Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah penyakit langka dan parah.
Sindroma Guillain Barre mengambil nama dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain
(baca Gilan) dan Barr (baca Barre), yang menemukan dua orang prajurit perang
di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah menerima
perawatan medis. Penyakit ini menjangkiti satu dari 40,000 orang tiap tahunnya.
Penyakit ini terjadi setelah prosedur infeksi akut. Sindroma Guillain Barre
mulanya mempengaruhi sistem saraf perifer. Biasanya penyakit ini adalah bentuk
kelumpuhan akut di daerah tubuh bagian bawah yang bergerak ke arah ekstremitas
atas dan wajah. Secara bertahap pasien kehilangan semua refleks lalu mengalami
kelumpuhan tubuh lengkap.
Sindroma Guillain Barre adalah suatu kelainan mengancam kehidupan
dan memerlukan perawatan yang tepat waktu dan perawatan suportif dengan
imunoglobulin intravena atau plasmaferesis. Sayangnya banyak orang kehilangan
nyawa mereka tanpa perawatan medis yang tepat dan cepat. Dysautonomia dan
komplikasi paru merupakan

alasan dasar

untuk

lainnya1.Sepuluh

studi melaporkan kejadian pada

menemukan

kejadian

komplikasi kematian fatal


anak-anak (0-15 tahun), dan

tahunan menjadiantara 0,34, dan 1.34/100 000.

Kebanyakan penelitian menyelidiki populasi di Eropa dan Amerika Utara


dan melaporkan

angka

kejadian

serupa tahunan, yaitu

antara 0,84

dan

1.91/100, 000. Rata-rata pertahun 1-3/100.000 populasi dan perempuan lebih


sering terkena daripada laki-laki dengan perbandingan rasio perempuan : laki-laki
= 1,5 : 1 untuk semua usia. Penurunan insiden selama waktu antara tahun 1980an dan 1990-an ditemukan . Sampai dengan 70% dari kasus Sindroma
Guillain Barre disebabkan oleh infeksi anteseden3. Inflamasi akut demielinasi
poliradikuloneuropati (AIDP) adalah bentuk paling umum di negara-negara barat
dan berkontribusi 85% sampai 90% kasus.

Kondisi ini terjadi pada semua umur, meskipun jarang pada masa bayi. Usia
termuda dan tertua dilaporkan adalah , masing-masing 2 bulan dan 95 tahun. Usia
rata onset adalah sekitar 40 tahun, dengan kemungkinan dominasi laki-laki.
Sindroma Guillain Barre

adalah penyebab paling umum dari acute flaccid

paralysis pada anak-anak. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) sering


didapatkan di daerah Jepang dan Cina, terutama pada orang muda. Hal ini terjadi
lebih sering selama musim panas, sporadis AMAN seluruh dunia mempengaruhi
10% sampai 20% pasien dengan SGB. Miller-Fisher syndrom mempengaruhi
antara 5% dan 10% pasien SGB di negara-negara barat, tetapi lebih umum di Asia
Timur, dengan 25% terjadi di Jepang dan 19% di Taiwan.Data di Indonesia
mengenai

gambaran

epidemiologi

belum

banyak.

Penelitian

Chandra

menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III


(dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir
sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan lakilaki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan
April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau. Beberapa
nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis,
Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis,
Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl
Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Sindrom Guillan Bare adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah
infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang
ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan
proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus
kranialis.
B. ETIOLOGI
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa
keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan
terjadinya SGB, antara lain: Infeksi; Vaksinasi; Pembedahan; Penyakit
sistematik, seperti keganasan, systemic lupus erythematosus, tiroiditis.
penyakit Addison; serta kehamilan atau dalam masa nifas. SGB sering sekali
berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang
berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4
minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan
atas atau infeksi gastrointestinal.

Tabel 1: jenis - jenis infeksi yang berhubungan dengan SGB

C.

PATOGENESIS
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum
diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan
saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi.
Bukti-bukti

bahwa

imunopatogenesa

merupakan

mekanisme

yang

menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:


1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler
(cell mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf
tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari
peredaran pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses
demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon
imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa
sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.
Gambar 1 : Patogenesis dan fase klinikal dari SGB8.

