Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN PUSTAKA

Broiler
Broiler sudah dikenal sejak Tahun 1980-an, meskipun galur murni dari
broiler sudah diketahui sejak Tahun 1960-an ketika petenak mulai memeliharanya.
Akan tetapi broiler komersial seperti yang sekarang ini baru dikenal banyak orang
pada periode Tahun 1980-an. Sebelumnya ayam potong adalah ayam petelur white
leghorn jengger tunggal atau ayam petelur yang sudah afkir (Rasyaf, 1993).
Broiler atau ayam pedaging adalah ayam yang seluruh periode kehidupannya
termasuk perkembangbiakannya serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia
dengan tujuan khusus sebagai penghasil daging. Broiler sudah dapat dipasarkan
dengan bobot hidup antara1,3 - 1,6 kg/ekor dan dilakukan pada umur 5 - 6 minggu
(Sulaksono, 1979).
Broiler

merupakan ternak

potong

yang

umurnya

pendek,

namun

pertumbuhannya cepat dan kandungan gizi di dalam dagingnya cukup tinggi. Selain
itu, harga daging broiler jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan daging sapi,
kerbau, domba dan kambing. Selain harga yang ekonomis, pengolahan daging
broiler sangat mudah dan singkat.(Irawan, 1996).
Ciri ciri ayam umur 1 hari yang baik
Beberapa ciri ayam umur 1 hari (DOC) yang berkualitas yang baik
berdasarkan penampilannya secara umum dari luar (general appearance) sebagai
berikut :

1. Bebas dari penyakit (free diseases) terutama penyakit pullorum,

omphalitis dan jamur 2. Berasal dari induk yang matang umur dan dari pembibit
yang berpengalaman 3. Ayam umur 1 hari (DOC) terlihat aktif, mata cerah dan

Universitas Sumatera Utara

lincah 4. Ayam umur 1 hari DOC memiliki kekebalan dari induk yang tinggi 5. Kaki
besar dan basah seperti minyak 6. Bulu cerah, tidak kusam dan penuh 7. Anus bersih,
tidak ada kotoran atau pasta putih. 8. Keadaan tubuh ayam normal 9. Berat badan
sesuai dengan standar strain, biasanya di atas 37 g (Fadilah, 2000).
Ransum Broiler
Broiler membutuhkan dua macam ransum yaitu ransum starter untuk umur 0
3 minggu dan ransum finisher untuk umur diatas tiga minggu. Batas umur untuk
membedakan kedua macam ransum ini kadang kadang berbeda - beda untuk setiap
poultryshop atau pabrik ransum ternak. Ransum starter mengandung protein 21 - 23
% dan finisher 19 - 21 % (Yahya, 1992).
Energi dan protein adalah dua komponen utama yang dibutuhkan ayam
untuk hidup pokok dan produksi. Besarnya kandungan energi metabolisme yang
dibutuhkan broiler untuk pertumbuhan maksimum adalah 2.900 - 3.200 kkal/kg
ransum dan protein sebesar 18 22 % (Kamal, 1994).
Tingkat

serat kasar dalam ransum yang sesuai untuk ayam adalah 7%.

Pemberian diatas 7% akan menyebabkan hambatan pertumbuhan dan efisiensi


penggunaan makanan bertambah buruk, namun batasan yang paling tepat masih
diperdebatkan (Anggorodi, 1985).
Kandungan nutrisi dari ransum yang akan diberikan dapat dilihat pada Tabel
1. Komposisi nutrisi ransum komersil CP5 - 11 dan CPS - 12G.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Komposisi nutrisi ransum komersil CP5 - 11 dan CPS - 12G


Zat Anti Nutrisi
Kadar air
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
Abu
Kalsium
Phospor

Persentase (%)
CP 5 - 11
CP S - 12G
Max 14 %
Max 14 %
21 23 %
0, 9 1,0 %
58%
58%
35%
45%
47%
Max 7,0 %
0,90 1,20 %
Min 0,9 %
0,70 1,00 %
Min 0,70 %

