5.1.
Dasar Teori
Sistem penambangan yang banyak digunakan saat ini ada tiga macam, yaitu
sistem tambang terbuka, tambang bawah tanah dan tambang bawah air. Pemilihan
metode penambangan ini didasarkan pada kondisi Topografi, Geologi, Endapan
Bahan Galian dan nilai Ekonominya. Sistem penambangan yang digunakan di Dusun
Plampang II, Desa kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah sistem tambang bawah tanah dengan metode cut & fill.
Hal ini dipilih karena kondisi badan bijih melebar dan berbentuk lensa sehingga
metode cut and fill. ini sesuai dengan untuk bahan galian mangan yang berada di
Dusun Plampang II, Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo,
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sistem tambang bawah tanah akan menghasilkan lubang bukaan penambangan,
sehingga selama kegiatan penambangan akan menghadapi kendala air terutama air
hujan. Di daerah ini terdapat air tanah yang cukup banyak, sehingga air tanah dapat
mempengaruhi kegiatan tambang secara signifikan. Oleh karena itu perlu dibuat
rancangan penyaliran air tambang untuk mengatasi masalah air yang berasal dari air
hujan dan air tanah.
Salah satu ciri utama tambang bawah tanah adalah adanya pengaruh air tanah
pada kegiatan penambangan. Elemen-elemen air tanah tersebut antara lain muka air
tanah, panas/temperatur, tekanan udara dan lain-lain yang dapat mempengaruhi
kondisi tempat kerja, yang selanjutnya mempengaruhi produktivitas tambang. Oleh
karena itu perlu dilakukan adanya kajian hidrogeologi.
Agar dalam melakukan kajian hidrogeologi dapat berjalan lancar dan tepat
sasaran, diperlukan kerangka kajian. Kerangka kajian ini sebagai acuan pelaksanaan
kajian di lapangan, terutama cakupan materi, data-data yang harus diambil, urutandan
75
kaitan masing-masing aspek kajian serta hasil yang diperoleh. Secara ringkas
kerangka kajian mencakup :
1. Kajian Hidrologi
2. Kajian Hidrogeologi
3. Pengendalian Air Tambang
4. Perhitungan Dimensi Saluran Terbuka
5. Perhitungan Dimensi sumuran
6. Perhitungan Julang Total Pompa Dan Spesifikasi Pompa
Diagram alir kerangka kajian hidrogeologi dapat dilihat di sebagai berikut :
Gambar 5.1
Kerangka Kajian Hidrogeologi PT. Ultra Mine Indonesia
76
M AT E R I KAJ I AN
DATA MASUKAN
DATA MASUKAN
Gambar 5.2
Kajian Hidrogeologi
Pada umumnya proses-proses yang berkaitan dengan siklus air merupakan hal
yang periodik terhadap ruang dan waktu, yang tergantung pada pergerakan bumi
terhadap matahari dan rotasi bumi pada porosnya.
a)
97,5% air laut; 1,75% berbentuk es; dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai,
77
air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara.Air di
bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi, dan pengaliran
keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah
menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan
atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian
langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi.Tidak semua
bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian
akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian
lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah.
Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah
(infiltrasi). Bagian yang lain merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk
permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke
sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke
laut, dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara.
Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai
(disebut aliran intra=interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air
tanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang
lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (disebut groundwater runoff
= limpasan air tanah).
Sungai dapat menampung tiga jenis air limpasan, yakni limpasan air permukaan
(surroom runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff)
yang pada akhirnya ketiga jenis limpasan itu akan mengalir ke laut. Air yang ada
dilaut mengalami evaporasi yang terjadi karena terkena sinar matahari ( pemanasan )
sehingga air laut akan mengalami penguapan. uap dari laut tersebut akan naik atau
terhembus ke atas daratan (kecuali bagian yang telah jatuh sebagai presipitasi ke
laut), jatuh ke daratan sebagai presipitasi (sebagian jatuh langsung ke sungai-sungai
dan mengalir langsung ke laut). Sebagian dari hujan atau salju yang jatuh di daratan
menguap dan meningkatkan kadar uap di atas daratan, sedangkan sebagian yang lain
mengalir ke sungai dan akhirnya ke laut.
Sirkulasi yang kontinu antara air laut dan air daratan berlangsung terus.Sirkulasi
air ini disebut siklus hidrologi (hydrological cycle).Sirkulasi air ini dipengaruhi
78
Gambar 5.3
Siklus hidrologi
Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara aliran kedalam
(inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu
disebut neraca air (water balance).
b)
Curah Hujan
Curah hujan akan menunjukkan suatu kecenderungan pengulangan. Sehubungan
dengan hal tersebut, dalam analisis curah hujan dikenal istilah periode ulang hujan
(return of period), yang berarti kemungkinan periode terulangnya suatu tingkat curah
hujan tertentu. Satuan periode ulang adalah tahun.
79
Dalam perancangan suatu bangunan air atau dalam hal ini adalah sarana
penyaliran tambang, salah satu kriteria perancangan adalah hujan rencana, yaitu
curah hujan dengan periode tertentu atau curah hujan yang memiliki kemungkinan
akan terjadi sekali dalam suatu jangka waktu tertentu.
Tabel 5.1
Data Curah Hujan perhari Kecamatan Kokap Tahun 2005-2014
d)
E.1), curah hujan rencana dengan PUH 6 tahun adalah sebesar 28,86 mm. Maka
perhitungan intensitas curah hujan adalah :
R 24
I 24
24 t
24
28,86 24 3
24 1
= 10,01 mm/ jam
80
e)
Air Limpasan
Air limpasan (run off) adalah bagian curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju sungai, danau maupun laut (Asdak, 1995). Aliran tersebut
terjadi karena air hujan yang mencapai permukaan tanah tidak terinfiltrasi akibat
intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi atau faktor lain, seperti kemiringan
lereng, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi (Arsyad, 1989).
Disamping itu, air hujan yang telah masuk ke dalam tanah kemudian keluar lagi ke
permukaan tanah dan mengalir ke bagian yang lebih rendah (Sri Harto, 1985).
81
f)
Gambar 5.4
Arah dan pola aliran air limpasan
Debit Air Limpasan
Metode yang dianggap baik untuk menghitung debit air limpasan puncak (peak
run off = Qp) adalah metode rasional (US Soil Conservation Service, 1973 dalam
Asdak, 1995).
Qp = 0,278 C I A (m3/detik)
Keterangan :
Qp: debit puncak (m3/detik)
C : koefisien air limpasan
I : intensitas hujan (mm/jam)
A : luas daerah DTH (km2).
Metode rasional berasumsi bahwa intensitas curah hujan merata di seluruh DAS
(daerah aliran sungai) dengan lama hujan (durasi) sama dengan waktu konsentrasi.
Waktu konsentrasi adalah waktu perjalanan yang diperlukan oleh air dari tempat
yang paling jauh (hulu DAS) sampai ke titik pengamatan aliran air larian.
Koefisien air limpasan adalah (run off) bilangan yang menunjukan
perbandingan antara air limpasan dengan jumlah air hujan. Sedangkan koefisien
regim sungai (KRS) merupakan koefisien perbandingan antara debit harian rata-rata
maksimum dengan debit harian rata-rata minimum. Secara makro evaluasi terhadap
DAS dapat dilakukan dengan menghitung nisbah (ratio) debit maksimum-minimum
dari tahun ke tahun. Penentuan koefisien limpasan dalam rancangan penyaliran
tambang umumnya menggunakan the catchment average volumetric run off
coefficient. Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain : kondisi permukaan tanah,
luas daerah tangkapan hujan, kondisi tanah penutup, dan lain-lain.
5.3.Kajian Hidrogeologi
a)
atas permukan air laut. Geomorfologi yang dapat ditemukan pada kawasan Formasi
Tempat Penelitian yakni bukit-bukit. Ciri perbukitan pada kawasan tersebut yakni
lereng terjal, berbatu, dan memiliki kemiringan 15%, berbentuk kerucut, puncak
membulat, dan lapisan tanah penutup yang tipis.
b)
82
langsung dilapangan dan peta hidrogeologi. Secara umum arah dan pola aliran air
tanah didaerah penyelidikan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Arah dan pola aliran air tanah bebas sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi
daerah penyelidikan.
b. Arah dan pola aliran air tanah tertekan lebih ditentukan oleh kondisi tekanan
pisometrik daerah tersebut.
Keberadaan air tanah pada operasi tambang bawah tanah telah menjadikan salah
satu faktor batasan penting terhadap tingkat keberhasilan ekonomis awal dari suatu
operasi penambangan. Semakin dalam kemajuan penambangan tambang bawah tanah
maka tingkat permasalahan air tanah akan semakin sulit. Oleh karena itu perlu
adanya sistem penyaliran yang baik. Penyaliran diperlukan sebagai penunjang
kelancaran dalam kegiatan penambangan. Sistem penyaliran yang ada pada lokasi
tambang bawah tanah dilaksanakan karena akumulasi air di dalam tambang yang
harus dikeluarkan.
83
11000738,9 0705058,9
11000726,5 0705104,5
d)
MAT
pH
EC
90
10 M
344s
27,4oC
7,5
580
12
0
12 M
27 oC
TDS
KET
171
Sumur
ppm
291
1
Sumur
ppm
operasional dan produksi. Oleh karena itu, debit total air yang masuk ke dalam front
tambang harus diperhitungkan dengan tepat agar pengeluaran air dapat dilakukan
dengan optimal. Berikut ini adalah Q rembesan dan Q limpasan air yang masuk ke
tambang:
Tabel 5.3
Debit Air
84
( Perhitungan koefisien limpasan dan debit air pada area penambangan dapat
dilihat pada lampiran E.3 dan E.4)
5.4.Pengendalian Air Tambang
Setiap tambang, baik banyak ataupun sedikit selalu ada air yang mengalir masuk
ke dalam tambang. Air ini masuk melalui batas perlapisan, celah-celah batuan
ataupun patahan. Masuknya air kedalam tambang harus dicegah atau dikeluarkan
agar tambang tidak terjadi genangan. Pencegahan masuknya air kedalam tambang
dapat dilakukan dengan jalan membuat parit pada samping bagian jalan tambang,
kemudian mengalirkannya ke tempat lain keluar daerah penambangan. Pada tempattempat yang diperkirakan akan menjadi jalur masuknya air kedalam tambang,
misalnya pada perpotongan antara aliran sungai dan singkapan.
Penyaliran pada sistem tambang bawah tanah umumnya dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Penyaliran tambang dengan pemompaan
Yaitu dengan mengeluarkan air tanah yang terdapat pada suatu jenjang.Air
tersebut selanjutnya dipompa keluar atau ke permukaan tambang menuju ke kolam
pengendapan dan selanjutnya dikeluarkan ke sungai jika sudah memenuhi syarat
tertentu.Penyaliran dengan pemompaan dapat dilakukan dengan sistem pemompaan
langsung menggunakan pompa slurry dan dengan sistem pemompaan tidak langsung
berupa fasilitas pompa yang terpasang secara terpisah untuk memompa air bersih
(tidak berlumpur), dimana air tambang yang terkumpul diendapkan terlebih dahulu
untuk memisahkan air jernih dengan endapan lumpur pada suatu sumur pengendap
(settler sump).
b. Penyaliran tambang dengan paritan
Yaitu dengan membuat suatu paritan yang mengelilingi tambang untuk
mencegah masuknya air dalam area kerja tambang untuk tambang bawah tanah. Air
yang mengalir dengan sistem ini menggunakan gaya gravitasi untuk keluar ke
permukaan.Karena pada lokasi penelitian di Dusun PlampangII air tanah tidak
85
1 3 2
R SA
n
Keterangan:
Q
n
A
R
S
86
Gambar 5.7
Penampang Saluran Terbuka
Untuk saluran berbentuk persegi dengan kemiringan sisi 500, digunakan rumus :
1
0,577
tg 50
b ( Z 2 1) 2 Z d 1,155d
A = (b + Zd).d
= (1,155d+0,577d) x d = 1,73d2
P = b + {(1+Z2)0,5 Z} = 3,455d
A 1,73d 2
0,5d
P 3,455d
Dengan :
Q = Debit aliran air dalam saluran (m3/detik)
R = Jari-jari hidrolik
(m)
A = Luas penampang saluran
(m2)
S = kemiringan
(0,25%)
n = Koefisien kekasaran dinding saluran (tetapan Manning)
Saluran untuk mengalirkan air tambang umumnya terdiri dari tanah maka
koefisien kekasaran dinding saluran diperoleh nilai n = 0,02.
Tabel 5.4
Penampang Saluran Terbuka
87
= 10,11m3
= 6 m3
= 4,11 m3
Lebar sumuran
=2m
Panjang sumuran
=2m
Tinggi sumuran
=2m
Volume sumuran
= 8 m3
mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan. Rumus yang digunakan adalah :
Vd 2
H = ha + hp + hf + 2 g
Keterangan :
H = Julang total pompa (meter)
ha = Julang statik total (meter)
88
1. Julang Statik
Julang statik timbul karena perbedaan elevasi antara muka air pada pipa isap
dan pipa keluar
Gambar 5.8
JulangStatik
2. Julang Tekanan
Julang tekanan ( hp) yang bekerja pada kedua permukaan air dianggap sama
karena tekanan pada muka air isap sama dengan tekanan pada muka air keluar maka
julang tekanan = 0 (nol)
3. Julang Kehilangan (Head Loss)
Kehilangan julang adalah energi untuk mengatasi kehilangan-kehilangan yang
timbul akibat aliran fluida yang terdiri dari kehilangan julang gesek didalam pipa,
kehilangan julang pada belokan, katup dan perubahan diameter pipa.
a. Kehilangan Julang Gesek
L.V 2
h f f
2.D.g
Keterangan :
hf
f
L
V
D
g
v
x
2 .g
Keterangan :
89
D
tan 1 ( )
2
R=
Keterangan :
R
D
4.
[ ]
v2
2g
Keterangan
hf3
f
V
g
5.
Julang Kecepatan
v2
hv
2g
Keterangan :
hv
V
g
90
Tabel 5.6
Head pompa
lampiran E.7)
Dari julang total dapat sebagai pertimbangan dalam pemilihan pompa. PT. Ultra
Mine Indonesia berencana menggunakan Jet Pump Shimizu berjumlah 3 buah. Yang
diletakan pada setiap adit yang dibuat.Spesifikasi pompa yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Suction Head : 50 m
Discharge Head : 50 m
Total Head : 100 m
Maximum Flow Rate :100 Liter/min
Gambar 5.9
Jet Pump Shimizu
91
Hukum Stokes berlaku bila persen padatan kurang dari 40%, dan untuk persen
padatan lebih besar dari 40% berlaku hukum Newton.
Diameter partikel padatan tidak lebih dari 9 x 10-6 m, karena jika lebih besar akan
b)
berupa kolam berbentuk empat persegi panjang. Padahal, sebenarnya bentuk kolam
pengendapan bermacam-macam tergantung dari kondisi lapangan dan keperluannya.
Walaupun bentuknya bermacam-macam, setiap kolam pengendapan akan selalu
mempunyai empat zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material
padatan (solid particle). Empat zona tersebut adalah sebagai berikut :
1. Zona masukan, tempat dimana air lumpur masuk ke dalam kolam pengendapan
dengan asumsi campuran air dan padatan terdistribusi secara seragam. Zona ini
panjangnya 0,5-1 kali kedalaman kolam (Huisman, 1977).
2. Zona pengendapan, tempat dimana partikel padatan (solid) akan mengendap.
Panjang zona pengendapan adalah panjang kolam pengendapan dikurangi
panjang zona masuk dan keluaran (Huisman, 1977).
3. Zona endapan lumpur, tempat dimana partikel padatan dalam cairan (lumpur)
mengalami pengendapan.
92
4. Zona keluaran, tempat keluarnya buangan cairan yang jernih. Panjang zona ini
kira-kira sama dengan kedalaman kolam pengendapan, diukur dari ujung lubang
pengeluaran (Huisman, 1977).
Gambar 5.10
Sketsa kolam pengendapan
Kolam pengendapan yang dibuat agar dapat berfungsi lebih efektif, harus
memenuhi beberapa persyaratan teknis, seperti :
-
Geometri kolam pengendapan harus disesuaikan dengan ukuran Back Hoe yang
biasanya dipakai untuk melakukan perawatan kolam pengendapan, seperti
mengeruk lumpur dalam kolam, memperbaiki tanggul kolam, dsb.
Gambar 5.11
Bentuk kolam pengendapan yang memenuhi syarat teknis
93
=6m
= 11 m
=3m
Lebar penyekat a
= 0,5 m
Panjang penyekat a
= 4,5 m
Kedalaman penyekat a
=5m
Lebar penyekat b
= 0,5 m
Panjang penyekat b
= 4,5 m
Kedalaman penyekat b
= 4,5 m
Volume kolam
Waktu pengerukan
= 108.795.904 hari
Pengerukan lumpur dari dasar kolam dilakukan dengan interval 3bulan sekali,
supaya air dari kolam pengendapan menjadi bersih. Lumpur dibawa naik ke
permukaan untuk dikeringkan.
Untuk pengerukan lumpur dari dasar kolam, dipakai backhoe CAT E240,
dengan spesifikasi.:
-
: 7,00 m.
: 5,00 m
: 2,70 m
94