Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus

TINEA PEDIS
Pembimbing : dr. Dody Suhartono, Sp.KK
Oleh : Ni Nyoman Nami Arthisari

I.

PENDAHULUAN
Penyakit infeksi jamur pada kulit mempunyai prevalensi yang cukup tinggi pada
Indonesia. Hal ini disebabkan karena negara Indonesia memiliki iklim tropis dan
kelembaban yang tinggi. Dermatofitosis merupakan penyakit pada jaringan yang
mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti,
yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichopyton, dan Epidermophyton.
Dermatofita mempunyai sifat mencernakan keratin atau keratofilik. Berdasarkan habitatnya,
dermatofit ini digolongkan sebagai antropofilik (manusia), zoofilik (hewan) dan geofilik
(tanah). Penyakit dermatofitosis ini tersebar di seluruh dunia dan menyerang semua umur,
terutama dewasa. Gejala klinis biasanya adalah penderita merasa gatal dan kelainan berbatas
tegas, terdiri atas bermacam-macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif
(lebih jelas tanda-tanda peradangan) daripada bagian tengah. Eczema marginatum adalah
istilah yang tepat untuk lesi dermatofitosis secara deskriptif(1,2).
Tinea pedis adalah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan telapak
kaki. Tinea pedis yang sering terlihat adalah bentuk interdigitalis. Diantara jari IV dan V
terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat meluas ke bawah jari
(subdigital) dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena daerah ini lembab, maka sering
dilihat maserasi. Aspek klinis maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Bila bagian kulit yang
mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru yang pada umumnya juga telah diserang

Budimulja U. Mikosis Superfisial. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI;2010.hal. 92-9.
2

Gerd P, Thomas J. Dermatophyte. In: Wolff K, et al. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th ed [ebook]. New York:
Mc Graw Hill;2008.p.205.

oleh jamur. Bentuk klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit
keluhan atau tanpa keluhan sama sekali. Pada suatu ketika kelainan ini dapat disertai infeksi
sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis, limfadenitis, dan dapat pula
terjadi eriseplas yang disertai gejala-gejala umum. Bentuk lain ialah moccasin foot, pada
seluruh kaki, dari telapak, tepi sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik;
eritema biasanya ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat
pula dilihat papul dan kadang-kadang vesikel. Pada bentuk subakut terlihat vesikel, vesikopustul dan kadang-kadang bula. Kelainan ini dapat mulai pada daerah sela jari, kemudian
meluas ke punggung kaki, atau telapak kaki. Isi vesikel berupa cairan jernih yang kental.
Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik yang berbentuk lingkaran yang disebut
koleret. Infeksi sekunder dapat terjadi juga pada bentuk ini. Jamur terdapat pada bagian atap
vesikel. Untuk menemukannya, sebaiknya diambil atap vesikel atau bula untuk diperiksa
secara sediaan langsung atau untuk dibiak (3,4). Tinea pedis banyak terlihat pada orang yang
dalam kehidupan sehari-hari banyak bersepatu tertutup disertai perawatan kaki yang buruk
atau sering basah. Penderita biasanya orang dewasa(5).
Berikut ini dilaporkan sebuah kasus pasien laki-laki usia 60 tahun dengan Tinea pedis.

II.

KASUS

Siregar RS. Atlas Berwarna. Saripati Penyakit Kulit. Edisi kedua. Jakarta: EGC;2002.hal.17-20.

Nasution A, et al. Diagnosis dan Penatalaksanaan Defmatofitosis. Available at: http://kalbe.co.id. Accessed on 2015, January 26,
15.00 WIB.
5

Ibid.

Seorang laki-laki berusia 60

tahun, pekerjaan karyawan bengkel las, agama Islam,

pendidikan terakhir SD, bertempat tinggal di Sumurpanggang, Margadana, Tegal, status


