Anda di halaman 1dari 36

9

TINJAUAN PUSTAKA
Pengawasan Mutu
Mutu adalah kesesuaian serangkaian karakteristik produk atau jasa dengan
standar yang ditetapkan perusahaan berdasarkan syarat, kebutuhan dan
keinginan konsumen. Segala aspek termasuk pengertian dan pemahaman terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan mutu sangat penting untuk dimiliki oleh
perusahaan, baik untuk kepentingan internal maupun eksternal. Dengan persepsi
yang sama mengenai mutu maka tujuan dan cita-cita mutu perusahaan dapat
dicapai dengan lebih cepat dan efisien (Muhandri dan Kadarisman, 2006).
Pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa
proses yang terjadi akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Kegiatan pengawasan mutu adalah mengevaluasi kinerja nyata proses
dan membandingkan kinerja nyata proses dengan tujuan. Hal tersebut meliputi
semua kegiatan dalam rangka pengawasan rutin mulai dari bahan baku, proses
produksi hingga produk akhir. Pengawasan mutu bertujuan untuk mencapai
sasaran dikembangkannya peraturan di bidang proses sehingga produk yang
dihasilkan

aman

dan

sesuai

dengan

keinginan

masyarakat

dan

konsumen (Puspitasari, 2004).


Pengawasan atas mutu suatu barang hasil produksi meliputi pengetahuan
hal-hal berikut (Baedhowie dan Pranggonowati, 2005):
1. Kerusakan dan Mutu Produk
Suatu barang (jasa) dibuat melalui suatu proses. Proses pembuatan tersebut
disesuaikan dengan bentuk dan mutu barang yang ingin dihasilkan.
Secara umum untuk memperoleh produk yang baik diperlukan pengawasan
dalam proses produksi untuk mencegah kerusakan. Artinya, agar produk yang
dihasilkan tidak rusak perlu diadakan pengawasan mutu secara seksama.
Pengawasan atau pengendalian mutu dilakukan selama proses produksi
berlangsung sampai barang tersebut dikirim ke konsumen.

10

2. Mencegah atau Menghindari Terjadi Kerusakan Barang (produk)


Kiat utama dari pencegahan kerusakan suatu produk adalah kerusakan
harus dicegah sebelum terjadi. Manfaat mencegah kerusakan produk adalah
sebagai berikut (Baedhowie dan Pranggonowati, 2005):
a) Perusahaan tidak akan memperbaiki barang yang rusak (remade) dan
proses produksi dalam perusahaan berjalan dengan baik.
b) Konsumen tidak akan pernah mengembalikan produk yang telah dibelinya.
Hal ini menyangkut nama baik produk. Konsumen yang membeli produk
rusak berhak mengembalikan produk, bila hal ini terjadi berarti merupakan
promosi yang tidak baik. Akibatnya akan banyak konsumen yang tidak
menyukai

produk

tersebut,

hal

ini

menyebabkan

penurunan

volume penjualan. Pengembalian produk rusak biasanya melalui pengecer


atau distributor yang ditunjuk. Pengembalian produk rusak yang sering
terjadi, membuat pengecer atau distributornya akan enggan untuk menjual
produk tersebut. Perusahaan akan kehilangan mata rantai distribusi untuk
menjual barang, sehingga merupakan suatu kerugian yang harus dihindari.
Berdasarkan penjelasan, dapat disimpulkan bahwa mencegah kerusakan
suatu

produk

berpengaruh

pada

pemasarannya.

Artinya

upaya

mempertahankan mutu dengan mencegah kerusakan produk selama proses


produksi merupakan suatu kegiatan yang penting untuk menghindari
akibat yang buruk seperti penurunan pangsa pasarnya.
3. Kendali Mutu Terpadu
Pengendalian mutu harus dimulai sejak perencanaan mutu produk. Antara
tahap perencanaan dan tahap seperti pengorganisasian dan pelaksanaan harus
disertai pengawasan mutu. Hal ini memberi gambaran bahwa manajemen
mutu meliputi berbagai aspek keikutsertaan berbagai pihak dalam perusahaan
yang menghasilkan suatu produk yang mutunya harus dikendalikan.
Dalam hal manajemen mutu perlu adanya dukungan dan partisipasi dari
berbagai pihak sebagai berikut:
a) Partisipasi pihak manajemen atau keikutsertaan pimpinan perusahaan.
b) Partisipasi (keikutsertaan) karyawan (tenaga kerja).

11

Terdapat

empat

jenis-jenis

pengawasan

mutu

produk

menurut

Prawirosentono (2004), antara lain adalah sebagai berikut:


1. Pengawasan Mutu Bahan Baku
Apakah bahan baku yang digunakan sesuai dengan mutu direncanakan?
Hal ini perlu diamati sejak rencana pembelian bahan baku, penerimaan bahan
baku di gudang, penyimpanan bahan baku di gudang, sampai dengan saat
bahan baku tersebut akan digunakan.
2. Pengawasan Proses Produksi
Bahan baku yang telah diterima gudang, selanjutnya diproses dalam
mesin-mesin produksi untuk diolah menjadi barang jadi. Dalam hal ini, selain
cara kerja peralatan produksi yang mengolah bahan baku dipantau, juga hasil
kerja mesin-mesin tersebut dipantau dengan cara statistik agar menghasilkan
barang sesuai yang direncanakan.
3. Pengawasan Produk Jadi
Pemeriksaan atas hasil produksi jadi untuk mengetahui apakah produk
sesuai dengan rencana ukuran dan mutu atau tidak. Sekaligus untuk mengetes
mesin-mesin yang mengolah selama proses produksi. Bila produk atau produk
setengah jadi sesuai dengan bentuk, ukuran dan standar mutu yang
direncanakan, maka produk-produk tersebut dapat digudangkan dan
dipasarkan (didistribusikan). Bila terdapat barang yang cacat, maka barang
tersebut harus dibuang atau remade dan mesin perlu disetel kembali agar
beroperasi secara akurat.
4. Pengawasan Pengepakan atau Kemasan
Kemasan merupakan alat untuk melindungi produk agar tetap dalam
kondisi sesuai dengan mutu. Tetapi ada pula produk yang tidak begitu
memerlukan perhatian khusus dalam hal kemasan maupun alat angkut,
misalnya sayuran, kelapa, singkong, dan sebagainya. Akan tetapi, tetap harus
memilih alat angkut yang tepat agar produk sampai tujuan dengan mutu
tetap prima.

12

Secara umum tujuan pengawasan mutu menurut Baedhowie dan


Pranggonowati (2005) adalah sebagai berikut:
a. Produk akhir mempunyai spesifikasi sesuai dengan standar mutu yang telah
ditetapkan.
b. Agar biaya desain produk, biaya inspeksi dan biaya proses produksi berjalan
secara efisien.
Pelaksanaan pengendalian mutu dan kegiatan produksi harus dilaksanakan
secara terus-menerus untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan
dari rencana standar agar dapat segera diperbaiki. Secara garis besar,
pengendalian mutu menurut Prawirosentono (2004) dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Pengendalian Mutu Bahan Baku
Mutu bahan baku sangat mempengaruhi hasil akhir dari produk
yang dibuat. Bahan baku dengan mutu yang baik akan menghasilkan produk
baik dan sebaliknya jika mutu bahan baku buruk akan menghasilkan produk
buruk. Pengendalian mutu bahan harus dilakukan sejak penerimaan bahan
baku di gudang, selama penyimpan dan waktu bahan baku akan dimasukkan
dalam proses produksi.
2. Pengendalian dalam Proses Pengolahan
Sesuai

dengan

diagram

alir

produksi

dapat

dibuat

tahap-tahap

pengendalian mutu sebelum proses produksi berlangsung. Tiap tahap proses


produksi diawasi sehingga kesalahan atau penyimpangan yang terjadi dalam
proses produksi dapat diketahui, untuk segera dilakukan perbaikan atau
koreksi. Pengendalian mutu selama proses produksi dilakukan dengan cara
mengambil contoh (sampel) pada selang waktu yang sama. Sampel tersebut
dianalisis,

bila tidak sesuai berarti proses produksinya salah dan harus

diperbaiki.
3. Pengendalian Mutu Produk Akhir
Produk akhir harus diawasi mutunya sejak awal proses produksi hingga
tahap pengemasan, penyimpanan dan pengiriman kepada konsumen.
Hal ini bertujuan agar produk cacat atau rusak tidak sampai ke konsumen.

