tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya
makin memperberat kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat,
sedangkan suplai oksigen tidak bertambah.
Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen
akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak
dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak
sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksien menurun akibat dari
pemompaan yang tidak efektif.
Secara garis besar terdapat dua jenis faktor resiko bagi setiap orang untuk terkena infark
miokard akut, yaitu faktor resiko yang bisa dimodifikasi dan faktor resiko yang tidak bisa
dimodifikasi.
a. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan faktor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu
maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan aterosklerosis;
peningkatan trombogenesis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu
aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa
meningkatkan resiko 2-3 kali dibanding yang tidak merokok.
Konsumsi alkohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga moderat,
dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan
meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih kontroversial.
Tidak semua literatur mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alkohol dikaitkan
dengan peningkatan mortalitas kardiovaskular karena aritmia, hipertensi sistemik dan
kardiomiopati dilatasi.
Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative intraseluler dan penyebab
umum penyakit saluran pernafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner
aterosklerotik.
Hipertensi sistemik.
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya afterload yang secara tidak langsung
akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi
ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya afterload yang pada akhirnya
meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan
kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.
Kurang olahraga
Aktivitas aerobik yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner,
yaitu sebesar 20-40 %.
Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2- 4 lebih
tinggi dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas
metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan
tingkat adhesi platelet).
b. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Merupakan faktor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya:
Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnnya
setelah menopause).
Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen yang bersifat
kardioprotektif pada perempuan.Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat
dan akhirnya setara dengan laki pada wanita setelah masa menopause.
Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelm usia 70 tahun merupakan
faktor resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan
adanya predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada
keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat..
C. Patofisiologi
Infark miokard umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.Pada
sebagian besar kasus infark terjadi jika plak ateroslerosis mengalami fisur, ruptur, atau
ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi
trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan obstruksi arteri koroner.
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core).Lokasi dan luasnya infark
tergantung pada arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral.
Infark miokard yang mengenai endokardium sampai epikardium disebut infark
transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial. Setelah 20 menit
terjadi sumbatan, infark sudah dapat terjadi pada subendokardium dan bila berlanjut terus
rata-rata dalam 4 jam telah terjaddi infark transmural. Hal ini kadang-kadang belum
selesai karena daerah sekitar infark masih dalam bahaya bila proses iskemia masih
berlanjut.
Bila arteri left anterior descending yang oklusi infark mengenai dinding anterior ventrikel kiri dan
bisa mengenai septum. Bila arteri Left circumflex yang oklusi, infark mengenai
dinding lateral atau posterior dari ventrikel kiri. Bila arteri koroner kanan yang oklusi,
infark terutama mengenai dinding inferior dari ventrikel kiri, tetapi bisa juga septum dan
ventrikel kanan. Oklusi arteri koronaria bisa juga tidak sampai menimbulkan infark bila
daerah yang diperdarahi arteri yang oklusi tersebut mendapat pasok oleh kolateral
pembuluh arteri lain.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama
berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak
memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24
jam timbul edema pada sel-sel , respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzimenzim jantung dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi
proses degradasi jaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini
dinding nekrotik relatif tipis.Sekitar minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut.
Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami
penebalan yang progresif.
Infark miokard jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis
kehilangan daya kontraksi sedangkan otot iskemia disekitarnya juga mengalami
gangguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokard akan menyebabkan perubahanperubahan seperti pada iskemia : daya kontraksi menurun, gerakan dinding
abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan volume sekuncup,
pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel
dan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.
D. Gambaran Klinis
a. Nyeri Dada
Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti
ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan
nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga,
pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis.
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar ke
tempat lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru. Salah satunya yang
paling berbahaya adalah jantung. Nyeri pada jantung bias disebabkan adanya iskemik
miokard.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) :
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit
dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah
makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi.
Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :
Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di
dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama.
Infark miokard :
Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menyebabkan infark
miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang.
Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan
aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga
penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan
serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung.
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:
Lokasi : substernal, retrosternal dan perikordial.
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
a. Tampilan Umum
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan. Pasien
juga tapak sesak. Demam derajat sedang (< 38 C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca
infark. Denyut Nadi dan Tekanan Darah Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada
sepertiga pasien, biasanya akan melambat dengan pemberian analgesic yang adekuat.
Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai
komplikasi dari infark. Peningkatan TD moderat merupakan akibat dari
pelepasan kotekolamin. Sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan
akibat dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari
syok kardiogenik. Pemeriksaan Jantung Terdangar bunyi jantung S4 dan S3 , atau
mur-mur. Bunyi gesekan perikard jarang terdengar hingga hari ke dua atau ketiga atau
lebih lama lagi (hingga 6 minggu) sebagai gambatan dari sindrom Dressler. Pemeriksaan Paru
Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak
terdapat gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal itu
merupakan komplikasi infark luas, biasanya anterior. Elektrokardiogram Pada
kebanyakan infark, EKG akan menyingkap tirai diagnosis yang tepat. Tampak perubahan
elektrokardiografik yang khas pada infark miokardium, dan perubahan yang paling awal
terjadi hamper bersamaan dengan terjadinya kerusakan miokardium. Pemeriksaan EKG
harus dilakukan sedini mungkin pada setiap orang yang dicurigai mengalami infark
walaupun cuma kecil. Namun gambaran EKG awal mungkin tidak selalu bersifat
diagnostik, dan evolusi perubahan gambaran elektrokardiografik bervariasi antara satu
orang dan yang lainnya. 3 Gambaran yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang
besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T. Diduga perubahan gelombang Q
disebabkan oleh jaringan mati, kelainan segmen ST karena injury otot dan kelainankelainan gelombang T karena iskemia.
1. Infark Inferior melibatkan permukaan diafragmatik jantung infark ini sering disebabkan oleh
penyumbatan a.koronaria dekstra atau cabang desendennya.Perubahan elektrokardiografi yang
khas dapat dilihat pada sadapan inferior (II, III, dan AVF).
2. Infark Lateral melibatkan dinding lateral kiri jantung. Infark ini sering disebabkan oleh
penyumbatan ramus sirkumfleksus a.koronaria sinistra. Perubahan akan terjadi pada sadapan
lateral kiri (I, AVL, V5 dan V6)
3. Infark Anterior melibatkan permukaan anterior ventrikel kiri dan biasanya disebabkan oleh
penyumbatan ramus interventrikularis anterior a.koronaria sinistra.Semua sadapan
prekordial (V1 sampai V6) dapat menunjukkan perubahan.
4. Infark Posterior melibatkan permukaan posterior jantung dan biasanya disebabkan oleh
penyumbatan a.koronaria dekstra.Tidak ada sadapan yang terletak di atas dinding posterior. Oleh
karena itu, diagnosis harus ditegakkan dengan cara mencari perubahan resiprokal pada sadapan
anterior, terutama V1. f. Laboratorium Leukosit sedikit meningkat demikian juga laju endap
darah, hal ini merupakan reaksi terhadap nekrosis miokard. Beberapa enzim yang terdapat dalam
konsentrasi tinggi di otot jantung akan dilepas dengan nekrosis miokard, karena itu aktifitasnya
dalam serum meningkat dan menurun kembali setelah infark miokard. Jumlah enzim yang dilepas
secara kasar paralel dengan beratnya kerusakan miokard.
F.
Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk
sedapat mungkin memperbaiki
kembali aliran pembuluh koroner
sehingga reperfusi dapat
mencegah kerusakan miokard
lebih lanjut, serta mencegah
kematian mendadak dengan
memantau dan mengobati aritmia
maligna.Meskipun penderita tidak
meninggal akibat serangan infark
akut, apabila infarknya luas penderita akhirnya bisa jatuh ke dalam gagal jantung.Karena itulah
pendekatan tata laksana infark akut mengalami perubahan dalam dekade terakhir ini dengan
adanya obat-obat trombolisis.
Trombolisis bahkan dapat diberikan sebelum di bawa ke rumah sakit bila ada tenaga yang
terlatih.Dengan trombolisis kematian dapat diturunkan sebesar 40%.
