DISUSUN OLEH
ARLIS RADIATULLAH
(D111 14 014)
DIANA FAUZIAH
(D111 14 016)
REZKI AMALIAH
(D111 14 324)
UMMU SHABIHA
(D111 14 302)
(D111 14 702)
2015
1. Jelaskan klasifikasi jalan menurut UU No.13 tahun 1980 dan PP No.26 tahun tahun 1985 Dan menurut UU No.38 tahun 2004 dan PP
No.34 tahun 2006, menurut sistem jaringan, peranan dan wewenang pembinaan
Jawaban:
KLASIFIKASI
JALAN
SISTEM
JARINGAN
UU NO.13/1980
PP NO.26/1985
UU NO.38/2004
PP NO.34/2006
Pasal 3
Pasal 4
(1) Sistem Jaringan Jalan Primer
disusun
mengikuti
ketentuan
pengaturan tata ruang dan struktur
pengembangan wilayah tingkat
nasional, yang menghubungkan
simpul-simpul jasa distribusi
sebagai berikut
a. Dalam satu Satuan Wilayah
Pengembangan mengkubungkan
secara menerus kota jenjang
kesatu, kota jenjang kedua, kota
jenjang ketiga, dan kota jenjang
dibawahnya sampai ke Persil.
b. Menghubungkan kota jenjang
kesatu dengan kota jenjang kesatu
antar
Satuan
Wilayah
Pengembangan.
(2)Jalan
Arteri
Primer
menghubungkan kota jenjang
kesatu yang terletak berdampingan
Pasal 7
Pasal 6
Pasal 2
(1) Jalan mempunyai peranan
penting dalam bidang ekonomi,
politik, sosial budaya. dan
pertahanan keamanan serta
dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat.
(2) Jalan mempunyai peranan
untuk
mendorong
pengembangan semua Satuan
Wilayah Pengembangan, dalam
usaha
mencapai
tingkat
perkembangan antar daerah
yang semakin merata.
(3) Jalan merupakan suatu
kesatuan sitem jaringan jalan
yang
mengikat
dan
sampai ke persil.
PERANAN
menghubungkan
pusat-pusat
pertumbuhan dengan wilayah
yang berada dalam pengaruh
pelayanannya
dalam
satu
hubungan hirarki.
Pasal 3
(1) Sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk pengembangan
semua wilayah di tingkat
nasional dengan semua simpul
jasa distribusi yang kemudian
berwujud kota, membentuk
sistem jaringan jalan primer;
(2) Sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk masyarakat di
dalam kota membentuk sistem
jaringan jalan sekunder.
(3) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Bagian
Kedua
Pengelompokan Jalan Menurut
Peranan
Pasal 4
(1) Jalan yang melayani
angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan
Pasal 5
(1)
Jalan
sebagai
bagian
prasarana
transportasi
mempunyai peran penting
Pasal 2
(1) Jalan mempunyai peranan
penting dalam bidang ekonomi,
politik, sosial budaya. dan
pertahanan keamanan serta
dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat.
(2) Jalan mempunyai peranan
untuk mendorong
pengembangan semua Satuan
Wilayah Pengembangan, dalam
usaha mencapai tingkat
perkembangan antar daerah
yang semakin merata.
(3) Jalan merupakan suatu
kesatuan sitem jaringan jalan
yang mengikat dan
menghubungkan pusat-pusat
pertumbuhan dengan wilayah
yang berada dalam pengaruh
pelayanannya dalam satu
hubungan hirarki.
Pasal 3
(1) Sistem jaringan jalan dengan
rata-rata
tinggi,
dan
jumlah.jalan masuk dibatasi
secara efisien disebut Jalan
Arteri.
(2) Jalan yang melayani
angkutan
pengumpulan/pembagian
dengan ciri-ciri perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk
dibatasi disebut Jalan Kolektor.
(3) Jalan yang melayani
angkutan setempat dengan ciriciri perjalanan jarak dekat,
kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak
dibatasi, disebut Jalan Lokal.
(4) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
(1)
Pembinaan
jalan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (2)
meliputi penyusunan rencana
umum
jangka
panjang,
peranan
pelayanan
jasa
distribusi untuk pengembangan
semua wilayah di tingkat
nasional dengan semua simpul
jasa distribusi yang kemudian
berwujud kota, membentuk
sistem jaringan jalan primer;
(2) Sistem jaringan jalan dengan
peranan
pelayanan
jasa
distribusi untuk masyarakat di
dalam kota membentuk sistem
jaringan jalan sekunder.
(3)
Pelaksanaan
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
penyusunan
rencana jangka menengah,
penyusunan
program,
pengadaan, dan
pemeliharaan.
(2) Pengadaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
meliputi
perencanaan
teknik,
pembangunan,
penerimaan,
penyerahan, dan
pengambilalihan.
Pasal 10
(1) Wewenang penyusunan
rencana umum jangka panjang
jaringan jalan
primer, ada pada Pemerintah.
(2) Wewenang penyusunan
rencana umum jangka panjang
jaringan jalan
sekunder, diserahkan kepada
Pemerintah
Daerah
atau
dilimpahkan
kepada Pejabat atau Instansi di
Pusat atau di Daerah.
(3) Wewenang penyusunan
rencana umum jangka panjang
Jalan Khusus
dapat diserahkan kepada:
Pasal 77
Pasal 68
Pembina Jalan wajib memelihara
jalan yang ada di bawah
wewenang
dan
tanggung
jawabnya.
Pasal 69
Pemeliharaan
jalan
meliputi
perawatan,
rehabilitasi,
penunjangan, dan pening- katan
jalan.
Pasal 70
(1)Pemeliharaan
jalan
dilaksanakan menurut rencana
teknik pemeliharaan jalan yang
sekurang-kurangnya terdiri dari
gambar rencana serta syarat-syarat
dan spesifikasi pekerjaan.
(2)Pelaksanaan pemeliharaan jalan
diusahakan
agar
tidak
menimbulkan gangguan terhadap
masyarakat sekitarnya, kelestarian
alam dan lingkungan hidup, serta
tidak merugikan pemakai jalan.
(3)Ketentuan tentang tata cara
WEWENANG
PEMBINAAN
- Pemerintah Daerah,
- Badan Hukum,
- Perorangan, atau dilimpahkan
kepada Pejabat atau Instansi di
Pusat atau di Daerah.
(4) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 11
(1) Wewenang penyusunan
rencana jangka menengah dan
program
pewujudan
jaringan
Jalan
Arteri, Jalan Kolektor, dan Jalan
Lokal pada
jaringan jalan primer ada pada
Pemerintah.
(2) Wewenang penyusunan
rencana jangka menengah dan
program
pewujudan Jalan Arteri, Jalan
Kolektor, dan Jalan Lokal pada
jaringan
jalan
sekunder
diserahkan
kepada Pemerintah Daerah atau
dilimpahkan kepada Pejabat
atau Instansi di Pusat atau di
Daerah.
pemeliharaan
jalan
guna
memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur
oleh Menteri dengan meminta
dan/atau memperhatikan pendapat
Menteri yang bersangkutan atau
pejabat yang ditunjuk olehnya.
Paragraf 2 Pelaksanaan
Pemeliharaan di Daerah Manfaat
Jalan
Pasal 71
(1)Pelaksanaan pemeliharaan jalan
di Daerah Manfaat Jalan harus
dilakukan tanpa menimbulkan
gangguan terhadap kelancaran,
keamanan, dan ketertiban lalulintas.
(2)Ketentuan tentang tata cara
pemeliharaan di Daerah Manfaat
*21237 Jalan guna memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diatur oleh
Menteri.
Pasal 72
Pelaksanaan pemeliharaan jalan
harus memperhatikan keselamatan
pemakai
jalan,
dengan
penempatan rambu-rambu lalulintas secara jelas sesuai dengan
peraturan
perundang-undangan
yang berlaku.
Wewenang Pemerintah
Pasal 14
(1) Wewenang Pemerintah dalam
penyelenggaraan jalan meliputi
penyelenggaraan
jalan
secara
umum
dan
penyelenggaraan jalan nasional.
(2) Wewenang penyelenggaraan
jalan
secara
umum
dan
penyelenggaraan jalan
a.
pemberian
bimbingan,
penyuluhan, serta pendidikan
dan pelatihan para aparatur
penyelenggara jalan dan
pemangku
kepentingan
di
bidang jalan;
b. pengkajian serta penelitian
dan pengembangan
teknologi bidang jalan dan yang
terkait;
c.
pemberian
fasilitas
penyelesaian
sengketa
antarwilayah
dalam penyelenggaraan jalan;
dan
d. pemberian izin, rekomendasi,
dan dispensasi,
pemanfaatan ruang manfaat
jalan, ruang milik jalan,
dan ruang pengawasan jalan.
Paragraf
3
Pelaksanaan
Pemeliharaan Jalan Di Daerah
Milik Jalan
Pasal 73
Pelaksanaan pemeliharaan jalan di
Daerah Milik Jalan yang terletak
di luar Daerah Manfaat Jalan tetap
harus dilaksanakan sedemikian
rupa sehingga tidak mengganggu
peranan Daerah Manfaat Jalan.
Pasal 74
Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 ayat (1) dan Pasal
73, berlaku pula terhadap setiap
kegiatan pemeliharaan bangunan
utilitas yang menggunakan atau
mengganggu Daerah Manfaat
Jalan, Daerah Milik Jalan, dan
Daerah Pengawasan Jalan.
Bagian Kelima Penilikan
Pasal 75
Pembina
Jalan
berwenang
mengadakan
penilikan
yang
berhubungan dengan jalan yang
bersangkutan.
Pasal 76
Menteri mengatur tata cara
penilikan Daerah Manfaat Jalan,
Daerah Milik Jalan, dan Daerah
Pengawasan
Jalan
dengan
memperhatikan pendapat Menteri
wewenang
pemeliharaan Jalan Arteri, Jalan
Kolektor, dan Jalan Lokal pada
jaringan jalan sekunder,
diserahkan kepada Pemerintah
Daerah atau
dilimpahkan kepada Pejabat
atau Instansi di Pusat atau di
Daerah.
(3) Wewenang perencanaan
teknik dan pembangunan serta
wewenang
pemeliharaan Jalan Khusus
dilimpahkan kepada Pejabat
atau Instansi
di Pusat atau di Daerah atau
diserahkan kepada
- Badan Hukum,
- Perorangan.
(4) Wewenang penerimaan,
penyerahan,
dan
pengambilalihan Jalan
Arteri, Jalan Kolektor, dan Jalan
Lokal pada jaringan jalan
primer ada
pada Pemerintah.
(5) Wewenang penerimaan,
penyerahan, dan pengambil
alihan Jalan
Arteri, Jalan Kolektor, dan Jalan
Lokal pada jaringan jalan
sekunder
diserahkan kepada Pemerintah
Daerah.
(6) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
wewenangnya
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), pemerintah
kabupaten/kota
dapat
menyerahkan wewenang tersebut
kepada pemerintah
provinsi.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai
wewenang
penyelengaraan jalan kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), wewenang penyelengaraan
jalan kota
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), dan penyerahan wewenang
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4) diatur dalam peraturan
pemerintah.
2. Jelaskan dan sebutkan pembagian kelas jalan sesuai PP nomor 43 tahun 1993!
JAWABAN:
Kelas jalan sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 43 tahun 1993 terdapat pada BAB IV tentang kelas jalan dan jaringan lintas
pada pasal 10, pasal 11, pasal 12 dan pasal 13
Pasal 10
(1) Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas.
(2) Pembagian jalan dalam beberapa kelas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan
moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing- masing moda, perkembangan teknologi
kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan.
Pasal 11
(1) Kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 terdiri dari :
a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari
10 ton;
b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton;
c. Jalan kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar
tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8
ton;
d. Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12000 milimeter dan muatan sumbu terberat yang dizinkan 8 ton;
e. Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
(2) Besarnya muatan sumbu terberat yang diizinkan melebihi 10 ton sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Menteri setelah mendengar pendapat Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pembinaan jalan.
Pasal 12
Menteri menetapkan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) setelah mendengar pendapat pembina jalan.
Pasal 1
(1) Penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 pada ruas-ruas jalan, diumumkan dalam Berita Negara dan dimuat
dalam Buku Jalan yang diterbitkan oleh Menteri untuk disebarluaskan kepada masyarakat.
(2) Penetapan kelas jalan pada ruas-ruas jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dinyatakan dengan rambu-rambu.
3. Jelaskan mengenai UU No.22 tahun 2009 tentang arus lalu lintas dan angkutan jalan!
JAWABAN :
Dalam UU No.22 tahun 2009 mencakup beberapa poin penting mengenai aturan-aturan lalu lintas dan angkutan jalan :
1) Terdiri dari 22 BAB dan 326 Pasal.
Baru dijabarkan dengan 4 Peraturan Pemerintah (PP) dari yang seharusnya 25 PP antara lain :
a. PP Nomor 32 Tahun 2011, tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan lalu lintas.
b. PP Nomor 37 Tahun 2011, tentang Forum Lalu Lintas dan Angutan Jalan
c. PP Nomor 80 Tahun 2012, tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan;
d. PP Nomor 55. Tahun 2012, tentang Kendaraan.
2) Dijabarkan dengan Peraturan Kapolri ( Perkap) antara lain :
a. Perkap Nomor 5 Tahun 2012 tentang Regident Ranmor;
b. Perkap Nomor 9 Tahun 2012 tentang SIM;
c. Perkap Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu Dan Penggunaan Jalan Selain Untuk
Kegiatan Lalu Lintas.
Undang Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan No 22 Tahun 2009, Lebih Spesialis.
Contohnya untuk menangani kasus kecelakaan lalu lintas, kita dapat menggunakan pasal yang ada dalam Undang undang lalu
lintas dan Angkutan Jalan. Artinya mana kala ada kecelakaan lalu lintas dapat ,menggunkan pasal yang mengatur kecelakaan lalu lintas
sesuai dengan pasal 310 atau pasal 311 UU Nomor 22 Tahun 2009; jadi tidak lagi hanya menggunkan pasal kelalaian atau kealfaan
sebagaimana diatur dalam pasal 359 KUHP. Contoh :
a. Pasal 310
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan
kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan
korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan
korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain mati, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
b. Pasal 311
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi
nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.3.000.000,00 (tiga juta
rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan
dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau denda paling banyak Rp.4.000.000,00 (empat juta rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan
kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp.8.000.000,00 (delapan juta rupiah).
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan lalu Lintas dengan korban luka berat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau
denda paling banyak Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
(5) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain mati, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp.24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Adapun Memuat Ketentuan Pidana dan Denda
Sebagaimana diatur dalam Pasal 273 s/d 326, Karena bagi pelanggar Undang undang Lalu lintas dan Angkutan jalan dikenakan Pidana
Penjara dan Denda. Artinya bagi pelanggar Undang undang lalu lintas jalan manakala tidak sanggup membayar denda maka diganti dengan
hukuman penjara, sebagai contoh bunyi :
Pasal 273
(1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang
dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp.24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
(4) Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu
rupiah).
Pasal 281
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau
denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).