13

Pengendalian Mutu Dan Dukungan Manajemen


Pengendalian mutu merupakan penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta manajerial dalam hal penanganan mutu pada proses produksi,
perdagangan dan distribusi komoditas. Pengawasan mutu bukan semata-mata
masalah penerapan ilmu dan teknologi, melainkan terkait dengan bidang-bidang
ilmu sosial dan aspek-aspek lain, seperti kebijaksanaan pemerintah, kehidupan
kemasyarakatan, kehidupan ekonomi serta aspek hukum dan perundangundangan. Menurut Stanton (2000), fungsi pengendalian mutu, bukan hanya
untuk memperoleh mutu produk yang sesuai dengan standar, tetapi juga untuk
mengetahui tingkat efisiensi. Misalnya penggunaan bahan baku melebihi standar
atau bahan baku yang dan harus dibuang, hal ini berarti pemborosan biaya,
waktu, dan tenaga.
Pimpinan perusahaan (manajemen) dan tenaga kerja harus saling
menunjang dalam melaksanakan kegiatan pengendalian mutu barang (jasa)
sejak awal, seperti pemilihan bahan baku, proses produksi sampai barang jadi
dan seterusnya. Partisipasi manajemen dan seluruh karyawan akan mempengaruhi
keberhasilan kendali mutu atas suatu produk. Pada pelaksanaan fungsi
pemantauan (monitoring) dan pengendalian mutu harus ditentukan jumlah dan
jenis pemantauan dalam proses pengendalian mutu suatu produk, terlebih dahulu
harus dibuat suatu diagram alir produksi (DAP). Berdasarkan DAP tersebut, dapat
ditentukan jenis dan banyaknya titik pemantauan yang efektif (Stanton, 2000).
Penerapan pengendalian mutu pada suatu perusahaan dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran pasti tentang produk akhir mengenai komposisi,
desain, maupun spesifikasi telah sama dengan standar yang telah ditetapkan.
Pengendalian mutu dapat dilakukan bila sebelumnya telah ditetapkan suatu
standar ukuran. Tanpa standar tersebut perusahaan tidak mempunyai dasar ukuran
untuk

mengawasi

apakah

proses

produksi

telah

berjalan

dengan

semestinya (Hubeis, 2001).


Tujuan pokok dari pengendalian mutu adalah untuk mengetahui sejauh
mana proses dan hasil produk (jasa) yang dibuat sesuai dengan standar yang
ditetapkan perusahaan. Pengendalian mutu adalah upaya untuk mencapai dan
mempertahankan standar bentuk, kegunaan dan warna yang direncanakan.

14

Pengendalian mutu ditujukan untuk mengupayakan agar produk (jasa) akhir


sesuai

dengan

spesifikasi

yang

telah

ditetapkan

sebelumnya.

Menurut Prawirosentono (2004) dalam pengendalian mutu, semua kondisi barang


diperiksa berdasarkan standar yang ditetapkan, bila terdapat penyimpangan dari
standar dicatat untuk dianalisis. Hasil analisa dari pengendalian mutu tersebut
digunakan untuk dijadikan pedoman atau perbaikan sistem kerja sehingga produk
sesuai dengan standar yang ditentukan.
Pengendalian Mutu dan Proses Produksi
Penerapan konsep mutu di bidang pangan dalam arti luas menggunakan
penafsiran yang beragam. Mutu berdasarkan ISO/DIS 84021992 didefinsikan
sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk,
kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya
dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan (Astuti, 2002).
Secara umum pengertian produksi adalah suatu proses dimana barang
(jasa) diciptakan. Proses produksi terjadi karena adanya interaksi antara berbagai
faktor produksi seperti input (berupa bahan baku, tenaga kerja, mesin,
dan sebagainya) bersatu padu untuk menciptakan barang (jasa) yang mempunyai
nilai tambah dan nilai guna yang lebih tinggi yang diperlukan oleh konsumen.
Produksi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan barang (jasa) lain
yang mempunyai nilai tambah yang lebih besar berdasarkan prinsip ekonomi
manajerial atau ekonomi perusahaan. Prinsip ekonomi manajerial adalah prinsip
produksi yang harus dijalankan dengan cara meminimumkan biaya dan
memaksimumkan keuntungan. Pengeluaran biaya untuk proses harus efisien dan
barang

(jasa)

dapat

(Pappas dan Hirschey, 2001).

dipasarkan

dengan

perolehan

optimum

15

Rumah Potong Ayam (RPA)


Rumah pemotongan ayam (RPA) berbeda dengan tempat pemotongan
unggas (TPU). RPA adalah kompleks bangunan dan konstruksi khusus yang
memenuhi syarat teknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat
memotong unggas bagi konsumsi masyarakat umum (SNI 01-6160-1999).
TPU adalah suatu tempat atau bangunan dengan rancang bangun dan syarat
tertentu yang oleh pihak berwenang ditunjukan sebagai tempat untuk memotong
unggas bagi konsumsi masyarakat umum terbatas dalam suatu wilayah kecamatan
atau pasar tertentu dengan kapasitas pemotongan maksimum 500 ekor per hari
(SK Mentan No.557/Kpts/TN.520/9/1987) (Zuber, 2008).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.381/Kpts/OT.140/10/2005
tentang pedoman sertifikasi kontrol veteriner unit usaha pangan asal hewan maka
RPA wajib memiliki sertifikat kontrol veteriner (NKV). NKV adalah sertifikat
sebagai bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higienis sanitasi
sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit usaha
pangan asal hewan (http://www.sni.rpahigienis.pdf), [27-03-2008].
Sanitasi pangan asal hewan adalah upaya untuk pencegahan terhadap
kemungkinan bertumbuh dan berkembangnya mikroorganisme pembusuk dan
patogen dalam makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak
pangan asal hewan dan membahayakan kesehatan manusia (Zuber, 2008).
Persyaratan

Lokasi

RPA

(SNI

01-6160-1999)

adalah

sebagai

berikut

(http://www.sni.rpahigienis.pdf), [27-03-2008]:
1. Tidak

bertentangan

dangan

rancangan

umum

tata

ruang

(RUTR),

rencana detail tata ruang (RDTR) setempat dan atau rencana bagian wilayah
kota (RBWK).
2. Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya, tidak menimbulkan
gangguan atau pencemaran lingkungan.
3. Tidak berada dekat industri logam atau kimia, tidak berada di daerah banjir,
bebas dari asap, bau, debu dan kontaminan lainnya.
4. Memiliki lahan yang cukup luas untuk pengembangan.

16

Ayam Pedaging
Ayam pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan
hasil

persilangan

dari

bangsa-bangsa

ayam

yang

memiliki

daya

produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Ayam broiler


popular di Indonesia sejak tahun 1980 dimana pemegang kekuasaan
mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu
semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat
Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Ayam broiler dapat dipanen hanya lima
sampai

enam

minggu.

Waktu

pemeliharaan

yang

relatif

singkat

dan

menguntungkan menyebabkan banyak peternak baru serta peternak musiman


bermunculan diberbagai wilayah Indonesia. Kandungan nilai gizi daging ayam
pedaging dapat dilihat pada Tabel 3 (http://www.sni.karkas ayam pedaging.pdf),
[07-05-2008].
Tabel 3. Kandungan Nilai Gizi Daging Ayam Pedaging
Nilai Gizi
Kalori (Kkal)
Protein (gr)
Lemak (gr)
Kolesterol (mg)
Vitamin A (mg)
Vitamin B1 (gr)
Vitamin B6 (gr)
Asam Nicolenat
Kalsium
Fosfor

Kandungan
404,00
18,20
25,00
60,00
243,00
0,80
0,16
6,20
14,00
200,00

Sumber : (http://www.sni.karkas ayam pedaging), [07-05-2008].


Peternak dapat meminta daftar produktivitas atau prestasi bibit yang dijual
di Poultry Shop untuk menentukan pilihan strain yang akan dipelihara.
Berbagai macam strain ayam pedaging yang beredar di pasar adalah Super 77,
Tegel 70, ISA, Kim Cross, Lohman 202, Hyline, Vdett, Missouri, Hubbard,
Shaver Starbro, Pilch, Yabro, Goto, Arbor arcres, Tatum, Indian river, Hybro,
Cornish, Brahma, Langs dan hans, Hypeco-Broiler, Ross, Marshall m, Euribrid,
A.A 70, H&N, Sussex, Bromo, dan CP 707 (Priyatno, 2003).

17

Produk Karkas Ayam Pedaging (Chicken Broiler Carcasses)


Produk karkas ayam pedaging adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong
dikurangi kepala, kaki, darah, bulu dan organ dalam. Mutu produk karkas ayam
pedaging dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan, antara lain genetik
spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur dan pakan serta proses sebelum
pemotongan, diantaranya metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan,
pH karkas, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon,
antibiotik, lemak intramuskular atau marbling, metode penyimpanan, dan
preservasi serta macam otot daging (Abubakar, 2003).
Klasifikasi
penanganannya,

produk
dibedakan

karkas
menjadi

ayam
tiga

pedaging
kelompok

berdasarkan
sebagai

cara
berikut

(http://www.sni.karkas ayam pedaging.pdf), [07-05-2008]:


1. Produk karkas segar ialah karkas segar yang baru selesai diproses selama tidak
lebih dari enam jam dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut.
2. Produk karkas dingin segar ialah karkas segar yang segera didinginkan setelah
diproses sehingga suhu di dalam daging mencapai antara 4 oC sampai 5 oC.
3. Produk karkas beku ialah karkas yang telah mengalami proses pembekuan
cepat (blast freezer) dengan suhu penyimpanan antara 12

C sampai

dengan suhu 18 oC.


Faktor mutu daging yang dimakan meliputi warna, keempukan dan
tekstur, flavor dan aroma termasuk bau dan cita rasa serta kesan jus daging.
Lemak intramuskuler dan susut masak (cooking loss) adalah berat daging yang
hilang selama pemasakan atau pemanasan, retensi cairan, dan pH daging ikut
menentukan mutu daging. Kualifikasi mutu produk karkas ayam didasarkan atas
tingkat keempukan dagingnya. Ayam berdaging empuk adalah ayam yang daging
karkasnya lunak, lentur, dan kulitnya bertekstur halus, sedangkan ayam dengan
keempukan daging sedang umumnya mempunyai umur yang relatif tua dan
kulitnya kasar. Kelas sedang meliputi ayam jantan umur kurang dari 10 bulan,
kalkun betina dan jantan umur sekitar 12 sampai 15 bulan (http://www.sni.karkas
ayam pedaging.pdf), [07-05-2008].

18

Ukuran

produk

karkas

ditentukan

berdasarkan

bobotnya.

Berdasarkan pembagian bobot produk karkas individual ditentukan oleh bobot


karkas itu sendiri. Ukuran produk karkas antara lain adalah (1) ukuran kecil
0,8 sampai 1,0 kg, (2) ukuran sedang 1,0 sampai 1,2 kg, (3) dan ukuran besar
1,2 sampai 1,5 kg. Berdasarkan cara pemotongan, produk karkas ayam pedaging
dibedakan menjadi lima bagian, antara lain adalah (1) karkas ayam utuh
(whole chicken carcass), (2) potongan separuh (halves) karkas dibagi menjadi dua
potong sama besar, (3) potongan seperempat (quarters) karkas dibagi menjadi
empat potong sama besar, (4) potongan bagian-bagian badan (chicken part atau
cut-up), (5) debone atau boneless adalah karkas ayam pedaging tanpa tulang atau
tanpa kulit dan tulang (http://www.sni.rpahigienis.pdf), [27-03-2008].
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 01-3924-1995,
tingkatan mutu produk karkas ayam pedaging, baik yang segar, dingin segar dan
beku dibagi dalam tiga tingkatan mutu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain adalah (1) konformasi; bentuk kerangka dan tubuh, terutama dada,
paha dan punggung, (2) perdagingan; ketebalan daging pada tulang dada,
paha, betis dan punggung, (3) perlemakan; penyebaran dan ketebalan lemak
di bawah kulit, (4) keutuhan; ada tidaknya tulang yang patah atau hilang,
persendian yang lepas, kulit yang sobek atau daging yang sobek maupun hilang,
luka maupun adanya penebalan, (5) perubahan warna; ada tidaknya memar, bekas
bakar (frozen burn) dan perubahan warna yang disebabkan mikroorganisme atau
zat-zat kontaminan lain, (6) dan

kebersihan; ada tidaknya bulu-bulu besar

maupun bulu halus yang tertinggal atau kotoran yang menempel. Tingkatan mutu
produk karkas ayam pedaging menurut SNI Nomor 01-3924-1995 dapat dilihat
pada Tabel 4 (http://www.sni.karkas ayam pedaging.pdf), [07-05-2008]:

19

Tabel 4. Persyaratan Tingkatan Mutu Karkas Ayam Pedaging (SNI 01-3924-1995)


No Faktor Mutu
1 Konfirmasi

1
Sempurna

2 Perdagingan
3 Perlemakan
4 Keutuhan

Cukup
Tebal
Sempurna

Tingkatan Mutu
2
Boleh ada cacat sedikit tetapi
tidak pada bagian dada dan paha.
Sedang
Cukup
Tulang sempurna, kulit boleh
sobek sedikit, tetapi tidak pada
bagian dada.

3
Boleh cacat sedikit

Tipis
Tipis
Tulang boleh ada yang patah,
ujung sayap boleh terlepas.
Boleh ada kulit yang sobek,
tetapi tidak terlalu lebar
Boleh ada memar sedikit tetapi Boleh ada memar sedikit
Bebas dari
tidak pada bagian dada dan tidak tetapi tidak ada frozen burn.
lemak dan
frozen burn
ada frozen burn.
Bebas dari bulu Boleh ada bulu halus sedikit yang Boleh ada bulu halus sedikit
halus
menyebar, tetapi tidak pada
bagian dada.

5 Perubahan
Warna
6 Kebersihan

Sumber : (http://www.sni.karkas ayam pedaging.pdf), [07-05-2008].


Standar mutu produk karkas ayam pedaging diklasifikasikan menjadi tiga
bagian berdasarkan beberapa karakteristik (Tabel 5), antara lain adalah
keseluruhan penampakan, tulang dada, tulang belakang, kaki dan sayap, daging,
timbunan lemak, bulu halus, bulu kasar, potongan dan sobekan, kulit yang memar,
warna merah, dan bekas bakar (frozen burn) (Abubakar, 2003).
Tabel 5. Standar Mutu Produk Karkas Ayam Pedaging
Klasifikasi Mutu Karkas
Karakteristik

Normal
Lurus
Normal, Lurus
Normal
Baik, daging dada agak
panjang dan lebar.
Menutup bagus, banyak
lemak di tempat lain.

Normal
Agak bengkok
Agak bengkok
Sedang
Agak baik, daging dada
cukup.
Lemak cukup pada dada
dan kaki serta tempat lain.

Bulu halus
Bulu kasar
Potongan dan sobekan
Kulit yang memar

Tidak ada
Tidak ada
1,5 cm
0,5 - 0,75 cm

Sedikit
Sedikit
1,5 - 3 cm
0,75 - 1,5 cm

Normal
Sangat Bengkok
Sangat Bengkok
Bentuk Jelek
Tidak baik, daging
dada kurus.
Lemak menutup
sedikit karkas
dada dan tempat
lain.
Banyak
Banyak
Tidak terbatas
Tidak terbatas

Warna merah

1-1,5 cm

1,5 - 3 cm

Tidak terbatas

Bekas bakar (frozen


burn)

Sedikit sekali

Agak banyak

Banyak

Keseluruhan
Tulang dada
Tulang belakang
Kaki dan sayap
Daging
Timbunan lemak

Sumber : Abubakar, 2003.

20

Ternak unggas mempunyai banyak manfaat bagi usaha rakyat bermitra


maupun usaha mandiri (komersial), industri pengolahan makanan dan industri
pengolahan non makanan. Hal ini dapat dilihat dari pohon industri ternak unggas
dari hulu ke hilir (Gambar 1) (http://www.sni.rpahigienis.pdf), [27-03-2008].

1. Komersial terintegrasi
2. Usaha rakyat bermitra
3. Usaha mandiri (Komersial
& Usaha Rakyat)

1.
2.
3.
4.

Hulu
Industri pakan
Industri obat & vaksin hewan
Industri pembibitan
Peralatan peternakan

Budidaya unggas:
1. Ayam ras pedaging
2. Ayam ras petelur
3. Ayam ras buras
Hilir
1. Unggas pedaging
2. Unggas petelur
3. RPU (rumah potong unggas)
Industri Pengolahan Makanan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Produk olahan daging segar:


Bakso
Sosis
Corned
Abon
Nugget
Burger

Produk olahan telur segar:


1. Tepung Telur
2. Telur Asin

Industri Pengolahan Non


Makanan

Konsumsi rumah tangga:


1. Produk peralatan rumah tangga
2. Peralaan olah raga
3. Bahan baku makanan ternak

Gambar 1. Pohon Industri Ternak Unggas


(http://www.sni.rpahigienis.pdf), [27-03-2008]

21

Program Prasyarat (Prerequisite Programs)


Program prasyarat didefinisikan oleh CAC (2003) merupakan aktivitasaktivitas dan kondisi-kondisi dasar untuk keamanan pangan yang diperlukan
untuk memelihara sebuah lingkungan yang higienis di seluruh rantai pangan yang
sesuai untuk produksi, penanganan dan penyediaan produk akhir yang aman
untuk dikonsumsi. Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu pedoman
cara berproduksi makanan yang bertujuan agar produsen memenuhi persyaratanpersyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu,
baik dan aman secara konsisten. GMP adalah persyaratan minimal sanitasi dan
pengolahan yang harus diaplikasikan oleh produksi pangan. GMP merupakan titik
awal untuk mengendalikan resiko keamanan pangan (Lukman, 2001).
Pada dasarnya GMP adalah sekumpulan prinsip yang dikembangkan oleh
FDA (Food and Drugs Administration) dan pemimpin-pemimpin industri
makanan

agar

mempertahankan

praktek

manufacturing

yang

baik.

GMP merupakan cara yang baik dan prasyarat untuk mengembangkan


rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). GMP terdiri dari
sepuluh prinsip, yaitu (1) menetapkan dan menulis prosedur-prosedur,
(2) mengikuti prosedur-prosedur tertulis itu, (3) mendokumentasi ketaatan pada
praktek-praktek terbaik ke dalam prosedur-prosedur, (4) mendesain fasilitas dan
peralatan yang konsisten, (5) memelihara fasilitas dan peralatan, (6) melakukan
validasi terhadap setiap pekerjaan yang dilakukan, (7) menetapkan kriteria untuk
kompetensi pekerjaan atau jabatan, (8) berupaya giat untuk memelihara
kebersihan di seluruh area operasi atau pabrik, (9) mengembangkan cara
pengendalian

komponen-komponen

dari

rencana

yang

ditetapkan,

(10) dan melakukan audit kinerja secara periodik (Gaspersz, 2002).


Program

prasyarat

operasional

didefinisikan

sebagai

prerequisite

programs yang diidentifikasi dalam analisa biaya sebagai bagian penting untuk
mengendalikan

kemungkinan

terjadinya

kontaminasi,

masuknya

bahaya

keamanan pangan atau pengembangbiakan bahaya keamanan pangan dalam


produk atau lingkungan proses produksi. Program prasyarat tersebut termasuk
pelatihan, seharusnya ditetapkan, dioperasikan sepenuhnya dan diverifikasi untuk
memperlancar kesuksesan penerapan ISO 22000 (AS/NZS, 2001).

22

Penerapan HACCP diawali dengan penerapan ISO 22000 yang


di dalamnya terdiri dari prinsip-prinsip HACCP serta perusahaan harus memiliki
program prasyarat seperti Good Higienic Practices berdasarkan The Codex
General Principles of Food Hygiene, Codex Codes of Practice yang sesuai dan
prasyaratan-prasyaratan keamanan pangan yang sesuai (CAC, 2003). The Codex
General Principles of Food Hygiene mengidentifikasikan prinsip-prinsip
food hygiene yang diterapkan di seluruh rantai pangan untuk mencapai tujuan
dalam menjamin pangan yang aman dan layak untuk dikonsumsi (Silva, 2006).
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) adalah prosedur tertulis
yang harus digunakan oleh pemroses pangan untuk memenuhi kondisi dan praktek
sanitasi. SSOP merupakan bagian penting dari program prasyarat untuk sistem
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Program prasyarat perusahaan
yang lain seperti penanganan keluhan konsumen dan program product recall juga
dapat dimasukkan. SSOP didasarkan pada Current Good Manufacturing Practice
(CGMP) yang bersifat wajib untuk perusahaan pangan dan importir di bawah
yurisdiksi Food and Drugs Administration (FDA) (CAC, 2003).
Sanitasi adalah program prasyarat untuk kesuksesan implementasi dan
pemeliharaan program HACCP. Sanitasi merupakan persyaratan mutlak bagi
industri pangan dalam menjamin kemanan pangan, sebab sanitasi sangat
berpengaruh terhadap mutu dan daya tahan produk. Sanitasi sebagai usaha
pencegahan penyakit dengan mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan
dalam rantai perpindahan penyakit. Program sanitasi yang baik akan
mengendalikan bahaya biologi, kimia dan fisika di operasi pangan, sehingga jika
tidak dimasukkan dalam program HACCP akan membebani program dan tidak
akan dapat terlaksana dengan baik (Gaspersz, 2002).
Persyaratan sanitasi adalah standar kebersihan dan kesehatan yang harus
dipenuhi sebagai upaya mematikan atau mencegah hidupnya mikroorganisme
patogen dan mengurangi jasad renik lainnya agar pangan yang dihasilkan dapat
dikonsumsi dengan tidak membahayakan kesehatan dan jiwa manusia
(Silva, 2006).

23

Sistem Manajemen Keamanan Pangan (ISO 22000)


Sistem manajemen keamanan pangan (ISO 22000) adalah suatu sistem
manajemen keamanan pangan yang dikeluarkan oleh The International
Organization for Standardization (ISO) pada tanggal 1 September 2005.
ISO 22000 menetapkan persyaratan-persyaratan untuk sebuah sistem manajemen
keamanan pangan yang mengkombinasi unsur-unsur kunci yang sudah banyak
dikenal

