Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

CHEST PAIN INTRA DIALYSIS


Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Medikal
Di Ruang Hemodialisa RSU Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :
Kelompok 14
Program Profesi PSIK Reguler A
Dewi Farida Vivtyasari
115070207111005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

1.

DEFINISI
Hemodialisis adalah dialysis yang dilakukan di luar tubuh. Darah dikeluarkan
dari tubuh, melalui sebuah kateter arteri, masuk kedalam sebuah mesin besar.
Didalam mesin tersebut terdapat dua ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran
semipermiable. Darah dimasukkan ke salah satu ruang, sedangkan ruang yang lain
diisi oleh cairan pen-dialisis atau dilisat yang dipisahkan oleh membrane
semipermiabel, dan diantara keduanya akan terjadi difusi. Darah dikembalikan ke
tubuh melalui sebuah pirau vena (Corwin, 2009). Hemodialysis adalah terapi
pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis, dan gagal ginjal
terminal melalui mesin. Hemodialysis termasuk jenis membran dialysis selain
cangkok ginjal. Kelebihan dengan hemodialysis adalah pasien hanya datang ke
rumah sakit minimal 2 kali perminggu sedangkan cangkok ginjal hanya dapat
digantikan dengan ginjal asli yang diberikan oleh donor ginjal. (Rizal, 2011).
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tingkat tinggi sebagai terapi
pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin,
asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane semi permeable sebagai pemisah
darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis
dan ultra filtrasi. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
hemodialisa adalah suatu terapi pengganti ginjal yang menggunakan mesin ginjal
buatan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dalam tubuh.

2. PRINSIP DASAR HEMODIALISIS


Menurut Smeltzer & Bare, 2002 ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis,
yaitu:
a. Difusi
Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan
cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat ke
konsentrasi yang lebih rendah.
b. Osmosis
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan;
dengan kata lain, air bergerak dari daerah tekanan yang lebih tinggi (tubuh
pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat).
c.

Ultrafiltrasi
Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negative yang
dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialysis. Tekanan negative diterapkan
pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada membran dan memfasilitasi
pengeluaran air.

3. TUJUAN HEMODIALISA

Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :


a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam
urat.
b. Membuang kelebihan air.
c.

Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.

d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.


e. Memperbaiki status kesehatan penderita.

4.

PROSES HEMODIALISA
Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah dipompa dari tubuh masuk
ke dalam mesin dialysis lalu dibersihkan pada dialyzer (ginjal buatan), lalu darah
pasien yang sudah bersih dipompakan kembali ke tubuh pasien. Mesin dialysis yang
paling baru telah dilengkapi oleh sistem komputerisasi dan secara terus menerus
memonitor array safty-critical parameter, mencangkup laju alir darah dan dialysate,
tekanan darah, tingkat detak jantung, daya konduksi, pH dan lain-lain. Bila ada yang
tidak normal, alarm akan berbunyi. Dalam hemodialysis memerlukan akses vascular
(pembuluh darah) hemodialysis (AVH) yang cukup baik agar dapat diperoleh aliran
darah yang cukup besar, yaitu diperlukan kecepatan darah sebesar 200 300
ml/menit secara kontinu selama hemodialysis 4 5 jam.
AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di leher
atau paha yang bersifat temporer. Untuk yang permanen dibuat hubungan antara
arteri dan vena, biasanya di lengan bawah disebut arteriovenous fistula, lebih
populer bila disebut (brescia) cimino fistula. Kemudian darah dari tubuh pasien
masuk ke dalam sirkulasi darah mesin hemodialysis yang terdiri dari selang
inlet/arterial (ke mesin) dan selang outlet/venous (dari mesin ke tubuh), kedua
ujungnya disambung ke jarum dan kanula yang ditusuk ke pembuluh darah pasien.
Darah setelah melalui selang inlet masuk ke dialisar. Jumlah darah yang menempati
sirkulasi darah di mesin berkisar 200 ml. Dalam dialiser darah dibersihkan, sampahsampah secara kontinu menembus membran dan menyeberang ke kompartemen
dialisat, di pihak lain cairan dialisat mengalir dalam mesin hemodialysis dengan
kecepatan 500 ml/menit masuk ke dalam dialiser pada kompartemen dialisat. Cairan
dialisat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama elektrolit dan glukosa,
cairan ini dipompa masuk ke mesin sambil dicampur dengan air bersih yang telah
mengalami proses pembersihan yang rumit (water treatment). Selama proses
hemodialysis, darah pasien diberi heparin agar tidak membeku bila berada di luar
tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin.
Prinsip hemodialysis sama seperti metode dialysis. Melibatkan difusi zat
terlarut ke sembarang suatu selaput semi permeable. Prinsip pemisahan

