards development, security and
human rights for all menekankan pada Establishment of an Interlocking System of Peacekeeping Capacities antara
PBB dan organisasi-organisasi regional, in predictable and reliable partnerships.

Isu-isu yang dapat diperankan ASEAN vis--vis PBB, antara lain adalah isu security secara multidimensi yang bermuara
pada stabilitas dan perdamaian menjadi common-ground bagi PBB dan ASEAN. Diantaranya ASEAN dapat membentuk
peacekeeping forces sekaligus sebagai common forces, dapat juga dikerahkan untuk terlibat dalam misi kemanusiaan

serta penanganan bencana (dalam kerangka AHA Centre), termasuk dalam upaya membantu tugas dan misi yang
dilakukan PBB atau dibawah bendera PBB.

ASEAN dan PBB dapat mencari solusi bersama terhadap persoalan human security dan penanganan isu trans-national
security, termasuk counter-terrorism, dan anti-piracy. Dalam hal isu pembangunan infrastruktur dan pengentasan
kemiskinan, ASEAN telah memiliki dialog partnership dengan UNDP sejak 1962. Terkait dengan isu demokrasi dan
HAM, terdapat koherensi linear antara Piagam ASEAN dan Piagam PBB, sehingga idealnya ASEAN dapat membantu
tugas dan misi PBB, khususnya terkait isu HAM, sesuai visi, misi dan kemampuan ASEAN.

Profil dan efektifitas negara-negara ASEAN di forum-forum PBB dan badan-badan PBB dapat lebih ditingkatkan apabila
negara-negara ASEAN mampu menyamakan posisi dalam berbagai isu strategis, antara lain: NPT, climate change, dan
doktrin Responsibility to Protect. Forum-forum PBB bukan hanya forum politik, keamanan, dan HAM yang berlokasi di
PBB dan Jenewa, tapi juga UNESCO dan badan-badan PBB lainnya yang bergerak di bidang pendidikan, sosialbudaya, ekonomi dan lain-lainnya.

Kendala dan tantangan yang dihadapi ASEAN untuk berperan sebagai aktor internasional - sebagaimana menurut Bab
VI UN Charter, Settlement of Disputes dan pidato Boutros Boutros Ghali, An Agenda for Peace- adalah masih
banyaknya konflik bilateral yang belum terselesaikan, serta rasa persaingan yang masih relatif kuat diantara anggota
ASEAN dan menjadi kendala dalam proses integrasi.

Perbedaan sejarah, politik dan tahap pembangunan ekonomi yang menyulitkan negara-negara ASEAN mengambil sikap
yang sama dalam berbagai isu-isu strategis , terutama yang terkait dengan isu-isu demokrasi dan HAM serta isu-isu
ekonomi. (misalnya Singapura yang cenderung bersikap sebagai negara maju dalam isu-isu pembangunan).

Masalah Myanmar yang masih menjadi batu sandungan dalam hubungan ASEAN dengan komunitas internasional;
Kapasitas yang dimiliki oleh negara-negara ASEAN untuk berperan aktif dan berkontribusi dalam misi-misi PBB juga
berbeda.
Peran Indonesia akan memperkuat ASEAN dalam bekerjasama dengan PBB. Indonesia dapat selalu mengambil inisiatif
memprakarsai penyelesaian konflik intra-state dan inter-state di kawasan (JIM I dan JIM II - penyelesaian konflik dan
rekonsiliasi internal di Kamboja; Persetujuan perdamaian 1996 di Philipina Selatan; Konflik Thailand Selatan; Konflik
perbatasan Kamboja-Thailand).

Indonesia merupakan penjuru pembentukan komunitas ASEAN dalam pilar politik dan keamanan tahun 2003. Indonesia
turut mendorong dan memperjuangkan isu-isu krusial (demokrasi dan HAM) ke dalam Piagam ASEAN; serta pilar
Polkam dan Komunitas ASEAN. Disamping itu Indonesia juga menjadi role model bagi negara-negara ASEAN lainnya,
diantaranya dalam penerapan nilai-nilai demokrasi dan HAM; conflict management berbasis pada perdamaian; serta
langkah-langkah non-militer (kasus Sipadan Ligitan, dan blok Ambalat).