Sumber : PT. Charoen Pokphand Indonesia

Saluran Pencernaan Ayam


Ayam merupakan ternak non ruminansia yang artinya ternak yang
mempunyai lambung sederhana atau monogastrik. Pada umumnya bagian - bagian
penting dari alat pencernaan adalah mulut, farinks, esofagus, lambung, usus halus
dan usus besar. Makanan yang bergerak dari mulut sepanjang saluran pencernaan
oleh gelombang peristaltik yang disebabkan karena adanya kontraksi otot di
sekeliling saluran (Tillman dkk., 1991).
Unggas tidak mengeluarkan urine cair. Urine pada unggas mengalir ke dalam
kloaka dan dikeluarkan bersama sama feses. Warna putih yang terdapat dalam
ekskreta ayam sebagian besar adalah asam urat, sedangkan nitrogen urine mamalia
kebanyakan adalah urea. Saluran pencernaan yang relatif pendek pada unggas
digambarkan pada proses pencernaan cepat (lebih kurang empat jam) (Anggorodi,
1985).
Seperti kita ketahui bahwa ayam tidak mempunyai gigi geligi untuk
mengunyah ransum sebagaimana ternak lainnya, namun punya empedal (gizzard)
yang dapat melumatkan makanan. Oleh karena itu, daya cerna ayam terhadap
ransumnya lebih rendah 10% dari pada ternak lain (Kartadisastra, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Pencernaan secara mekanik tidak terjadi di dalam mulut melainkan di gizzard


(empedal) dengan menggunakan batu - batu kecil atau pecahan - pecahan kaca yang
sengaja dimakan, lalu masuk ke dalam usus halus lalu disinilah terjadi proses
pencernaan dengan menggunakan enzim - enzim pencernaan yang disekresikan oleh
usus halus seperti cairan duodenum, empedu, pankreas dan usus. Di dalam usus
besar terjadi proses pencernaan yang dilakukan oleh jasad renik yang berfungsi
sebagai penghancur protein yang tidak dapat diserap oleh usus halus (proteolitik)
(Tillman dkk., 1991).
Di dalam empedal bahan - bahan makanan mendapat proses pencernaan
secara mekanis. Partikel - partikel yang besar secara mekanik akan diperkecil dengan
tujuan memudahkan proses pencernaan enzimatis di dalam empedal ataupun di
dalam saluran pencernaan berikutnya. Untuk memudahkan proses pencernaan
mekanis maupun enzimatis dalam mempersiapkan ransum ternak banyak dilakukan
dengan menggiling bahan - bahan ransum tersebut (Parakkasi, 1990).

Sistem

pencernaan terdiri dari saluran pencernaan dan organ aksesori. Saluran pencernaan
merupakan organ yang menghubungkan dunia luar dengan dunia dalam tubuh hewan
yaitu proses metabolik dalam tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut,
esophagus, tembolok (crop), provetrikulus, empedal (gizzard), usus halus
(duodenum, yeyenum, ileum), usus buntu (ceca), usus besar (rectum), kloaka dan
vent. Sementara pankreas, hati (lever) dan kantong empedu (gallblader) merupakan
organ pencernaan tambahan (Suroprawiro et al., 1981).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu, duodenum, yeyenum dan ileum. Di
dalam usus halus pencernaan dilakukan dengan bantuan kelenjar pankeas, guna
menyerap sari makanan melalui urat darah, yaitu alat untuk menyerap sari makanan

Universitas Sumatera Utara

yang terdapat di sekitar usus halus. Usus besar merupakan lanjutan dari usus halus
yang akan menyalurkan ampas makanan menuju kloaka, sedangkan usus buntu
kegunaanya hingga kini belum diketahui lebih jelas (Sarwono, 1989). Berat usus rata
- rata adalah sekitar 10 % dari seluruh bobot hidup ternak (Siregar, 1980).
Makin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi maka akan semakin aktif
kegiatan usus untuk mencerna sehingga dapat meransang pertumbuhan organ
pencernaan (Sirl et al., 1992). Perbandingan pertumbuhan organ pencernaan broiler
jantan dan betina dapat dilihat pada Tabel. 2.
Tabel 2. Persentase karkas dan non karkas broiler
Bagian Tubuh Broiler
Karkas
Kepala dan leher
Kaki
Hati
Rempela
Jantung
Usus
Darah
Bulu