Gambar 2 : Stadium pada kerusakan saraf perifer pada SGB6

a. Peran imunitas seluler


Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan
penting disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari
sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan
sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran. Sebelum
respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan
pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan
(fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen
lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen
presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada
limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena
aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon
serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang
dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar
darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag .
Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin
disamping menghasilkan TNF dan komplemen
b. Patologi
Pada

pemeriksaan

makroskopis

tidak

tampak

jelas

gambaran

pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada


saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga
atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung
myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan
dan makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke
tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan
secara progresif, sehingga pada hari ke enam puluh enam, sebagian radiks
dan saraf tepi telah hancur..Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan
pertama yang terjadi adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari
pembuluh darah kecil pada endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti

demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang


menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang
menembus membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel
schwan dan akson.

Gambar 3: Sistem imunopathologi saraf pada SGB

D. KLASIFIKASI
Sindroma Guillain Barre diklasifikasikan sebagai berikut:

Gambar 4: Skema klasifikasi SGB

1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy

Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)


adalah jenis paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan
gejala asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah
kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang
paling umum terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan
bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer dan
demielinasi segmental makrofag.
2. Acute Motor Axonal Neuropathy
Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim
panas SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55%
hingga 65% dari pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol
pada kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon.
Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan sering
dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien biasanya
memiliki prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN dapat
hiperrefleks,

tetapi

mekanisme

belum

jelas.

Disfungsi

sistem

penghambatan melalui interneuron spinal dapat meningkatkan rangsangan


neuron motorik.
3.

Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy


Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit
akut yang berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf
sensorik dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik
atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN.

4. Miller Fisher Syndrome


Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia,
arefleksia, dan oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial
palsy, dan bulbar palsy mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir
semua menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside GQ1b.
Kerusakan imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada saraf
kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.

5. Acute Neuropatic panautonomic


Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka
pada SGB. Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait
dengan tingkat kematian tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan
terkait disritmia. Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air mata,
mual, disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau bergantian dengan diare
sering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala nonspesifik awal adalah
kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengan
gejala otonom termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat
onset

berhubungan

dengan

intoleransi

ortostatik,

serta

disfungsi

pencernaan.
6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaffs (BBE)
Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai
dengan

onset

akut

oftalmoplegia,

ataksia,

gangguan

kesadaran,

hiperrefleks atau babinsky sign. Perjalanan penyakit dapat monophasic


atau terutama di otak tengah, pons, dan medula. BEE meskipun presentasi
awal parah biasanya memiliki prognosis baik. MRI memainkan peran
penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE telah dikaitkan
dengan SGB aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat
terkait dan membentuk spectrum lanjutan.
E. Gejala klinis dan kriteria diagnose
1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan
simetris secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena
duluan sebelum tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih
awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat
terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas
mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama
beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan
ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.
2. Keterlibatan Syaraf Kranialis

Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf
kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum
mungkin termasuk sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy
Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan
pada pupil.Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah
tubuh dan tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah
unik karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.

3. Perubahan Sensoris
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan
sensori cenderung minimal dan variable.Kebanyakan pasien mengeluh
parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik
sering mendahului kelemahan. Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki
dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar
keluar pergelangan tangan atau pergelangan kaki. Kehilangan getaran,
proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir
4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien
melaporkan nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama
perjalanannya.Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu,
punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit
gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama
perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa
terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di
ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat
bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya
yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai
berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi
imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).
5. Perubahan otonom

Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis


dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan
otonom dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial
flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik, Anhidrosis dan / atau
Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan
dismotilitas usus dapat ditemukan. Disautonomia lebih sering pada pasien
dengan kelemahan dan kegagalan pernafasan yang parah.
6. Pernafasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan
pernafasan atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan
adalah sebagai berikut; Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan
menelan, Bicara cadel Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan
pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa
waktu selama perjalanan penyakit mereka.
Hasil Pemeriksaan
a. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong
diagnosa:
Protein CSS. Meningkat setengah gejala 1 minggu atau terjadi

peningkatan pada LP serial


Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
Varian: - Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu
gejala
-

Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

b. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:

Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus.


Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal Diagnosa
SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleksrefleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu
setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada
likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.