Peran penting Indonesia lainnya adalah terkait dengan isu-isu; MDGs dimana Indonesia tercatat on track dalam
pencapaian MDGs

kecuali untuk MDG 4, yaitu mengurangi tingkat kematian ibu; di bidang ketahanan pangan,

Indonesia dan ASEAN dapat berperan aktif dalam menggalang upaya ketahanan pangan regional dan global, antara lain
melalui resolusi SMU PBB, No.64/224; di bidang lingkungan dan perubahan iklim, Indonesia dan ASEAN dapat berperan

aktif dalam mencari solusi melalui visi Indonesia terkait kerjasama dalam mengatasi perubahan iklim pasca 2012;

Di bidang kehutanan, langkah Indonesia dalam REDD seyogianya dapat disampaikan kepada negara-negara ASEAN
lainnya, dalam rangka menyeragamkan sikap terkait isu kerusakan lingkungan dan perubahan iklim secara global;
sementara di bidang penanganan bencana alam, keberhasilan Indonesia dapat menangani berbagai bencana dapat
menjadi lesson learned bagi ASEAN dan PBB. Keberadaan AHA Center dapat menjadi prime mover bagi upaya
penanganan bencana secara regional dan global.

Kesimpulannya adalah bahwa Indonesia perlu menunjukkan komitmen serius dalam merealisasikan ASEAN Community,
khususnya APSC. Baik dalam posisi sebagai Ketua ASEAN maupun tidak, seyogianya Indonesia tetap pada sikap untuk
mendorong upaya redefinisi dan reposisi terhadap nilai-nilai dan pola tradisionalitas di ASEAN, diantaranya prinsip nonintervensi, yang terbukti seringkali justru menjadi barrier bagi keinginan ASEAN untuk berinteraksi dalam Global
Community of Nations.

Indonesia perlu mengefektifkan mekanisme kerjasama ASEAN dengan mitra dialog yang sudah ada, utamanya
ASEAN+1 dan ASEAN-UN Summit. Sebagai role model dalam Conflict Management, Indonesia perlu mendorong
ASEAN untuk membentuk peacekeeping forces dalam menangani misi kemanusiaan serta disaster management
process melalui mekanisme AHA Centre, dalam upaya membantu tugas dan misi yang dilakukan PBB atau dibawah
bendera PBB. Pembentukan ASEAN Peace Keeping Forces ini semestinya tidak harus menunggu kesiapan seluruh
anggota ASEAN, tapi bisa lebih fleksibel.[]

PERAN DAN KETERLIBATAN INDONESIA


DALAM PBB
Posted on 20 November 2010 by Nadia SN

Standar
PERAN DAN KETERLIBATAN INDONESIA DALAM PBB

Peran Indonesia dlm PBB Awal pekan ini, Indonesia berhasil terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan
PBB pada pemilihan yang dilakukan Majelis Umum PBB melalui pemungutan suara, dengan perolehan 158 suara
dukungan dari keseluruhan 192 negara anggota yang memiliki hak pilih. Wajar bila delegasi RI untuk PBB yang
dipimpin Duta Besar Rezlan Ishar Jenie bergembira mendapat ucapan selamat dari para kolega di ruang sidang
Majelis Umum, Senin (16/10) lalu. Ini merupakan kali ketiga Indonesia ditunjuk sebagai anggota Dewan Keamanan
PBB setelah periode 1974-1975dan1995-1996.
Mulai 1 Januari 2007, sebagai anggota Dewan Keamanan PBB selama dua tahun, Indonesia diberi kehormatan
bersama-sama dengan lima negara besar (AS, Inggris, Prancis, China, Rusia) dan sembilan negara lain untuk
memutuskan upaya-upaya mengatasi setiap konflik besar yang mengundang perhatian internasional.
Masalahnya, tidak seperti kelima negara besar tersebut, Indonesia bersama sembilan negara terpilih hanya berstatus
sebagai anggota tidak tetap. Jadi, muncul pesimisme apa pun rancangan resolusi yang diusulkan anggota tidak tetap,
usulan tersebut akan sia-sia bila ternyata diveto oleh salah satu dari lima anggota tetap tersebut. Namun, Indonesia
jangan terjebak oleh potensi kesia-siaan tersebut dan sebaliknya harus memanfaatkan peluang dari statusnya
sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Maka yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apa keuntungan bagi Indonesia sebagai anggota Dewan Keamanan

