Anda di halaman 1dari 16

TUGAS

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN


PENJELASAN UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN PEMERINTAH

DISUSUN OLEH
ARLIS RADIATULLAH

(D111 14 014)

DIANA FAUZIAH

(D111 14 016)

REZKI AMALIAH

(D111 14 324)

UMMU SHABIHA

(D111 14 302)

NUR AULIA MISIRO

(D111 14 702)

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS HASANUDDIN

2015
1. Jelaskan klasifikasi jalan menurut UU No.13 tahun 1980 dan PP No.26 tahun tahun 1985 Dan menurut UU No.38 tahun 2004 dan PP
No.34 tahun 2006, menurut sistem jaringan, peranan dan wewenang pembinaan
Jawaban:
KLASIFIKASI
JALAN
SISTEM
JARINGAN

UU NO.13/1980

PP NO.26/1985

UU NO.38/2004

PP NO.34/2006

Pasal 3

Pasal 4
(1) Sistem Jaringan Jalan Primer
disusun
mengikuti
ketentuan
pengaturan tata ruang dan struktur
pengembangan wilayah tingkat
nasional, yang menghubungkan
simpul-simpul jasa distribusi
sebagai berikut
a. Dalam satu Satuan Wilayah
Pengembangan mengkubungkan
secara menerus kota jenjang
kesatu, kota jenjang kedua, kota
jenjang ketiga, dan kota jenjang
dibawahnya sampai ke Persil.
b. Menghubungkan kota jenjang
kesatu dengan kota jenjang kesatu
antar
Satuan
Wilayah
Pengembangan.
(2)Jalan
Arteri
Primer
menghubungkan kota jenjang
kesatu yang terletak berdampingan

Pasal 7

Pasal 6

(1) Sistem jaringan jalan


dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk
pengembangan semua wilayah
di tingkat nasional dengan
semua
simpul jasa distribusi yang
kemudian
berwujud
kota,
membentuk
sistem jaringan jalan primer;
(2) Sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk
masyarakat di dalam kota
membentuk sistem jaringan
jalan sekunder.
(3) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan

(1) Sistem jaringan jalan terdiri


atas sistem jaringan jalan
primer dan sistem jaringan
jalan sekunder.
(2) Sistem jaringan jalan primer
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan sistem
jaringan
jalan
dengan
peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk
pengembangan
semua
wilayah di tingkat nasional,
dengan
menghubungkan
semua simpul jasa distribusi
yang berwujud pusat-pusat
kegiatan.
(3)Sistem
jaringan
jalan
sekunder
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)

(1) Sistem jaringan jalan


merupakan
satu
kesatuan
jaringan jalan yang terdiri dari
sistem jaringan jalan primer dan
sistem jaringan jalan sekunder
yang terjalin dalam hubungan
hierarki.
(2) Sistem jaringan jalan disusun
dengan mengacu pada
rencana tata ruang wilayah dan
dengan memperhatikan
keterhubungan
antarkawasan
dan/atau dalam kawasan
perkotaan,
dan
kawasan
perdesaan.
Pasal 7
Sistem jaringan jalan primer
disusun berdasarkan rencana tata

ayat (2) diatur lebih lanjut


dengan Peraturan Pemerintah.

atau menghubungkan kota jenjang


kesatu dengan kota jenjang kedua.
(3)Jalan
Kolektor
Primer
menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang kedua
atau menghubungkan kota jenjang
kedua dengan kota jenjang ketiga.
(4)Jalan
Lokal
Primer
menghubungkan kota jenjang
kesatu
dengan
Persil
atau
menghubungkan kota jenjang
kedua
dengan
Persil
atau
menghubungkan kota jenjang
ketiga dengan kota jenjang ketiga,
kota jenjang ketiga dengan kota
jenjang dibawahnya, kota jenjang
ketiga dengan Persil, atau kota di
bawah jenjang ketiga sampai
Persil.
Pasal 5
(1)Sistem jaringan Jalan Sekunder
disusun
mengikuti
ketentuan
pengaturan tata ruang kota yang
menghubungkan
kawasankawasan yang mempunyai fungsi
primer, fungsi sekunder kesatu,
fungsi sekunder kedua, fungsi
sekunder ketiga dan seterusnya
sampai ke perumahan.
(2)Jalan
Arteri
Sekunder
menghubungkan kawasan primer

merupakan sistem jaringan


jalan
dengan
peranan
pelayanan distribusi barang
dan jasa untuk masyarakat di
dalam kawasan perkotaan.
(4)Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai sistem jaringan jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dalam peraturan pemerintah.

