Tokoh utama dalam teori ini, selain Karl Marx, adalah Ralp Dahrendorf,Georg
Simmel,C.Wright Mills, dan L.A Coser. Asumsi dasar teori konflik ini antara lain
bahwa masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai
oleh pertentangan yang terus-menerus di antara unsur-unsurnya. Setiap elemen
dalam masyarakat memberikan sumbangan terhadap disintegrasi social.
Keteraturan yang terdapat dalam suatu masyarakat itu hanyalah disebabkn
karena adanya tekanan atau pemaksaa kekuasaan dari atas oleh golongan yang
berkuasa. Teori konflik ternyata agak mengabaikan keteraturan dan stabilitas
yang memang ada dalam masyarakat disamping konflik itu sendiri.
Veeger, Karel J (1993 : 92), teori konflik menyatakan bahwa barang yang
berharga seperti kekuasaan dan wewenang, benda-benda material, dan apa
yang menghasilkan kenikmatan, agak langka, sehingga tidak dapat dibagi sama
rata diantara rakyat. Maka telah muncul golongan-golongan dan kelompokkelompok oposisi, yang merasa diri dirugikan dan menginginkan porsi lebih besar
bagi dirinya sendiri atau hendak menghalang-halangi atau mencegah pihak lain
memperoleh atau menguasai barang itu.
Teori konflik dalam sosiologi untuk sementara waktu membatasi diri dan hanya
bermaksud menerangkan antagonisme atau ketegangan antara pihak berkuasa
dengan pihak yang dikuasai dalam rangka pengorganisasian struktural yang
tertentu.
pernikahan).
Kelompok yang pertama ada tujuh golongan:
1. Ibu, nenek dan seterusnya ke atas baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
2. Anak perempuan (putri), cucu perempuan dan seterusnya ke bawah baik dari jalur lakilaki maupun wanita.
3. Saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu.
4. Saudara perempuan bapak (bibi), saudara perempuan kakek (bibi orang tua) dan
seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu.
5. Saudara perempuan ibu (bibi), saudara perempuan nenek (bibi orang tua) dan
seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu.
6. Putri saudara perempuan (keponakan) sekandung, seayah atau seibu, cucu
perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
7. Putri saudara laki-laki (keponakan) sekandung, seayah atau seibu, cucu perempuannya
dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
Mereka inilah yang dimaksudkan Allah I:
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudarasaudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara
ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anakanak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan (An-Nisa: 23)
Kelompok yang kedua juga berjumlah tujuh golongan, sama dengan mahram yang telah
disebutkan pada nasab, hanya saja di sini sebabnya adalah penyusuan. Dua di antaranya
telah disebutkan Allah I:
Dan (diharamkan atas kalian) ibu-ibu kalian yang telah menyusukan kalian dan saudarasaudara perempuan kalian dari penyusuan. (An-Nisa 23)
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang wanita yang menyusui seorang anak menjadi mahram
bagi anak susuannya, padahal air susu itu bukan milik dia melainkan milik suami yang telah
menggaulinya sehingga memproduksi air susu. Ini menunjukkan secara tanbih1 bahwa
suaminya menjadi mahram bagi anak susuan tersebut2. Kemudian penyebutan saudara
susuan secara mutlak, berarti masuk di dalamnya anak kandung dari ibu susu, anak kandung
dari ayah susu, begitu pula dua anak yang disusui oleh wanita yang sama, maka ayat ini dan
hadits yang marfu:
Apa yang haram karena nasab maka itupun haram karena penyusuan. (Muttafaqun alaihi
dari Ibnu Abbas)
Keduanya menunjukkan tersebarnya hubungan mahram dari pihak ibu dan ayah susu
sebagaimana tersebarnya pada kerabat (nasab). Maka ibu dari orang tua susu misalnya,
adalah mahram sebagai nenek karena susuan dan seterusnya ke atas sebagaimana pada
nasab. Anak dari orang tua susu adalah mahram sebagai saudara karena susuan, kemudian
cucu dari orang tua susu adalah mahram sebagai anak saudara (keponakan) karena susuan,
dan seterusnya ke bawah.
Saudara dari orang tua susu adalah mahram sebagai bibi karena susuan, saudara ayah/ibu
dari orang tua susu adalah mahram sebagai bibi orang tua susu dan seterusnya ke atas.
Adapun dari pihak anak yang menyusu, maka hubungan mahram itu terbatas pada jalur anak
keturunannya saja. Maka seluruh anak keturunan dia, berupa anak, cucu dan seterusnya ke
bawah adalah mahram bagi ayah dan ibu susunya.
Hanya saja, berdasar pendapat yang paling kuat (rajih), yaitu pendapat jumhur dan dipilih
oleh Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sadi, Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikhuna (Muqbil)
rahimahumullah, bahwa penyusuan yang mengharamkan adalah yang berlangsung pada
masa kecil sebelum melewati usia 2 tahun, berdasarkan firman Allah I:
Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama 2 tahun penuh bagi siapa yang hendak
menyempurnakan penyusuannya. (Al-Baqarah: 233)
Dan hadits Aisyah x muttafaqun alaihi menerangakan bahwa penyusuan yang
mengharamkan adalah penyusuan yang berlangsung karena rasa lapar dan hadits Ummu
Salamah yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa (no.
hadits 2150) bahwa suatu penyusuan tidaklah mengharamkan kecuali yang membelah
(mengisi) usus dan berlangsung sebelum penyapihan.
Dan yang diperhitungkan adalah minimal 5 kali penyusuan, setiap penyusuan bentuknya
adalah: bayi menyusu sampai kenyang (puas) lalu berhenti dan tidak mau lagi untuk
disusukan (meskipun diselingi dengan tarikan nafas bayi atau dia mencopot puting susu
1 Istilah dalam ilmu ushul fiqih yang artinya penyebutan sesuatu yang dengannya
menunjukkan kepada yang lain yang serupa hukumnya.
2 Ini adalah pendapat jumhur dan ini yang rajih (kuat). Lihat Syarah Shahih Muslim (10/18)
2 Adapun anak lelaki istri dari suami lain namanya rabib