menikah, suku Jawa, datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSU Kardinah Tegal pada 14
Januari 2015 pukul 10.00 WIB dengan keluhan utama bercak-bercak merah pada telapak kaki
kiri dan sela-sela jari kaki kiri, disertai sisik putih halus, yang tidak disertai rasa gatal sejak 1
bulan sebelum masuk rumah sakit.
Anamnesis Khusus
Dilakukan secara autoanamnesis kepada Tn. N pada tanggal 14 Januari 2015, pukul 10.00
WIB di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSU Kardinah Tegal.
Pada 1 bulan yang lalu pasien menyadari terdapat bercak merah di telapak kaki kiri dan
sela-sela jari II, III, IV kaki kiri, bercak merah tersebut disertai adanya sisik berwarna putih yang
halus, tidak disertai rasa gatal maupun nyeri. Pasien mengatakan kadang-kadang menggaruk
bercak tersebut sehingga menjadi sedikit bersisik. Pasien tidak langsung pergi berobat.
Pasien mengatakan tidak memberikan obat salep atau obat gosok atau balsem pada
kakinya. Pasien mengatakan dalam 1 bulan terakhir ini tidak membeli sepatu baru, dan seharihari bekerja tidak memakai sepatu. Selain keluhan bercak merah pada sela-sela jari kaki kiri
pasien, pasien juga memiliki keluhan kebas dan tebal yang dirasakan sudah sejak 5 tahun yang
lalu.
Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat
kencing manis disangkal. Riwayat alergi obat maupun makanan disangkal. Pasien pernah
didiagnosis kusta dan mendapat pengobatan selama 6 bulan dari puskesmas pada 5 tahun yang
lalu, dan sekarang sudah tidak minum obat kusta lagi. Pasien mengatakan tidak pernah
mengalami alergi terhadap sabun cuci baju (deterjen). Pasien mengatakan tidak ada anggota
keluarga yang mengalami keluhan serupa. Pasien bekerja sebagai karyawan di bengkel las,
sehari-hari bekerja tidak menggunakan sepatu, namun memakai sandal kadang tidak memakai
alas kaki. Pasien memiliki kebiasaan setelah dari kamar mandi tidak mengelap kedua kakinya
hingga benar-benar kering.
PEMERIKSAAN FISIK
3

Status generalis

Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Kesan Gizi

: Gizi Baik

Tanda vital

Tekanan darah : 110/70

Nadi

: 82x/menit

Suhu

: 36,6 C

Pernapasan

: 20x/menit

Antropometri

Berat badan

Tinggi badan : 151 cm

BMI

: 45 kg

: 19,74 kg/m2 (Normal weight)

Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Wajah

: Simetris

Mata

: Konjungtiva pucat (-/-), sklera kuning (-/-),

Hidung

: Septum deviasi (-), sekret (-)

Mulut

: Kering (-), tonsil tenang, faring hiperemis (-)

Telinga: Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-)

Leher

: Tidak terdapat pembesaran KGB dan kelenjar tiroid

Thoraks
Inspeksi

: Bentuk normal, gerak nafas simetris, ginekomastia (-/-)

Palpasi

: Vokal fremitus simetris pada kedua lapang paru

Perkusi

: Sonor pada seluruh lapang paru kiri dan kanan

Auskultasi

: Jantung: S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)


Paru

: Sn vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen
Inspeksi

: Datar

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi

: Timpani di ke 4 kuadran abdomen

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Ekstremitas superior :
Kelainan : tampak clawling pada jari-jari kedua tangan pasien
Kuku

: tidak ditemukan kelainan

Sendi : nyeri (-) , odem (-), deformitas (-), kontraktur jari tangan (-);
Kulit : tidak didapatkan adanya wujud kelainan kulit

Ekstremitas inferior :
Kelainan gerak (-), atrofi otot (-), oedem (-);
Kuku

: tidak ditemukan kelainan

Sendi : nyeri (-), deformitas (-), kontraktur jari kaki (-);


Kulit : lihat status dermatologikus
Status dermatologis
1. Distribusi

: Regional

2. Ad regio

: telapak kaki kiri, interdigitalis II, III, IV pedis sinistra

3. Lesi

: multipel, diskret, bentuk ireguler, ukuran 5 cm x 10 cm (telapak kaki), 2

cm x 3 cm (sela-sela jari), berbatas tegas, tepi aktif.


4. Efloresensi

: Makula eritematosa, skuama halus berwarna putih

Gambar 1. Bercak merah pada telapak kaki kiri

Gambar 2. Bercak merah disertai kulit bersisik berwarna putih pada sela jari II kaki kiri

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikologi, yaitu dengan pemeriksaan kerokan kulit pada bagian lesi di sela
jari II, III, IV pedis sinistra yang ditambahkan larutan KOH 10% untuk menemukan elemen
jamur (hifa panjang bersepta), namun pemeriksaan tersebut belum dilakukan.