Tabel 1: Gejala klinis SBS

F. KRITERIA DIAGNOSTIK
Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih
dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari
otot distal, kelemahan otot trunkal ,bulbar dan otot pernafasan juga terjadi .
Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan
gangguan nafas. Penyebaran hiporefleksia menjadi gambaran utama, pasien
GBS biasanya berkembang dari kelemahan nervus cranial, seringkali
kelemahan nervus fasial atau faringeal. Kelemahan diaframa sampai nervus

phrenicus sudah biasa. Sepertiga pasien GBS inap membutuhkan ventilator


mekanik karena kelemahan otot respirasi atau orofaringeal.
1. Puncak defisit dicapai 4 minggu
2. Recovery biasanya dimulai 2-4minggu
3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa parasthesi, baal atau sensasi
sejenis
4. Gangguan Nn cranialis: facial drop, diplopia disartria, disfagia (N.
VII, VI, III, V, IX, dan X)
5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai
Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas
a. Abnormalitas motorik (kelemahan)
Mengikuti gejala sensorik, khas: mulai dari tungkai, ascenden ke
lengan - 10% dimulai dengan kelemahan lengan - Walaupun jarang,
kelemahan bisa dimulai dari wajah (cervical-pharyngeal-brachial)
Kelemahan wajah terjadi pada setidaknya 50% pasien dan biasanya
bilateral - Refleks: hilang / pada sebagian besar kasus
b. Abnormalitas sensorik
Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan, glove &
stocking sensation, simetris, tak jelas batasnya - Nyeri bisa berupa
mialgia otot panggul, nyeri radikuler, manifes sebagai sensasi
terbakar, kesemutan, tersetrum - Ataksia sensorik krn proprioseptif
terganggu - Variasi : parestesi wajah & trunkus
c. Disfungsi Otonom
1) Hipertensi - Hipotensi - Sinus takikardi / bradikardi
2) Aritmia jantung - Ileus - Refleks vagal
3) Retensi urine

Gambar 5: fase perjalan klinis

Fase-fase serangan GBS Maria Belladonna


1. Fase Prodromal
Fase sebelum gejala klinis muncul
2. Fase Laten
a.

Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yang

b. mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis.


c. Lama : 1 28 hari, rata-rata 9 hari
3. Fase Progresif
a.

Fase defisit neurologis (+)

b. Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg.


c. Dimulai dari onset (mulai tjd kelumpuhan yg
d.

bertambah berat sampai maksimal

e. Perburukan > 8 minggu disebut chronic inflammatorydemyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP)

4. Fase Plateau
a. Kelumpuhan telah maksimal dan menetap.

b. Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg


5. Fase Penyembuhan
a. Fase perbaikan kelumpuhan motorik
b. beberapa bulan
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LCS
- Disosiasi sitoalbumin
Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa
peningkatan dari sel < 10 limposit/mm3 - Hitung jenis pada panel
metabolik tidak begitu bernilai 5 Peningkatan titer dari agent seperti
CMV, EBV, membantu menegakkan etiologi.
a. Antibodi glicolipid
b. Antibodi GMI
2. EMG
a. Gambaran poliradikuloneuropati
b. Test Elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis bahwa
paralisis motorik akut disebabkan oleh neuropati perifer.
c. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat dan respon F dan H
abnormal.
3. Ro: CT atau MRI
Untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati.

H. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria

diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus


dibedakan dengan keadaan lain, seperti Mielitis akuta, Poliomyelitis anterior
akuta, Porphyria intermitten akuta, dan Polineuropati post difteri.
I. KOMPLIKASI
1. Paralisis menetap
2. Gagal nafas
3. Hipotensi
4. Tromboembolisme
5. Pneumonia
6. Aritmia Jantung
7. Ileus
8. Aspirasi
9. Retensi urin
10. Problem psikiatrik
GBS

dapat berdampak pada kinerja dan kehidupan pribadi pasien

dalam jangka waktu yang lama, dapat sampai 3 sampai 6 tahun setelah onset
penyakit. Kesembuhan biasanya berlangsung perlahan dan dapat berlangsung
bertahun-tahun. Baik pasien maupun keluarga pasien harus diberitahu tentang
keadaan pasien yang sebenarnya untuk mencegah ekspektasi yang berlebihan
atau pesimistik. Kesembuhan pasien berlangsung selama tahun tahun
pertama, terutama enam bulan pertama, tetapi pada sebagian besar pasien
dapat sembuh sempurna pada tahun kedua atau setelahnya. .Kecacatan yang
permanen terlihat pada 20% - 30% pasien dewasa tetapi lebih sedikit pada
anak-anak. Disabilitas yang lama pada dewasa lebih umum pada axonal GBS
dan GBS yang berbahaya, misalnya pada pasien dengan ventilator. Gangguan
fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia dan hipertensi ekstrim
atau hipotensi terjadi kurang lebih 20% dari pasien dengan GBS gangguan
lain yang signifikan adalah ileus dinamik, hipontremia, dan defisiensi dari
fungsi mukosa bronchial
J. TERAPI

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan


secara umum bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini
dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan
angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus
diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan
mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi)
1. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
2. Plasmaparesis
Plasmaparesis
mengeluarkan

atau

faktor

plasma

autoantibodi

exchange
yang

bertujuan

beredar.

untuk

Pemakain

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa


perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang
lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan
dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14
hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset
gejala (minggu pertama).
3. Pengobatan imunosupresan:
a. Imunoglobulin IV
Pengobatan

dengan

menguntungkan

gamma

dibandingkan

globulin

intervena

plasmaparesis

karena

lebih
efek

samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg


BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4
gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

b. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
merkaptopurin
azathioprine

cyclophosphamid
K. PROGNOSIS
Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat bertahan dengan
penyakitnya, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat bertahan dengan gejala
sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila
dengan keadaan antara lain pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal,
mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas
penyakit lambat dan pendek, dan terjadi pada penderita berusia 30-60 tahun.
Faktor yang mempengaruhi buruknya prognostik
1. Penurunan hebat amplitudo potensial aksi berbagai otot
2. Umur tua
3. Kebutuhan dukungan ventilator
4. Perjalanan penyakit progresif & berat
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi
pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala
sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan
bila dengan keadaan antara lain:
a.
b.
c.
d.

pada pemeriksaan NCV- EMG relatif normal


mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset
progresifitas penyakit lambat dan pendek
pada penderita berusia 30-60 tahun

BAB III

KESIMPULAN
Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan
tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri
dengankarekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang
sifatnyaprogresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris,
otonom,maupun susunan saraf pusat. SGB merupakan Polineuropati akut, bersifat
simetris dan ascenden, yang,biasanya terjadi 1 3 minggu dan kadang sampai 8
minggu setelah suatu infeksi akut. Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya
kelemahan yang cepat atau bisa terjadi paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah,
otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat terjadi pada segala umur dan
tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landrys Paralisis ascending. Pertama
dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit akut,
ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.
Gejala klinis SGB berupa kelemahan, gangguan saraf kranial, perubahan
sensorik, nyeri, perubahan otonom, gangguan pernafasan. Sampai saat ini belum
ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama secara simptomatis.
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati komplikasi,
mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada
stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tandatanda vital. Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di rumah sakit
untuk memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi Pemeriksaan
penunjang untuk Sindroma Guillain-Barre adalah pemeriksaan LCS, EMG dan
MRI. Penyakit ini memiliki prognosis yang baik. Komplikasi yang dapat
menyebabkan kematian adalah gagal nafas dan aritmia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Evil Science. 2008. Available from : http://www.guillainbarresyndrome.net

2. Erasmus MC. Gullain-Barre Syndrome. Professor Marianne de vissers,


Editor. University Medical Center Rotterdam. Netherlands; 2004
3. Evidence Center. 2011. Available from:
http://bestprice.bmj.com/bestpractice/monograph/176/basics/epidemiology.
html
4. Dr Iskandar J, Guillain Barre Syndrome. Universitas Sumatera Utara ; 2005
5. Seneviratne

Clinicopathological

MD(SL),
Types

MRCP.
and

Guillain-Barre

Syndrome:

Electrophysiological

Diagnosis.

Departement of Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus;


2003.
6. Andary T M, 2011 [26/08/2011]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/315632-treatment
7. Ropper H A, Brown H R. Adams and Victor, Principles of Neurological 8th
edition. United States of America; 2005. p.1117-27
8. Mayo Clinic staff. 2011 [28/05/2011].

Available

from

syndrome/DS00413/DSECTION=treatments-and-drugs
9. AIDP ( Guillain Barre Syndrome ). Available

from

http://www.mayoclinic.com/health/guillain-barre

http://www.netterimages.com/image/63612.htm

Anda mungkin juga menyukai