PBB dan sampai seberapa jauh Indonesia bisa memanfaatkan keuntungan itu . Satu keuntungan yang paling
menonjol dari penunjukan sebagai anggota Dewan Keamanan PBB adalah meningkatnya citra Indonesia dalam
perpolitikan dan keamanan dunia. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan jajaran Deplu boleh berbangga bahwa
penunjukan sebagai anggota baru Dewan Keamanan PBB merupakan cerminan pengakuan masyarakat
internasional terhadap peran dan sumbangan Indonesia selama ini dalam upaya menciptakan keamanan dan
perdamaian baik pada tingkat kawasan maupun global.
Di sisi lain, Indonesia dapat memberikan warna terhadap kerja Dewan Keamanan, termasuk dalam menentukan
prioritas, pendekatan serta upaya reformasi kerja Dewan Keamanan. Itu mengingat posisi Indonesia sebagai salah
satu anggota yang mewakili kawasan Asia dan sekaligus wakil dari negara berkembang dan berpenduduk mayoritas
muslim. Statusnya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB dapat menjadi peluang bagi Duta Besar
Rezlan dan para diplomatnya untuk lebih mudah menyampaikan kepentingan Indonesia ke sesama anggota,
terutama mereka yang memiliki hak veto, dalam menyikapi masalah-masalah keamanan dunia yang selama ini
menjadi perhatian utama Indonesia, mulai dari perwujudan negara Palestina merdeka hingga penerapan
kesepakatan perlucutan senjata Nuklir. Reformasi DK-PBB Namun, yang patut ditunggu adalah seberapa jauh para
diplomat Indonesia nanti dapat mengakomodasi kepentingan Indonesia dan negara-negara berkembang di Dewan
Keamanan PBB, yang justru lebih penting dari sekadar mengatasi konflik di negara-negara lain, yaitu bagaimana
mereformasi Dewan Keamanan. Itu karena Dewan Keamanan PBB sudah sejak lama dikritik hanya milik lima negara
anggota tetap dengan mengabaikan peranan 10 anggota tidak tetap saat menghadapi keputusan-keputusan penting,
yang ironisnya lebih banyak menyangkut menyangkut Negara berkembang. Oleh karena itu, para pemimpin sejumlah
negara anggota PBB, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada awal 2005 telah membentuk jaringan
informal yang menyerukan agar keanggotaan tetap Dewan Keamanan PBB perlu diperluas, terutama dengan
mengikutsertakan satu atau dua negara berkembang. Apalagi dalam lima tahun terakhir, perang melawan terorisme
turut menjadi perhatian. Khusus keamanan dewan PBB. Ironisnya, tidak ada satu pun negara muslim atau negara
yang memiliki penduduk muslim terbesar memiliki peranan signifikan dalam dewan dunia tersebut. Padahal, sasaran
perang melawan terorisme lebih sering terjadi di negara-negara Islam sehingga memunculkan stigma negatif yang
berbahaya bahwa perang melawan terorisme tiada bedanya. bedanya dengan perang antar barat dengan islam.
Singkat kata, masih ada ironi bahwa merujuk komposisi antara anggota tetap dan tidak tetap keanggotaan Dewan
Keamanan PBB belumlah merata dan mewakili aspirasi semua negara. Maka ini menjadi tugas berat bagi Duta Besar
Rezlan menghapus ironi tersebut dengan gencar melobi ke sesama anggota demi terwujudnya reformasi Dewan
Keamanan PBB. Bila terwujud, keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan PBB sungguh membawa manfaat
strategis tidak hanya bagi Indonesia, namun juga bagi banyak negara yang kepentingannya tidak terwakili di lembaga
keamanan dunia tersebut.
Kertelibatan Indonesia dalam misi Perdamaian PBB
Ketika Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Mesir segera mengadakan sidang menteri
luar negeri negara-negara Liga Arab. Pada 18 November 1946, mereka menetapkan resolusi tentang pengakuan
kemerdekaan RI sebagai negara merdeka dan berdaulat penuh. Pengakuan tersebut adalah suatu pengakuan de
jure menurut hukum internasional.
Untuk menyampaikan pengakuan ini Sekretaris Jenderal Liga Arab ketika itu, Abdurrahman Azzam Pasya, mengutus
Konsul Jendral Mesir di India, Mohammad Abdul Munim, untuk pergi ke Indonesia. Setelah melalui perjalanan
panjang dan penuh dengan rintangan terutama dari pihak Belanda maka akhirnya ia sampai ke Ibu Kota RI waktu itu
yaituYogyakarta dan diterima secara kenegaraan oleh Presiden Soekarno dan Bung Hatta pada 15 Maret 1947. Ini
pengakuan pertama atas kemerdekaan RI oleh negara asing.
Presiden Sukarno membalas pembelaan negara-negara Arab di forum internasional dengan mengunjungi Mesir
danArab Saudi pada Mei 1956 dan Irak pada April 1960. Pada 1956, ketika Majelis Umum PBB memutuskan untuk
menarik mundur pasukan Inggris, Prancis, dan Israel dari wilayah Mesir, Indonesia mendukung keputusan itu dan

