Anda di halaman 1dari 20

BAB V

PENYELIDIKAN HIDROLOGI DAN RENCANA SISTEM


PENYALIRAN TAMBANG

5.1.

Dasar Teori
Sistem penambangan yang banyak digunakan saat ini ada tiga macam, yaitu

sistem tambang terbuka, tambang bawah tanah dan tambang bawah air. Pemilihan
metode penambangan ini didasarkan pada kondisi Topografi, Geologi, Endapan
Bahan Galian dan nilai Ekonominya. Sistem penambangan yang digunakan di Dusun
Plampang II, Desa kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah
Istimewa Yogyakarta adalah sistem tambang bawah tanah dengan metode cut & fill.
Hal ini dipilih karena kondisi badan bijih melebar dan berbentuk lensa sehingga
metode cut and fill. ini sesuai dengan untuk bahan galian mangan yang berada di
Dusun Plampang II, Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo,
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sistem tambang bawah tanah akan menghasilkan lubang bukaan penambangan,
sehingga selama kegiatan penambangan akan menghadapi kendala air terutama air
hujan. Di daerah ini terdapat air tanah yang cukup banyak, sehingga air tanah dapat
mempengaruhi kegiatan tambang secara signifikan. Oleh karena itu perlu dibuat
rancangan penyaliran air tambang untuk mengatasi masalah air yang berasal dari air
hujan dan air tanah.
Salah satu ciri utama tambang bawah tanah adalah adanya pengaruh air tanah
pada kegiatan penambangan. Elemen-elemen air tanah tersebut antara lain muka air
tanah, panas/temperatur, tekanan udara dan lain-lain yang dapat mempengaruhi
kondisi tempat kerja, yang selanjutnya mempengaruhi produktivitas tambang. Oleh
karena itu perlu dilakukan adanya kajian hidrogeologi.
Agar dalam melakukan kajian hidrogeologi dapat berjalan lancar dan tepat
sasaran, diperlukan kerangka kajian. Kerangka kajian ini sebagai acuan pelaksanaan
kajian di lapangan, terutama cakupan materi, data-data yang harus diambil, urutandan
75

kaitan masing-masing aspek kajian serta hasil yang diperoleh. Secara ringkas
kerangka kajian mencakup :
1. Kajian Hidrologi
2. Kajian Hidrogeologi
3. Pengendalian Air Tambang
4. Perhitungan Dimensi Saluran Terbuka
5. Perhitungan Dimensi sumuran
6. Perhitungan Julang Total Pompa Dan Spesifikasi Pompa
Diagram alir kerangka kajian hidrogeologi dapat dilihat di sebagai berikut :

Gambar 5.1
Kerangka Kajian Hidrogeologi PT. Ultra Mine Indonesia

76

5.2 Kajian Hidrologi


KAJIAN HIDROGEOLOGI

M AT E R I KAJ I AN

KAJIAN HIDROLOGI Dusun Plampang II, meliputi :


Kondisi Hidrologi daerah penyelidikan
Kondisi morfologi daerah
Analisis data curah hujan

DATA MASUKAN

KAJIAN HIDROGEOLOGI Dusun Plampang II , meliputi :


Kondisi geologi.
Kondisi akuifer.
Kondisi airtanah.
Kondisi kualitas airtanah.

PENGENDALIAN AIR TAMBANG

DATA MASUKAN

Luas daerah tangkapan hujan


Rencana kemajuan tambang (kemajuan penambangan)
Sumber dan jumlah air tambang

Penentuan bentuk saluran terbuka (paritan) untuk air tambang.


Penentuan bentuk kolam pengendapan

Perhitungan dimensi saluran air (paritan) untuk air tambang.


Perhitungan dimensi kolam pengendapan

Gambar 5.2
Kajian Hidrogeologi
Pada umumnya proses-proses yang berkaitan dengan siklus air merupakan hal
yang periodik terhadap ruang dan waktu, yang tergantung pada pergerakan bumi
terhadap matahari dan rotasi bumi pada porosnya.
a)

Siklus Hidrologi dan Neraca Air


Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyar km3 air yang terdiri dari

97,5% air laut; 1,75% berbentuk es; dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai,

77

air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara.Air di
bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi, dan pengaliran
keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah
menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan
atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian
langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi.Tidak semua
bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian
akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian
lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah.
Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah
(infiltrasi). Bagian yang lain merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk
permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke
sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke
laut, dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara.
Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai
(disebut aliran intra=interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air
tanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang
lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (disebut groundwater runoff
= limpasan air tanah).
Sungai dapat menampung tiga jenis air limpasan, yakni limpasan air permukaan
(surroom runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff)
yang pada akhirnya ketiga jenis limpasan itu akan mengalir ke laut. Air yang ada
dilaut mengalami evaporasi yang terjadi karena terkena sinar matahari ( pemanasan )
sehingga air laut akan mengalami penguapan. uap dari laut tersebut akan naik atau
terhembus ke atas daratan (kecuali bagian yang telah jatuh sebagai presipitasi ke
laut), jatuh ke daratan sebagai presipitasi (sebagian jatuh langsung ke sungai-sungai
dan mengalir langsung ke laut). Sebagian dari hujan atau salju yang jatuh di daratan
menguap dan meningkatkan kadar uap di atas daratan, sedangkan sebagian yang lain
mengalir ke sungai dan akhirnya ke laut.
Sirkulasi yang kontinu antara air laut dan air daratan berlangsung terus.Sirkulasi
air ini disebut siklus hidrologi (hydrological cycle).Sirkulasi air ini dipengaruhi

78

olehkondisi meteorologi(suhu, tekanan, atmosfer, angin, dan lain-lain) dan kondisi


topografi, tetapi kondisi meteorologi adalah faktor-faktor yang menentukan.

Gambar 5.3
Siklus hidrologi
Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara aliran kedalam
(inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu
disebut neraca air (water balance).
b)

Kondisi Hidrologi Daerah Penyelidikan


Daerah penelitian di Dusun Plampang II, Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap,

Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki hujan tropis yang


ditandai dengan adanya pergantian dua musim, yaitu musim hujan dan musim
kemarau. Temperatur udara berkisar antara 30C - 35C. Curah hujan rata-rata
pertahun yaitu 169,4 mm. Jumlah hari hujan rata-rata per tahun hanya 100,18
hari/tahun. Curah hujan harian maksimum adalah 26,12mm/hari.
( Perhitungan curah hujan rata-rata dapat dilihat pada lampiran E.1)
c)

Curah Hujan
Curah hujan akan menunjukkan suatu kecenderungan pengulangan. Sehubungan

dengan hal tersebut, dalam analisis curah hujan dikenal istilah periode ulang hujan
(return of period), yang berarti kemungkinan periode terulangnya suatu tingkat curah
hujan tertentu. Satuan periode ulang adalah tahun.

79

Dalam perancangan suatu bangunan air atau dalam hal ini adalah sarana
penyaliran tambang, salah satu kriteria perancangan adalah hujan rencana, yaitu
curah hujan dengan periode tertentu atau curah hujan yang memiliki kemungkinan
akan terjadi sekali dalam suatu jangka waktu tertentu.
Tabel 5.1
Data Curah Hujan perhari Kecamatan Kokap Tahun 2005-2014

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Kulon Progo

d)

Analisa Data Curah Hujan


Berdasarkan hasil perhitungan curah hujan rencana (dapat dilihat di lampiran

E.1), curah hujan rencana dengan PUH 6 tahun adalah sebesar 28,86 mm. Maka
perhitungan intensitas curah hujan adalah :
R 24
I 24

24 t

Keterangan : I = Intensitas curah hujan (mm/jam)


R24 = Curah hujan harian maksimum (mm/hari)
t = Waktu = 1 jam.
R
I = 24
24

24

28,86 24 3

24 1
= 10,01 mm/ jam

( Perhitungan curah hujan rencana dapat dilihat pada lampiran E.2)

80

e)

Air Limpasan
Air limpasan (run off) adalah bagian curah hujan yang mengalir di atas

permukaan tanah menuju sungai, danau maupun laut (Asdak, 1995). Aliran tersebut
terjadi karena air hujan yang mencapai permukaan tanah tidak terinfiltrasi akibat
intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi atau faktor lain, seperti kemiringan
lereng, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi (Arsyad, 1989).
Disamping itu, air hujan yang telah masuk ke dalam tanah kemudian keluar lagi ke
permukaan tanah dan mengalir ke bagian yang lebih rendah (Sri Harto, 1985).