menggunakan membran ini terjadi pada dialyzer. Darah yang mengandung sisa-sisa
metabolisme dengan konsentrasi yang tinggi dilewatkan pada membran semi
permeabel yang terdapat dalam dialyzer, dimana dalam dialyzer tersebut dialirkan
dialysate dengan arah yang berlawanan (counter current).
Driving force yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi zat yang terlarut
berupa racun seperti partikel-parttikel kecil, seperti urea, kalium, asam urea, fosfat
dan kelebihan khlorida pada darah dan dialysate. Semakin besar konsentrasi racun
tersebut di dalam darah dan dialisat maka proses difusi semakin cepat. Berlawanan
dengan peritoneal dialysis, dimana pengangkutan adalah antar kompartemen cairan
yang

statis,

hemodialysis

bersandar

pada

pengangkutan

konvektif

dan

menggunakan konter mengalir, dimana bila dialysate mengalir ke dalam berlawanan


arah dengan mengalir axtracorporeal sirkuit. Metode ini dapat meningkatkan
efektivitas dialysis.
Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah disterilkan,
urea dan sisa metabolisme lainnya, seperti kalium dan fosfat, berdifusi ke dalam
dialysate. Selain itu untuk memisahkan yang terlarut dalam darah digunakan prinsip
ultrafiltrasi. Driving force yang digunakan pada ultrafiltrasi ini adalah perbedaan
tekanan hidrostatik antara darah dan dialyzer. Tekanan darah yang lebih tinggi dari
dialyzer memaksa air melewati membran. Jika tekanan dari dialyzer diturunkan
maka kecepatan ultrafiltrasi air dan darah akan meningkat.
Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah yang bersih
setelah dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan pada mesin
hemodialysis modern, sehingga keefektifannya dalam menggantikan peran ginjal
sangat tinggi. (Rizal, 2011).
5. ALASAN DILAKUKAN HEMODIALISA
Hemodialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:
a. Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)
b. Perikarditis (peradangan kantong jantung)
c.

Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon


terhadap pengobatan

d. Gagal jantung
e. Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)
6. FREKUENSI HEMODIALISA
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian
besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/Minggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika :

a. Penderita kembali menjalani hidup normal


b. Penderita kembali menjalani diet yang normal
c.

Jumlah sel darah merah sulit di toleransi

d. Tekanan darah normal


e. Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis
atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan
ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau
beberapa Minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.

7. KOMPLIKASI HEMODIALISA
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialysate natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradient osmotic diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradient osmotic ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan edema serebri. Sindrom ini tidak lazim dan
biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.

f.

Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan.

g. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemi. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
h. Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
i.

sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.


Nyeri dada
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin
akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga
akan meningkat. Gangguan klirens renal adalah masalah muncul pada gagal
ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan
oleh ginjal). Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal yang mengakibatkan terjadinya retensi cairan
dan natrium. Ginjal tidak mampu membuang limbah sehingga hasil metabolisme
dan zat toksik kembali ke peredaran darah dan produksi substansi tertimbun
dalam darah dan mengakibatkan sindrom uremik. Terjadi penahanan cairan dan
natrium dapat meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif
dan hipertensi.
Dilakukan dialysis untuk menggantikan fungsi ginjal dalam menetralisir
elektrolit dan cairan dalam tubuh. Penggunaan larutan dialisat asetat sebagai
dialisat standart untuk mengoreksi asidosis uremikum yang dan untuk
mengimbangi kehilangan bikarbonat secara difusi selama HD. Salah satu
komplikasi yang ditimbulkan dar proses hemodialisa adalah munculnya nyeri
dada

akibat

adanya

ultrafiltrasi yang cepat

dan

volume

tinggi

dapat

menyebabkan penarikan cairan yang berlebihan dan cepat ke dalam dialiser


sehingga menyebabkan penurunan volume cairan, penurunan PCO 2, elektrolit
dalam tubuh yang bersama dengan terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh dapat
mengakibatkan hipovolemik dan dapat terjadi nyeri dada pada psien dengan
CKD.

8. PERAN PERAWAT

Perawat memiliki peran penting dalam pelaksanaan hemodialisis. Perawat dapat


berperan sebagai pemberi pelayanan, peneliti, dan pendidik.
a. Peran Perawat Pre Dialysis
Perawat berperan dalam melakukan persiapan pasien dan alat dialisa. Pasien
diberikan informed consent dan dilakukan pengkajian pasien predialysis, perawat
harus mempersiapkan mesin hemodialisa, dan mempersiapkan lingkungan.
1) Pengkajian Pasien Predialysis
a) Berat badan, tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan.
b) Kepatenan akses vaskuler
c) Pengkajian status cairan pasien, meliputi :

Riwayat pasien : sesak pada saat istirahat atau beraktivitas,


peningkatan konsumsi garam, nafsu makan terakhir, sakit kepala,
diagnosa medis, riwayat dialysis sebelumnya, urine output, asupan
cairan yang diperkenankan, dan haluaran urine hari sebelumnya.

Tanda dan gejala klinis : edema (pada ekstermitas, periorbital),


sesak pada saat istirahat atau beristirahat, hipertensi pada saat
duduk, berdiri, dan berbaring, hipotensi, peningkatan berat badan
sejak dialysis sebelumnya, distensi JVP, peningkatan CVP, dan
suara crackles pada auskultasi paru.

Prosedur diagnostik : pemeriksaan X-ray dada, serum albumin,


Hb, dan serum sodium.

d) Status mental
2) Persiapan alat HD
Perawat berperan dalam mempersiapkan dialisat, dialiser dan bloodlines,
melakukan priming dan recirculation, serta melakukan predialysis safety cek
yaitu dengan memastikan alarm pada mesin hemodialisis dapat berfungsi
dengan baik.
3) Persiapan lingkungan
Pasien menjalani hemodialisis selama 3-4 jam dalam satu kali dialysis.
Oleh karena itu lingkungan harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya
sehingga

pasien

merasa

nyaman

dan

aman

selama

pelaksanaan

hemodialisis. Peran perawat disini yaitu menyiapkan lingkungan yang


nyaman bagi pasien seperti bed yang bersih dan rapi serta memastikan
pelindung tempat tidur berfungsi dengan baik, menyiapakan sarana mengisi
waktu selama dialysis seperti televisi, bacaan.

b. Peran Perawat Intradialysis

Selama pelaksanaan hemodialisis perawat harus memonitor sirkuit


extracorporeal dan pasien untuk memastikan tidak adanya sumbatan pada aliran
darah, tidak tampak adanya gelembung udara, dan seluruh sambungan sirkuit
aman.
Perawat juga harus memantau keadaan umum pasien, tanda-tanda vital
(tekanan darah, nadi, suhu, dan kecepatan pernapasan), venous pressure,
arterial pressure, cairan yang diekskresikan, UF rate, dan dosis heparin atau
medikasi yang diberikan. Pada intradialysis, peran terpenting perawat yaitu
penanganan komplikasi akut yang sering terjadi misalnya hipotensi, hipertensi,
mual dan muntah, sakit kepala, kejang, kram, demam disertai menggigil, nyeri
dada, dan gatal-gatal. Peran perawat dalam mengatasi komplikasi intra HD,
perawat melakukan kolaborasi dengan tim dokter yang bertanggung jawab di
ruangan tersebut. Penanganan komplikasi intra HD antara lain pengaturan Qb,
pemberian oksigen, pemberian medikasi, dan pemantauan cairan dialisat. Saat
terjadi komplikasi, perawat tetap memberikan dukungan kepada pasien untuk
melanjutkan HD. Dukungan yang diberikan perawat yaitu dengan menjelaskan
penyebab terjadinya komplikasi dan tindakan