RESUME
Seorang pasien laki-laki usia 60 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSU
Kardinah Tegal pada 14 Januari 2015 pukul 10.00 WIB dengan keluhan utama bercak merah
pada telapak kaki kiri dan sela-sela jari kaki kiri sejak 1 bulan yang lalu, bercak tidak disertai
gatal maupun nyeri.
Pada 1 bulan yang lalu pasien menyadari terdapat bercak merah di telapak kaki kiri dan
sela-sela jari II, III, IV kaki kiri, bercak merah tersebut disertai adanya sisik berwarna putih yang
halus, tidak disertai rasa gatal maupun nyeri. Pasien mengatakan kadang-kadang menggaruk
bercak tersebut sehingga menjadi sedikit bersisik. Pasien tidak langsung pergi berobat. Pasien
mengatakan tidak memberikan obat salep atau obat gosok atau balsem pada kakinya. Pasien
mengatakan dalam 1 bulan terakhir ini tidak membeli sepatu baru, dan sehari-hari bekerja tidak
7

memakai sepatu. Selain keluhan bercak merah pada sela-sela jari kaki kiri pasien, pasien juga
memiliki keluhan kebas dan tebal yang dirasakan sudah sejak 5 tahun yang lalu. Pasien bekerja
sebagai karyawan di bengkel las, sehari-hari bekerja tidak menggunakan sepatu, namun memakai
sandal, kadang tidak memakai alas kaki. Pasien memiliki kebiasaan setelah dari kamar mandi
tidak mengelap kedua kakinya hingga benar-benar kering.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tampak sakit ringan,
kesan gizi baik, pada pemeriksaan tanda vital didapatkan dalam batas normal, pada status
generalis didapatkan dalam batas normal. Pada status dermatologis didapatkan lesi distribusi
regional, ad regio telapak kaki kiri dan interdigitalis II, III, IV pedis sinistra, dengan lesi
multiple, diskret, berbentuk ireguler, , ukuran 5 cm x 10 cm (telapak kaki), 2 cm x 3 cm (selasela jari), berbatas tegas, tepi aktif, efloresensi makula eritematosa, skuama halus berwarna
putih.
DIAGNOSIS BANDING
-

Tinea pedis

Dermatitis kontak alergi

Kandidosis kutis

DIAGNOSIS KERJA
-

Tinea Pedis

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


-

Histopatologi : untuk membantu menyingkirkan diagnosis banding dermatitis kontak


alergi (lapisan epidermis : hiperplastik, invasi sel mononuklear, dermis : infiltrasi sel
inflamasi mononuklear pada pembuluh darah dan kelenjar keringat) dan kandidosis kutis.
Sedangkan pada tinea terdapat gambaran hifa pada lapisan superfisial dari epidermis.

Kultur jamur media agar Saboraud dekstrosa, pada tinea ditemukan jamur dermatofit,
pada kandida ditemukan jamur Candida.

PENATALAKSANAAN
Umum:

Menjelaskan kepada pasien untuk mengurangi faktor pencetus seperti mengelap kedua kaki
pasien hingga benar-benar kering.

Menjelaskan kepada pasien untuk tidak menggaruk telapak dan sela-sela jari kaki dan cuci
tangan setelah memegang telapak kaki dan sela-sela jari kaki kiri.

Menjelaskan kepada pasien untuk rutin kontrol (misalnya 1 minggu sekali), untuk
mengetahui perkembangan penyakit dan mencegah bertambah parahnya penyakit pada
pasien.

Khusus:

Sistemik (oral)
o Tinea pedis: Tablet ketokonazole 200 mg diminum 1 kali sehari, sebelum makan
selama 2 minggu.
o Mecobalamin 500 mg 3 kali sehari

Topikal :
o Anti jamur golongan azol misalnya ketokonazol 2 % krim dioleskan 2 kali sehari
sehabis mandi tiap pagi dan sore hari pada telapak kaki kiri dan sela-sela jari kaki
kiri, selama 2 minggu.

PROGNOSIS
Ad vitam

: Ad bonam

Ad fungsionam

: Ad bonam

Ad Sanasionam

: Ad bonam

Ad Kosmetikum

: Ad bonam

III.