ruang dan pelayanan distribusi


barang dan jasa untuk
pengembangan semua wilayah
di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul
jasa distribusi yang berwujud
pusat-pusat kegiatan sebagai
berikut:
a.
menghubungkan
secara
menerus
pusat
kegiatan
nasional,
pusat kegiatan wilayah, pusat
kegiatan lokal sampai ke
pusat kegiatan lingkungan; dan
b. menghubungkan antarpusat
kegiatan nasional.
Pasal 8
Sistem jaringan jalan sekunder
disusun berdasarkan rencana
tata
ruang
wilayah
kabupaten/kota dan pelayanan
distribusi
barang
dan
jasa
untuk
masyarakat di dalam kawasan
perkotaan yang menghubungkan
secara menerus kawasan yang
mempunyai
fungsi
primer,
fungsi sekunder kesatu, fungsi
sekunder kedua, fungsi sekunder
ketiga, dan seterusnya

Pasal 2
(1) Jalan mempunyai peranan
penting dalam bidang ekonomi,
politik, sosial budaya. dan
pertahanan keamanan serta
dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat.
(2) Jalan mempunyai peranan
untuk
mendorong
pengembangan semua Satuan
Wilayah Pengembangan, dalam
usaha
mencapai
tingkat
perkembangan antar daerah
yang semakin merata.
(3) Jalan merupakan suatu
kesatuan sitem jaringan jalan
yang
mengikat
dan

dengan kawasan sekunder kesatu


atau menghubungkan kawasan
sekunder kesatu dengan kawasan
sekunder
kesatu
atau
menghubungkan
kawasan
sekunder kesatu dengan kawasan
sekunder kedua.
(3)Jalan
Kolektor
Sekunder
menghubungkan
kawasan
sekunder kedua dengan kawasan
sekunder
kedua
atau
menghubungkan
kawasan
sekunder kedua kawasan sekunder
ketiga.
(4)Jalan
Lokal
Sekunder
menghubungkan
kawasan
sekunder
kesatu
dengan
Perumahan,
menghubungkan
kawasan sekunder kedua dengan
perumahan, kawasan sekunder
ketiga dan seterusnya sampai ke
perumahan.
Pasal 6
(1)Penetapan
ruas-ruas
jalan
menurut peranannya dalam sistem
jaringan jalan primer dan Jalan
Arteri Sekunder dilakukan secara
berkala oleh Menteri setelah
mendengar pendapat Menteri
Perhubungan
sesuai
dengan
tingkat perkembangan wilayah

sampai ke persil.

PERANAN

menghubungkan
pusat-pusat
pertumbuhan dengan wilayah
yang berada dalam pengaruh
pelayanannya
dalam
satu
hubungan hirarki.
Pasal 3
(1) Sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk pengembangan
semua wilayah di tingkat
nasional dengan semua simpul
jasa distribusi yang kemudian
berwujud kota, membentuk
sistem jaringan jalan primer;
(2) Sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk masyarakat di
dalam kota membentuk sistem
jaringan jalan sekunder.
(3) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Bagian
Kedua
Pengelompokan Jalan Menurut
Peranan
Pasal 4
(1) Jalan yang melayani
angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan

yang *21221 telah dicapai.


(2)Penetapan
ruas-ruas
jalan
menurut peranannya dalam sistem
jaringan jalan sekunder kecuali
Jalan Arteri Sekunder dilakukan
secara berkala oleh Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I, atas usul
Bupati/Walikotamadya
Kepala
Daerah
Tingkat
II
yang
bersangkutan
dengan
memperhatikan Petunjuk Menteri
dan Menteri Perhubungan sesuai
dengan tingkat perkembangan
kawasan kota yang telah dicapai.
Pasal 7
(1)Jalan Arteri Primer didesain
berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 60 (enam puluh)
km/jam dan dengan lebar badan
jalan tidak kurang dari 8 (delapan)
meter.
(2)Jalan Arteri Primer mempunyai
kapasitas yang lebih besar dari
volume lalu lintas rata-rata.
(3)Pada Jalan Arteri Primer lalu
lintas jarak jauh tidak boleh
terganggu oleh lalu lintas ulang
alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan
lokal.
(4)Jumlah jalan masuk ke Jalan
Arteri Primer dibatasi secara

Pasal 5
(1)

Jalan
sebagai
bagian
prasarana
transportasi
mempunyai peran penting

Pasal 2
(1) Jalan mempunyai peranan
penting dalam bidang ekonomi,
politik, sosial budaya. dan
pertahanan keamanan serta
dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat.
(2) Jalan mempunyai peranan
untuk mendorong
pengembangan semua Satuan
Wilayah Pengembangan, dalam
usaha mencapai tingkat
perkembangan antar daerah
yang semakin merata.
(3) Jalan merupakan suatu
kesatuan sitem jaringan jalan
yang mengikat dan
menghubungkan pusat-pusat
pertumbuhan dengan wilayah
yang berada dalam pengaruh
pelayanannya dalam satu
hubungan hirarki.
Pasal 3
(1) Sistem jaringan jalan dengan

rata-rata
tinggi,
dan
jumlah.jalan masuk dibatasi
secara efisien disebut Jalan
Arteri.
(2) Jalan yang melayani
angkutan
pengumpulan/pembagian
dengan ciri-ciri perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk
dibatasi disebut Jalan Kolektor.
(3) Jalan yang melayani
angkutan setempat dengan ciriciri perjalanan jarak dekat,
kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak
dibatasi, disebut Jalan Lokal.
(4) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 9
(1)
Pembinaan
jalan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (2)
meliputi penyusunan rencana
umum
jangka
panjang,

efisien dan didesain sedemikian


rupa
sehingga
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) masih tetap
terpenuhi.
(5)Persimpangan pada Jalan Arteri
Primer,
dengan
pengaturan
tertentu harus dapat memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2).
(6)Jalan Arteri Primer tidak
terputus walaupun memasuki kota.
(7)Persyaratan teknis jalan masuk
ditetapkan oleh Menteri.

dalam bidang ekonomi,


sosial budaya, lingkungan
hidup, politik, pertahanan
dan
keamanan,
serta
dipergunakan
untuk
sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
(2) Jalan sebagai prasarana
distribusi barang dan jasa
merupakan
urat
nadi
kehidupan
masyarakat,
bangsa, dan negara.
(3) Jalan yang merupakan satu
kesatuan sistem jaringan
jalan menghubungkan dan
mengikat seluruh wilayah
Republik Indonesia.

peranan
pelayanan
jasa
distribusi untuk pengembangan
semua wilayah di tingkat
nasional dengan semua simpul
jasa distribusi yang kemudian
berwujud kota, membentuk
sistem jaringan jalan primer;
(2) Sistem jaringan jalan dengan
peranan
pelayanan
jasa
distribusi untuk masyarakat di
dalam kota membentuk sistem
jaringan jalan sekunder.
(3)
Pelaksanaan
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.

penyusunan
rencana jangka menengah,
penyusunan
program,
pengadaan, dan
pemeliharaan.
(2) Pengadaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
meliputi
perencanaan
teknik,
pembangunan,
penerimaan,
penyerahan, dan
pengambilalihan.
Pasal 10
(1) Wewenang penyusunan
rencana umum jangka panjang
jaringan jalan
primer, ada pada Pemerintah.
(2) Wewenang penyusunan
rencana umum jangka panjang
jaringan jalan
sekunder, diserahkan kepada
Pemerintah
Daerah
atau
dilimpahkan
kepada Pejabat atau Instansi di
Pusat atau di Daerah.
(3) Wewenang penyusunan
rencana umum jangka panjang
Jalan Khusus
dapat diserahkan kepada:

Pasal 77
Pasal 68
Pembina Jalan wajib memelihara
jalan yang ada di bawah
wewenang
dan
tanggung
jawabnya.
Pasal 69
Pemeliharaan
jalan
meliputi
perawatan,
rehabilitasi,
penunjangan, dan pening- katan
jalan.
Pasal 70
(1)Pemeliharaan
jalan
dilaksanakan menurut rencana
teknik pemeliharaan jalan yang
sekurang-kurangnya terdiri dari
gambar rencana serta syarat-syarat
dan spesifikasi pekerjaan.
(2)Pelaksanaan pemeliharaan jalan
diusahakan
agar
tidak
menimbulkan gangguan terhadap
masyarakat sekitarnya, kelestarian
alam dan lingkungan hidup, serta
tidak merugikan pemakai jalan.
(3)Ketentuan tentang tata cara

(1) Pembinaan jalan umum


meliputi pembinaan jalan secara
umum, jalan nasional, jalan
provinsi, jalan kabupaten dan
jalan desa, serta jalan kota.
(2) Pembinaan jalan secara
umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. penyusunan dan penetapan
norma, standar, kriteria,
dan pedoman penyelenggaraan
jalan;
b.
pengembangan
sistem
bimbingan, penyuluhan, serta
pendidikan dan pelatihan di
bidang jalan; dan
c. pengkajian serta penelitian
dan pengembangan
teknologi bidang jalan dan yang
terkait.
(3) Pembinaan jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten
dan jalan desa, serta jalan kota
meliputi:

WEWENANG
PEMBINAAN

- Pemerintah Daerah,
- Badan Hukum,
- Perorangan, atau dilimpahkan
kepada Pejabat atau Instansi di
Pusat atau di Daerah.
(4) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 11
(1) Wewenang penyusunan
rencana jangka menengah dan
program
pewujudan
jaringan
Jalan
Arteri, Jalan Kolektor, dan Jalan
Lokal pada
jaringan jalan primer ada pada
Pemerintah.
(2) Wewenang penyusunan
rencana jangka menengah dan
program
pewujudan Jalan Arteri, Jalan
Kolektor, dan Jalan Lokal pada
jaringan
jalan
sekunder
diserahkan
kepada Pemerintah Daerah atau
dilimpahkan kepada Pejabat
atau Instansi di Pusat atau di
Daerah.

pemeliharaan
jalan
guna
memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur
oleh Menteri dengan meminta
dan/atau memperhatikan pendapat
Menteri yang bersangkutan atau
pejabat yang ditunjuk olehnya.
Paragraf 2 Pelaksanaan
Pemeliharaan di Daerah Manfaat
Jalan
Pasal 71
(1)Pelaksanaan pemeliharaan jalan
di Daerah Manfaat Jalan harus
dilakukan tanpa menimbulkan
gangguan terhadap kelancaran,
keamanan, dan ketertiban lalulintas.
(2)Ketentuan tentang tata cara
pemeliharaan di Daerah Manfaat
*21237 Jalan guna memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diatur oleh
Menteri.
Pasal 72
Pelaksanaan pemeliharaan jalan
harus memperhatikan keselamatan
pemakai
jalan,
dengan
penempatan rambu-rambu lalulintas secara jelas sesuai dengan
peraturan
perundang-undangan
yang berlaku.

Wewenang Pemerintah
Pasal 14
(1) Wewenang Pemerintah dalam
penyelenggaraan jalan meliputi
penyelenggaraan
jalan
secara
umum
dan
penyelenggaraan jalan nasional.
(2) Wewenang penyelenggaraan
jalan
secara
umum
dan
penyelenggaraan jalan

a.
pemberian
bimbingan,
penyuluhan, serta pendidikan
dan pelatihan para aparatur
penyelenggara jalan dan
pemangku
kepentingan
di
bidang jalan;
b. pengkajian serta penelitian
dan pengembangan
teknologi bidang jalan dan yang
terkait;
c.
pemberian
fasilitas
penyelesaian
sengketa
antarwilayah
dalam penyelenggaraan jalan;
dan
d. pemberian izin, rekomendasi,
dan dispensasi,
pemanfaatan ruang manfaat
jalan, ruang milik jalan,
dan ruang pengawasan jalan.

(3) Wewenang penyusunan


rencana jangka menengah dan
program
perujudan Jalan Khusus dapat
diserahkan kepada
- Pemerintah Daerah,
- Badan Hukum,
- Perorangan, atau dilimpahkan
kepada Pejabat atau Instansi di
Pusat atau di Daerah.
(4) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3), diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 12
(1) Wewenang perencanaan
teknik dan pembangunan serta
wewenang
pemeliharaan Jalan Arteri, Jalan
Kolektor, dan Jalan Lokal pada
jaringan primer, dapat
diserahkan kepada Pemerintah
Daerah atau
Badan Hukum atau dapat
dilimpahkan kepada Pejabat
atau Instansi di
Pusat atau di Daerah.
(2) Wewenang perencanaan
teknik dan pembangunan serta