yang dilakukan tim untuk

mengurangi komplikasi.
Sebelum meninggalkan pasien, perawat harus yakin bahwa arterial dan
venous line aman, pasien merasa nyaman, pasien telah diobservasi ulang dan
dalam kondisi stabil, kadar gula darah pada pasien diabetes telah dicek, mesin
hemodialisis diatur pada dialysis mode dan bebas dari alarm, antikoagulasi telah
diberikan, 500 cc Normal Saline telah disiapkan pada sirkuit untuk keadaan
emergency.
Perawat juga harus melaksanakan universal precaution dan tindakan
asepsis baik bagi staff perawat maupun pasien. Setiap pelaksanaan prosedur
klinis, perawat harus mencuci tangan, menggunakan handschoon dan apron,
menggunakan pelindung wajah pada kondisi yang berisiko terjadinya percikan
darah atau bahan kimia, serta tersedianya substansi bakteriostatik jika terjadi
paparan darah.
c. Peran Perawat Post Dialysis
Perawat harus mengobservasi kembali tekanan darah, berat badan post
dialysis, status cairan, dan status mental, observasi pada luka penusukan (ada
tidaknya hematom, edema, maupun perdarahan), untuk mencegah hal ini
perawat dapat menganjurkan untuk melakukan penekanan pada luka tusukan.
Perawat juga melakukan monitoring hasil laboratorium kimia darah seperti ureum
kreatinin

yang

hasilnya

dapat

digunakan

untuk

menentukan

frekuensi

hemodialisa selanjutnya. Perawat juga harus memberikan informasi mengenai

diet, intake cairan, dan pencapaian berat badan yang ideal selama pasien di
rumah sebelum menjalani terapi HD berikutnya. Perawat bekerja sama dengan
dokter dalam menghitung pencapaian adekuasi HD yang telah terlaksana agar
dapat menghitung dosis HD untuk terapi selanjutnya. Perawat harus melakukan
disinfeksi pada mesin HD dan dialiser (jika menggunakan reuse dialiser).

9. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia
muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
b. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau
(ureum), gatal pada kulit.
c. Riwayat penyakit
1) Sekarang
Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
2) Dahulu
Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi,

penggunaan

obat-obat

nefrotoksik,

Benign

Prostatic

Hyperplasia, prostatektomi.
3) Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
d. Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan
dalam (Kussmaul), dyspnea.
e. Pemeriksaan Fisik :
1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala:
Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa
sputum, kental dan banyak.
Tanda:
Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan /
tanpa sputum.
2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)

Gejala:
Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan
sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda
Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak
tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction
rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan
perdarahan.
3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai
koma.
4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Gejala:
Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari),
warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria
(gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda:
Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria.
5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva
dan Diare
6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat
malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda:
Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi
keterbatasan gerak sendi.
f.

Pola aktivitas sehari-hari


1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan
tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya
penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.

2) Pola nutrisi dan metabolisme


Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut,
intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat
mempengaruhi status kesehatan klien. Peningkatan berat badan cepat
(oedema) penurunan berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati,
mual muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan diuretic, Gangguan
status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
3) Pola Eliminasi
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning
tua dan pekat, tidak dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria,
anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi,
Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria.
4) Pola tidur dan Istirahat
Gelisah, cemas, gangguan tidur.
5) Pola Aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan
klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal,
Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
6) Pola hubungan dan peran
Kesulitan

menentukan

kondisi.

(tidak

mampu

bekerja,

mempertahankan fungsi peran).


7) Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami
neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya
trauma. Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien
mengalami disorientasi/ tidak.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya

perubahan

fungsi

dan

struktur

tubuh

akan

menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.


Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem).

9) Pola seksual dan reproduksi


Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme. Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
10) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain lain,
dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif / adaptif. Faktor stress, perasaan tak berdaya,
tak ada harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas, takut, marah,
mudah terangsang, perubahan kepribadian.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam
melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan
yang muncul pada pasien CKD adalah:
a. Pre HD:
1) Penurunan curah jantung
2) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3) Gangguan perfusi jaringan
4) Kurang pengetahuan tentang tindakan medis
b. Intra HD
1) Perubahan nutrisi
2) Perubahan pola nafas
c.

Post HD
1) Intoleransi aktivitas

3. Intervensi Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
1) Tujuan:
Penurunan

curah

jantung

tidak

terjadi

dengan

kriteria

hasil

mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan

frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler
2) Intervensi:

Auskultasi bunyi jantung dan paru


R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur

Kaji adanya hipertensi


R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteronrenin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)

Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala


0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri

Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas


R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema


sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
1) Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan
output
2) Intervensi:

Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan


masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital. Batasi
masukan cairan

R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan


respon terhadap terapi

Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan

R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam


pembatasan cairan

Anjurkan pasien/ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan


terutama pemasukan dan haluaran.
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output.

c.

Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,


mual, muntah
1) Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria
hasil: menunjukkan BB stabil.
2) Intervensi:

Awasi konsumsi makanan/cairan


R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

Perhatikan adanya mual dan muntah

R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat


mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi

Berikan makanan sedikit tapi sering


R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan.

Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan.


R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial.

Berikan perawatan mulut sering


R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai
dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:


kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
1) Tujuan: Pola nafas kembali normal/stabil
2) Intervensi:

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles


R: Menyatakan adanya pengumpulan secret

Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam


R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2

Atur posisi senyaman mungkin


R: Mencegah terjadinya sesak nafas

Batasi untuk beraktivitas


R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis.


1) Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :

Mempertahankan kulit utuh

Menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit

2) Intervensi:

Inspeksi

kulit

terhadap

perubahan

warna,

turgor,

vaskuler,

perhatikan kadanya kemerahan


R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi.

Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa


R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan

Inspeksi area tergantung terhadap udem


R: Jaringan udem lebih cenderung rusak/robek

Ubah posisi sesering mungkin


R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk
untuk menurunkan iskemia

Berikan perawatan kulit


R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit

Pertahankan linen kering


R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit

Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk


memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera

Anjurkan memakai pakaian katun longgar


R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi
lembab pada kulit

f.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak


adekuat, keletihan
1) Tujuan : dapat menoleransi aktivitas & melakukan ADL dgn baik dengan
criteria Kriteria Hasil:

Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dgn TD, HR, RR yang sesuai

Warna kulit normal,hangat & kering

Memverbalisasikan pentingnya aktivitas secara bertahap

Mengekspresikan pengertian pentingnya keseimbangan latihan &


istirahat

Meningkatkan toleransi aktivitas

2) Intervensi

Tentukan

penyebab

intoleransi

aktivitas

&

tentukan

apakah

penyebab dari fisik, psikis/motivasi

Kaji kesesuaian aktivitas & istirahat klien sehari-hari

Tingkatkan aktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi


dapat perubahan posisi, berpindah & perawatan diri

Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor gejala


intoleransi aktivitas

Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi seperti


mual, pucat, pusing, gangguan kesadaran & tanda vital

Lakukan latihan ROM jika klien tidak dapat menoleransi aktivitas

g. Kurang pengetahuan tentang

kondisi, prognosis dan tindakan medis

(hemodialisa) berhubungan salah interpretasi informasi.

1) Pengetahuan klien/keluarga meningkat dengan kriteria hasil : Pasien


mampu:

Menjelaskan kembali penjelasan yang diberikan

Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas

Klien / keluarga kooperatif saat dilakukan tindakan

2) Intervensi

Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya

Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi


kemungkinan penyebab.

Jelaskan kondisi klien

Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan

Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan


untuk mencegah komplikasi

Diskusikan tentang terapi dan pilihannya

Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung

Instruksikan kapan harus ke pelayanan

Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur


perawatan dan pengobatan

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.1999.Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2.
EGC: Jakarta.
Price , S.A.S. Wilson, L. M. 1995. Patofisiologi Konsep klinis dan Proses-proses Penyakit.
EGC; Jakarta.
Suparman, 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.
SMF UPF Bedah. 1994. Pedoman Diagnosa & Terapi. Surabaya.
Gyton, A,C. & Hall, J.E.1997. Buku Ajar: Patofisiologi Kedokteran, Edisi 9. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai