TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Menurut Doengoes (2000) pengertian gagal jantung kongestif adalah
kegagalan ventrikel kiri dan atau kanan dari jantung yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk memberikan cardiac output yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan, menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik.
Sedangkan menurut Brunner dan Suddarth (2001) gagal jantung kongestif
merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Pengertian menurut Mansjoer, Arif dkk. (2001) gagal jantung didefinisikan
sebagai kondisi dimana jantung gagal untuk mengeluarkan isinya secara adekuat.
Selain pengertian diatas ada juga yang mendefisinikan gagal jantung
kongestif sebagai suatu keadaan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
pada kecepatan yang sesuai dengan kebutuhan jaringan, yang bermetabolisme dan
atau hanya dapat melakukannya dari volume diastolik, ventrikel yang meningkat
secara abnormal (Asdie, AH, 2000).
B. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaankeadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau meningkatkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal
meliputi ; regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel, dan beban akhir meningkat
pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas
Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia
kronis/ berat.
2.
C. Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam
pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain
pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut,
klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan
New York Heart Association. Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada
penderita infark miokard akut, dengan pembagian (Santoso, A., 2007) :
1. Derajat I : Tanpa gagal jantung
2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan
peningkatan tekanan vena pulmonalis
3. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
4. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik 90
mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).
Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda
kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi
vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung
pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver
valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit,
pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan
kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak
disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan
yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi
menjadi empat kelas, yaitu (Santoso, A., 2007) :
1. Kelas I (A)
2. Kelas II (B)
4. Kelas IV (C)
h. Ascites
i. anda-tanda penyakit kronik
E. Patofisiologi
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi
miokardium. Tetapi kongesti tergantung dari ventrikel yang terlibat. Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri, menimbulkan kongesti pada vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik. Kegagalan pada kedua ventrikel
dinamakan gagal biventrikular (Hudak dan Gallo, 1997).
Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan
pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal, dan
mengubah daya kembang ruang jantung tersebut. Dengan berkurangnya
kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri, maka besar curah jantung
sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Akibatnya
tekanan jantung sebelah kiri meningkat. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler
paru-paru melebihi tekanan osmotik vaskuler maka terjadi proses transudasi ke
dalam ruang interstisial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi edema
paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveoli (Hudak dan Gallo, 1997).
Penurunan curah sekuncup akan menimbulkan respon kompensasi simpatis,
kecepatan denyut jantung dan daya kontraksi meningkat untuk mempertahankan
curah jantung. Terjadi vasokontriksi perifer untuk menstabilkan tekanan arteria
dan redistrubusi aliran darah dari organ-organ vital. Venokontriksi akan
mengakibatkan aliran balik vena ke jantung kanan, sehingga sesuai dengan hukum
jantung dari starling, akan meningkatkan kekuatan kontraksi. Pengurangan aliran
darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus akan mengakibatkan pengaktifan sistem
rennin angiotensin aldosteron dimana terjadi retensi natrium dan air oleh ginjal.
Hal ini akan meningkatkan aliran balik vena (Hudak dan Gallo, 1997).
Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat
meningkatnya tekanan vaskuler paru-paru hingga membebani ventrikel kanan.
Selain tak langsung melalui pembuluh paru-paru tersebut, disfungsi ventrikel kiri
juga mempunyai pengaruh langsung terhadap fungsi ventrikel kanan melalui
fungsi anatomis dan biokimianya. Berkurangnya cadangan norepinefrin
miokardium selama gagal jantung dapat merugikan luka ventrikel. Infark ventrikel
kanan jelas merupakan predisposisi gagal jantung kanan. Kongesti vena sistemik
akibat gagal jantung kanan bermanifestasi sebagai pelebaran vena leher,
hepatomegali, dan edema perifer (Hudak dan Gallo, 1997).
F. Penatalaksanaan
1. Terapi oksigen digunakan untuk mengurangi kerja jantung (Corwin, 2001).
2. Diberikan diuretik untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran balik
vena dan peregangan terhadap serat-serat otot jantung berkurang (Corwin,
2001).
3. Diberikan digoxin (digitalis) untuk meningkatkan kontraktilitas. Digoxin
bekerja secara langsung pada serat-serat otot jantung untuk meningkatkan
kekuatan setiap kontraksi tanpa bergantung pada panjang serat otot. Hal ini
akan menyebabkan peningkatan curah jantung sehingga volume dan
peregangan ruang ventrikel berkurang (Corwin, 2001).
4. Diberikan penghambat enzim pengubah angiotensin (inhibitor ACE) untuk
menurunkan pembentukan angiotensin II. Hal ini mengurangi afterload (TPR)
dan volume plasma (preload). Nitrat juga diberikan untuk mengurangi afterload
dan preload (Corwin, 2001).
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Safery (2013) ada 3 pemeriksaan penunjang untuk gagal jantung sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen dada : pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan
redistrinya ke apeks paru (opasifikasi hilus paru bisa sampai ke
apeks),peningkatan tekanan vaskular pulmonal, kadang-kadang ditemukan
efusi pleura.
b. Elektrokardiografi : membantu menunjukan etiologi gagal jantung (infark,
iskemia, hipertrofi, dab lain-lain) dapat ditemukan low voltage, T inversi,
QS, depresi ST, dan lain-lain.
2. Laboratorium
a. Kimia darah (termasuk ureum,kreatinin,glukosa,elektrolit), hemoglobin, tes
fungsi tiroid, tes fungsi hati dan lipid darah
b. Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria dan glukosaria
3. Ekokardiografi
Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang fungsi dan
struktur jantung, katup dan perikard. Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang
rendah < 35-40% atau normal, kelainan katup (stenosis mitral, regurgitasi
mitral, stenosis trikuspid atau regurgitasi trikuspid), hipertrofi ventrikel kiri,
kadang-kadang ditemukan dilatasi ventrikel kanan atau atrium kanan, efusi
perikard, temponade, atau perikarditis.
H. Komplikasi
1. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami gangguan yang sangat
luas. Otot jantung kehilangan kontraktilitasnya, mengakibatkan penurunan
curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital
(jantung, otak, ginjal). Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah
rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya
konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urine, serta kulit yang dingin dan
lembab (Smeltzer & Bare, 2001).
2. Episode tromboemboli
Kurangnya mobilitas pasien penyakit jantung dan adanya gangguan sirkulsi
yang menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus
intrakardial dan intravaskuler. Begitu pasien meningkatkan aktivitasnya setelah
waktu yang lama sebuah thrombus akan terlepas dan dapat terbawa ke otak,
ginjal, paru-paru. Episode emboli yang tersering adalah emboi paru, gejalanya
meliputi nyeri dada, sianosis, napas pendek dan cepat, serta hemoptisis. Emboli
sistemik dapat berasal dari ventrikel kiri, sumbatan vaskuler dapat
mengakibatkan stroke atau infark ginjal, juga dapat mengganggu suplai darah
ke ekstremitas (Smeltzer & Bare, 2001).
3. Efusi dan temponade
Efusi perikardial mengacu pada masuknya cairan kedalam kantung
perikardium. Kejadian ini biasanya disertai dengan perikarditis, gagal jantung
atau bedah jantung.cairan perikardium akan terakumulasi secara lambat tanpa
menyebabkan gejala yang nyata. Namun demikian perkembangan efusi yang
cepat dapat meregangkan pericardium sampai ukuran maksimal dan
menyebabkan penurunan curah jantung serta aliran balik vena ke jantung, tanda
dan gejala yang tampak adalah klien mungkin mengeluh dada terasa penuh atau
sangat nyeri, napas pendek, tekanan darah menurun dan berfluktuasi, bunyi
jantung terdengar lemah, disertai dengan pembesaran vena dileher (Smeltzer &
Bare, 2001).
I. Prognosis
Prognosis CHF tergantung dari derajat disfungsi miokardium.
Menurut
New York Heart Assosiation, CHF kelas I-III mempunyai kadar mortalitas 1
tahun sekitar 25% dan kadar mortalitas 5 tahun sekitar 52%. Sedangkan kadar
mortalitas 1 tahun untuk CHF kelas IV adalah sekitar 40%-50% (Santoso, A.,
2007)
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b. Identitas Penanggungjawab terdiri dari : nama, hubungan dengan klien,
pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien utama klien dengan gagal jantung adalah sesak nafas, nyeri dan
kelemahan saat beraktivitas.
b. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara
PQRST, yaitu :
1) P : Provoking incident, kelemahan fisik terjadi setelah melakukan
aktivitas ringan sampai berat, sesuai dengan gangguan pada jantung.
2) Q : Quality of pain, seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan
aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap
beraktivitas klien merasakan sesak nafas.
3) R : Region, apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi
keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disetai ketidakmampuan
dalam melakukan pergerakan.
b. Aktivitas/istirahat
1) Gejala
nyeri dada dengan aktivitas, dispnu pada saat istirahat atau pada
pengerahan tenaga.
2) Tanda
pembeng1kakan
pada
ekstremitas
bawah,
pakaina/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/ makan yang telah dip
roses lemak, gula dan kafein. Penggunan diur etik.
2) Tanda
diri.
2) Tanda
h. Neorosensori
1) Gejala
2) Tanda
tersinggung.
i. Nyeri/kenyamana
1) Gejala
penggunaan
otot
aksesori
pernapasan,
nasal
faring.
Batuk
otot.
l. Interaksi social
1) Gejala
dilakukan.
m. Pembelajaran dan pengajaran
1) Gejala
2) Tanda
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi
pulmonal, penurunan perfusi perifer yang mengakibatkan asidosis dan
penuruan curah jantung
3. Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan dan
natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
4. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah jantung,
hipoksemia jaringan, asidosis
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, tirah baring lama /
immobilisasi, ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
6. Kelelahan berhubungan dengan penurunan energi
7. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, perubahan satus kesehatan, takut
kematian atau kecacatan, perubahan peran dalam lingkungan social atau
ketidakmampuan yang permanen.
8. Nyeri dada berhubungan dengan desakan diafragma.
C. Intervensi Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru
Diagnosa Keperawatan/
Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Pola Nafas tidak efektif
berhubungan
dengan
penurunan volume paru
DS:
- Dyspnea
- Nafas pendek
DO:
- Penurunan
tekanan
inspirasi/ekspirasi
- Penurunan pertukaran udara
per menit
- Menggunakan
otot
pernafasan tambahan
- Orthopnea
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi berlangsung
sangat lama
- Penurunan kapasitas vital
- Respirasi: < 11 24 x /mnt
NOC:
Respiratory status
Ventilation
Respiratory status
Airway patency
Vital sign Status
:
:
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
..pasien
menunjukkan keefektifan
pola nafas, dibuktikan
dengan kriteria hasil:
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada
sianosis
dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dg
mudah, tidakada pursed
lips)
Menunjukkan
jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan
dalam
rentang normal, tidak
ada
suara
nafas
abnormal)
Tanda
Tanda
vital
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi,
pernafasan)
NIC:
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
Berikan bronkodilator :
-..
.
Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Bersihkan mulut, hidung dan secret
trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Observasi
adanya
tanda
tanda
hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Monitor vital sign
Informasikan pada pasien dan keluarga
tentang
tehnik
relaksasi
untuk
memperbaiki pola nafas.
Ajarkan bagaimana batuk efektif
Monitor pola nafas
jantung
ventilation
Vital Sign Status
DS:
Setelah
dilakukan
sakit kepala ketika bangun tindakan
keperawatan
Dyspnoe
selama . Gangguan
Gangguan penglihatan
pertukaran pasien teratasi
DO:
dengan kriteria hasi:
Penurunan CO2
Mendemonstrasikan
Takikardi
peningkatan ventilasi
Hiperkapnia
dan oksigenasi yang
Keletihan
adekuat
Iritabilitas
Memelihara kebersihan
Hypoxia
paru paru dan bebas
kebingungan
dari
tanda
tanda
sianosis
distress pernafasan
warna kulit abnormal Mendemonstrasikan
(pucat, kehitaman)
batuk efektif dan suara
Hipoksemia
nafas yang bersih, tidak
hiperkarbia
ada
sianosis
dan
AGD abnormal
dyspneu
(mampu
pH arteri abnormal
mengeluarkan sputum,
frekuensi dan kedalaman
mampu
bernafas
nafas abnormal
dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
Tanda
tanda
vital
dalam rentang normal
AGD dalam batas
normal
Status
neurologis
NIC :
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
Berikan bronkodilator ;
-.
-.
Barikan pelembab udara
Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Catat
pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan
otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus
mental
Observasi sianosis khususnya membran
mukosa
Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang persiapan tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama
dan denyut jantung
3. Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan dan
natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
Diagnosa Keperawatan/
Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Kelebihan Volume Cairan
Berhubungan dengan retensi
cairan dan natrium oleh
ginjal,
hipoperfusi
ke
jaringan
perifer
dan
hipertensi pulmonal
DO/DS :
Berat badan meningkat pada
waktu yang singkat
Asupan
berlebihan
dibanding output
Distensi vena jugularis
Perubahan pada pola nafas,
dyspnoe/sesak
nafas,
orthopnoe,
suara nafas
abnormal
(Rales
atau
crakles), , pleural effusion
Oliguria, azotemia
Perubahan status mental,
kegelisahan, kecemasan
NOC :
NIC :
Electrolit and acid Pertahankan catatan intake dan
base balance
output yang akurat
Fluid balance
Pasang urin kateter jika diperlukan
Hydration
Monitor hasil lab yang sesuai dengan
Setelah
dilakukan
retensi cairan (BUN , Hmt ,
tindakan
keperawatan
osmolalitas urin )
selama . Kelebihan Monitor vital sign
volume cairan teratasi Monitor indikasi retensi / kelebihan
dengan kriteria:
cairan (cracles, CVP , edema,
Terbebas dari edema,
distensi vena leher, asites)
efusi, anaskara
Kaji lokasi dan luas edema
Bunyi nafas bersih,
Monitor masukan makanan / cairan
tidak
ada
Monitor status nutrisi
dyspneu/ortopneu
Terbebas dari distensi Berikan diuretik sesuai interuksi
Kolaborasi pemberian obat:
vena jugularis,
....................................
Memelihara tekanan
vena sentral, tekanan Monitor berat badan
kapiler paru, output Monitor elektrolit
jantung dan vital sign Monitor tanda dan gejala dari odema
DBN
Terbebas
dari
kelelahan, kecemasan
atau bingung
NOC :
NIC :
Cardiac
pump Monitor nyeri dada (durasi, intensitas
Effectiveness
dan faktor-faktor presipitasi)
Circulation status
Observasi perubahan ECG
Tissue Prefusion : Auskultasi suara jantung dan paru
cardiac, periferal
Monitor irama dan jumlah denyut
Vital Sign Statusl
jantung
Setelah dilakukan asuhan Monitor angka PT, PTT dan AT
selama
Monitor elektrolit (potassium dan
ketidakefektifan perfusi
magnesium)
jaringan kardiopulmonal
Monitor status cairan
teratasi dengan kriteria
Evaluasi oedem perifer dan denyut
hasil:
nadi
Tekanan systole dan
diastole
dalam Monitor peningkatan kelelahan dan
kecemasan
rentang
yang
Denyut
jantung,
AGD, ejeksi fraksi
dalam batas normal
Bunyi
jantung
abnormal tidak ada
Nyeri dada tidak ada
Kelelahan
yang
ekstrim tidak ada
Tidak
ada
ortostatikhipertensi
diuretik.
