Oleh :
Kelompok 14
Program Profesi PSIK Reguler A
Dewi Farida Vivtyasari
115070207111005
1.
DEFINISI
Hemodialisis adalah dialysis yang dilakukan di luar tubuh. Darah dikeluarkan
dari tubuh, melalui sebuah kateter arteri, masuk kedalam sebuah mesin besar.
Didalam mesin tersebut terdapat dua ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran
semipermiable. Darah dimasukkan ke salah satu ruang, sedangkan ruang yang lain
diisi oleh cairan pen-dialisis atau dilisat yang dipisahkan oleh membrane
semipermiabel, dan diantara keduanya akan terjadi difusi. Darah dikembalikan ke
tubuh melalui sebuah pirau vena (Corwin, 2009). Hemodialysis adalah terapi
pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis, dan gagal ginjal
terminal melalui mesin. Hemodialysis termasuk jenis membran dialysis selain
cangkok ginjal. Kelebihan dengan hemodialysis adalah pasien hanya datang ke
rumah sakit minimal 2 kali perminggu sedangkan cangkok ginjal hanya dapat
digantikan dengan ginjal asli yang diberikan oleh donor ginjal. (Rizal, 2011).
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tingkat tinggi sebagai terapi
pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin,
asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane semi permeable sebagai pemisah
darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis
dan ultra filtrasi. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
hemodialisa adalah suatu terapi pengganti ginjal yang menggunakan mesin ginjal
buatan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dalam tubuh.
Ultrafiltrasi
Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negative yang
dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialysis. Tekanan negative diterapkan
pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada membran dan memfasilitasi
pengeluaran air.
3. TUJUAN HEMODIALISA
4.
PROSES HEMODIALISA
Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah dipompa dari tubuh masuk
ke dalam mesin dialysis lalu dibersihkan pada dialyzer (ginjal buatan), lalu darah
pasien yang sudah bersih dipompakan kembali ke tubuh pasien. Mesin dialysis yang
paling baru telah dilengkapi oleh sistem komputerisasi dan secara terus menerus
memonitor array safty-critical parameter, mencangkup laju alir darah dan dialysate,
tekanan darah, tingkat detak jantung, daya konduksi, pH dan lain-lain. Bila ada yang
tidak normal, alarm akan berbunyi. Dalam hemodialysis memerlukan akses vascular
(pembuluh darah) hemodialysis (AVH) yang cukup baik agar dapat diperoleh aliran
darah yang cukup besar, yaitu diperlukan kecepatan darah sebesar 200 300
ml/menit secara kontinu selama hemodialysis 4 5 jam.
AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di leher
atau paha yang bersifat temporer. Untuk yang permanen dibuat hubungan antara
arteri dan vena, biasanya di lengan bawah disebut arteriovenous fistula, lebih
populer bila disebut (brescia) cimino fistula. Kemudian darah dari tubuh pasien
masuk ke dalam sirkulasi darah mesin hemodialysis yang terdiri dari selang
inlet/arterial (ke mesin) dan selang outlet/venous (dari mesin ke tubuh), kedua
ujungnya disambung ke jarum dan kanula yang ditusuk ke pembuluh darah pasien.
Darah setelah melalui selang inlet masuk ke dialisar. Jumlah darah yang menempati
sirkulasi darah di mesin berkisar 200 ml. Dalam dialiser darah dibersihkan, sampahsampah secara kontinu menembus membran dan menyeberang ke kompartemen
dialisat, di pihak lain cairan dialisat mengalir dalam mesin hemodialysis dengan
kecepatan 500 ml/menit masuk ke dalam dialiser pada kompartemen dialisat. Cairan
dialisat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama elektrolit dan glukosa,
cairan ini dipompa masuk ke mesin sambil dicampur dengan air bersih yang telah
mengalami proses pembersihan yang rumit (water treatment). Selama proses
hemodialysis, darah pasien diberi heparin agar tidak membeku bila berada di luar
tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin.
Prinsip hemodialysis sama seperti metode dialysis. Melibatkan difusi zat
terlarut ke sembarang suatu selaput semi permeable. Prinsip pemisahan
menggunakan membran ini terjadi pada dialyzer. Darah yang mengandung sisa-sisa
metabolisme dengan konsentrasi yang tinggi dilewatkan pada membran semi
permeabel yang terdapat dalam dialyzer, dimana dalam dialyzer tersebut dialirkan
dialysate dengan arah yang berlawanan (counter current).
Driving force yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi zat yang terlarut
berupa racun seperti partikel-parttikel kecil, seperti urea, kalium, asam urea, fosfat
dan kelebihan khlorida pada darah dan dialysate. Semakin besar konsentrasi racun
tersebut di dalam darah dan dialisat maka proses difusi semakin cepat. Berlawanan
dengan peritoneal dialysis, dimana pengangkutan adalah antar kompartemen cairan
yang
statis,
hemodialysis
bersandar
pada
pengangkutan
konvektif
dan
d. Gagal jantung
e. Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)
6. FREKUENSI HEMODIALISA
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian
besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/Minggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika :
7. KOMPLIKASI HEMODIALISA
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialysate natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradient osmotic diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradient osmotic ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan edema serebri. Sindrom ini tidak lazim dan
biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f.
Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan.
g. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemi. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
h. Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
i.
akibat
adanya
dan
volume
tinggi
dapat
8. PERAN PERAWAT
d) Status mental
2) Persiapan alat HD
Perawat berperan dalam mempersiapkan dialisat, dialiser dan bloodlines,
melakukan priming dan recirculation, serta melakukan predialysis safety cek
yaitu dengan memastikan alarm pada mesin hemodialisis dapat berfungsi
dengan baik.
3) Persiapan lingkungan
Pasien menjalani hemodialisis selama 3-4 jam dalam satu kali dialysis.
Oleh karena itu lingkungan harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya
sehingga
pasien
merasa
nyaman
dan
aman
selama
pelaksanaan
mengurangi komplikasi.
Sebelum meninggalkan pasien, perawat harus yakin bahwa arterial dan
venous line aman, pasien merasa nyaman, pasien telah diobservasi ulang dan
dalam kondisi stabil, kadar gula darah pada pasien diabetes telah dicek, mesin
hemodialisis diatur pada dialysis mode dan bebas dari alarm, antikoagulasi telah
diberikan, 500 cc Normal Saline telah disiapkan pada sirkuit untuk keadaan
emergency.
Perawat juga harus melaksanakan universal precaution dan tindakan
asepsis baik bagi staff perawat maupun pasien. Setiap pelaksanaan prosedur
klinis, perawat harus mencuci tangan, menggunakan handschoon dan apron,
menggunakan pelindung wajah pada kondisi yang berisiko terjadinya percikan
darah atau bahan kimia, serta tersedianya substansi bakteriostatik jika terjadi
paparan darah.
c. Peran Perawat Post Dialysis
Perawat harus mengobservasi kembali tekanan darah, berat badan post
dialysis, status cairan, dan status mental, observasi pada luka penusukan (ada
tidaknya hematom, edema, maupun perdarahan), untuk mencegah hal ini
perawat dapat menganjurkan untuk melakukan penekanan pada luka tusukan.
Perawat juga melakukan monitoring hasil laboratorium kimia darah seperti ureum
kreatinin
yang
hasilnya
dapat
digunakan
untuk
menentukan
frekuensi
diet, intake cairan, dan pencapaian berat badan yang ideal selama pasien di
rumah sebelum menjalani terapi HD berikutnya. Perawat bekerja sama dengan
dokter dalam menghitung pencapaian adekuasi HD yang telah terlaksana agar
dapat menghitung dosis HD untuk terapi selanjutnya. Perawat harus melakukan
disinfeksi pada mesin HD dan dialiser (jika menggunakan reuse dialiser).
penggunaan
obat-obat
nefrotoksik,
Benign
Prostatic
Hyperplasia, prostatektomi.
3) Keluarga
Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
d. Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan
dalam (Kussmaul), dyspnea.
e. Pemeriksaan Fisik :
1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala:
Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa
sputum, kental dan banyak.
Tanda:
Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan /
tanpa sputum.
2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala:
Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan
sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda
Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak
tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction
rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan
perdarahan.
3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai
koma.
4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Gejala:
Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari),
warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria
(gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda:
Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau
anuria.
5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva
dan Diare
6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat
malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda:
Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi
keterbatasan gerak sendi.
f.
menentukan
kondisi.
(tidak
mampu
bekerja,
perubahan
fungsi
dan
struktur
tubuh
akan
Post HD
1) Intoleransi aktivitas
3. Intervensi Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
1) Tujuan:
Penurunan
curah
jantung
tidak
terjadi
dengan
kriteria
hasil
frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler
2) Intervensi:
c.
2) Intervensi:
Inspeksi
kulit
terhadap
perubahan
warna,
turgor,
vaskuler,
f.
2) Intervensi
Tentukan
penyebab
intoleransi
aktivitas
&
tentukan
apakah
2) Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.1999.Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2.
EGC: Jakarta.
Price , S.A.S. Wilson, L. M. 1995. Patofisiologi Konsep klinis dan Proses-proses Penyakit.
EGC; Jakarta.
Suparman, 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.
SMF UPF Bedah. 1994. Pedoman Diagnosa & Terapi. Surabaya.
Gyton, A,C. & Hall, J.E.1997. Buku Ajar: Patofisiologi Kedokteran, Edisi 9. EGC: Jakarta.