Daerah Dusun Plampang II, Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten


Kulonprogo, Daerah Istimewa Jogjakarta merupakan daerah dimana terdapat andesit
dan batugamping yang banyak terdapat fracture atau diaklas, maka kapasitas
infiltrasi daerah ini termasuk tinggi sehingga air hujan akan dapat langsung
terinfiltrasi melalui bidang bidang perlapisan, retakan retakan, dan porositas
sekunder, sehingga debit air limpasan dapat diasumsikan minimal

81

f)

Gambar 5.4
Arah dan pola aliran air limpasan
Debit Air Limpasan
Metode yang dianggap baik untuk menghitung debit air limpasan puncak (peak

run off = Qp) adalah metode rasional (US Soil Conservation Service, 1973 dalam
Asdak, 1995).
Qp = 0,278 C I A (m3/detik)
Keterangan :
Qp: debit puncak (m3/detik)
C : koefisien air limpasan
I : intensitas hujan (mm/jam)
A : luas daerah DTH (km2).
Metode rasional berasumsi bahwa intensitas curah hujan merata di seluruh DAS
(daerah aliran sungai) dengan lama hujan (durasi) sama dengan waktu konsentrasi.
Waktu konsentrasi adalah waktu perjalanan yang diperlukan oleh air dari tempat
yang paling jauh (hulu DAS) sampai ke titik pengamatan aliran air larian.
Koefisien air limpasan adalah (run off) bilangan yang menunjukan
perbandingan antara air limpasan dengan jumlah air hujan. Sedangkan koefisien
regim sungai (KRS) merupakan koefisien perbandingan antara debit harian rata-rata
maksimum dengan debit harian rata-rata minimum. Secara makro evaluasi terhadap
DAS dapat dilakukan dengan menghitung nisbah (ratio) debit maksimum-minimum
dari tahun ke tahun. Penentuan koefisien limpasan dalam rancangan penyaliran
tambang umumnya menggunakan the catchment average volumetric run off
coefficient. Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain : kondisi permukaan tanah,
luas daerah tangkapan hujan, kondisi tanah penutup, dan lain-lain.
5.3.Kajian Hidrogeologi
a)

Morfologi Daerah Penyelidikan


Daerah penambangan merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian 150 m di

atas permukan air laut. Geomorfologi yang dapat ditemukan pada kawasan Formasi
Tempat Penelitian yakni bukit-bukit. Ciri perbukitan pada kawasan tersebut yakni
lereng terjal, berbatu, dan memiliki kemiringan 15%, berbentuk kerucut, puncak
membulat, dan lapisan tanah penutup yang tipis.
b)

Geologi Daerah Penyelidikan

82

Berdasarkan ciri batuan yang terdapat di daerah penyelidikan, batuan dapat


dikelompokkan menjadi batuan Pra tersier dan batuan Tersier. Daerah Kulon Progo
memiliki jenis batuan yang sangat variatif mulai dari jenis batuan dengan umur
tersier; adalah sekis, filit, marmer, kuarsit, dan sabak yang berumur pra tersier.
Diatasnya dijumpai kelompok jiwo yang terdiri dari Formasi Wungkal serta formasi
batugamping dengan litologi konglomerat, batu pasir, gamping foraminifera dan
napal, secara tidak selaras diatasnya dijumpai Formasi Kebo Butak, dimana
Formasi Kebo terdiri dari serpih, batu pasir dan algomerat sementara pada formasi
butak terdapat Formasi Semilir yang terdiri dari breksi tufa pumis asam berumur
meiosen awal. Formasi Anjir tersusun dari batugamping berlapis, batugamping
massif, dan batugamping terumbu. Ciri fisik yang spesifik pada formasi ini adalah
porositas sekunder berupa rongga rongga yang terbentuk dari hasil pelarutan
mineral mineral kalsit maupun dolomit. Formasi ini kadang kadang menunjukkan
hubungan selaras di atas formasi Oyo.
c)