Paragraf
3
Pelaksanaan
Pemeliharaan Jalan Di Daerah
Milik Jalan
Pasal 73
Pelaksanaan pemeliharaan jalan di
Daerah Milik Jalan yang terletak
di luar Daerah Manfaat Jalan tetap
harus dilaksanakan sedemikian
rupa sehingga tidak mengganggu
peranan Daerah Manfaat Jalan.
Pasal 74
Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 ayat (1) dan Pasal
73, berlaku pula terhadap setiap
kegiatan pemeliharaan bangunan
utilitas yang menggunakan atau
mengganggu Daerah Manfaat
Jalan, Daerah Milik Jalan, dan
Daerah Pengawasan Jalan.
Bagian Kelima Penilikan
Pasal 75
Pembina
Jalan
berwenang
mengadakan
penilikan
yang
berhubungan dengan jalan yang
bersangkutan.
Pasal 76
Menteri mengatur tata cara
penilikan Daerah Manfaat Jalan,
Daerah Milik Jalan, dan Daerah
Pengawasan
Jalan
dengan
memperhatikan pendapat Menteri

nasional sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) meliputi pengaturan,
pembinaan,
pembangunan, dan pengawasan.
Wewenang Pemerintah Provinsi
Pasal 15
(1)
Wewenang
pemerintah
provinsi dalam penyelenggaraan
jalan meliputi
penyelenggaraan jalan provinsi.
(2) Wewenang penyelenggaraan
jalan
provinsi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
meliputi pengaturan, pembinaan,
pembangunan, dan pengawasan
jalan provinsi.
(3) Dalam hal pemerintah
provinsi
belum
dapat
melaksanakan
sebagian
wewenangnya
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pemerintah provinsi dapat
menyerahkan
wewenang
tersebut
kepada
Pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai
wewenang
penyelenggaraan jalan provinsi

wewenang
pemeliharaan Jalan Arteri, Jalan
Kolektor, dan Jalan Lokal pada
jaringan jalan sekunder,
diserahkan kepada Pemerintah
Daerah atau
dilimpahkan kepada Pejabat
atau Instansi di Pusat atau di
Daerah.
(3) Wewenang perencanaan
teknik dan pembangunan serta
wewenang
pemeliharaan Jalan Khusus
dilimpahkan kepada Pejabat
atau Instansi
di Pusat atau di Daerah atau
diserahkan kepada
- Badan Hukum,
- Perorangan.
(4) Wewenang penerimaan,
penyerahan,
dan
pengambilalihan Jalan
Arteri, Jalan Kolektor, dan Jalan
Lokal pada jaringan jalan
primer ada
pada Pemerintah.
(5) Wewenang penerimaan,
penyerahan, dan pengambil
alihan Jalan
Arteri, Jalan Kolektor, dan Jalan
Lokal pada jaringan jalan

Dalam Negeri dan Menteri


Perhubungan.
Pasal 77
Untuk pelaksanaan penilikan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 Pembina Jalan dapat
mengangkat seorang atau lebih
Penilik Jalan.
Pasal 78
Penilik Jalan bertugas :
a.mengawasi segala kejadian di
Daerah Manfaat Jalan, Daerah
Milik
Jalan,
dan
Daerah
Pengawasan Jalan yang dapat
mengganggu peranan jalan;
b.menyampaikan usul tindakan
turun tangan kepada Pembina
Jalan
atau
Instansi
yang
berwenang;
c.menyampaikan laporan hasil
pengawasan kepada Pembina
Jalan.
.

sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dan penyerahan wewenang
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur
dalam peraturan pemerintah.
Wewenang Pemerintah
Kabupaten/Kota
Pasal 16
(1)
Wewenang
pemerintah
kabupaten
dalam
penyelenggaraan jalan meliputi
penyelenggaraan jalan kabupaten
dan jalan desa.
(2) Wewenang pemerintah kota
dalam penyelenggaraan jalan
meliputi
penyelenggaraan jalan kota.
(3) Wewenang penyelenggaraan
jalan kabupaten, jalan kota, dan
jalan desa
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) meliputi
pengaturan,
pembinaan, pembangunan, dan
pengawasan.
(4) Dalam hal pemerintah
kabupaten/kota
belum
dapat
melaksanakan sebagian

sekunder
diserahkan kepada Pemerintah
Daerah.
(6) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ayat
(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

wewenangnya
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), pemerintah
kabupaten/kota
dapat
menyerahkan wewenang tersebut
kepada pemerintah
provinsi.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai
wewenang
penyelengaraan jalan kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), wewenang penyelengaraan
jalan kota
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), dan penyerahan wewenang
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (4) diatur dalam peraturan
pemerintah.

2. Jelaskan dan sebutkan pembagian kelas jalan sesuai PP nomor 43 tahun 1993!
JAWABAN:
Kelas jalan sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 43 tahun 1993 terdapat pada BAB IV tentang kelas jalan dan jaringan lintas
pada pasal 10, pasal 11, pasal 12 dan pasal 13
Pasal 10
(1) Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas.
(2) Pembagian jalan dalam beberapa kelas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan
moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing- masing moda, perkembangan teknologi

kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan.
Pasal 11
(1) Kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 terdiri dari :

a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari
10 ton;
b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton;
c. Jalan kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar
tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8
ton;
d. Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12000 milimeter dan muatan sumbu terberat yang dizinkan 8 ton;
e. Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
(2) Besarnya muatan sumbu terberat yang diizinkan melebihi 10 ton sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, diatur lebih

lanjut dengan Keputusan Menteri setelah mendengar pendapat Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pembinaan jalan.
Pasal 12
Menteri menetapkan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) setelah mendengar pendapat pembina jalan.
Pasal 1
(1) Penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 pada ruas-ruas jalan, diumumkan dalam Berita Negara dan dimuat
dalam Buku Jalan yang diterbitkan oleh Menteri untuk disebarluaskan kepada masyarakat.
(2) Penetapan kelas jalan pada ruas-ruas jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dinyatakan dengan rambu-rambu.

3. Jelaskan mengenai UU No.22 tahun 2009 tentang arus lalu lintas dan angkutan jalan!
JAWABAN :
Dalam UU No.22 tahun 2009 mencakup beberapa poin penting mengenai aturan-aturan lalu lintas dan angkutan jalan :
1) Terdiri dari 22 BAB dan 326 Pasal.
Baru dijabarkan dengan 4 Peraturan Pemerintah (PP) dari yang seharusnya 25 PP antara lain :
a. PP Nomor 32 Tahun 2011, tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan lalu lintas.

b. PP Nomor 37 Tahun 2011, tentang Forum Lalu Lintas dan Angutan Jalan
c. PP Nomor 80 Tahun 2012, tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan;
d. PP Nomor 55. Tahun 2012, tentang Kendaraan.
2) Dijabarkan dengan Peraturan Kapolri ( Perkap) antara lain :
a. Perkap Nomor 5 Tahun 2012 tentang Regident Ranmor;
b. Perkap Nomor 9 Tahun 2012 tentang SIM;
c. Perkap Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu Dan Penggunaan Jalan Selain Untuk
Kegiatan Lalu Lintas.
Undang Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan No 22 Tahun 2009, Lebih Spesialis.
Contohnya untuk menangani kasus kecelakaan lalu lintas, kita dapat menggunakan pasal yang ada dalam Undang undang lalu
lintas dan Angkutan Jalan. Artinya mana kala ada kecelakaan lalu lintas dapat ,menggunkan pasal yang mengatur kecelakaan lalu lintas
sesuai dengan pasal 310 atau pasal 311 UU Nomor 22 Tahun 2009; jadi tidak lagi hanya menggunkan pasal kelalaian atau kealfaan
sebagaimana diatur dalam pasal 359 KUHP. Contoh :
a. Pasal 310
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan
kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan
korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan
korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain mati, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
b. Pasal 311
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi
nyawa atau barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.3.000.000,00 (tiga juta
rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan
dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau denda paling banyak Rp.4.000.000,00 (empat juta rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan
kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp.8.000.000,00 (delapan juta rupiah).
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan lalu Lintas dengan korban luka berat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau
denda paling banyak Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
(5) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang lain mati, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp.24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Adapun Memuat Ketentuan Pidana dan Denda
Sebagaimana diatur dalam Pasal 273 s/d 326, Karena bagi pelanggar Undang undang Lalu lintas dan Angkutan jalan dikenakan Pidana
Penjara dan Denda. Artinya bagi pelanggar Undang undang lalu lintas jalan manakala tidak sanggup membayar denda maka diganti dengan
hukuman penjara, sebagai contoh bunyi :

Pasal 273
(1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang
dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp.24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
(4) Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu
rupiah).

Pasal 281

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau
denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Anda mungkin juga menyukai