Broiler Jantan (%)


71,0
6,5
4,5
3,1
5,6
0,6
6,6
5,4
9,7

Broiler Betina (%)


64,5
4,8
3,3
2,6
4,4
0,6
6,5
4,2
6,0

Sumber : Murtidjo (1992)

Panjang usus adalah panjang yang dimulai dari duodenum, ileum, yeyenum,
caecum, rektum dan kloaka. Panjang usus ternak tergantung pada jenis ransum yang
dimakan dan panjang badan. Ternak pemakan rumput (herbivora) seperti sapi
mempunyai panjang usus yang lebih panjang dari panjang badan. Ternak pemakan
segalanya (omnivora) seperti babi mempunyai panjang usus empat kali dari panjang
badannya. Sedangkan ternak ayam panjang usus yang lebih pendek karena
dilengkapi tembolok, oleh karena itu panjangnya hanya dua kali panjang badannya
(Suparno, 1994).
Banyaknya ransum yang dimakan ternak akan mempengaruhi gerakan dan
lamanya untuk mencerna makanan akan semakin bertambah, sehingga dengan

Universitas Sumatera Utara

demikian untuk mengimbangi laju makanan yang semakin tinggi maka dengan
sendirinya usus akan semakin panjang (Dewi, 1993).
Dinding usus dibentuk oleh jaringan otot dan pembuluh darah yang
dipengaruhi oleh ransum yang dikonsumsi. Kandungan protein yang tinggi akan
meningkatkan

bobot

usus,

juga

dipengaruhi

serat

kasar

yang

rendah

(Anggorodi, 1995).
Makin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi makin aktif kegiatan usus
untuk mencerna sehingga dapat merangsang pertumbuhan organ pencernaan. Jenis
ransum seperti misalnya perbedaan serat, juga dapat menentukan perkembangan
organ pencernaan (Sirl et al., 1992).
Kemampuan adaptasi saluran pencernaan berdasarkan atas fungsi fisiologis
tergantung pada pasokan nutrisi yang diberikan pada periode perkembangan awal
setelah menetas. Pemberian protein atau asam amino dalam jumlah banyak dapat
meningkatkan daya serap usus atau berakibat sebaliknya dengan pembatasan ransum.
Kemampuan usus dalam memanfaatkan nutrisi ditentukan oleh perkembangan
saluran percernaan secara fisiologis yang dilihat dari segi aktivitas enzim (Zhou et
al., 1990).
Awal Pemberian Ransum
Di peternakan komersil seringkali day old chick (DOC) tidak langsung diberi
makan, tetapi dipuasakan tiga hari, dengan tujuan mengoptimalkan sisa kuning telur
dan peradangan sisa kuning telur (omphalistis) menjadi berkurang. Faktanya adalah
ayam yang dipuasakan akan mengalami penyerapan sisa kuning telur menjadi lebih
lama, sehingga peluang untuk terinfeksi oleh kuman lingkungan menjadi jauh lebih
besar (Noy dan Sklan, 1996 dalam Unandar 1997).

Universitas Sumatera Utara

Pemberian ransum pada ayam seawal mungkin memang berpengaruh


terhadap perkembangan usus. Vili akan berkembang sempurna, peristaltik akan
dipacu seawal mungkin sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik.
Enzim pankreas dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan
makanan yang masuk. Berat badan berbeda nyata sejalan dengan penyerapan ransum
yang maksimal, sehingga ayam yang diberi ransum lebih dini mempunyai
penampilan akhir lebih baik (Sulistyonigsih, 2004).
Konsumsi ayam yang diberi ransum hari ke-1, ternyata konsumsi ransumnya
lebih tinggi sebesar 4.8% daripada ayam yang diberi ransum hari ke-2
(Sulistyonigsih, 2004). Hal ini diperjelas oleh pendapat Widjaja (1999) yang
menyatakan bahwa pada hari pertama saja hanya 50% dari kebutuhan energi dan
43% dari kebutuhan protein yang dapat dipenuhi dari sisa kuning telur yang ada.
Hari ketiga biasanya peternak baru mulai memberi ransum pada anak ayam, ternyata
sisa kuning telur yang ada hanya mensuplai 6% dari kebutuhan energi dan 10%
untuk kebutuhan protein.
Selanjutnya Unandar (1997) menyatakan ada beberapa efek negatif akan
muncul jika terjadi keterlambatan pemberian ransum/minum pada tahap awal
kehidupan dari ayam (lebih dari 2 hari). Efek negatif akan tersebut antara lain bobot
badan tidak akan mencapai bobot standar.
Kuning telur dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada masa embrional dalam
telur hingga menetas. Sisa kuning telur yang mengandung air (50%), protein (28%)
diantaranya meternal antibodi (7%) dan lipid (20%), dianggap memenuhi kebutuhan
DOC. Kebutuhan yang dapat dipenuhi dari kuning telur. Seperti yang tertera dalam
Tabel 3 dibawah ini. Kenyataannya sisa kuning telur ini sangat terbatas dan hanya

Universitas Sumatera Utara

cukup untuk mempertahankan kehidupannya bukan untuk pertumbuhannya (Widjaja,


1999).
Persentase jumlah energi dan protein yang dapat dipenuhi oleh kuning telur
dapat dilihat pada Tabel. 3.
Tabel 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur
Umur
(Hari)
1
2
3
4
5

Energi Kasar
Diet
Yolk
(Kcal) (%) (Kcal)
9.30
50
9.40
19.80
74
6.80
35.10
94
2.40
54.20
98
0.90
69.00
100
0.40

Protein
(%)
50
26
6
2
0

Diet
(Kcal)
0.46
0.97
1.72
2.66
3.39

(%)
57
56
90
94
99

Yolk
(Kcal)
0.35
0.77
0.20
0.17
0.04

(%)
43
44
10
6
1

Sumber : Widjaja (1999)

Proses utama yang terjadi dalam pertumbuhan anak ayam, yaitu : Hiperplasia
(pertambahan jumlah sel - sel tubuh) dan hipertrofi (perbesaran ukuran sel tubuh).
Proses hiperplasia lebih besar daripada hipertropia pada minggu pertama dan kedua,
minggu ketiga seimbang dan berikutnya hipertropia lebih dominan. Tentu saja
apabila persedian sel - sel tidak ada jumlah yang cukup pada minggu pertama, akan
sangat sulit untuk mencapai pertumbuhan maksimal pada minggu - minggu
selanjutnya.
Manfaat yang dapat dilihat dari pemberian ransum awal adalah :
a. Sistem pencernaan makanan
Pemberian ransum akan marangsang perkembangan usus. Vili dapat
berkembang sempurna. Motilitas/peristaltik juga dipacu seawal mungkin, sehingga
sistem transport dalam usus berlangsung baik. Enzim pankreas dan garam empedu
digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk.
b. Sistem imunitas
-

Antibodi maternal

Universitas Sumatera Utara

Metabolisme yang sempurna akan mendukung proses penyerapan antibodi


maternal (dari induk). Antibodi maternal menjadi kunci pertahanan tubuh di
minggu awal, pada saat organ limfoid belum merespon secara maksimal dan
menghasilkan antibodi aktif jika penyerapan zat kebal induk tidak maksimal,
berarti ayam tidak akan mendapat perlindungan yang lebih baik terhadap
serangan

bibit

penyakit

dari

lingkungan,

sehingga

kematian

akan

lebih tinggi dan penampilan ayam tidak bisa maksimal (Unandar 1997).
-

Menstimulasi perkembangan jaringan limfoid sepanjang usus. Jaringan yang


paling mudah untuk menggertak sistem kekebalan lokal adalah dengan
pemberian ransum sedini mungkin. Gut Associated Lymphoid Tisue (GALT)
seperti ceca tonsil, peyer patches di sepanjang usus akan segara beraktivitas
maksimal beberapa saat setelah adanya gertakan ransum. Puasa justru akan
menstimulasi sekresi korticosteroid yang menghambat proliferasi sel - sel tubuh
yang bertanggung jawab pada sistem imun.

Jaringan limfoid lain (Bursa fabricius)


Antigen di dalam usus ternyata dapat menggertak sel - sel epitel bursa. Hasil
penelitian menyatakan, bobot bursa anak ayam yang dipuasakan dan yang segera
diberi makan ternyata berbeda sangat nyata. Anak ayam yang diberi ransum
sedini mungkin mempunyai bobot bursa lebih besar.

c. Penampilan ayam
Berat badan dan konversi ransum berbeda nyata sejalan dengan penyerapan
ransum yang maksimal dan sistem pertahanan tubuh yang dapat diandalkan. Pada
beberapa penelitian, ternyata jika proses penyerapan sisa kuning telur berjalan

Universitas Sumatera Utara

secara normal, maka kondisi seperti ini akan mengaktivasi organ yang berkaitan
dengan proses pada ayam (Noy et al., 1996; Unandar 1997).
Kondisi cekaman pada anak ayam akan meningkatkan produksi
adenokortikotropil haormone (ACTH) oleh kelenjar pituitari pada otak. Salah
satu efek dari tingginya kadar hormon adalah menurunnya metabolisme tubuh
secara umum, termasuk penyerapan kuning telur pada DOC (lihat Gambar 1).
Gangguan penyerapan kuning telur akan berdampak pada gangguan nutrisi yang
terlihat pada pertumbuhan yang lebih lambat. Kuning telur yang tersisa akan
terkontaminasi oleh mikroorganisme, menyebabkan terjadinya radang pusar
DOC (omphalistis). Penyerapan zat kebal induk yang terdapat pada sisa kuning
telur juga akan terhambat sehingga pada akhirnya menurunkan daya tahan tubuh
dan kepekaan pada penyakit akan meningkat.
Kegunaan Kuning Telur (Yolk) pada Anak Ayam
Yolk Sac (kantong kuning telur) merupakan membran yang membungkus
kuning telur selama proses perkembangan embrio berlangsung. Yolk sac dan sisa
kuning telur akan diserap dan masuk ke dalam rongga tubuh embrio yang sedang
berkembang, sehari sebelum telur menetas atau pada hari ke-20 pengeramanan.
Bahan ini akan menjadi cadangan makanan bagi anak ayam yang baru menetas
(Austic dan Nesheim, 1990).
Banyak pendapat yang menyatakan bahwa anak ayam sejak berumur satu
sampai dua hari masih mempunyai cadangan makanan yang tertimbun dalam tubuh
berupa sisa sisa kuning telur (yolk). Cadangan makanan tersebut masih cukup
untuk memenuhi kebutuhan anak ayam selama 48 jam sejak menetas. Sebagian ahli
lainnya berpendapat, sekalipun mempunyai sisa sisa kuning telur, bahwa anak

Universitas Sumatera Utara

ayam masih membutuhkan makanan. Pendapat ini pun masuk akal, sebab
pertumbuhan pertama dari anak ayam berlangsung sangat cepat, sehingga banyak
membutuhkan zat putih telur (protein). Karena itu sisa sisa kuning telur tadi tidak
mencukupi kebutuhan anak ayam untuk mendukung pertumbuhan tubuhnya
(Muslim, 1993).
Anak ayam yang baru menetas dapat bertahan tidak makan selama dua hari
sejak ia ditetaskan, karena di dalam perutnya masih ada sisa kuning telur yang
digunakan sebagai sumber energi (Rasyaf, 1989).
Pada perkembangan embrio selanjutnya, kuning telur merupakan sumber
energi. Selama penetasan, kuning telur terdiri dari 20% adalah berat badan anak
ayam dan mengandung 20 40% lemak serta 20 25% protein. Menjelang
berakhirnya masa inkubasi sisa kuning telur terkumpul di dalam rongga abdominal.
Bagi anak ayam yang baru menetas, kuning telur tersedia sebagai energi sedangkan
protein untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Sisa kuning telur cukup untuk
kelangsungan hidup anak ayam hingga umur 3 4 hari tanpa diberikan ransum,
tetapi tidak dapat mendukung perkembangan saluran pencernaan dan sistem
kekebalan ataupun pertambahan berat badan. Selanjutnya kebanyakan protein berisi
berbagai biomolekuler berharga seperti maternal antibodi yang digunakan untuk
kekebalan pasif yang berguna daripada sebagai sumber asam amino. Pecahan lipid
dari kuning telur sebagian besar berisi trigliserida, phospolipid dan sejumlah kecil
ester kolesterol serta asam lemak tidak bebas. Pada saat penetasan anak ayam,
kuning telur dimanfaatkan baik oleh endositosis dari kandungan kuning telur ke
dalam sirkulasi atau oleh batang kuning telur ke dalam usus halus. Pergerakan anti
peristaltik mentransfer kuning telur ke usus halus dimana acyl lipid di cerna oleh

Universitas Sumatera Utara

enzim lipase dari pankreas dan diserapnya (Charoen Pokphand Bulletin Service,
2006).
Pemberian Ransum yang Lebih Awal Dapat Mempercepat Penyerapan Kuning
Telur
Sisa kuning telur pada umumnya akan habis hingga 4 hari setelah menetas.
Studi terbaru mengindikasikan bahwa sisa kuning telur digunakan lebih cepat oleh
anak ayam yang sudah mendapatkan ransum lebih awal pada anak ayam broiler saat
menetas adalah 6,5 gram, yang berkurang menjadi 0,4 gram dalam waktu

96 jam

pada anak ayam yang diberi ransum segera setelah menetas (Gambar 2), tetapi berat
kuning telur yang tersisa pada anak ayam yang dipuasakan 24 dan

48 jam adalah

0,7 gram dan 1,5 gram setelah 96 jam. Hal ini disebabkan karena gerakan anti
peristaltik yang mentransfer kuning telur hingga ke duodenum karena dirangsang
dengan kehadiran makanan di dalam saluran usus. Tetapi pada proses penetasan anak
ayam di perunggasan komersial, anak ayam akan ditransfer dari inkubator ketika
sebagian besar telah terlepas dari kerabang telur. Diikuti dengan proses selanjutnya
seperti sexing, vaksinasi dan pengemasan yang dilakukan sebelum dimasukkan ke
dalam box untuk dikirim. Jadi dalam kenyataannya, anak ayam seringkali tidak
mendapatkan air minum dan ransum, yang menyebabkan kelangsungan hidup dan
pertumbuhan terlambat. Oleh karena segera setelah penetasan merupakan periode
kritis untuk perkembangan dan kelangsungan hidup bagi anak ayam (Charoen
Pokphand Bulletin Service, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2. Grafik pengaruh ketiadaan ransum setelah penetasan (0 48 jam)


iiterhadap berat badan broiler pada interval 48 jam

Sedangkan pada anak ayam yang diberi ransum segera dan dipuasakan

24

jam tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap berat badan. Dilaporkan juga dari
studi lain bahwa ayam yang tidak diberi ransum dan air minum dalam kurun waktu
48 jam setelah menetas dapat menurunkan berat badan 7,8 % dibandingkan dengan
anak ayam yang diberi ransum segera setelah menetas. Pada percobaan lain
dilaporkan bahwa pullet dan anak ayam yang dipuasakan selama 48 jam atau lebih
akan memperlambat pertambahan berat badan dan perkembangan usus, menurunkan
areal penyerapan usus dan membatasi kapasitas pengambilan nutrien yang penting,
jadi merupakan kontribusi untuk pertumbuhan terlambat di kemudian hari akan
menurun. Pemberian ransum yang lebih cepat pada anak ayam akan meningkatkan
persentase daging dada yang dihasilkan hingga 7 9% jika dibandingkan dengan
anak ayam yang dipuasakan. Hal ini berkaitan dengan perbedaan perkembangan
kerangka dan otot atau efek jangka panjang dengan pemberian ransum yang lebih
awal (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Keterlambatan pemberian ransum ternyata memberikan efek yang negatif


terhadap pertambahan berat badan broiler. Keterlambatan pemberian ransum setelah
15 jam pengiriman DOC menyebabkan pertambahan berat badan ayam lebih lambat.
Pada hari ke-7 sampai hari ke-8, ayam yang diberikan ransum lebih awal
menghasilkan berat badan yang lebih tinggi 20 g dibandingkan berat badan ayam
yang terlambat 15 jam diberi ransum. Pengaruh keterlambatan ini
sangat signifikan pada umur 35 40 hari. Perbedaan berat badan
80

yang

mana

dapat

mengurangi

pendapatan

terlihat
mencapai

peternak

broiler

(Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).