Kajian Kondisi Air tanah


Analisis kondisi air tanah di daerah penambangan didasarkan pada pengamatan

langsung dilapangan dan peta hidrogeologi. Secara umum arah dan pola aliran air
tanah didaerah penyelidikan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Arah dan pola aliran air tanah bebas sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi
daerah penyelidikan.
b. Arah dan pola aliran air tanah tertekan lebih ditentukan oleh kondisi tekanan
pisometrik daerah tersebut.
Keberadaan air tanah pada operasi tambang bawah tanah telah menjadikan salah
satu faktor batasan penting terhadap tingkat keberhasilan ekonomis awal dari suatu
operasi penambangan. Semakin dalam kemajuan penambangan tambang bawah tanah
maka tingkat permasalahan air tanah akan semakin sulit. Oleh karena itu perlu
adanya sistem penyaliran yang baik. Penyaliran diperlukan sebagai penunjang
kelancaran dalam kegiatan penambangan. Sistem penyaliran yang ada pada lokasi
tambang bawah tanah dilaksanakan karena akumulasi air di dalam tambang yang
harus dikeluarkan.

83

Penyaliran pada tambang bawah tanah umumnya dilakukan dengan cara


drainase, yang bertujuan untuk mencegah air agar tidak menggangu area tambang
yaitu dengan membuat parit bila topografi di daerahnya memungkinkan dimana parit
ini dibuat sebagai saluran mengeluarkan air dari tambang bawah tanah dengan cara
dialirkan kedalam sumuran. Cara ini relatif murah dan ekonomis bila dibandingkan
dengan sistem penyaliran menggunakan cara pemompaan air keluar tambang atau
dengan menggunakan sistem penyaliran alami.
Pada Dusun PlampangII terdapat sejumlah air tanah, dibuktikan dengan adanya
sumur-sumur di pemukiman penduduk dengan kedalaman sekitar 10-30 m. Kondisi
air tanah saat pengamatan cukup jernih, sehingga warga Dusun PlampangII
menggunakan air tanah ini untuk keperluan sehari-hari untuk memasak, mandi,
mencuci, dan sebagainya.
Namun, karena rencana penambangan PT. Ultra Mine berada di bawah level
muka air tanah, sehingga keberadaan air tanah mengganggu kegiatan penambangan.
Oleh karenanya dalam perhitungan jumlah air tambang, air tanah tidak ikut dihitung.
Tabel 5.2
Koordinat dan Sifat fisik air tanah
N
o

11000738,9 0705058,9

11000726,5 0705104,5

d)

MAT

pH

EC

90

10 M

344s

27,4oC

7,5

580

12
0

12 M

27 oC

TDS

KET

171

Sumur

ppm
291

1
Sumur

ppm

Jumlah air yang masuk ke tambang


Air yang masuk ke dalam front tambang dapat mengganggu kegiatan

operasional dan produksi. Oleh karena itu, debit total air yang masuk ke dalam front
tambang harus diperhitungkan dengan tepat agar pengeluaran air dapat dilakukan
dengan optimal. Berikut ini adalah Q rembesan dan Q limpasan air yang masuk ke
tambang:
Tabel 5.3
Debit Air

84

( Perhitungan koefisien limpasan dan debit air pada area penambangan dapat
dilihat pada lampiran E.3 dan E.4)
5.4.Pengendalian Air Tambang
Setiap tambang, baik banyak ataupun sedikit selalu ada air yang mengalir masuk
ke dalam tambang. Air ini masuk melalui batas perlapisan, celah-celah batuan
ataupun patahan. Masuknya air kedalam tambang harus dicegah atau dikeluarkan
agar tambang tidak terjadi genangan. Pencegahan masuknya air kedalam tambang
dapat dilakukan dengan jalan membuat parit pada samping bagian jalan tambang,
kemudian mengalirkannya ke tempat lain keluar daerah penambangan. Pada tempattempat yang diperkirakan akan menjadi jalur masuknya air kedalam tambang,
misalnya pada perpotongan antara aliran sungai dan singkapan.
Penyaliran pada sistem tambang bawah tanah umumnya dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Penyaliran tambang dengan pemompaan
Yaitu dengan mengeluarkan air tanah yang terdapat pada suatu jenjang.Air
tersebut selanjutnya dipompa keluar atau ke permukaan tambang menuju ke kolam
pengendapan dan selanjutnya dikeluarkan ke sungai jika sudah memenuhi syarat
tertentu.Penyaliran dengan pemompaan dapat dilakukan dengan sistem pemompaan
langsung menggunakan pompa slurry dan dengan sistem pemompaan tidak langsung
berupa fasilitas pompa yang terpasang secara terpisah untuk memompa air bersih
(tidak berlumpur), dimana air tambang yang terkumpul diendapkan terlebih dahulu
untuk memisahkan air jernih dengan endapan lumpur pada suatu sumur pengendap
(settler sump).
b. Penyaliran tambang dengan paritan
Yaitu dengan membuat suatu paritan yang mengelilingi tambang untuk
mencegah masuknya air dalam area kerja tambang untuk tambang bawah tanah. Air
yang mengalir dengan sistem ini menggunakan gaya gravitasi untuk keluar ke
permukaan.Karena pada lokasi penelitian di Dusun PlampangII air tanah tidak