PEMBAHASAN
Diagnosis Tinea pedis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dermatofitosis merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,

misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan oleh golongan
jamur dermatofita (Microsporum, Trichopyton, dan Epidermophyton). Tinea pedis adalah
dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan telapak kaki. Bentuk tinea pedis pada
pasien adalah bentuk interdigitalis (di antara jari IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik
halus dan tipis, kelainan ini dapat meluas ke bawah jari (subdigital) dan juga ke sela jari yang
lain) karena selain terdapat pada telapak kaki juga terdapat pada sela-sela jari kaki. Bentuk
interdigitalis adalah bentuk yang sering terlihat(6).
Pada anamnesis didapatkan keluhan bercak-bercak merah pada telapak kaki kiri dan selasela jari kaki kiri dan terdapat skuama halus berwarna putih, keluhan tersebut sesuai dengan
lokasi lesi dan gejala klinis dari tinea pedis. Pada anamnesis bercak merah pada pasien tidak
disertai rasa gatal. Pada pasien dengan tinea pedis biasanya disertai dengan adanya rasa gatal
pada lesi(7), namun tidak terdapatnya keluhan gatal pada pasien dapat disebabkan karena pasien
memiliki keluhan rasa kebas dan tebal pada telapak kaki. Keluhan rasa kebas dan tebal pada
telapak kaki pasien dapat disebabkan karena pasien memiliki riwayat penyakit kusta, dan diduga
mengalami gangguan sensibilitas pada kedua telapak kaki pasien. Pada penyakit kusta dapat
mengakibatkan kerusakan saraf perifer yang umumnya muncul dalam waktu yang lama.
Kerusakan saraf tepi mulanya mengenai saraf sensoris dan umumnya simetris di bagian
ekstensor. Kehilangan sensoris kemudian akan menyebar secara perlahan ke bagian tengah
tubuh. Selain menyebabkan kehilangan sensoris juga dapat menyebabkan gangguan motorik dan

Siregar RS, loc. cit.

Budimulja U, loc.cit.

10

gangguan saraf otonom(8). Pada riwayat kebiasaan pasien didapatkan setiap setelah dari kamar
mandi pasien tidak mengelap kedua kakinya hinga benar-benar kering. Hal ini merupakan faktor
yang mempengaruhi terjadinya tinea pedis.
Pada status dermatologis didapatkan distribusi regional, ad regio telapak kaki kiri,
interdigitalis II, III, IV pedis sinistra, lesi multipel, diskret, bentuk ireguler, ukuran 5 cm x 10 cm
(telapak kaki), 2 cm x 3 cm (sela-sela jari), berbatas tegas, tepi aktif, efloresensi makula
eritematosa, skuama halus berwarna putih, hal ini sesuai dengan bentuk lesi tinea pedis(9).
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan penunjang adalah
pemeriksaan mikologi dengan kerokan kulit pada lesi di sela-sela jari II, III, IV kaki kiri
kemudian diberikan KOH 10% dan diperiksa dengan mikroskop untuk melihat adanya hifa
panjang bersepta dan spora jamur. Pemeriksaan tersebut dapat membantu menegakkan diagnosis
pasti untuk tinea pedis dan membantu menyingkirkan diagnosis banding kandidosis kutis
(pseudohifa, sel ragi, blastospora)(10).
Pada pasien diagnosis bandingnya adalah dermatitis kontak alergi (DKA) dimana gejala
klinisnya mirip dengan tinea yaitu bercak eritematosa yang berbatas jelas, namun pada DKA
terdapat edema, papulovesikel, vesikel atau bula(11). Diagnosis dermatitis kontak alergi dapat
disingkirkan yaitu dari riwayat pasien tidak habis membeli sepatu ataupun kaos kaki baru, tidak
habis memberikan balsem atau obat gosok pada kaki dan sela-sela jarinya dan kedua kaki pasien
jarang kontak dengan sabun deterjen dan tidak pernah alergi terhada deterjen. Kandidosis kutis,
gejala klinis sulit dibedakan dengan tinea, kelainan kulitnya adalah bercak eritematosa, batas
tegas, bersisik, lesi dikelilingi satelit (vesikel, pustul) pada pemeriksaan mikologi dengan larutan
KOH 10% dapat membantu membedakan dimana pada kandidosis kutis didapatkan gambaran sel
ragi, pseudohifa, blastospora(12).

Wolff K, loc. cit.

Budimulja U, loc.cit.

10

Nasutiom A, loc.cit.

11

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: FKUI;2010.hal.133-5.

12

Ibid.,hal. 108.

11

Penatalaksanaan umum pada pasien adalah mengurangi faktor yang dapat mempermudah
tumbuhnya jamur yaitu setelah dari kamar mandi kedua kaki dikeringkan dengan handuk atau
lap kain yang mudah menyerap air hingga benar-benar kering sebelum memakai sepatu, bila
berkeringat dikeringkan hingga benar-benar kering agar kondisi kaki tidak lembab (13).
Menjelaskan kepada pasien untuk tidak menggaruk telapak kaki dan sela-sela jari kaki, lalu cuci
tangan setelah memegang telapak kaki dan sela-sela jari kaki agar jamur tidak menyebar ke
bagian tubuh lain. Pasien dijelaskan untuk rutin kontrol ke poli kulit (1 minggu sekali) untuk
menilai perjalanan penyakit dan mencegah bertambah parahnya penyakit.
Penatalaksanaan khusus pada pasien yaitu sistemik (oral) dan topikal. Sistemik yaitu
tablet ketokonazol 200 mg 1 kali sehari, sebelum makan. Ketokonazol adalah golongan imidazol
yang merupakan obat antijamur sistemik spectrum luas, bersifat fungistatik, bekerja mengganggu
biosintesis ergosterol, sterol utama yang berfungsi mempertahankan integritas membrane sel
jamur(14). Lalu pasien diberikan mecobalamin 500 mg yang diminum 3 kali sehari untuk
gangguan saraf sensibiltas dan keluhan kaku-kaku pada jari-jari tangan. Pada pengobatan topikal
diberikan ketokonazol 2% salep yang dioleskan 2 kali sehari pagi dan sore hari setelah mandi,
obat ini adalah golongan azol dan mekanisme obat ini dengan cara menghambat enzim 14
demetilase pada pembentukan ergosterol membrane sel jamur(15). Pada umumnya prognosis
penyakit pada pasien adalah baik, karena tinea pedis tidak mengancam jiwa, dan dengan
mengurangi faktor resiko yang dapat memmpermudah tumbuhnya jamur yaitu kondisi yang
lembab maka tinea pedis dapat sembuh dengan baik disamping mengobati tinea pedis dengan
obat sistemik dan topikal. Faktor yang mempengaruhi adalah usia, sistem kekebalan tubuh, dan
perilaku keseharian. Anak-anak dan remaja muda paling rentan tertular. Penularan juga dapat
dipermudah melalui binatang yang dipelihara dalam rumah yang sedang menderita tinea. Faktor
usia dimana semakin bertambahnya usia, maka sistem kekebalan tubuh semakin menurun, resiko
mengalami infeksi jamur meningkat. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat

13

Budimulja U, loc. cit.

14

Hendrawati YD. Mikrobia. Available at: http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/yosephine-dian-hendrawati-078114110.


Accessed on 2015, January 26, 15.30 WIB.
15

Ibid.

12

dihilangkan, pengobatan adekuat, kelembaban dan kebersihan dijaga, umumnya penyakit ini
dapat sembuh sempurna(16,17).

16

Budimulja U, loc.cit.

17

James et al. Andrews disesases of the skin : Clinical Dermatology. 10th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier;2006.p.302.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja U. Mikosis Superfisial. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: FKUI;2010.hal. 92-9.
2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta:
FKUI;2010.hal.133-5.
3. Gerd P, Thomas J. Dermatophyte. In: Wolff K, et al. Fitzpatricks Dermatology in General
Medicine. 7th ed [ebook]. New York: Mc Graw Hill;2008.p.205.
4. Hendrawati YD. Mikrobia. Available at:
http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/yosephine-dian-hendrawati-078114110.
Accessed on 2015, January 26, 15.30 WIB.
5. Nasution A, et al. Diagnosis dan Penatalaksanaan Defmatofitosis. Available at:
http://kalbe.co.id. Accessed on 2015, January 26, 15.00 WIB.
6. Siregar RS. Atlas Berwarna. Saripati Penyakit Kulit. Edisi kedua. Jakarta: EGC;2002.hal.1720.
7. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical
Deramtology. 7th ed. USA: The McGraw-Hill Companies;2008.p.699-700.

14

Anda mungkin juga menyukai