Terapi Farmakologis:
a. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri. Dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval
5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping : konstriksi vena dan arteriolar
melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah
jantung dan tekanan arteri.
b. Nitrat
Golongan nitrat organik dapat merelaksasikan semua otot polos, terutama otot polos
vaskuler. Dengan demikian, nitrat menyebabkan vasodilatsi semua sistem vaskuler,
terutama vena-vena dan arteri-arteri besar.Nitrat organik mudah larut dalam lemak,
sehingga mudah diabsorpsi melalui mukosa ataupun kulit.Dengan demikian untuk
mendapatkan efeknya secara cepat, digunakan nitrat organik yang mempunyai efek awal
yang cepat dan masa kerja yang pendek.Nitrat organik yang termasuk dalam golongan
ini ialah sedian sublingual nitrogliserin, isosorbid dinitrat, dan eritritil tetranitrat.Angina
cepat teratasi dengan pemberian obat ini.Apabila keluhan masih ada, maka pemberian
nitrat ini dapat diulang 3-4 kali selang 5 menit.
c. Betabloker
Betabloker menekan adrenoseptor beta1 jantung, sehingga denyut jantung dan
kontraktilitas miokard menurun. Hal ini menyebabkan kebutuhan oksigen miokard pun
berkurang, di samping perfusi miokard (suplai oksigen) sedikit meningkat, karena
regangan dinding jantung berkurang serta bisa juga digunakan untuk mengurangi nyeri
dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung tambahan.Beta bloker
juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia.Tapi penekanan pada adrenoseptor beta
2 dapat menyebabkan vasodilatsi dan dilatasi bronkus berkurang, sehingga vasokonstriksi
atau pun konstriksi bronkus yang disebabkan oleh tonus reseptor alfa makin menonjol.
Tapi pada betabloker yang kardioselektif, yang hanya berefek pada adrenoseptor beta 1 di
jantung, efek samping vasokonstriksi perifer dan konstriksi bronkus jauh berkurang.
Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan noncardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol).
d. Pengobatan trombolitik
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis, yaitu streptokinase, urokinase, aktivator
plasminogen jaringan yang direkombinasi (r-TPA) dan anisolylated plasminogen
activator complex (ASPAC). r- TPA bekerja lebih spesifik pada fibrin dibandingkan
streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek. Penelitian menunjukkan bahwa secara
garis besar, semua obat trombolitik bermamfaat namun r-TPA menyebabkan penyulit
perdarahan otak sedikit lebih tinggi dibandingkan steptokinase.Karena sifatnya,
steptokinase dapat menyebabkan reaksi alergi dan juga hipotensi akibat dilatsi pembuluh
darah.Karena itu streptokinase tidak boleh diulangi bila dalam 1 tahun sebelumnya sudah
diberikan atau penderita dalam keadaan syok. Indikasi pemberian trombolitik adalah
penderita infark miokard akut yang berusia dibawah 70 tahun, sakit dada dalam 12 jam
sejak mulai, daan elevasi ST lebih dari 1 mm pada sekurang-kurangya 2 sadapan. r-TPA
sebaiknya diberikan pada infark miokard kurang dari 6. Obat-obatan ini juga ditujukan
untuk memperbaiki kembali aliran darah pembuluh darah koroner, sehingga reperfusi
dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut.Obat-obatan ini digunakan untuk
melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu paling efektif
pemberiannya adalah 1 jam setelah timbul gejala pertama dan tidak boleh lebih dari 12
jam paska serangan.
e. ACE inhibitor
ACE inhibitor memiliki efek antihipertensi yang baik dengan efek samping yang relatif
jarang. Penelitian menunjukkan bahwa ACE inhibitor tidak mempengaruhi profil
lipoprotein dan glukosa darah, bahkan cenderung meningkatkan kolesterol HDL dan
menurunkan kolesterol total dan trigliserid. ACE inhibitor bekerja dengan cara
menghambat enzim konversi angiotensin, sehingga angiotensin II yang seharusnya
berasal dari angiotensin I tidak terbentuk. Obat ini juga mengurangi cedera pada otot
jantung.Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot
jantung.Misalnya captropil.
f. Obat-obatan Antikoagulan
Obat- obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah pada
arteri. Missal: heparin dan enoksaparin.
g. Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk membentuk
bekuan yang tidak diinginkan.
Tatalaksana prevensi sekunder
a. Obat Anti Platelet
1. Aspirin
Seluruh pasien yang mengalami PJK harus mendapat aspirin yang dapat mengurangi
risiko kejadian vaskular sebesar 25%.Aspirin 75 mg/hari dapat menurunkan risiko
infark akut dan sudden death sebesar 34% dibandingkan dengan plasebo.Penurunan
risiko lebih nyata pada angina pektoris tak stabil 46 %, angioplasti koroner 53%, infark
25%.Aspirin merupakan bagian integral dari perawatan pasca infark, umumnya PJK, dan
dihentikan bila terjadi komplikasi perdarahan saluran cerna, intoleransi, dan timbulnya
resistensi aspirin.
2. Klopidogrel
Klopidogrel merupakan derivat thienopyridine, sama-sama bersifat anti platelet seperti
aspirin, dengan cara menghambat agregasi trombosit yang dimediasi oleh reseptor ADP
yang terdapat pada permukaan platelet dan bekerja sinergistik dengan aspirin. Namun
klopidogrel lebih diindikasikan pada penderita dengan resistensi aspirin atau intoleransi
terhadap aspirin. Klopidogrel (75 mg) harus diberikan secara kombinasi dengan aspirin 75-325
mg paling tidak 8-12 bulan pada penderita SKA terutama apabila mengalami PCI,
termasuk pada STEMI akut yang disertai terapi reperfusi atau pada SKA non STEMI.
Efek samping perdarahan saluran cerna dan kelainan kulit, hampir sama dengan aspirin.
3. Antikoagulan (Warfarin)
Warfarin (coumadin, coumarin panwarfin) merupakan antikoagulan oral yang paling
banyak dipakai karena dapat dipakai sebagai dosis tunggal dan memberikan hasil
antikoagulan yang stabil karena absorbsi oral yang sangat baik, dan waktu paruh dalam
sirkulasi yang panjang sekitar 37 jam. Efek samping warfarin sangat sedikit, namun
banyak interaksi dengan obat-obatan lain. Warfarin dosis tinggi sebenarnya lebih efektif
dari aspirin, namun efek samping perdarahan lebih besar. Warfarin dosis rendah hampir
sama dengan aspirin dalam hal efektivitasnya dan efek sampingnya.
b. Kontrol Tekanan Darah
c. Diet dan Kontrol Berat Badan
d. Aktivitas Fisik
e. Nonsteroida Anti Inflamatory Drugs (NSAIDs)
Kadang pasien memerlukan terapi untuk keluhan chronic muskuloskeletal discomfort
harus memakai stepped care approach dalam memberikan terapi. Untuk anti nyeri harus
dimulai dengan acetaminophen, narkotika dosis kecil atau non acetylated salicylates.
Dapat juga diterima pemakaian non selektif NSAIDs seperti Naproksen apabila dengan
obat-obat tadi tidak bermanfaat.Apabila dengan langkah-langkah tersebut tidak berhasil,
maka boleh diberikan NSAID with increasing degrees of relative Cox 2 selectivity,
namun dengan dosis efektif terendah dan lama pemberian sesingkat mungkin. NSAIDs
dengan peningkatan derajat selektivitas COX2 relatif, tidak boleh diberikan apabila
dengan acetaminophen, narkotika dosis rendah, non acetylated salicylates atau non
selected NSAID, masih responsif. Selective Cox 2 inhibitor dan non selective NSAID
yang lain dapat meningkatkan risiko kardiovaskular. Dosis berhubungan dengan risiko
kematian, dan tidak dipengaruhi dosis untuk risiko infark dari semua jenis obatnya.
Daftar Pustaka
1. Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B,
Setiani S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006 :
hal. 1615-25.
2.
Irmalita. Infark Miokard. dalam : Ruantono LI, Baraas F, Karo karo S, Roebianto PS.
Buku ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ; 1996 : hal. 173-81.
3.
Harun S. Infark Miokard Akut. dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B, Setiani S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2000 : Hal: 1090-1108.
4.
Chen ZM, Pan HC, Chen YP, et al. Early intravenous then oral metoprolol in 45,852
patients with acute myocardial infarction: randomised placebo-controlled trial. Lancet.
Nov 5 2005;366(9497):1622-32.
7. Rilantono LI, Baraas F, Karo SK, et al. Buku Ajar Kardiologi; Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia,2004,hal 173-181.
8.
spasmus
arteri
koroner
dan
anemi
berat.
(Ely
et
al.,
1998).
Sewaktu
beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila
kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka artei koroner berdilatasi dan megalirkan
lebih banyak darah dan oksigen keotot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami
kekauan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon
terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah)
miokardium. Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat Oksid0
yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini
dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang memperberat
penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini
belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan
lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan
berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan
energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium
dan menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai
oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi.
Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan dihilangkannya penimbunan asam laktat,
maka nyeri angina pektoris akan mereda. (Arum, 2013).