Tingkatkan
pengunjung,
lingkungan)
istirahat
kontrol
(batasi
stimulasi
sosial
NOC:
NIC :
Activity Tollerance Energy Management
Monitor
respon
kardiorespirasi
Energy
terhadap aktivitas (takikardi, disritmia,
Conservation
dispneu, diaphoresis, pucat, tekanan
Nutritional Status:
hemodinamik dan jumlah respirasi)
Energy
Setelah
dilakukan Monitor dan catat pola dan jumlah tidur
tindakan keperawatan
pasien
selama . kelelahan Monitor lokasi ketidaknyamanan atau
pasien teratasi dengan
nyeri selama bergerak dan aktivitas
kriteria hasil:
Monitor intake nutrisi
Kemampuan
Monitor pemberian dan efek samping
aktivitas adekuat
obat depresi
Mempertahankan
Instruksikan pada pasien untuk
nutrisi adekuat
mencatat tanda-tanda dan gejala
Keseimbangan
kelelahan
aktivitas
dan Ajarkan tehnik dan manajemen
Kurang energi
Ketidakmampuan
mempertahankan
fisik
istirahat
untuk Menggunakan
aktivitas
tehnik
energi
konservasi
Mempertahankan
interaksi sosial
Mengidentifikasi
faktor-faktor fisik
dan psikologis yang
menyebabkan
kelelahan
Mempertahankan
kemampuan untuk
konsentrasi
NOC :
NIC :
- Kontrol kecemasan
Anxiety
Reduction
(penurunan
- Koping
kecemasan)
Setelah dilakukan asuhan Gunakan
pendekatan
yang
selama klien
menenangkan
kecemasan teratasi dgn Nyatakan dengan jelas harapan
kriteria hasil:
terhadap pelaku pasien
Klien
mampu Jelaskan semua prosedur dan apa
mengidentifikasi dan
yang dirasakan selama prosedur
mengungkapkan
Temani pasien untuk memberikan
gejala cemas
keamanan dan mengurangi takut
Mengidentifikasi,
Berikan informasi faktual mengenai
mengungkapkan dan
diagnosis, tindakan prognosis
menunjukkan tehnik
keluarga
untuk
untuk
mengontol Libatkan
mendampingi klien
cemas
Instruksikan pada pasien untuk
pain
komprehensif
termasuk
lokasi,
fisik, psikologis), kerusakan
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
control,
jaringan
dan faktor presipitasi
comfort
Observasi reaksi nonverbal dari
level
DS:
Setelah
dilakukan ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal
tinfakan
keperawatan Bantu pasien dan keluarga untuk
DO:
selama . Pasien tidak mencari dan menemukan dukungan
- Posisi untuk menahan mengalami nyeri, dengan Kontrol
lingkungan
yang
dapat
nyeri
kriteria hasil:
mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Tingkah laku berhati-hati Mampu
mengontrol ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata
nyeri (tahu penyebab Kurangi faktor presipitasi nyeri
sayu, tampak capek, sulit
nyeri,
mampu Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
atau
gerakan
kacau,
menggunakan
tehnik menentukan intervensi
menyeringai)
nonfarmakologi untuk Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
- Terfokus pada diri sendiri
mengurangi
nyeri, napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
- Fokus
menyempit
mencari bantuan)
hangat/ dingin
(penurunan
persepsi
Melaporkan
bahwa Berikan analgetik untuk mengurangi
waktu, kerusakan proses
nyeri berkurang dengan nyeri: ...
berpikir,
penurunan
menggunakan
Tingkatkan istirahat
interaksi dengan orang
manajemen nyeri
Berikan informasi tentang nyeri seperti
dan lingkungan)
Mampu
mengenali
nyeri
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
- Tingkah laku distraksi,
(skala,
intensitas,
berkurang
dan
antisipasi
contoh
:
jalan-jalan,
menemui
orang
lain
dan/atau
aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
Respon autonom (seperti
diaphoresis,
perubahan
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
Perubahan
autonomic
dalam
tonus
otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
Tingkah laku ekspresif
(contoh
:
gelisah,
merintih,
menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
Menyatakan
rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
Tanda
vital
dalam
rentang normal
Tidak
mengalami
gangguan tidur
DAFTAR PUSTAKA
.
Asdie, A. H. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Vol. 5, Edisi 13. Jakarta:
EGC, 2000.
Brunner dan Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC,
2001.
Corwin, E J. Buku Saku Patofisiologi Edisi 1. Jakarta: EGC, 2001.
Doenges, Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC, 2000.
Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Jakarta: EGC,
1997.
Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius, 2001.
Muttaqin, Arif. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovasculer. Jakarta: Salemba Medika, 2009.
Safery, Andra wijaya. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).
Yogyakarta: Nuha Medika, 2013.
Santoso, A. Diagnosis Dan Tatalaksana Praktis Gagal Jantung Akut. Jakarta: EGC,
2007.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah: Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC, 2001.
Oleh :
ANDI USMIANTI, S.Kep
NIM : 70900115057
CI LAHAN
CI INSTITUSI
Oleh :
ANDI USMIANTI, S.Kep
NIM : 70900115057
CI LAHAN
CI INSTITUSI