BT 15110 J
BT 15110 J
Teknik
aplikasi
pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak
Buletin
Teknik Tohir:
Pertanian
Vol.ekstraksi
15, No. dan
1, 2010:
37-40
37
edelai (Glycine max L.) merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki arti penting bagi sebagian
besar masyarakat Indonesia. Kedelai merupakan salah satu
bahan pangan sumber protein nabati. Kedelai biasanya
diolah menjadi berbagai produk makanan seperti tempe, tahu,
tauco, kecap, dan susu.
Kebutuhan bahan baku industri pengolahan kedelai
seperti tempe, tahu maupun kecap, sebagian besar masih
dipenuhi dari impor. Impor kedelai pada tahun 2005 mencapai
1,3 juta ton (Sudaryanto dan Swastika 2007). Selain dalam
bentuk biji kedelai, impor bungkil kedelai juga masih tinggi
untuk memenuhi kebutuhan industri makanan ternak
(Kasryno et al. 1985). Untuk itu, produktivitas kedelai di
dalam negeri perlu ditingkatkan guna memenuhi kebutuhan
konsumsi masyarakat maupun industri makanan ternak.
Budi daya kedelai menghadapi beberapa kendala sehingga produktivitas tanaman rendah. Salah satu faktor yang
menyebabkan rendahnya hasil kedelai di Indonesia ialah
serangan hama (Sumarno dan Harnoto 1983). Hama penting
pada kedelai antara lain adalah ulat grayak (Spodoptera
litura F.).
Dalam mengendalikan ulat grayak, umumnya petani
menggunakan insektisida sintetis karena lebih efektif, cepat
diketahui hasilnya, dan penerapannya relatif mudah. Namun,
penggunaan insektisida sintetis dapat menimbulkan pengaruh
samping yang merugikan, seperti timbulnya resistensi pada
hama sasaran, resurjensi hama utama, eksplosi hama sekunder, dan terjadinya pencemaran lingkungan (Oka 1995).
Karena itu, perlu dikembangkan metode pengendalian yang
lebih efektif dan ramah lingkungan.
Penggunaan insektisida nabati merupakan alternatif
untuk mengendalikan serangga hama. Insektisida nabati
relatif mudah didapat, aman terhadap hewan bukan sasaran,
dan mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan
pengaruh samping (Kardinan 2002).
Maryani (1995) mengemukakan bahwa biji sirsak
mengandung bioaktif asetogenin yang bersifat insektisidal
38
Aji Mohamad Tohir: Teknik ekstraksi dan aplikasi pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak
(DSb), (7) ekstrak daun melinjo (DMl), dan (8) kontrol (K).
Percobaan diulang tiga kali.
Pembuatan ekstrak bahan nabati dengan pelarut metanol
dan air serta aplikasinya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pembuatan ekstrak bahan nabati dengan pelarut metanol.
Bahan nabati segar sebanyak 25 g dicincang kemudian
diekstrak dengan pelarut metanol p.a sebanyak 100 ml
selama 15 menit. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan blender. Hasil ekstraksi disentrifusi selama 20 menit
dengan kecepatan 3.000 rpm, kemudian diuapkan menggunakan freezer dryer hingga volume 1 ml. Larutan
tersebut kemudian diencerkan menggunakan akuades
menjadi konsentrasi 5% dan selanjutnya larutan siap
digunakan untuk perlakuan.
Pembuatan ekstrak bahan nabati dengan pelarut air.
Bahan nabati segar sebanyak 100 g dicincang kemudian
diekstrak dengan pelarut air dengan perbandingan 1:3.
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan homogenizer/
blender selama 15 menit. Hasil ekstraksi dibiarkan selama
24 jam kemudian disaring menggunakan kain halus dan
selanjutnya larutan siap digunakan sebagai perlakuan.
di mana:
P = persentase penurunan aktivitas makan
T = bobot pakan yang dimakan dari perlakuan
C = bobot pakan yang dimakan dari kontrol
39
Aji Mohamad Tohir: Teknik ekstraksi dan aplikasi pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak
Metanol
1,647
1,917
1,903
1,887
1,847
1,867
1,857
2,257
1,133
1,317
1,213
1,427
1,200
1,480
1,500
2,257
BSr = biji sirsak, DSr = daun sirsak, DBd = daun babadotan, BBd = bunga
babadotan, BSg = biji saga, DSb = daun sembung, DMl = daun melinjo, K
= kontrol
0,227
0,213
0,233
0,200
0,193
0,203
0,200
0,133
0,147
0,180
0,193
0,157
0,203
0,210
0,233
0,103
0,087
0,100
0,093
0,097
0,090
0,110
0,087
0,053
0,077
0,087
0,067
0,070
0,083
0,247
0,137
0,207
0,187
0,160
0,193
0,187
0,180
0,180
0,207
0,120
0,250
0,203
0,247
0,257
0,247
0,140
0,330
0,283
0,290
0,293
0,307
0,233
0,167
0,230
0,120
0,183
0,170
0,227
0,163
0,277
0,253
0,307
0,313
0,287
0,303
0,317
0,273
0,203
0,223
0,197
0,243
0,190
0,270
0,240
0,423
0,417
0,420
0,337
0,477
0,350
0,353
0,347
0,175
0,253
0,280
0,213
0,205
0,253
0,243
0,353
0,370
0,353
0,450
0,410
0,437
0,410
0,513
0,185
0,183
0,240
0,257
0,205
0,210
0,303
0,477
BSr = biji sirsak, DSr = daun sirsak, DBd = daun babadotan, BBd = bunga
babadotan, BSg = biji saga, DSb = daun sembung, DMl = daun melinjo, K
= kontrol, A = pelarut air, M = pelarut metanol
Metanol
BSr
DSr
DBd
BBd
BSg
DSb
DMl
K
27,0
15,1
16,7
16,4
18,2
17,3
17,7
0,0
49,8
41,6
46,3
36,8
46,8
34,4
33,5
0,0
Rata-rata
18,3
41,3
BSr = biji sirsak, DSr = daun sirsak, DBd = daun babadotan, BBd = bunga
babadotan, BSg = biji saga, DSb = daun sembung, DMl = daun melinjo, K
= kontrol
40
Aji Mohamad Tohir: Teknik ekstraksi dan aplikasi pestisida nabati untuk menurunkan palatabilitas ulat grayak
DAFTAR PUSTAKA
Heviandri, R. 1989. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Melinjo
(Gnetum gnemon L.) pada Kangkung terhadap Perkembangan
Larva Spodoptera litura F. Skripsi Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor.