Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Adenocarcinoma atau yang biasa disebut kanker kelenjar ludah adalah
tumor ganas dari jaringan yang memproduksi air liur. Kanker kelenjar ludah
merupakan salah satu dari lima jenis utama kanker di daerah kepala dan leher,
yang disebut dalam pengelompokan kanker kepala dan leher yang paling sering
ditemukan (Sjamsuhidajat dan de Jong, 1997). Keganasan pada kelenjar liur
sebagian besar bersifat asimtomatik, tumbuhnya lambat, dan berbentuk massa
soliter. Rasa sakit dan rasa nyeri didapatkan secara episodik mengindikasikan
adanya peradangan atau obstruksi daripada akibat keganasan itu sendiri (Carlson,
2008). Adenocarcinoma merupakan kanker yang sering dijumpai menyerang
kelenjar parotis. Kanker ini jarang ditemukan menyerang pada usia 40 tahun, dan
memiliki insiden atau kejadian pada usia-usia lanjut. Kanker ini lebih banyak
menyerang laki-laki daripada perempuan (Parkin, 2002).
Adenoid cystic carcinoma dahulu dikenal dengan istilah cylindroma,
merupakan tumor ganas yang berasal dari kelenjar ludah yang tumbuhnya lambat,
cenderung local invasive, dan kambuhan setelah operasi. Umumnya melibatkan
penderita antara usia 40 dan 60 tahun (Syafriadi, 2008).
Karsinoma adenoid kistik merupakan tumor kelenjar saliva spesifik yang
termasuk tumor dengan potensial ganas derajat tinggi. Prevalensi berdasarkan
lokasinya menunjukkan tumor ini terdapat pada 3 % dari seluruh tumor parotis, 15
% tumor submandibular, dan 30 % tumor kelenjar saliva minor. Sebagian dari
pasien merasa asimptomatik, walaupun sebagian besar tumor terfiksasi pada
struktur di atas atau di bawahnya. Tumor ini berbeda dari tumor-tumor lainnya

karena mempunyai perjalanan penyakit yang panjang ditandai oleh kekambuhan


lokal yang sering, dan kekambuhan dapat terjadi setelah 15 tahun. Penderita
dengan karsinoma adenoid kistik mempunyai angka harapan hidup tinggi hingga
lima tahun, angka harapan hidup yang secara keseluruhan sepuluh tahun
ditemukan kurang dari 20% (Adam et al., 1997; Lee, 2003).
Secara histopatologi anatomis, adenoid cystic carcinoma mempunyai
gambaran/pola yang bervariasi. Sel-sel tumor berukuran kecil, mempunyai
sitoplasma yang jelas, dan tumbuh dalam suatu massa yang padat atau berupa
kelompok kecil, kelompok sel yang beruntai atau membentuk suatu kolum-kolum.
Di dalam kelompoknya, sel-sel tumor saling berhubungan membentuk suatu
rongga kistik menghasilkan suatu kelompok tumor yang solid, tubulus, atau
cribiform. Sel-sel tumor menghasilkan membran basalis yang homogen sehingga
menunjukkan suatu gambaran yang sangat spesifik menyerupai bentuk silindris.
Tumor ini kemungkinan berasal dari sel-sel yang berdiferensiasi ke sel-sel duktus
intercalated dan ke sel mioepitelium. Tumor ini cenderung infiltrasi ke spasia
perineural sehingga seringkali menimbulkan rasa sakit (Syafriadi, 2008).

B. Etiologi
Etiologi dari Adenocarcinoma belum diketahui secara pasti. Kemungkinan
diet yang efektif dapat mencegah terjadinya Adenocarcinoma yaitu dengan lebih
banyak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung
vitamin C dan mengurangi makanan yang berkolesterol tinggi (Horn-Ross, 1997).
Kanker ini diduga erat berhubungan dengan kejadian terpaparnya agen-agen
karsinogenik seperti radiasi sinar ultraviolet, immunosupresi, dan banyak
ditemukan pada penderita yang terserang virus Eipsten Barr (Dong, 2001). Selain
itu di Eropa ditemukan terjadinya peningkatan penderita Adenocarcinoma pada

para pekerja pabrik karet dan pabrik nikel. Faktor yang telah disebutkan di atas
memungkinkan sebagai penyebab terjadinya mutasi gen. Mutasi gen oleh faktor di
atas diduga kuat berhubungan dengan terjadinya Adenocarcinoma (Serraino,
2000).

C. Gejala Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada tumor ini tergantung pada ukuran tumor
dan lokasi dari tumor. Pada lesi yang dini pada kelenjar liur, tampak adanya massa
dengan pertumbuhan yang lambat tanpa rasa nyeri pada daerah mulut ataupun
wajah. Pada lesi yang sudah lanjut, gejala yang timbul disertai dengan rasa nyeri
dan adanya nervus paralyse oleh karena sel-sel tumor sudah menginvasi saraf
perifer (El-Naggar dan AK, Huvos AG, 2003).

D. Patofisiologi
Jaringan-jaringan dalam tubuh manusia terdiri daru jaringan labil, jaringan
stabil, dan jaringan permanen. Jaringan-jaringan labil seperti kulit dan kelenjar
liur mempunyai kemampuan berproliferasi untuk menghasilkan berjuta-juta sel
setiap harinya. Jaringan stabil seperti sel otot mempunyai kemampuan proliferasi
yang rendah namun dapat membelah diri dengan cepat untuk merespon cedera.
Sedangkan jaringan permanen seperti otot jantung dan syaraf mempunyai sedikit
kemampuan berproliferasi untuk bergenerasi untuk memperbaiki kerusakan
(Robbins, 2005). Kemampuan berproliferasi ini diatur oleh atau rangkaian DNA
gen pada setiap sel jaringan. Pada masing-masing sel disamping mempunyai gen
yang mengatur proliferasi sel seperti Ki-67 gene, juga mempunyai gen yang
menghentikan proliferasi sel pada suatu waktu yang disebut repressor gen seperti
p53, krev-1/rap1 A atau Gas-1 (Syafriadi, 2008).

Kanker dapat terjadi oleh adanya sel yang mengalami mutasi. Proses
karsinogenesis ini melibatkan perubahan genetik pada onkogen, gen supresor
tumor (misalnya p53), gen metastasis (misalnya NME1 dan NME2), maupun pada
gen DNA repair (Quirke dalam Syafriadi, 2008). Mutasi genetik dapat terjadi
pada sel yang mengalami transkripsi, translasi, pembentukan membran basal,
maupun sel yang bekerja mengendalikan apoptosis sel. Karsinogenesis ini
mengakibatkan sel membelah secara terus menerus dan tidak terkontrol (Carlson,
2008).
Patogenesis dari Adenocarcinoma berasal dari perubahan genetik, yaitu
adanya mutasi gen yang terjadi selama periode bertahun-tahun. Perubahan ini
terjadi pada gen-gen yang mengkodekan protein yang mengendalikan siklus sel,
proliferasi sel, maupun apoptosis sel (Robbins, 2005). Keganasan akan dipercepat
dengan adanya aktivasi gen-gen yang mengatur metastasis (metastatic gene).
Sehingga sel akan tumbuh tidak terkontrol dan terjadilah kanker dan peningkatan
progesifitas kanker (Sudiono, 2003).
Adenocarcinoma dapat bermetastasis ke kelenjar getah bening regional,
paru, liver, maupun pada tulang. Metastasis dari Adenocarcinoma jauh
berkembang menurut gambaran histologisnya. Metastasis jarang terjadi pada lowgrade, namun pada high-grade mencapai 30%-46% dari kasus (Carlson, 2008).
Pada Adenoid cystic carcinoma (ACC) dapat diidentifikasi dengan adanya
overekspresi pada produk protein SOX4 dan AP-2. Mutasi diduga terjadi pada
proses transkripsi, translasi, maupun pada sel pengendali kegiatan apoptosis.
Sehingga terjadi penumpukan protein yang menyebabkan adanya gambaran
overekspresi (Carlson, 2008). Saat ini Adenocarcinoma dapat diidentifikasi
dengan marker diagnostik spesifik menggunakan Antigen karsinoembronik (CEA)
(Sudiono, 2008).

Zat perusak DNA


Didapat
(lingkungan):
Kimiawi
Radiasi
virus

SEL NORMAL

Perbaikan DNA berhasil


Kerusakan DNA
Perbaikan DNA gagal
Mutasi genom sel
Somatik

Pengaktifan onkogen
pendorong
pertumbuhan

Perubahan gen yang


Mengendalikan
Pertumbuhan

Mutasi herediter pada:


Gen yang
mempengaruhi

perbaikan DNA
Gen yang
mempengaruhi
pertumbuhan atau
apoptosis sel
Penonaktifan gen
supresor kanker

Ekspresi produk gen yang


mengalami perubahan dan
hilangnya produk gen regulator

Neoplasia Ganas

Gambar 1.1 Bagan alur sederhana dari patogenesis kanker (Robbins, 2005)

Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan yaitu sel normal yang terpapar
zat-zat perusak DNA akan mengalami kerusakan. Pada sel yang masih normal
apabila terjadi kerusakan DNA, maka dari dalam tubuh akan diperintahkan untuk
memperbaiki sel yang rusak sebelum melanjutkan pembelahan. Namun pada sel
kanker, sel yang mengalami kerusakan DNA gagal memperbaiki kerusakan
sehingga terjadi mutasi pada gen. Mutasi gen ini mengakibatkan adanya
pengaktifan onkogen pendorong pertumbuhan kanker, perubahan gen yang
mengendalikan pertumbuhan, dan penonaktifan gen supresor kanker. Akibatnya
terjadi sel yang mengalami kerusakan DNA akan lolos dan tetap melaju untuk

pembelahan dan mengakibat sel berkembang biak secara berlebihan. Adanya


pembelahan sel yang tidak terkendali inilah yang menyebabkan kanker (Robbins,
2005).

E. Pemeeriksan penunjang
Diagnosis tumor ganas adalah usaha untuk mengidentifikasi jenis tumor
ganas yang diderita. Menegakkan diagnosis suatu tumor ganas adalah sangat
penting walaupun tidak mudah. Pemeriksaan harus dilakukan sebelum
memberikan terapi atau penatalaksanaan tumor ganas. Hal ini dilakukan atas dasar
azas manfaat dan memudahkan cara kerja di klinik serta efisiensi tenaga dan biaya
(Sukardja, 2000). Maka pendekatan pemeriksaan tumor ganas dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis disini adalah pemeriksaan rutin yang biasa dilakukan
dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisis, yaitu : inspeksi, palpasi,
perkusi, auskultasi, dan lain-lain. Pemeriksaan ini sangat penting karena hasil
pemeriksaan klinis yang dilakukan secara teliti, menyeluruh, dan sebaikbaiknya dapat ditegakkan diagnosi klinis yang baik pula.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin untuk menunjang diagnosis tumor ganas
tidak banyak artinya, tetapi penting dilakukan untuk mengetahui keadaan
pasien tentang penyulit kanker atau penyakit sekunder dan juga untuk
persiapan terapi yang akan dilakukan baik itu bedah maupun tindakan medik.
Beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan antara lain : darah lengkap, urin
lengkap, tes fungsi hati, dan lain-lain.

3.

Pemeriksaan Patologi Anatomi


Pemeriksaan Patologi Anatomi (PA) adalah pemeriksaan morfologi tumor,
meliputi

pemeriksaan

makroskopis

dan

mikroskopis.

Bahan

untuk

pemeriksaan PA dapat diperoleh dari biopsi kanker maupun dari specimen


operasi. Ada beberapa cara biopsy yang sering dilakukan, yaitu:
a. Biopsi insisi, yaitu mengambil sebagian kecil jaringan tumor ganas
dengan menggunakan pisau bedah.
b. Biopsi eksisi, yaitu mengambil seluruh jaringan tumor. Untuk tumor jinak,
tindakan ini juga sebagai terapi.
c. Biopsi aspirasi dengan jarum (Fine Needle Aspiration Biopsy), yaitu
mengambil sebagian kecil jaringan tumor ganas dengan cara disedot
menggunakan jarum yang ditusukkan ke dalam jaringan tumor.
d. Biopsi endoskopi, yaitu mengambil sebagian kecil jaringan tumor dengan
menggunkan endoskop (Anonim, 2011).
4.

Pemeriksaan Imunohistokimia
Pemeriksaan imunohistokimia berperan dalam diagnostik kanker dengan
pengamatan biologi molekuler. Pemeriksaan ini menggunakan antibodi untuk
mendeteksi keberadaan, overekspresi, maupun lokalisasi protein spesifik.
Pemeriksaan imunohistokimia mampu melokalisir protein dalam sel dari
suatu jaringan melalui prinsip pengikatan menggunakan antibodi spesifik
terhadap antigen yang berada dalam jaringan biologis. Pemeriksaan
imunohistokimia mampu mendeteksi kelainan genetik karena ekspresi protein
mempunyai korelasi dengan susunan gen (Sudiono, 2008).

5. Pemeriksaan Mutasi Gen


Pemeriksaan mutasi gen dapat dilakukan dengan metode PCR (Polymerase
Chain Reaction). PCR merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
mengamplifikasi sejumlah kopi region spesifik dari DNA (deoxyribonucleic
acid) menggunakan suatu enzim yang dinamakan DNA polymerase yang
akan mengamplifikasi fraksi genom dalam rangka menghasilkan replikasi
DNA yang merupakan salinan seluruh genom secara tepat dan cukup adekuat
untuk diperiksa. PCR terbukti merupakan suatu metode cepat dan tepat untuk
mendeteksi semua cara mutasi yang berkaitan dengan penyakit genetik mulai
dari insersi, delesi, maupun mutasi (Sudiono, 2008). Berdasarkan jenisnya,
mutasi terbagi menjadi 2, yaitu:
a.

Mutasi gen (point mutation), merupakan perubahan kimiawi pada satu


atau beberapa pasangan basa dalam satu gen tunggal yang mnyebabkan
perubahan sifat individu tanpa perubahan jumlah kromosom, yang dapat
terjadi

dengan

berbagai

cara,

diantaranya

penggantian/substitusi

pasangan basa dan insersi atau delesi. Insersi merupakan penyisipan atau
penambahan satu atau lebih nukleotida ke dalam rantai polinukleotida.
Delesi adalah pengurangan satu atau lebih pasangan nukleotida pada
suatu gen saat replikasi DNA.
b.

Mutasi

kromosom,

merupakan

perubahan

yang

terjadi

pada

kromosom yang disertai dengan perubahan struktur jumlah kromosom.


Perubahan struktur kromosom, diantaranya :
1) Translokasi adalah pemindahan sebagian dari segmen kromososm ke
kromosom lainnya yang bukan kromosom homolognya.
2) Duplikasi

terjadi

karena

adanya

segmen

kromosom

yang

mengakibatkan jumlah segmen kromosom lebih banyak dari aslinya.

3) Delesi adalah mutasi yang terjadi karena sebagian segmen kromosom


lenyap sehingga kromosom kekurangan segmen. Inversi adalah
mutasi yang terjadi karena selama meiosis kromosom terpilin dan
terjadi kiasma sehingga terjadi perubahan letak/kedudukan gen-gen.
Dalam inversi, seluruh bagian DNA dibalik (Toland, 2011).

F. Penatalaksanaan
Penangan standar yang dilakukan untuk pasien Adenocarcinoma adalah
eksisi bedah. Hal ini dilakukan pada kasus pasien tertentu yang penanganannya
masih standar. Pemberian radioterapi setelah operasi direkomendasi hanya pada
pasien tertentu atau untuk pasien yang menolak dilakukan operasi. Sedangkan
pemberian kemoterapi diberikan pada grade yang lebih buruk, maupun pada pada
pasien yang menolak radioterapi, dan pada pasien yang mengalami metastasis
yang jauh (Carlson, 2008).
Perawatan tumor ini sulit diterapi secara sempurna, meskipun karsinoma
adenoid kistik tidak menunjukan metastasis dalam beberapa tahun setelah eksisi,
tetapi dalam jangka waktu yang panjang menunjukan prognosis yang buruk
(Syafriadi, 2008).
Terapi tumor ganas derajat tinggi meliputi reseksi bedah radikal tumor
primer, jika perlu struktur vital yang berdekatan seperti mandibula, maksila, dan
bahkan tulang temporalis. Pencangkokan saraf untuk mengembalikan kontinuitas
saraf dapat dipertimbangkan manfaatnya karena dapat mengembalikan fungsi
saraf fasialis tersebut. Jika telah menunjukkan paralisis saraf fasialis, maka
prognosisnya buruk (Adam et al., 1997).

G. Komplikasi
Komplikasi yang buruk juga terjadi bila ada invasi lokal, metastase pada
kelenjar lymph disekitarnya, metastase jauh dan rekurensi. Metastase pada
kelenjar lymph jarang terjadi, penyebaran tumor terjadi melalui hematogen.
Metastase terutama terjadi pada paru, tulang, otak dan hati (El-Naggar dan AK,
Huvos AG, 2003).

H. Prognosis
Adenocarcinoma mempunyai prognosis yang buruk. 20% dari seluruh
pasien akan terjadi adanya perkembangan metastasis yang jauh meskipun dari
berbagai tipe histologinya. Pasien dengan kanker grade tinggi memiliki
kesempatan yang lebih besar untuk penyebaran metastasis dibandingkan dengan
grade rendah (Cawson, 2002).
Sebagaimana prognosis penderita karsinoma rongga mulut pada umumnya,
prognosis Adenocarcinoma juga tergantung dari beberapa faktor, yaitu Gould
(dalam Syafriadi, 2008).
1.

ukuran kanker,

2.

daerah/lokasi dari kanker primer,

3.

ada/tidaknya keterlibatan lymph node,

4.

ada/tidaknya metastase jauh dari kanker primer.


Kanker yang berlokasi di daerah bibir bawah mempunyai prognosis yang
baik, sebab mudah terlihat dan dapat dikenali pada tahap awal. Kebalikannya,
kanker yang sulit dilihat secara klinis dan sulit dalam pemeriksaan langsung atau
mempunyai gejala yang lambat mempunyai prognosis yang kurang baik.
Contohnya kanker yang berada pada dasar lidah atau dinding tonsil (Syafriadi,
2008).

Gould (dalam Syafriadi, 2008) juga menekankan bahwa ada tidaknya


metastase, derajat diferensiasi, dan grade differentiation menentukan prognosis
dari kanker mulut. Kanker yang berlokasi pada dasar mulut atau palatum lunak
sering bermetastase secara bilateral ke daerah leher dan lebih sulit dalam
perawatannya dibandingkan dengan kanker yang berlokasi di bagian depan dasar
mulut, yang cenderung hanya bermetastase secara unilateral ke daerah leher.
Pada karsinoma adenoid kistik ini prognosis dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain : gambaran histopatologi, lokasi tumor, stadium klinis,
keterlibatan tulang dan keadaan batas sayatan. Tumor yang berasal dari kelenjar
parotis mempunyai prognosis yang lebih baik bila dibandingkan dengan tumor
yang berasal dari kelenjar liur minor. Prognosis yang buruk juga terjadi bila ada
invasi lokal, metastase pada kelenjar lymph disekitarnya, metastase jauh dan
rekurensi. Prognosis yang buruk juga dapat terjadi bila secara histologi tumor
mempunyai type solid dan invasi perineural. Metastase pada kelenjar lymph
jarang terjadi, penyebaran tumor terjadi melalui hematogen. Metastase terutama
terjadi pada paru, tulang, otak dan hati. Hanya sekitar 20% pasien dengan
metastase jauh dapat bertahan sampai 5 tahun (El-Naggar dan AK, Huvos AG,
2003).

BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Identitas klien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal
pengkajian, diagnosa medis, rencana terapi.
B. Data riwayat kesehatan
1. Keluhan Utama : Benjolan pada langit-langit
2. Riwayat kesehatan sekarang
Perlu diketahui :
a. Lamanya sakit
Lamanya klien menderita sakit kronik / akut
b. Factor pencetus
Apakah yang menyebabkan timbulnya nyeri, sters, posisi, aktifitas
tertentu
c. Ada tidak nyakeluhan sebagai berikut: demam, batuk, sesak nafas, nyeri
dada, malaise
3. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat klien pernah menderita penyakit akut / kronis, Riwayat klien pernah
menderita tumor lainnya, Riwayat klien pernah memakai kontrasepsi
hormonal, pil ,suntik dalam waktu yang lama, Riwayat klien sebelumnya
sering mengalami peradangan kelenjer parotis.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular atau
kronis.Menderita penyakit kanker atau tumor.
C. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau,
penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa

dilakukan dalam mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan


berkala, gizi makanan yang adekuat)
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan,
jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau keadaan
yang mengganggu nutrisi seperti

nause, stomatitis, anoreksia dan

vomiting. Pada pola ini biasanya klien mengeluh susah menelan, nyeri
pada saat menelan, berat badan turun.
c. Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu,
jumlah kecil dan tidak lancar menetes - netes, kekuatan system
perkemihan. Klien juga ditanya apakah

mengedan untuk mulai atau

mempertahankan aliran kemih. Klien ditanya tentang defikasi, apakah ada


kesulitan seperti konstipasi akibat dari p[enyempitan urethra kedalam
rectum.
d. Pola tidur dan istirahat .
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena
frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan tidur
memekai bantal atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan.
Upaya mengatasi kesulitan tidur.
e. Pola aktifitas .
Identifikasi pekerjaan klien dan aktivitasnya sehari-hari, kebiasaan
membawa benda-benda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan
jenis utama lainnya. Orang yang kurang aktivitas mengakibatkan tonus
otot menurun.
f. Pola hubungan dan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien
lain, perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah
klien dapat berperan sebagai mana seharusnya.
g. Pola persepsi dan konsep diri

Meliputi informasi tentang dampak yang timbul pada klien kanker


esofagus yaitu timbul ketakutan, rasa cemas karena penyakitnya
h. Pola sensori dan kognitif
Pada klien adenoid cystic carcinoma biasanya tidak mengalami masalah
dalam pola sensori dan kognitif.
i. Pola reproduksi seksual
Mengidentifikasi apakah setelah klien menderita kanker esophagus pola
reproduksi klien mengalami gangguan
j. Pola penanggulangan stress
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme
penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah
biasanya

dilakukan

klien

bersama

siapa.

Apakah

mekanisme

penanggulangan stressor positif atau negatif.


k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien menganut agama apa, bagaimana dengan aktifitas keagamaannya.
Kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat
3. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang terapi radiasi, taut
terhadap aspek-aspek tindakan.
4. Gangguan citra tubuh
5. Perfusi jaringan
6. Perubahan persepsi neurosensori

E. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Nyeri akut berhubungan


dengan Agen injuri (biologi,
kimia, fisik, psikologis),
kerusakan jaringan
DS:
Laporan secara verbal
DO:
Posisi untuk menahan
nyeri
Tingkah laku berhati-hati
Gangguan tidur (mata
sayu, tampak capek, sulit
atau gerakan kacau,
menyeringai)
Terfokus
pada
diri
sendiri
Fokus
menyempit
(penurunan
persepsi
waktu, kerusakan proses
berpikir,
penurunan
interaksi dengan orang
dan lingkungan)
Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau
aktivitas,
aktivitas berulang-ulang)
Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan
tekanan
darah,
perubahan nafas, nadi
dan dilatasi pupil)
Perubahan
autonomic
dalam
tonus
otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
Tingkah laku ekspresif
(contoh
:
gelisah,
merintih,
menangis,
waspada, iritabel, nafas

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
NOC :
Pain Level,
pain control,
comfort level
Setelah
dilakukan
tinfakan
keperawatan
selama . Pasien tidak
mengalami nyeri, dengan
kriteria hasil:
Mampu
mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi
nyeri,
mencari bantuan)
Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri
Mampu
mengenali
nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
Menyatakan
rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
Tanda vital dalam
rentang normal
Tidak
mengalami
gangguan tidur

Intervensi
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi: napas dala, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri: ...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama
kali

panjang/berkeluh kesah)
Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh
karena faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan :
Ketidakmampuan
untuk
memasukkan atau mencerna
nutrisi oleh karena faktor
biologis, psikologis atau
ekonomi.
DS:
Nyeri abdomen
Muntah
Kejang perut
Rasa penuh tiba-tiba
setelah makan
DO:
Diare
Rontok rambut yang
berlebih
Kurang nafsu makan

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
NOC:
Nutritional
status:
Adequacy of nutrient
Nutritional Status :
food and Fluid Intake
Weight Control
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama.nutrisi kurang
teratasi dengan indikator:
Albumin serum
Pre albumin serum
Hematokrit
Hemoglobin
Total iron binding
capacity
Jumlah limfosit

Intervensi

Kaji adanya alergi makanan


Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Ajarkan
pasien
bagaimana
membuat catatan makanan harian.
Monitor adanya penurunan BB
dan gula darah
Monitor
lingkungan
selama
makan
Jadwalkan pengobatan
dan
tindakan tidak selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor
kekeringan,
rambut
kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan

Bising usus berlebih


Konjungtiva pucat
Denyut nadi lemah

kekeringan jaringan konjungtiva


Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval

3. Kecemasan berhubungan dengan faktor keturunan, Krisis situasional, Stress,


perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri,
kurang pengetahuan dan hospitalisasi
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Kecemasan berhubungan
dengan aktor keturunan,
Krisis situasional, Stress,
perubahan status kesehatan,
ancaman
kematian,
perubahan konsep diri,
kurang pengetahuan dan
hospitalisasi
DO/DS:
Insomnia
Kontak mata kurang
Kurang istirahat
Berfokus pada diri sendiri
Iritabilitas
Takut

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil

Intervensi

NOC :
NIC :
Kontrol kecemasan
Anxiety
Reduction
(penurunan
Koping
kecemasan)
Setelah dilakukan asuhan
pendekatan
yang
selama klien Gunakan
menenangkan
kecemasan teratasi dgn
Nyatakan dengan jelas harapan
kriteria hasil:
terhadap pelaku pasien
Klien
mampu

Jelaskan semua prosedur dan apa


mengidentifikasi dan
yang dirasakan selama prosedur
mengungkapkan
gejala cemas
Temani pasien untuk memberikan
Mengidentifikasi,
keamanan dan mengurangi takut
mengungkapkan dan Berikan informasi faktual mengenai
menunjukkan tehnik
diagnosis, tindakan prognosis
untuk
mengontol Libatkan
keluarga
untuk
cemas
mendampingi klien
Vital sign dalam batas Instruksikan pada pasien untuk

Nyeri perut
Penurunan TD dan denyut
nadi
Diare, mual, kelelahan
Gangguan tidur
Gemetar
Anoreksia, mulut kering
Peningkatan TD, denyut
nadi, RR
Kesulitan bernafas
Bingung
Bloking dalam pembicaraan
Sulit berkonsentrasi

normal
Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

menggunakan tehnik relaksasi


Dengarkan dengan penuh perhatian
Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
Dorong
pasien
untuk
mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi
Kelola
pemberian
obat
anti
cemas:........

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisika (penyakit kronis),


kognitif/persepsi (nyeri kronis), kultural/spiritual, penyakit, krisis situasional,
trauma/injury, pengobatan (pembedahan, kemoterapi, radiasi)
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Gangguan
citra
tubuh
berhubungan
dengan
biofisika (penyakit kronis),
kognitif/persepsi
(nyeri
kronis),
kultural/spiritual,
penyakit, krisis situasional,
trauma/injury,
pengobatan
(pembedahan,
kemoterapi,
radiasi)
DS:
Depersonalisasi
bagian
tubuh
Perasaan negatif tentang
tubuh
Secara verbal menyatakan
perubahan gaya hidup
DO :
Perubahan aktual struktur

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil

Intervensi

NIC :
NOC:
Body image
Body image enhancement
Self esteem
Kaji secara verbal dan nonverbal
Setelah
dilakukan
respon klien terhadap tubuhnya
tindakan keperawatan Monitor
frekuensi
mengkritik
selama . gangguan
dirinya
body image
Jelaskan
tentang
pengobatan,
pasien teratasi dengan
perawatan,
kemajuan
dan
prognosis
kriteria hasil:
penyakit
Body image positif
Dorong
klien
mengungkapkan
Mampu
perasaannya
mengidentifikasi
Identifikasi
arti
pengurangan
kekuatan personal
melalui pemakaian alat bantu
Mendiskripsikan
Fasilitasi kontak dengan individu
secara
faktual
lain dalam kelompok kecil
perubahan
fungsi
tubuh
Mempertahankan

dan fungsi tubuh


Kehilangan bagian tubuh
Bagian
tubuh
tidak
berfungsi

interaksi sosial

5. Perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan afinitas Hb oksigen,


penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport
O2, gangguan aliran arteri dan vena
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil

Perfusi jaringan cerebral


tidak efekti berhubungan
dengan gangguan afinitas
Hb oksigen, penurunan
konsentrasi
Hb,
Hipervolemia,
Hipoventilasi,
gangguan
transport O2, gangguan
aliran arteri dan vena.
DO
Gangguan
status
mental
Perubahan perilaku
Perubahan
respon
motorik
Perubahan
reaksi
pupil
Kesulitan menelan
Kelemahan
atau
paralisis ekstrermitas
Abnormalitas bicara

NOC :

Intervensi
NIC :

Ci
rculation status

Ne
urologic status

Ti
ssue Prefusion :
cerebral
Setelah dilakukan asuhan
selama
ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral teratasi
dengan kriteria hasil:

Te
kanan systole dan
diastole
dalam
rentang
yang
diharapkan

Ti
dak
ada
ortostatikhipertensi

Monitor TTV

Monitor AGD, ukuran


pupil, ketajaman, kesimetrisan dan
reaksi

Monitor adanya diplopia,


pandangan kabur, nyeri kepala

Monitor
level
kebingungan dan orientasi

Monitor
tonus
otot
pergerakan

Monitor
tekanan
intrkranial dan respon nerologis

Catat perubahan pasien


dalam merespon stimulus

Monitor status cairan

Pertahankan
parameter
hemodinamik

Tinggikan kepala 0-45o


tergantung pada konsisi pasien dan
order medis

omunikasi jelas

M
enunjukkan
konsentrasi
orientasi

dan

pil seimbang
reaktif

bas dari
kejang

Pu
dan

Be
aktivitas

Ti
dak mengalami nyeri
kepala

6. Perubahan persepsi neurosensori


Diagnosa
Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Gangguan
Persepsi NOC:
NIC :
sensori
(
penglihatan, Visual (Body image,
Communication enhancement
Cognitive orientation,
pendengaran,
kinestetik,
speech deficit (utama)
Sensory function)
pengecapan,
perabaan,
Activity therapy
(Cognitive
penciuman ) Definisi : Auditory
Environmental management
orientation.
perubahan jumlah atau pola
Communicative
dari rangsangan yang masuk
receptive
yang
disertai
dengan
ability,Distorted
pengurangan,
membnci,
thought control )
mengubah atau kerusakan Setelah dilakukan tindakan
respon
dari
berbagai keperawatan selama .
pasien
menunjukkan
rangsangan.
perbaikan dalam proses
DS :
menelan dengan kriteria
Laporan secara verbal

DO :
Tampak
mengalami
kesulitan dalam menelan
Menelan berulang-ulang
Menelan sedikit demi
sedikit
Makanan
dikeluarkan
dari mulut
Muntah

hasil :
Menunjukkan
pemahaman
verbal,
tulis atau sinyal respon
Menunjukkan
pergerakan
dan
ekspresi wajah yang
rileks
Menjelaskan rencana
memodifikasi
gaya
hidup
untuk
mengakomodasi
kerusakan visual dan
pendengaran
Bebas dari bahaya fisik
karena
penurunan
keseimbangan
pendengaran,
penglihatan dan sensasi
Memelihara
kontak
dengan
sumber
komunitas yang tepat

7. Gangguan menelan berhubungan dengan defisit struktur atau fungsi mulut,


faring, atau esofagus
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil

Intervensi

Gangguan menelan
berhubungan
dengan
:
defisit struktur atau fungsi
mulut, faring, atau esofagus
DS :
Laporan secara verbal
DO :
Tampak
mengalami
kesulitan dalam menelan
Menelan berulang-ulang
Menelan sedikit demi
sedikit
Makanan
dikeluarkan
dari mulut
Muntah

NOC:
Pencegahan aspirasi
Status menelan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama .
pasien
menunjukkan
perbaikan dalam proses
menelan dengan kriteria
hasil:
Menunjukkan
kemampuan menelan
Menunjukkan
kemampuan
mengosongkan rongga
mulut
Menunjukkan
kenyamanan
dengan
menelan
Peningkatan
upaya
menelan

NIC :

Kaji tingkat kesadaran, refleks


batuk,
refleks
muntah,
dan
kemampuan menelan
Pantau gerakan lidah klien saat
makan
Pantau adanya penutupan bibir
saat makan, minum, dan menelan
Pantau hidrasi tubuh (misalnya,
asupan, haluaran, turgor kulit dan
membran mukosa)
Berikan perawatan mult jika
diperlukan
Berikan atau gunakan alat bantu
jika diperlukan
Bantu pasien untuk mengatur
posisi kepala fleksi ke depan untuk
menyiapkan makanan
Bantu
pasien
untuk
menempatkan makanan di belakang
mulut dan bagian yang tidak sakit
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang makanan yang mudah
ditelan

DAFTAR PUSTAKA

Adams, L.G., Boies, R.L., dan Paparella, M.M. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.
Jakarta : EGC, 1997.
Anonim, Pemeriksaan Kanker, 2011. http://www.naturindonesia.com/kanker/546-

diagnosis-tumor.html [ 16 Januari 2012 ].


Carlson, E.R. & Ord, R.A. Textbook And Color Atlas of Salivary Gland Pathology
Diagnosis and Management. USA : Blackwell Munksgaard, 2008.
Cawson, R. A. & Odell, E. W. Cawsons Essential of Oral Pathology and Oral
Medicine Edisi 7. United Kingdom : Churchill Livingstone, 2002.
Dong, C. & Hemminki, K. 2001. Second Primary Neoplasma Among Malignancy
Patients in Sweden 1958-1996. A search for common mechanism cancer,
2001.
El-Naggar AK dan Huvos AG. Adenoid cystic Carcinoma In : Tumours of the
Salivary Glands. In : WHO Classification of Tumours , Pathology and
Genetics of the Head and Neck Tumours . IARC Press. Lyon, 2003.
Horn-Ross, P.L. & Morrow, M., dan Ljung, B.M. Environmental Factors And The
Risk of Salivary Gland Cancer, 1997. www.startoncology.net [12 April 2011].
Horn-Ross, P.L. & Morrow, M., dan Ljung, B.M. Diet And The Risk of Salivary
Gland Cancer, 1997. www.startoncology.net [12 April 2011].
Lee, K.J. Essential Otolaryngology-Head & Neck Surgery. Connecticut: McGrawHill, 2003.
Parkin, D.M. & Whelan, S. L. Carcinoma of The Mayor Salivary Glands Treated by
Surgery or Surgery Plus Postoperative Radiotherapy. International Journal
Radiant Oncol Biol Phys, 2002. www.startoncology.net [16 januari 2012].
Robbins, S. & Kumar, V. Buku Ajar Patologi 1. Jakarta : EGC, 2005.
Sjamsuhidajat, R. & de Jong, W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta : EGC,
1997.

Sudiono, J. Ilmu Patologi. Jakarta: EGC, 2003.


Sudiono, J. Pemeriksaan Patologis Untuk Diagnosis Neoplasma Mulut.
Jakarta: EGC, 2008.
Sukardja, I.G.D. Ongkologi Klinik. Surabaya : Airlangga University Press, 2000.
Syafriadi, M. Patologi Mulut, Tumor Neoplastik dan Non Neoplastik. Yogyakarta:
Andi, 2008.
Toland,

A.

E.

DNA

Mutations

[Serial

Online],

http://www.genetichealth.com/g101_changes_in_dna.shtml

[20

2011.
Februari

2011].
Wilkinson, Judith dan Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC, 2011.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R


DENGAN ADENOID CYSTIC CARCINOMA
DI LONTARA II ATAS BELAKANG RUANG BEDAH TUMOR
RSUP dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Oleh :
ANDI USMIANTI, S.Kep
NIM : 70900115057

CI LAHAN

CI INSTITUSI

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN IX


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2015
LAPORAN PENDAHULUAN ADENOID CYSTIC CARCINOMA
DI LONTARA II ATAS BELAKANG RUANG BEDAH TUMOR
RSUP dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Oleh :
ANDI USMIANTI, S.Kep
NIM : 70900115057

CI LAHAN

CI INSTITUSI

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN IX


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2015

Anda mungkin juga menyukai