Latar Belakang
Tubuh hewan secara morfologi terdiri atas unit sel, dan masing-masing sel
dengan mengadakan kesatuan dengan adanya substansi antar sel. Di dalam
tubuh hewan sel-sel ini terdapat dalam kelompok yang secara struktural dan
fungsional berbeda dengan kelompok sel yang lain. Kelompok-kelompok sel-sel
tersebut dikenal dengan jaringan (Sumardi, 2002). Preparat awetan jaringan
hewan adalah salah satu media pembelajaran Biologi yang sangat efektif.
Dengan latar belakang seperti di atas, maka diharapkan kita dapat mengamati
dan melihat preparat dengan menggunakan metode paraffin dengan pewarnaan
tunggal (Anonim, 2004).
Metode parafin termasuk metode irisan yang merupakan metode rutin atau
standar. Metode ini sekarang banyak digunakan, karena hampir semua macam
jaringan dapat dipotong dengan baik bila menggunakan metode ini. Kebaikankebaikan metode ini ialah irisan dapat jauh lebih tipis daripada menggunakan
metode beku atau metode seloidin. Dengan menggunakan metode beku, tebal
irisan rata-rata di atas 10 mikron, tetapi dengan metode parafin tebal irisan
dapat mencapati rata-rata 6 mikron. Irisan-irisan yang bersifat seri dapat
dikerjakan dengan mudah, bila menggunakan metode ini. Prosesnya jauh lebih
cepat dibandingkan metode seloidin. Kejelekannya ialah jaringan menjadi keras,
mengerut dan mudah patah. Jaringan-jaringan yang besar tidak dapat
dikerjakan, bila menggunakan metode ini. Sebagian besar enzim-enzim akan
larut dengan metode ini.
Urutan kerja pembuatan sediaan irisan dengan metode paraffin sebagai berikut:
fiksasi: pencucian (washing); dehidrasi; penjernihan (clearing); infiltrasi parafin;
penanaman (embedding); penyayatan (section); penempelan (affiksing);
deparafinasi; pewarnaan (staining); penutupan (mounting). Setelah hewan
dibunuh, segera diambil organ-organ yang diperlukan untuk segera difiksasi.
Kalau diperlukan, sebelum difikasisi dicuci dulu dengan larutan garam fisiologis.
Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk membuat sediaan sayatan organ hewan.
HASIL
Table hasil pengamatan sediaan sayatan organ hewan
No
Nama organ
Tyroid tikus
Testis katak
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini adalah mempelajari cara penyiapan preparat dengan metode
sediaan sayatan menggunakan metode parafin. Metode ini merupakan metode
yang lazim digunakan dalam penyiapan spesimen histologi. Dengan metode ini
spesimen disayat setipis mungkin, diwarnai dan dijadikan spesimen yang dapat
bertahan lama. Metode ini meliputi sejumlah proses yang harus dilakukan, mulai
dari proses fiksasi, dehidrasi, infiltrasi, penanaman dalam parafin, penyiapan
parafin blok, penyayatan, pewarnaan dan penutupan specimen dengan kaca
penutup. (Gunarso 1986). Kelebihan metode ini adalah irisan dapat lebih tipis
daripada menggunakan metode lain. Misalnya dengan menggunakan metode
beku, tebal irisan rata-rata di atas 10 mikron, tetapi dengan metode parafin tebal
irisan dapat mencapati rata-rata 6 mikron. Irisan-irisan yang bersifat seri dapat
dikerjakan dengan mudah, bila menggunakan metode ini, selain itu prosesnya
jauh lebih cepat.
Langkah pertama dalam menyiapkan materi segar untuk pengamatan
mikroskopis adalah fiksasi. Fiksasi juga merupakan langkah awal yang penting
dalam membuat sediaan utuh maupun sediaan sayatan. Tujuan fiksasi adalah
menghentikan proses metabolisme secara cepat, mencegah kerusakan jaringan,
mengawetkan komponen-komponen sitologis dan histologis, mengawetkan
keadaan sebenarnya, mengeraskan materi-materi yang lembek sehingga akan
terjadi koagulasi protoplasma maupun elemen-elemen di dalam protoplasma,
jaringan dapat diwarnai sehingga bagian-bagian dari jaringan dapat mudah
dikenali. Secara ringkas fiksasi terdiri dari dua proses yang jelas, yaitu
mematikan dan menetapkan. (Gunarso 1986).
Suatu fiksatif dikatakan baik jika mempunyai kemampuan untuk mengendapkan
kromatin, mempunyai kemampuan untuk mematikan dengan segera,
mempunyai kemampuan untuk mangautolisis protein, mencegah terjadinya
dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri, dan dapat menciptakan keadaan pH
yang sesuai untuk jaringan yang telah difiksasi. (Gunarso 1986).
Formal saline merupakan cairan fiksatif yang umum digunakan, formulanya
mengandung formalin dan garam klorida, sedangkan larutan Bouine dalam
formulanya mengandung asm pikrat dan asam asetat yaitu jenis-jenis asam yang
direkomendasikan akan memberikan hasil yang memuaskan pada pewarnaan
yang dilakukan. (Gunarso 1986).
Larutan yang digunakan untuk fiksasi dalam praktikum ini adalah larutan Bouine
yang merupakan fiksatif standard. Komposisi larutan Bouine adalah larutan asam
pikrat jenuh 75cc, formalin komersial 20cc, asam asetat glacial 5cc. Asam asetat
sangat baik menembus jaringan dan berperan dalam diferensial optik, juga
sangat baik dalam memfiksasi inti. Namun asam asetat cenderung
menyebabkan jaringan membengkak, melarutkan atau merusak elemen-elemen
di sitoplasma. Formalin menyebabkan terjadinya perubahan struktur dari
molekul-molekul protein. Asam pikrat merupakan jenis asam organik yang
sangat efektif dalam meningkatkan jenis fiksatif. Sehingga jika ketiganya
dipadukan slam larutan Bouine didapat hasil yang baik dalam pewarnaan.
(Gunarso 1986). Setelah proses fiksasi, sampel direndam dalam alkohol 50 atau
70% dan diganti beberapa kali sebelum dilanjutkan pada tahap dehidrasi.
Proses berikutnya yaitu dehidrasi dengan etanol bertingkat, dehidrasi
dimaksudkan agar kandungan air dalam sel hilang sepenuhnya. kemudian
penjernihan dengan xilol. Pada tahap infiltrasi jaringan dimasukan dalam filtran,
yaitu paraffin dan xilol dengan perbandingan 1:1. Tahap selanjutnya yaitu
embeding. Paraffin dicetak dalam kotak yang terbuat dari kertas, kemudian
organ diletakan didalamnya dengan posisi yang sesuai agar didapat hasil yang
baik dalam penyayatan dengan mikrotom. Setelah disayat, spesimen diletakan
diatas gelas objek yang telah diberi perekat berupa albumin setelah itu gelas
objek dipanaskan. Tahap selanjutnya adalah pewarnaan. Pada proses pewarnaan
dilakukan deparafinasi dan rehidrasi. Rehidrasi dilakukan untuk mempersiapkan
keadaan spesimen untuk proses pewarnaan dengan hematoksilin-eosin yang
mengandung air. Kemudian dilakukan dehidrasi kembali untuk menghilangkan air
dari spesimen.
Pada praktikum ini kami melakukan pewarnaan pada preparat yang telah
disiapkan dan telah melewati proses penyiapan preparat dengan metode sediaan
sayatan, preparat yang diamati yaitu preparat tyroid tikus dan testis katak. Pada
tyroid tikus terlihat selnya berwarna merah dan berbentuk bulat, sedangkan
testis katak berwarna merah keunguan dan berbentuk bulat.
Katak jantan memiliki sepasang testis yang berbentuk oval dan berwarna putih
kekuning-kuningan. Testis berfungsi sebagai tempat pembentukan sel sperma.
Sperma yang dihasilkan testis akan keluar menuju ginjal melalui saluran tempat
bertemunya saluran kencing dan kelamin. Selanjutnya, sperma tersebut menuju
kloaka. Kloaka merupakan tempat bertemunya tiga saluran , yaitu saluran
kelamin, saluran kencing dan saluran pencernaan (Arisworo 2000).
KESIMPULAN
Metode sediaan sayatan merupakan metode yang lazim dan banyak digunakan
dalam penyiapan preparat histologi. Dengan metode ini spesimen disayat setipis
mungkin, diwarnai dan dijadikan spesimen yang dapat bertahan lama atau
preparat awetan. Metode ini meliputi sejumlah proses diantaranya fiksasi,
dehidrasi, infiltrasi, penanaman dalam parafin, penyiapan parafin blok,
penyayatan, pewarnaan dan penutupan specimen dengan kaca penutup. Proses
fiksasi merupakan tahap yang penting, larutan fiksasi yang digunakn yaitu
bouine. Setiap tahap dalam metode ini memiliki fungsinya masing-masing
sehingga pada akhirnya dihasilkan preparat awetan yang baik untuk diamati dan
dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009 .http://akuakulturunhas.com/2009/04/metode-parafin-untukhistologi.html. [10 September 2009]
Anonim. 2009. http://monocotil.com/2009/07/preparat-melintang-denganmetode.html. [10 September 2009]
Arisworo D dan yusa. 2000. General Zoologi. Jakarta: PT grafindo media pratama
Gunarso W. 1986. Pengaruh Dua Jenis Cairan Fiksatif yang Berbeda pada
Pembuatan Preparat dari Jaringan Hewan Dalam Metoda Mikroteknik Parafin.
Bogor: IPB Press