Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan
zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada
kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di
seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian
penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara
berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju
lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena
adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat
5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, ratarata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini
merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping
infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi
terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti
dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data
dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita
batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari
tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada
tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat
pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy)
yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan
operasi terbuka).
Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering
muncul pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting
perawatan medis

pada pasien dengan batu saluran kemih. Dengan

perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan yang


tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya

variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit maupun


daerah.
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi
dan keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal, batu
ureter, batu buli-buli dan batu uretra. Batu saluran kemih pada umumnya
mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesiumamonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lainnya. Semua
tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu staghorn,
namun pada 75% kasus, komposisinya terdiri dari matriks struvit-karbonatapatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu
infeksi, atau batu urease.
Nefrolitiasis atau batu ginjal adalah kasus yang sering dijumpai dengan
prevalensi 10% pada pria dan 5% pada wanita. Dari penelitian didapatkan
bahwa prevalensi penyakit ini semakin meningkat di Amerika Serikat, dimana
survei pada tahun 1988-1994 menunjukkan bahwa orang dewasa yang berusia
20-74 tahun memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan survei pada
tahun 1976-1980 (5,2% vs 3,2%). Peningkatan terjadi pada orang kulit putih
tetapi tidak pada ras Afrika maupun Meksiko di Amerika, lebih tinggi pada pria
dibandingkan wanita, dan meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum , pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks
ginjal. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalis ginjal mempermudah
timbulnya batu saluran kemih. Dalam referat kali ini akan dibahas lebih dalam
tentang batu saluran kemih terutama batu ginjal, diagnosis, dan penatalaksanaan
batu ginjal.

BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn K

Umur

: 44 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Mataram

Agama

: Islam

No RM

:-

MRS

: 19 Juli 2015 , jam 22.03

Waktu Pemeriksaan

: 20 Juli 2015

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : nyeri perut kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :


nyeri di perut kiri, nyeri dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. BAB lancar warna
kuning, BAK nyeri( +), berpasir (-), berdarah(-) .Riwayat minum alkohol
sebelumnya disangkal, riwayat minum jamu-jamuan disangkal, riwayat
mengkonsumsi obat-obatan penghilang rasa sakit atau konsumsi obat-obatan
dalam jangka waktu lama disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien pernah didiagnosa nefrolitiasis 1 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak Ada

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present :

Keadaan umum

: Lemah

Kesadaran : Compos Mentis

GCS

: E4V5M6

Tensi

: 110/80 mmHg

Nadi

: 84 kali/menit

Pernapasan

: 20 kali/menit

Suhu

: 38,6 oC

BB

: 39 Kg

Spo2

: 95 %

Status General :
Kepala :

o
1.

Ekspresi wajah : normal

2.

Bentuk dan ukuran : normal

3.

Rambut : normal

4.

Udema (-)

5.

Parese N VII (-)

6.

Hiperpigmentasi (-)

7.

Nyeri tekan kepala (-)


Mata :

o
1.

Simetris

2.

Alis : normal

3.

Exopthalmus (-)

4.

Ptosis (-)

5.

Nystagmus (-)

6.

Strabismus (-)

7.

Udema palpebra (-)

8.

Konjungtiva : ANEMIS , ikterus (-/-) hiperemia (-),


pterygium (-)

9.

Sclera : icterus (+), hyperemia (-)


4

10.

Pupil : isokor, bulat, 2mm/2mm, RCL (+)

11.

Kornea : normal

12.

Lensa : normal, katarak (-)


Telinga :

1. Bentuk : normal
2. Lubang telinga : normal, secret (-)
3. Nyeri tekan (-)
4. Pendengaran : normal (bed side)
Hidung :

o
1.

Simetris, deviasi septum (-)

2.

Napas cuping hidung (-)

3.

Perdarahan (-), secret (-)

4.

Penciuman normal
Mulut :

o
1.

Simetris

2.

Bibir : sianosis (-), pucat (+), stomatitis angularis (-)

3.

Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-)

4.

Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-)

5.

Mukosa : normal

6.

Faring dan laring : tidak dapat dievaluasi


Leher :

o
1.

Simetris (-)

2.

Kaku kuduk (-)

3.

Pemb.KGB (-)

4.

Trakea : ditengah

5.

JVP : tidak meningkat

6.

Pembesaran otot sternocleidomastoideus (-)

7.

Otot bantu nafas SCM tidak aktif

8.

Pembesaran thyroid (-)

Thorax :
Pulmo :
Inspeksi : Bentuk simetris, gerakan simetris, spidernevi (-),
barel chest (-), vena kolateral (-), Ginekomasti (-),
penggunaan otot sternocleidomastoideus (-), otot intercosta
space interna dan eksterna (-), fosa supraklavikula,
infraclavicula dan fosa jugularis normal, pencembungan (-),
penarikan (-), sela iga pelebaran (-), tipe pernapasan
torakoabdominal.
Palpasi : pergerakan simetris, fremitus raba sama, nyeri tekan
(-) di dada bagian depan,
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru.
Auskultasi : Ronchi (-/-), wheezing (-/-), bronkofoni (-)
Cor :
Inspeksi :Iktus cordis tidak tampak
Palpasi :Iktus kordis teraba ICS V midclavikula sinistra
Perkusi :Batas atas : ICS II parasternal dextra.
Batas kanan jantung : garis parasternal dextra
Batas kiri jantung : ICS V midclavicular line
sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
1. Inspeksi : permukaan, penonjolan (-), sikatrik (-), selulit (-).
2. Auskultasi : BU (+) N, metallic sound (-),
3. Palpasi : nyeri tekan (+) kanan atas , hepar teraba tiga jari dibawah
prosesus xifoideus.
4. Perkusi : timpani,
5. CVA (-/+)

Extremitas :

1.

HANGAT (+), udema (-),

2.

Deformitas (-)

3.

Pergerakan : baik, nyeri (-)

4.

Tremor (-)

5.

Clubbing finger (-)

6.

Sianosis (-)

7.

Petechie (-)

8.

Dissuse atrofi (-)

Genitourinaria : tidak dievaluasi

IV. DIAGNOSIS
Nefrolitiasis
V. PENATALAKSANAAN
Drip tramadol dalam RL 500cc/ 12 jam
Analgetik
VI. RENCANA PEMERIKSAAN

Ro Thorax PA

DR

DL

UL

USG

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium:
Tanggal 27/08/2013
Eritrosit : 5,78 jt
Leukosit : 11.300
HB: 9,2 gr%
HCT: 48,5 %
PLT: 451.000/mm3

Glukosa sewaktu : 107 mg/dl


Kolesterol total : 246
Trigliserida : 305
Ureum : 43,9
Kreatinin : 0,8

LED : 52

BTA Sputum : negatif

Rongent Polos Abdomen ( Pada tanggal 22 Juli 2015 )

Tampak bayangan radioopaque yang terproyeksi setinggi VL1-2 sisi kiri dan pada
cavum pelvis
Tampak osteophyte VL1-5.
Kesan :
Suspect batu ginjal kiri
Suspect batu buli-buli dd/ fecalit
Spondylosis Lumbalis
Saran : Anjuran USG

USG Abdomen ( Pada tanggal 24 Juli 2015 )

Gambar 1. Gambaran sonografi hepar dan aorta

Gambar 2. Gambaran sonografi batu ginjal sisi kanan kiri

Gambar 3. Gambaran sonografi hepar dan spleen

Gambar 4. Gambaran sonografi vesika fellea

10

Gambar 5. Gambaran sonografi batu di vesika urinaria


USG Tanggal 24 Juli 2015
Gambaran sonografi pada hepar, gallbladder, lien, pankreas, aorta, gaster/ bowel,
ginjal kanan, bladder dan prostat normal.
Gambaran sonografi pada ginjal kiri bentuk dan ukuran normal, echoparencim
normal, cortex tidak tipis, batas cortex dan medula tegas, pelvilocaliceal tak tampak
melebar. Tampak batu multiple dipole bawah-interpole dengan pnp terbesar uk, 1,88
cm tak tampak kista/massa.
Tampak cairan bebas intraabdomen.
Kesan :

Batu multiple ginjal kiri

Saat ini hepar/ GB/Lien/Pancreas/Ginjal kanan/bladder/ prostat ta tampak


kelainan.

11

BAB III
LANDASAN TEORI
I ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN KEMIH
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
(kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati
yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi
atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi
bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah
processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3.
Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari


korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari


tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).

Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal

Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke


arah korteks

Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah,


serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus


pengumpul dan calix minor.

Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.


12

Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang


menghubungkan antara calix major dan ureter.

Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal, CW Urology


Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus
renalis/ Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada
tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh
kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta
kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya
nefron dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus

13

renalisnya terletak di korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit
saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta
medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula,
memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan
dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava
inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang
menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen tertentu
pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior, inferior
serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan
simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,
n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan
aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.
b. Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil


penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju
vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal,
masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di
depan m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca
communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis,

14

lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria.


Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah
memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter
mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura
marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat
seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca
communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan
persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis,
pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.
c. Vesica urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli,
merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal
melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan
eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria
terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain
seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluhpembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang
terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta
mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra)
serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra).
Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral,
longitudinal,

sirkular).

Terdapat

trigonum

vesicae

pada

bagian

posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu


bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter
dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki
rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior.
Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.

15

Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis


dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor,
n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun
persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang
berperan sebagai sensorik dan motorik.
d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan
wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi
sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan
uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua
otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan
bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa,
bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa
(distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.

Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan
aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m.
sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat.
Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.

Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus


kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar
dibanding bagian lainnya.

Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan


tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis
melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh
m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter
(somatis).

16

Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,


membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar
penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara
pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m.
spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun
tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.
b. Fisiologi
Fungsi ginjal adalah :
a) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
c) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
d) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin
dan amoniak.
Tahap pembentukan urin adalah :
1. Proses Filtrasi ,
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan
darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen
yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll,
diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa,
sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara
pasif (obligator reabsorbsi) ditubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal
terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh.
Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan
pada papilla renalis.

17

3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla
renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

II. NEFROLITIASIS
2.1 Definisi Nefrolitiasis
Batu ginjal adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal
dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan
aliran kemih, atau infeksi.

Sumber : (Nugroho, Ditto. 2009. Batu ginjal.


Sinonim
Nephrolithiasis, kidney stones, renal stones, urinary stones,
urolithiasis, ureterolithiasis, kidney calculi, renal calculi, ureteral calculi,
urinary calculi, acute nephrolithiasis, urinary tract stone disease
2.2 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktorfaktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh

18

seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari


lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1.

Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2.

Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

3.

Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:


1. Iklim dan temperatur
2. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
3. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
4. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
(Purnomo, Basuki 2007. Dasar-dasar Urologi. edisi kedua. Sagung
seto: Jakarta)
Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran
kemih tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar.
Beberapa teori pembentukan batu adalah :
1. Teori Nukleasi : Batu terbentuk didalam urine karena adanya inti
batu(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang
kelewat jenuh (supersaturated) akan mengendap didalam nukleus itu
sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau
benda asing di saluran kemih.

19

2. Teori Matriks

: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine

(albumin,globulin dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat


diendapkannya kristal-kristal batu.
3. Teori Penghambat Kristalisasi : Urine orang normal mengandung
zat-zat penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium, sitrat,
pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu
atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu
didalam saluran kemih.
2.3 Epidemiologi
Penelitian

epidemiologik

memberikan

kesan

seakan-akan

penyakit batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan


masyarakat dan berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu
bangsa. Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih
relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu
saluran kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat
banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang
dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat
jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1.
Puncak kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA
sekitar 12% untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering
ditemukan pada wanita daripada pria.

20

INSIDENSI UROLITHIASIS
PEMBENTUK BATU

India

USA

Japan

UK

Calcium Oxalate Murni

86.1

33

17.4

39.4

Calcium Oxalate bercampur


Phosphate

4.9

34

50.8

20.2

Magnesium Ammonium
Phosphate (Struvite )

2.7

15

17.4

15.4

Asam Urat

1.2

8.0

4.4

8.0

0.4

3.0

1.0

Cystine

2.8

2.4 Patogenesis
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis
urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan
bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi
infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan
buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan
terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap
berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak
ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi
kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti
batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik
bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan
belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari
sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk
batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi
metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam

21

urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus
alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

Sumber : http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium,
baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk
batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat sedangkan sisanya berasal dari
batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu
xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya.

Batu struvit
Batu struvit, disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Batu dapat tumbuh
menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis
dan kaliks ginjal. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman
pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease
dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea
menjadi amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.

22

Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya


adalah matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau
batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun
dapat pula terbentuk dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium
fosfat.

Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium,


ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun
fosfat (MAP) atau (Mg NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3.
Karena terdiri atas 3 kation Ca ++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal
dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-kuman yang termasuk
pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak
menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk
bakteri pemecah urea.
Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 7080% dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas
kalium oksalat, kalium fosfat, atau campuran dari kedua unsur tersebut
Faktor terjadinya batu kalsium adalah:
1.

Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih


besar dari 250-300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat tiga
macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain:
a. Hiperkalsiuri absortif yang terjadi karena adanya peningkatan
absorbsi kalsium melalui usus.

23

b. Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan


reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.
c. Hiperkalsiuri resorbtif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi
kalsium tulang yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme
primer atau tumor paratiroid.
2.

Hiperoksaluri

3.

Hiperurikosuri

4.

Hipositraturia

5.

Hipomagnesiuria

Batu asam urat


Batu jenis lain
2.5 Manifestasi Klinis
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat
karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga pada pelvis renalis, dapat
bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala
batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak
batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan
kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem
kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu
dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan
intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal
saraf yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat
saluran kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter
(ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di
daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha,
bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan muntah
sering menyertai keadaan ini.

24

Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena


terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik
mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal
pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal,
retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam-menggigil
2.6 Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk
menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan
radiologik,

laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan

kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal


ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat
radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini
dapat diduga jenis batu yang dihadapi.
Batu kalsium akan memberikan bayangan opak, batu magnesium
amonium fosfat akan memberikan bayangan semiopak, sedangkan batu
asam urat murni akan memberikan bayangan radiolusen. Batu staghorn
dapat diidentifikasi dengan foto polos abdomen karena komposisinya
yang berupa magnesium ammonium sulfat atau campuran antara kalsium
oksalat dan kalsium fosfat sehingga akan nampak bayangan radioopak.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan
kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan
fungsi ginjal, dan menentukan sebab terjadinya batu.
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua
ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter
tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih
mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak
bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk
melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran kemih,
serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.

25

2.6 Diagnosa Banding


Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih
lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh
karena itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya
yang kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna,
kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu
juga dipertimbangkan adneksitis.
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan
keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga
diingat

bahwa

batu

saluran

kemih

yang

bertahun-tahun

dapat

menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid,


akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis,
perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal
polikistik hingga tumor Grawitz.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan
diagnosis dan rencana terapi antara lain:
1.

Foto Polos Abdomen


Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium
oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering
dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non
opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih
seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih,

26

Jenis Batu

Radioopasitas

Kalsium
MAP
Urat/Sistin
2.

Opak
Semiopak
Non opak

Pielografi Intra Vena (PIV)


Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu
non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV
belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya
penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan
pielografi retrograd.

3.

Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal
ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli
(yang

ditunjukkan

sebagai

echoic

shadow),

hidronefrosis,

pielonefrosis, atau pengkerutan ginjal.


4.

Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan


Kristal.

5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai


fungsi ginjal.
6.

Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.

7.

Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.

8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein,


fosfatase alkali serum.

2.7 Penatalaksanaan

27

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih


secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih
berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran
kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus
diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih
yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang
sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti
diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan
batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko
tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang
bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus
dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :
a. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b. - blocker
c. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping
ukuran batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan
pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau
ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga
dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu
(misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal )
tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi.
2.

ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

28

Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau


prinsip kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara
mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi
baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan
flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi
tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin
generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter
sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga
punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama,
sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.

http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/gelombang-kejut-penghancur-batu-ginjal/)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya


diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan
akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan
pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan
terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya
menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi
pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal.
Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya
pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis.
Pada Tahun 1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara invitro penghancuran batu ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun
1974, secara resmi pemerintah Jerman memulai proyek penelitian dan
aplikasi ESWL. Kemudian pada awal tahun 1980, pasien pertama batu
ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich menggunakan mesin
Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian lanjutan
dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah
mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di
29

Jerman. Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh


Prof.Djoko Raharjo di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat
generasi terbaru Perancis ini sudah dimiliki beberapa rumah sakit besar
di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent Bandung dan Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga
jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masingmasing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama
menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan
gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat akustik paling
mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan rasa
sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL

merupakan

alat

pemecah

batu

ginjal

dengan

menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun


hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh
ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan efisiensi dari alat ini.
ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran
kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang
panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah
bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya
kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali
tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi,
kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita
hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita
dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada
data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya
diinformasikan sejelas-jelasnya
3. Endourologi

30

Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk


mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu
yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi
fragmen-fragmen kecil.
PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara
teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi
dalam prakteknya sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan
ESWL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang
besar dan melekat masih ada tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL
adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan.
Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan nefroskop rigid
atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter
diambil secara utuh atau dipecah dulu.
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti
dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua
karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung
cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak.
Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli
urologi.

Sebagian

besar

pusat

pendidikan

lebih

banyak

menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.


b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),

31

c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah


tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar,
sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas.
Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu,
tergantung

pada

pengalaman

masing-masing

operator

dan

ketersediaan alat tersebut.


d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
melalui alat keranjang Dormia).
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah
secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan
pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah sukses
dalam memecah batu ureter. Juga batu ureter dapat diekstraksi
langsung dengan tuntunan URS. Dikembangkannya semirigid URS
dan fleksibel URS telah menambah cakupan penggunaan URS untuk
terapi batu ureter.
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu
saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun.
Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin
masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu,
ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau
anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu

32

ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderitapenderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan
dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang
disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada
batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah

batu

dikeluarkan

dari

saluran

kemih,

tindakan

selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari


timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih ratarata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
2.8 Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.
Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah
kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi
sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan
kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat
rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang
signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter,
trauma

organ

pencernaan,

sepsis,

trauma

vaskuler,

hidro

atau

pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang


signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi
luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak
hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi
dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan
lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan
sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca
operasi.

33

Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat


menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan
atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang
terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan.
Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat
terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL.
Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada
beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan
obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar,
kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat
dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hati-hati,
irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya
komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,
demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur
lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan
dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan
atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan
kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi
pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang,
namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau
mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di
pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang
dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),
urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat
trauma parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan
adanya kelainan lanjut yang berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada

34

anak pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang


bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data
mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria
yang memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada
4,8% kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami
ekstravasasi urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca
PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka
(6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman
penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi,
PNL, atau operasi terbuka.
2.8 Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu,
letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu
batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan
obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan
jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang
karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien
yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun
hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.
2.9 Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur
yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.
Pada umumnya pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi
urin 2-3 liter per hari.

35

2.

Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.

3.

Aktivitas harian yang cukup.

4.

Pemberian medikamentosa.

Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:


1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine
dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2.

Rendah oksalat.

3. Rendah

garam,

karena

natriuresis

akan

memacu

timbulnya

hiperkalsiuri.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
1. Batu ginjal adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal dan
salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih, atau infeksi.

36

2. Etiologi batu ginjal di bagi atas beberapa faktor yaitu faktor intrinsik yaitu
herediter, usia dan jenis kelamin, sedangkan faktor ekstrinsiknya yaitu
geografi, iklim, iklim, temperatur, asupan air ,diet dan pekerjaan.
3. Manifestasi klinis yang dapat ditemukan yaitu bila batu pada kaliks ginjal
memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena distensi dari kapsul
ginjal. Sedangkan pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok
pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat
hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika
disertai infeksi didapatkan demam-menggigil.
4. Terapi pada batu ginjal dapat berupa terapi konservatif, ESWL,
endourologi, bedah terbuka dan pemasangan stent.
5. Komplikasi batu ginjal diibedakan menjadi komplikasi akut dan
komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang sangat diperhatikan
oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan
tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan Sedangkan
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari
batu, terutama yang melekat.
Saran
1. Bila di temukan pasien dengan nyeri pinggang perlu dilakukan
pemeriksaan segera untuk mengetahui kemungkinan adanya batu ginjal
untuk mencegah komplikasi yang serius.

DAFTAR PUSTAKA
Anonyme, http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis. akses
tanggal 14 Agustus 2015.

37

Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II.
EGC: Jakarta.
Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
Purnomo, Basuki 2010. Dasar-dasar Urologi. edisi ketiga. Sagung seto:
Jakarta
Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5 th ed. US: FA
Davis Company; 2007.
Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta
Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034.
EGC : Jakarta.
Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies;
2001.

38

Anda mungkin juga menyukai