untuk pertama kalinya mengirim Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB ke Mesir yang dinamakan dengan Kontingen
Garuda I atau KONGA I.
Kontingen Garuda I atau disebut juga Pasukan Garuda dikirim pada 8 Januari 1957. Kontingen ini terdiri dari
gabungan personel dari Resimen Infanteri-15 Tentara Territorium (TT) IV/Diponegoro, serta 1 kompi dari Resimen
Infanteri-18 TT V/Brawijaya di Malang, dengan komandan kontingen Letnan Kolonel Infanteri Suadi Suromihardjo.
Konga I ini berkekuatan 559 pasukan dengan masa tugas selama kurang lebih 9 bulan dan kembali ke tanah air
tanggal 29 September 1957.
Tiga tahun kemudian yaitu tahun 1960 Letnan Kolonel Solochin GP memimpin pasukan Konga II ke Kongo dengan
jumlah pasukan sebanyak 1.074 orang yang bertugas dari September 1960 sampai mei 1961. Kemudian setelah itu
Indonesia terus mengirimkan pasukan dalam misi PBB dan sampai saat ini sudah sampai pada Kontingen Garuda ke
XXIII ke Libanon.
Selain Kontingen Garuda yang berupa pasukan bersenjata, Indonesia juga aktif mengirimkan personil tidak
bersenjata yaitu terdiri dari anggota TNI yang bertugas sebagai pengamat militer atau Military Observer dan juga
polisi yang bertugas sebagai Civilian Police/Police Adviser.
Dengan pisahnya POLRI dari ABRI tahun 1999 Indonesia tidak pernah lagi mengirimkan personil polisi ke misi misi
PBB. Indonesia terakhir kali mengirimkan personil kepolisian ke misi penjaga perdamaian PBB adalah pada tahun
1999. Saat itu sebanyak 20 personil polisi tercatat sebagai anggota Kontingen Garuda XIV tahun 1998-1999 bersama
219 personil militer Indonesia. Kontingen Garuda XIV tersebut bergabung dengan misi penjaga perdamaian PBB di
Bosnia Herzegovina.
Setelah lama absen dalam misi-misi PBB akhirnya pada tahun 2007 Indonesia berhasil menempatkan personil
Kepolisian RI untuk bergabung dengan Misi Penjaga Perdamaian PBB di Sudan atau UNMIS/United Nation Mission
in Sudan. Personil itu adalah AKBP Ir. Ari Laksamana Wijaya dari Mabes Polri yang bergabung dengan UNMIS pada
5 Juli 2007 yang diikuti oleh 5 personil Polisi lainnya dan beberapa waktu lalu ada 15 orang lagi yang menyusul.
Selain di UMIS saat ini Indonesia juga telah mengirimkan 3 Personil POLRI ke misi UNAMID di Darfur dengan
komandan kontingen AKBP Krishna Murti, Sik, Msi dan satu batalyon FPU atau Formed Police Unit yang terdiri dari
140 personil lengkap dengan peralatan dan persenjataan dengan komadan FPU AKBP Joni Asadoma, Sik, SH,
M.Hum yang bertugas di El-Fashir yaitu wilayah Darfur utara.

Anda mungkin juga menyukai