Gambar 3. Grafik Pengaruh berat badan terhadap keterlambatan pemberian ransum


setelah 15 jam pengiriman DOC

Efek Kuning Telur (Yolk) Terhadap Saluran Pencernaan


Pada saat penetasan, anatomi sistem pencernaan anak ayam belum sempurna
dan kapasitas fungsi awalnya belum berkembang seluruhnya. Saluran pencernaan
mengalami perubahan morfologi (bertambahnya panjang usus serta kepadatan dan
tinggi vili) dan perubahan fisiologi (meningkatnya produksi pankreas dan enzim

Universitas Sumatera Utara

pencernaan) termasuk meningkatnya area permukaan pencernaan dan penyerapan.


Segera setelah periode penetasan, berat usus halus akan meningkat lebih cepat dari
berat tubuh dan akan terus meningkat hingga maksimum sampai umur 6 10 hari.
Namun organ pencernaan seperti gizzard (rempela) ukurannya tidak menunjukkan
peningkatan perubahan paralel dalam ukuran yang relatif. Keberadaan nutrisi pada
lumen usus akan merangsang pertumbuhan vili usus. Morfologi epithelium usus
terutama dipengaruhi oleh ketiadaan makanan. Hal ini dilaporkan bahwa tinggi villi
duodenum dan perputaran sel usus secara signifikan berkurang pada anak ayam yang
dipuasakan 24 jam. Dilaporkan juga bahwa tidak adanya ransum dan air minum
dalam 24, 48 dan 72 jam setelah anak ayam menetas akan mempengaruhi
perkembangan vili usus. Jadi, pengaruh peningkatan pertumbuhan dari pemberian
ransum yang lebih awal dapat diterangkan dengan perubahan perkembangan saluran
pencernaan. Data hasil penelitian mengungkapkan bahwa pemberian ransum lebih
awal pada anak ayam setelah menetas (dalam waktu 24 48 jam) akan
mempengaruhi perkembangan saluran pencernaan (Tabel 4).
Tabel 4.iPengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan ransum
pada umur 4 hari
Ketiadaan
ransum
setelah
penetasan
0 jam
24 jam
48 jam

Proventriculus
Hati
dan
Pankreas Duodenum Jejenum Ileum
Gizzard
3.76
3.71
3.24

7.91
8.03
7.80

0.38
0.36
0.20

2.94
2.89
2.78

2.82
2.85
2.39

2.12
2.07
1.65

Ayam yang diberikan ransum lebih awal akan meningkatkan permukaan


penyerapan usus, menuju ke assimilasi nutrisi yang lebih besar dan tumbuh lebih
baik. Usus halus akan berkembang lebih baik dengan adanya makanan, namun jika
ransum eksogenous tidak ada maka anak ayam akan berkembang dipacu dengan

Universitas Sumatera Utara

mengkonsumsi ransum dan enzim ini akan terus menerus disekresikan relatif konstan
jika anak ayam mengkonsumsi ransum. Anak ayam yang mencerna makanan maka
aktifitas enzim tripsin, amilase dan lipase akan meningkat yang berkorelasi dengan
peningkatan berat usus dan berat badan. Pengambilan nutrisi seperti glukosa dan
metionin adalah rendah (25 30%) segera setelah ayam menetas. Pemberian ransum
yang rendah natrium akan menurunkan pengambilan nutrisi di usus sehingga
disarankan nutrisi penting diberikan di awal periode penetasan. Pankreas, hati dan
usus halus berkembang cepat setelah anak ayam menetas, sehingga hal ini perlu
diperhatikan. Pemberian ransum lebih awal akan merangsang perkembangan organ
tersebut, meningkatkan kapasitas pencernaan dan penyerapan usus. Total aktifitas
enzim pencernaan cenderung meningkat selama periode setelah bereaksi dengan
adanya makanan dalam usus (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai