Anda di halaman 1dari 7

Resume Paper

(Geologi D_270110120092_Anggi Pisko)


Judul Asli
Judul
Terjemahan
Penulis

Deep-Seated Gravitational Slope Deformation in Greywacke


Rocks of the Tararua Range, North Island, New Zealand
Deformasi Slope Gravitasional yang Dalam, pada batuan
Greywacke di Tararua Range, North Island, New Zealand

1. M.C. Mclean
2. M-A. Brideau

Latar

3. P.C. Augustinus
1. Daerah penelitian yaitu di daerah Tararua Range, pada

Belakang

bagian selatan dari North Island, New Zeland. Memiliki banyak

Penelitian

perbukitan dengan tipikal geomorfologi yang berasosiasi dengan


deep-seated gravitational slope deformation (DSGSD). Batuan
dasar pada daerah studi terdiri dari perselingan batupasir dan
batulempung

yang

terlipatkan

dan

terdapat

banyak

fault.

Komponen utama dari studi ini terdiri atas : himpunan dari data
DSGSD pada daerah Tararua Range serta karakteristik dari batuan
dan geomorfologi pada site daerah studi. Hasil dari data lapangan
beserta data dari laboratorium pada sampel batuan digunakan untuk
mengetahui dan menganalisis conduct kinematic dan finite element.
Analisis tersebut tersebut nantinya digunakan untuk menaksir
faktor potensial yang mempengaruhi kestabilan dan deformabiliti
dari slope pada daerah studi.

2. Taratua Range, North Island, New Zeland (fig. 92.1)


terdapat banyak perbukitan yang menampilkan geomorfik yang
secara umum berasosiasi dengan DSGSD. Tararua Range terbentuk
karena uplift dan rotasi dari blok besar dari greywacke (interbedded
sandstone and mudstone) (Begg and Johnston 2000). Greywacke
New Zeland memiliki rekahan yang tinggi, sesar dan lipatan (Read
and Richards 2007). Tararua Range memiliki banyak sesar yang
masih aktif maupun yang sudah tidak aktif (Litchfield et al. 2014).
Berdasarkan model seismik kebencanaan nasional, tanah dangkal
pada area studi dapat mencapai hingga 0.5-0.6 g untuk seismic

event dengan periode ulang 475 (Stirling et al. 2012).

3. Deep-seated gravitational slope deformation (DSGSD)


menampilkan pergerakan yang lambat, pergerakan slope batuan
karena

pengaruh

gravitasi.

Implikasi

dari

DSGSD

pada

karakteristik kebencanaan belum begitu jelas. Pada bebepara


contoh DSGSD telah di observasi untuk di dijadikan perintis untuk
rock avalanches (Chigira et al. 2013) dimana lokasi yang berbeda
telah bergerak dengan kecepatan lambat hingga sangat lambat
untuk millennia (Hippolyte et al. 2012). Ketika terjadi pada jangka
panjang, pergerakan yang lambat dapat mengacu pada alterasi yang
signifikan pada sifat mekanik dari batuan kondisinya dibutuhkan
untuk merubah dari rock creep ke catastrophic failur, namun hal ini

Metode
Penelitian

masih belum bisa dimengerti (Agliardi et al.2009).


1. Pekerjaan investigasi awal menggunakan foto, foto satelit
dan DEM untuk menghimpun data DSGSD di Tararua Range. Fitur
identifikasi dikategorikan berdasarkan perkembangan geomorfik
nya. Hal ini berdasarkan pada estimasi panjang (L), scarp height
(SH) dari DSGSD serta kehadiran dari satu atau lebih fitur
geomorfik pada suatu site.

2. The Geological Strenght Index (GSI) (Marinos et al.2005)


digunakan untuk menentukan kualitas batuan berdasarkan fitur
struktur yang berkait (seperti : jumlah diskontinuiti det, blok
geometri, bedding/foliation dan shear surface) hingga kualitas
permukaan (pelapukan, joint infill and roughness) di lapangan.
Untuk

setiap

site,

GSI

memberikan

rentang nilai

untuk

mempresentasikan variabel dari massa batuan yang lebih baik.


Sampel dikumpulkan dan digunakan untuk tes daya tahan batuan.

3. Karakter awal dari kestabilan lereng melibatkan analisis


kinematis untuk menaksir kemungkinan terjadinya mekanisme
kesalahan kontrol struktur seperti : toppling, planar sliding and
wedges failur menggunakan informasi spesifik dari diskontinuiti
dan orientasi slope.

4. Program 2D numerikal model (Phase2) digunakan untuk


menganalisis deformasi elasto-plastic. Teknik Shear Strength

Reduction (SSR) digunakan pada finite element model untuk


mengkarakteristikkan kestabilan lerengnya. Profil lereng diambil
dari DEM. Hasil dari model awal digunakan untuk menentukan

Hasil
Penelitian

dasar dari SSR, distribusi shear stress dan total displacement.


1. Desktop study
Inventaris dari fitur observasi geomorfik yang berasosiasi dengan
DSGSD termasuk didalamnya anti-slope scarps, normal scarps,
double-ridges, dan tensional cracks (trenches). Ketidakadaan
hubungan antara relief lokal dan ketidak adaan data ekspresi
geomorfik (sedang dan buruk) berpotensial pada kesalahan
interpretasi dari control struktur dan atau ketidakstabilan lereng
dangkal, struktur tektonik, kontras litologi (resisten vs. tidak) pada
DSGSD.
2. Karakter lapangan dan laboratorium
Empat dominan dan satu set diskontinuitas minor yang
diidentifikasi pada wilayah studi dan massa batuan umumnya jatuh
pada kategori very blocky to blocky/disturbed/seamy dari grafik
GSI dengan kondisi permukaan yang sedang hingga baik (Gambar
92.3). Pengujian laboratorium terhadap sampel yang dikumpulkan
mengindikasikan bahwa baik itu batulempung maupun satuan
batuan pasir memiliki resistensi yang tinggi terhadap slaking
(>95% resistensi untuk slaking setelah dua siklus pada slake
durability apparatus). Perkiraan UCS batu pasir didasarkan pada
tes point load yang menghasilkan nilai kekuatan batuan antara 90
dan 150 MPa, sesuai dengan literatur (Read dan Richards 2007).
UCS dari batulempung diperkirakan di lapangan cukup kuat (20-50
MPa).
3. Analisis kestabilan lereng
Analisis kinematik berdasarkan proyeksi stereografik dari orientasi
diskontinuitas yang dikumpulkan selama di lapangan memerikan
informasi bahwa mekanisme kegagalan kontrol struktural yang
sederhana (planar sliding, wedge, dan toppling) yang mungkin
selama limit diskontinuitas. Mekanisme simple failure ini tidak
bisa menjelaskan formasi dan morfologi DSGSD fitur yang

diamati. Modeling finite element numerikal memungkinkan untuk


deformasi massa batuan untuk diselidiki. Model isotropik awal
diasumsikan bahan elasto-plastik yang dikontrol oleh Hoek-Brown
failure kriteria (Tabel 92.1). Parameter kekuatan batuan HoekBrown mb, s dan a berasal dari input data berdasarkan observasi
lapangan (GSI dan gangguan D), tes laboratorium (UCS), dan
nilai-nilai yang diterbitkan sebelumnya (mi dan rasio modulus
MR). Dua kekuatan massa batupasir mewakili anggota akhir
kisaran kualitas massa batuan dan kekuatan yang diamati di
lapangan. Model output memperkirakan sagging of ridge dan
bulging of toe, dengan nilai-nilai SRF kritis yang tinggi (> 1,5).
Menambahkan anisotropi struktural (steeply inclined bedding dan
observasi cross-joint set) menurunkan SRF pada semua skenario
dan mengubah failure mekanisme menjadi deformasi blok aktifpasif (Gambar 92.2). Efek dari gempa bumi lokal dianggap sebagai
pembentuk percepatan pseudo-statis tanah. Sedangkan hasil masih
menunjukkan stabilitas global, Gambar. 92.4 menunjukkan nilai
SRF mendekati 1 dengan 0,3 g yang diterapkan, menunjukkan
bahwa kegagalan catastrophic failure tidak mungkin berada di
bawah kondisi model, deformasi episodik atau creep jangka
panjang lebih memungkinkan.
Bahasan
Pengamatan

distribusi

dari

DSGSD

di

Tararua

Rentang

menunjukkan bahwa sebagian besar dari bagian punggung


memiliki batuan dengan kekuatan massa dan / atau elemen struktur
memungkinkan untuk deformasi dan tidak catastrophic failur.
Deformasi yang berbeda diamati di pegunungan yang berdekatan
(dengan tren yang berbeda-beda) dalam wilayah studi. Prebble
(1995) menunjukkan bahwa gaya deformasi tergantung pada
dominasi relatif diskontinuitas, sudut dan arah dip, bersama dengan
kemiringan orientasi-yang mungkin menjadi kasus dalam yang
Tararua Range.
slope steepening, memperdalam lembah karena aktivitas
glasial dapat meningkatkan stres dan menurunkan keseluruhan

stabilitas lereng, tanpa mengakibatkan penurunan kestabilan lereng


secara menyeluruh. Beck (1968) dan Augustinus (1991, 1992)
mengemukakan bahwa litologi dan struktur batuan merupakan
faktor penting yang preconditioning akhirnya mengontrol distribusi
slope failure. Brook dan Brock (2005) menyelidiki profil lintas
lembah dalam bidang glacial dari Tararua Range. mereka
menemukan lokal bukti aktivitas glasial tetapi menyimpulkan
bahwa itu mungkin terlalu terbatas untuk mengembangkannya
melampaui tahap awal lansekap evolusi. Ini menunjukkan bahwa
pengembangan fitur DSGSD dalam Tararua Rentang tidak
bergantung pada aktivitas glasial dan debuttressing.
Penyelidikan Fitur Sackung di lapangan umumnya batuan
bervegetasi curam dengan asosiasi sag ponds, menyatakan bahwa
saat ini tidak aktif atau pola deformasi episodik. Stabilitas saat ini
diperkuat oleh nilai-nilai SRF oleh model finite element stabilitas
lereng dimana memprediksi stabilitas global bahkan dengan
parameter massa batuan rendah. Awal hasil pemodelan seismik
menunjukkan bahwa daerah gempa bumi dapat mengontrol waktu
dan besarnya deformasi bila dikombinasikan dengan kekuatan
massa batuan atau elemen struktur, dan topografi yang cocok dan
relief lokal. Ini mendukung interpretasi Beck (1968) yang
menyatakan bahwa linears alpine merupakan fitur coseismic yang
terbentuk oleh interaksi gravitasi dan tektonik. Peneliti lain juga
menanggapi hubungan antara proses seismik aktif dan deformasi
gravitasi (misalnya: Agliardi et al. Tahun 2001, 2013; Jaboyedoff et

Kesimpulan
Paper

al. 2013).
1. Studi desktop yang dikumpulkan lebih dari tiga puluh
DSGSD fitur di Tararua Range. Fitur Geomorfik yang diamati yang
berhubungan dengan DSGSDs termasuk antislope scarps, scarps
normal, double-ridge, dan tensional cracks (trenches). Fitur
DSGSD dengan ekspresi geomorfik yang baik (panjang dan tinggi
lereng curam bersama dengan kehadiran satu atau beberapa lereng
curam) yang berasosiasi dengan relief topografi lokal tertinggi.

2. Faktor kunci kontribusi pembentukan DSGSD di Tararua

Rentang meliputi: relief lokal dan dengan kekuatan massa batuan


atau diskontinuitas orientasi, dan proses tektonik aktif.

3. Sejarah limit glasial daerah penelitian menunjukkan bahwa


penyesuaian lanskap glasial dan debuttressing tidak berkontribusi
secara signifikan. Ekspresi permukaan berbeda dari DSGSD
ditemukan di dekat punggungan, relatif signifikansi berkontribusi
untuk faktor kemungkinan yang berbeda untuk masing-masing
fitur.

Daftar Pustaka
Paper

1.

Agliardi F, Crosta GB, Zanchi A (2001) Structural

constraints on deepseated slope deformation kinematics. Eng


Geol 59:83102
2.
Agliardi F, Crosta GB, Zanchi A, Ravazzi C (2009)
Onset

and

timing

of

deep-seated

gravitational

slope

deformations in the eastern Alps, Italy. Geomorphology


103:113129
3.
Agliardi F, Crosta GB, Frattini P, Malusa MG (2013)
Giant

noncatastrophic

landslides

and

the

long-term

exhumation of the European Alps. Earth Planet. Sci Lett


365:263274
4.
Augustinus PC (1991) Rock resistance to erosion:
some further considerations. Earth Surf Proc Land 16:563569
5.
Augustinus PC (1992) The infuence of rock mass
strength on glacial valley cross-profle morphology: a case
study from the Southern Alps, New Zealand. Earth Surf Proc
Land 17:3951
6.
Beck AC (1968) Gravity faulting as a mechanism
of topographic adjustment. NZ J Geol Geophys 11:191199
7.
Begg JG, Johnston MR (2000) (compilers) Geology
of the Wellington area. Institute of Geological & Nuclear
Sciences Limited, Lower Hutt
8.
Brook MS, Brock BW (2005) Valley morphology
and glaciation in the Tararua Range, southern North Island,
New Zealand. NZ J Geol Geophys 48:717724
9.
Chigira M, Tsou C-Y, Matsushi Y, Hiraishi N,
Matsuzawa M (2013) Topographic precursors and geological
structure of deep-seated catastrophic landslides caused by
Typhoon Talas. Geomorphology 201:479493
10.
Hippolyte J-C, Bourles D, Leanni L, Braucher R
(2012) 10Be ages reveal >12 ka of gravitational movement in
a major sackung of the Western Alps (France). Geomorphology
171172:13915
11.
Jaboyedoff M, Penna I, Pedrazzini A, Baron I,
Crosta GB (2013) An introductory review on gravitational-

deformation

induced

structures,

fabrics

and

modeling.

Tectonophysics 605:112
12.
Kinakin D, Stead D (2005) Analysis of the
distributions of stress in natural ridge forms: implications for
the deformation mechanisms of rock slopes and the formation
of sackung. Geomorphology 65:85 100
13.
LINZ (2012) Land Information

New

Zealand

topographical maps. Accessed 15/01/2012


14.
Litchfeld NJ, van Dissen R, Sutherland R, Barnes
PM, Cox SC, Norris R, et al (2014) A model of active faulting in
New Zealand. NZ J Geol Geophys 57:3256.
15.
Marinos V, Marinos P, Hoek

(2005)

The

geological strength index: applications and limitations. Bull


Eng Geol Environ 64:5565
16.
McColl ST (2012) Paraglacial rock-slope stability.
Geomorphology 153154:116
17.
NZGS (2005) Guidelines for description of soil and
rock. New Zealand Geotechnical Society
18.
Prebble WM (1995) Keynote paper: landslides in
New

Zealand.

In:

Bell

DH

(ed)

Landslides.

Balkema,

Rotterdam, p 21012123
19.
Read SAL, Richards L (2007) Characteristics and
classifcation of New Zealand greywackes. In: Eberhardt E,
Stead D, Morrison T (eds) Rock mechanics meeting societys
challenges

and

demands,

vol

1:

Fundamentals,

new

technologies and new ideas, p 269278


20.
Stirling M, McVerry G, Gerstenberger M, Litchfeld
N, van Dissen R, Berryman K et al (2012) National seismic
hazard model for New Zealand: 2010 update. Bull Seismol Soc
Am 102:15141542

Catatan

Anda mungkin juga menyukai