85

mempengaruhi kegiatan penambangan, maka sistem penyaliran yang ada hanya


menggunakan paritan.Pengendalian air tambang ini meliputi :
1) Perhitungan jumlah air tambang
2) Penentuan saluran terbuka
3) Penentuan kolam pengendapan.
Jumlah air tambang pada tambang terbuka adalah jumlah air limpasan dan
jumlah air hujan yang langsung masuk ke dalam tambang.
5.4.1.Sistem Penyaliran Tambang
Sistem penyaliran yang digunakan dalam kegiatan tambang pada PT. Ultra Mine
Indonesia adalah mine dewatering dan mine drainage. Sistem mine dewatering
digunakan untuk mengeluarkan air yang berada di dalam front tambang dan
mengganggu kegiatan produksi. Sedangkan sistem mine drainage digunakan untuk
memasukkan air ke dalam front tambang yang dibutuhkan untuk mendukung
operasional kegiatan tambang.
5.4.2. Saluran Terbuka
Masalah yang cukup penting dalam merancang sistem penyaliran tambang
adalah penentuan dimensi saluran terbuka. Saluran terbuka merupakan salah satu
metode yang digunakan pada mine drainage system. Sistem ini digunakan pada
bukaan tambang sebagai jalan masuk utama dan saluran terbuka disekitar area
tambang . Untuk itu, perhitungan dimensi saluran dilakukan dengan menggunakan
rumus Manning :
2

1 3 2
R SA
n

Keterangan:
Q
n
A
R
S

: debit aliran (m3/detik)


:koefisien kekasaran saluran
: luas penampang saluran (m2)
: jari jari hidrolis (m)
: kemiringan dasar saluran (%)

86

Gambar 5.7
Penampang Saluran Terbuka
Untuk saluran berbentuk persegi dengan kemiringan sisi 500, digunakan rumus :

1
0,577
tg 50

b ( Z 2 1) 2 Z d 1,155d

A = (b + Zd).d
= (1,155d+0,577d) x d = 1,73d2
P = b + {(1+Z2)0,5 Z} = 3,455d

A 1,73d 2

0,5d
P 3,455d

Dengan :
Q = Debit aliran air dalam saluran (m3/detik)
R = Jari-jari hidrolik
(m)
A = Luas penampang saluran
(m2)
S = kemiringan
(0,25%)
n = Koefisien kekasaran dinding saluran (tetapan Manning)
Saluran untuk mengalirkan air tambang umumnya terdiri dari tanah maka
koefisien kekasaran dinding saluran diperoleh nilai n = 0,02.

Tabel 5.4
Penampang Saluran Terbuka

87

( Perhitungan dimensi saluran terbuka dapat dilihat pada lampiran E.5)


5.4.3. Sumuran
Sumuran digunakan untuk menampung air yang akan digunakan untuk kegiatan
operasional tambang. Berikut ini adalah volume air rembesan dan dimensi sumuran
berdasarkan perhitungan pada Lampiran E.7:
Volume air rembesan per hari:

Volume total per hari

= 10,11m3

Volume pemompaan 1 hari

= 6 m3

Volume yang belum terpompa

= 4,11 m3

Dimensi dari sumuran yang akan dibuat

Lebar sumuran

=2m

Panjang sumuran

=2m

Tinggi sumuran

=2m

Volume sumuran

= 8 m3

( Perhitungan dimensi sumuran dapat dilihat pada lampiran E.6)


5.5. Perhitungan Pompa
Tambang bawah tanah di adit 1,2 menggunakanMine DewateringSystem.Oleh
karena itu perlu dilakukan perhitungan untuk menemukan jenis dan jumlah pompa
yang sesuai untuk digunakan dalam kegiatan penambangan tersebut.
a)

Julang Total Pompa


Julang (Head) pompa adalah energi yang harus disediakan untuk dapat

mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan. Rumus yang digunakan adalah :

Vd 2
H = ha + hp + hf + 2 g
Keterangan :
H = Julang total pompa (meter)
ha = Julang statik total (meter)

88

hp = Perbedaan julang tekanan pada kedua permukaan air


hf = kerugian pada pipa (meter)
b)

Perhitungan Pompa Antara Permukaan dan Sump

1. Julang Statik
Julang statik timbul karena perbedaan elevasi antara muka air pada pipa isap
dan pipa keluar

Gambar 5.8
JulangStatik
2. Julang Tekanan
Julang tekanan ( hp) yang bekerja pada kedua permukaan air dianggap sama
karena tekanan pada muka air isap sama dengan tekanan pada muka air keluar maka
julang tekanan = 0 (nol)
3. Julang Kehilangan (Head Loss)
Kehilangan julang adalah energi untuk mengatasi kehilangan-kehilangan yang
timbul akibat aliran fluida yang terdiri dari kehilangan julang gesek didalam pipa,
kehilangan julang pada belokan, katup dan perubahan diameter pipa.
a. Kehilangan Julang Gesek

L.V 2

h f f
2.D.g
Keterangan :
hf
f
L
V
D
g

: julang gesek (m)


: koefisien kerugian pipa (m)
: panjang pipa (m)
: kecepatan aliran air dalam pipa (m/detik)
: diameter pipa (m)
: percepatan gravitasi bumi (9,812 m/ detik2)

b. Kehilangan Julang pada Belokan.


hb f b

v
x

2 .g

Keterangan :

89

hb : julang pada belokan (m)


fb : koefisien kerugian pada belokan
V : kecepatan aliran air dalam pipa (m/detik)
g
: percepatan gravitasi bumi (9,812 m/ detik2)
fb= [ 0,131 + 1,847 (D/2R)3,5 ].(/90)0,5
Keterangan :
fb
R
D

: koefisien kerugian pada belokan


: jari-jari lengkung belokan (m)
: diameter dalam pipa (m)
: sudut belokan pipa (derajat)

D
tan 1 ( )
2
R=
Keterangan :
R
D

: jari-jari lengkung belokan (m)


: diameter dalam pipa (m)
: sudut belokan pipa (derajat)

4.

Julang Katup Isap


h f 3=f

[ ]
v2
2g

Keterangan
hf3
f
V
g

: julang katup isap (m)


: koefisien kerugian pada katup isap (lihat tabel 5.6)
: kecepatan aliran air dalam pipa (m/detik)
: percepatan gravitasi bumi (9,812 m/ detik2)

5.

Julang Kecepatan

v2
hv
2g
Keterangan :
hv
V
g

: julang kecepatan (m)


: kecepatan aliran air dalam pipa (m/detik)
: percepatan gravitasi bumi (9,812 m/ detik2)
Tabel 5.5
Koefisien Kerugian Pada Berbagai Katup Isap

90

Tabel 5.6
Head pompa

( Perhitungan julang total pompa dan spesifikasi pompa

dapat dilihat pada

lampiran E.7)
Dari julang total dapat sebagai pertimbangan dalam pemilihan pompa. PT. Ultra
Mine Indonesia berencana menggunakan Jet Pump Shimizu berjumlah 3 buah. Yang
diletakan pada setiap adit yang dibuat.Spesifikasi pompa yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Suction Head : 50 m
Discharge Head : 50 m
Total Head : 100 m
Maximum Flow Rate :100 Liter/min

Motor Output : 500 watt


Voltage/Hz/Phase : 220
V/50 Hz/1
Automatic
Pipe Size : 1.25" x 1"

Gambar 5.9
Jet Pump Shimizu

5.6. Kolam Pengendapan

91

Dalam merancang kolam pengendapan terdapat beberapa faktor yang harus


dipertimbangkan, antara lain ukuran dan bentuk butiran padatan, kecepatan aliran,
persen padatan, dan sebagainya
a) Ukuran Partikel
Luas kolam pengendapan secara analitis dapat dihitung berdasarkan parameter
dan asumsi sebagai berikut :
-

Hukum Stokes berlaku bila persen padatan kurang dari 40%, dan untuk persen
padatan lebih besar dari 40% berlaku hukum Newton.
Diameter partikel padatan tidak lebih dari 9 x 10-6 m, karena jika lebih besar akan

diperoleh ukuran luas kolam yang tidak memadai.


-

Kekentalan air 1,31 x 10-6 kg/ms (Rijn, L.C. Van, 1985).

Partikel padatan dalam lumpur dari material yang sejenis.

Batasan ukuran partikel yang diperbolehkan keluar dari kolam pengendapan


diketahui.

Kecepatan pengendapan partikel dianggap sama.

Perbandingan cairan dan padatan telah ditentukan.

b)

Bentuk Kolam Pengendapan


Bentuk kolam pengendapan umumnya hanya digambarkan secara sederhana,

berupa kolam berbentuk empat persegi panjang. Padahal, sebenarnya bentuk kolam
pengendapan bermacam-macam tergantung dari kondisi lapangan dan keperluannya.
Walaupun bentuknya bermacam-macam, setiap kolam pengendapan akan selalu
mempunyai empat zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material
padatan (solid particle). Empat zona tersebut adalah sebagai berikut :
1. Zona masukan, tempat dimana air lumpur masuk ke dalam kolam pengendapan
dengan asumsi campuran air dan padatan terdistribusi secara seragam. Zona ini
panjangnya 0,5-1 kali kedalaman kolam (Huisman, 1977).
2. Zona pengendapan, tempat dimana partikel padatan (solid) akan mengendap.
Panjang zona pengendapan adalah panjang kolam pengendapan dikurangi
panjang zona masuk dan keluaran (Huisman, 1977).
3. Zona endapan lumpur, tempat dimana partikel padatan dalam cairan (lumpur)
mengalami pengendapan.

92

4. Zona keluaran, tempat keluarnya buangan cairan yang jernih. Panjang zona ini
kira-kira sama dengan kedalaman kolam pengendapan, diukur dari ujung lubang
pengeluaran (Huisman, 1977).

Gambar 5.10
Sketsa kolam pengendapan
Kolam pengendapan yang dibuat agar dapat berfungsi lebih efektif, harus
memenuhi beberapa persyaratan teknis, seperti :
-

Sebaiknya bentuk kolam pengendapan dibuat berkelok-kelok (zig-zag). agar


kecepatan aliran lumpur relatif rendah, sehingga partikel padatan cepat
mengendap.

Geometri kolam pengendapan harus disesuaikan dengan ukuran Back Hoe yang
biasanya dipakai untuk melakukan perawatan kolam pengendapan, seperti
mengeruk lumpur dalam kolam, memperbaiki tanggul kolam, dsb.

Gambar 5.11
Bentuk kolam pengendapan yang memenuhi syarat teknis

93

c. Perhitungan Dimensi Kolam Pengendapan

Lebar kolam (L)

=6m

Panjang kolam (P)

= 11 m

Kedalaman Kolam (h)

=3m

Lebar penyekat a

= 0,5 m

Panjang penyekat a

= 4,5 m

Kedalaman penyekat a

=5m

Lebar penyekat b

= 0,5 m

Panjang penyekat b

= 4,5 m

Kedalaman penyekat b

= 4,5 m

Volume kolam

= (11x 6x 3) m3 11,25 m3 10,125 m3


= 128,625 m3

Waktu pengerukan

= 108.795.904 hari

Pengerukan lumpur dari dasar kolam dilakukan dengan interval 3bulan sekali,
supaya air dari kolam pengendapan menjadi bersih. Lumpur dibawa naik ke
permukaan untuk dikeringkan.
Untuk pengerukan lumpur dari dasar kolam, dipakai backhoe CAT E240,
dengan spesifikasi.:
-

Kap. mangkok munjung (heapedcapacity) : 1,44 m3 (1,88


Cuyad)

Jangkauan gali mendatar

: 7,00 m.

Jangkauan gali vertikal

: 5,00 m

Lebar terluar rantai (crawler track)

: 2,70 m

( Perhitungan dimensi kolam pengendapan dapat dilihat pada lampiran E.8)

94

Anda mungkin juga menyukai