untuk

menjamin

keamanan

pangan

sepanjang

rantai

pangan,

hingga ke konsumen. Unsur-unsur kunci tersebut adalah Komunikasi Interaktif,


Sistem Manajemen, Program Prasyarat (Prerequisite Programs) dan prinsipprinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) (CAC, 2003).
Komunikasi sepanjang rantai pangan sangat penting untuk memastikan
bahwa semua bahaya keamanan pangan yang sesuai diidentifikasi dan
dikendalikan dengan memadai pada setiap tahap dalam rantai pangan tersebut.
Hal ini berarti bahwa organisasi harus melakukan komunikasi, baik dengan rantai
pangan sebelumnya seperti pemasok maupun sesudahnya, yaitu konsumen.
Komunikasi dengan konsumen dan pemasok berkaitan dengan langkah-langkah
identifikasi dan pengendalian bahaya akan sangat membantu organisasi dalam
memberikan penjelasan kepada pemasok tentang persyaratan-persyaratan bahan
baku yang diperlukan maupun kepada konsumen tentang cara-cara penanganan
produk yang dihasilkan oleh organisasi (Stanton, 2000).
Sistem keamanan pangan yang paling efektif adalah yang ditetapkan,
dioperasikan dan diperbaharui di dalam kerangka sistem manajemen yang
terstruktur dan dimasukkan ke dalam keseluruhan aktivitas manajemen dalam
organisasi. Hal ini akan memberikan manfaat yang optimal untuk organisasi dan
pihak-pihak yang terkait. ISO 22000 telah dikaitkan dengan ISO 9001 untuk
meningkatkan kompatibilitas dari kedua standar tersebut (Silva, 2006).
Penerapan ISO 22000 diterapkan secara terpisah dari standar sistem
manajemen yang lain, ataupun diintegrasikan dengan sistem manajemen yang
sudah ada, misalnya dengan ISO 9001. ISO 22000 yang diintegrasikan ke dalam
sistem manajemen yang sudah ada, membuat organisasi dapat memberdayakan
sistem manajemen yang sudah diterapkan untuk mencakup manajemen keamanan
pangan (Gaspersz, 2002).

24

Sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip, yaitu melakukan identikasi


analisis bahaya dan pencegahannya, penetapan critical control point (CCP),
penetapan Critical Limit untuk setiap CCP, menetapkan sistem

untuk

pemantauan atau memonitor pengendalian CCP, penetapan tindakan koreksi


yang perlu diambil jika pemantauan menunjukkan bahwa CCP diluar kendali,
penetapan dokumentasi untuk seluruh prosedur dan catatan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip dan penerapannya serta penetapan prosedur verifikasi untuk
mengkonfirmasi bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif, (Jouve, 2000).
Rencana HACCP dimaksudkan untuk memfokuskan perhatian pada
Critical

Control

Point

(CCP)

yang

paling

mungkin

mempengaruhi

keamanan produk. Pendekatan ini memungkinkan pemerintah atau regulators


untuk mengevaluasi

CCP sepanjang waktu melalui pengujian catatan-catatan

pemantauan dan tindakan korektif yang telah dilakukan oleh suatu perusahaan.
Program HACCP memasukkan elemen-elemen dari standar ISO 9000 dan
peraturan sistem mutu seperti peninjauan ulang manajemen, pengendalian proses
dan perubahan-perubahan, perencanaan mutu, tindakan preventif dan korektif,
pemantauan proses, verifikasi dan validasi (Gaspersz, 2001).
ISO

22000

mengintegrasikan

prinsip-prinsip

sistem

HACCP

dan penerapan langkah-langkah yang dikembangkan oleh Codex Alimentarius


Commission (CAC). Analisa bahaya adalah kunci untuk sebuah sistem
manajemen keamanan pangan yang efektif, karena dengan melakukan analisa
bahaya

akan

membantu

organisasi

dalam

menetapkan

langkah-langkah

pengendalian yang efektif. ISO 22000 memprasyaratkan bahwa semua bahaya


yang ada dalam rantai pangan, termasuk bahaya yang terkait dengan tipe proses
dan fasilitas yang digunakan diidentifikasi dan dikaji. Selama melakukan analisis
bahaya, organisasi menentukan strategi yang digunakan untuk menjamin
pengendalian

bahaya

dengan

mengkombinasikan

program

prasyarat,

program prasyarat operasional dan rencana HACCP (Hayes dan Forsythie, 2001).
Program prasyarat didefinisikan sebagai kondisi-kondisi dan aktivitasaktivitas dasar yang diperlukan untuk memelihara lingkungan yang higienis
di seluruh rantai pangan yang sesuai untuk proses produksi, penanganan dan
penyediaan produk yang aman untuk dikonsumsi. Program prasyarat operasional

25

didefinisikan sebagai program prasyarat yang dalam analisa bahaya diidentifikasi


sebagai

hal

yang

penting

untuk

mengendalikan

kontaminasi,

kemungkinan masuknya bahaya keamanan pangan atau perkembangbiakan


bahaya

keamanan

pangan

dalam

produk

atau

lingkungan

proses

(http://www.codexalimentarius,net), [12-03-2008].
Standar internasional dimaksudkan untuk mengharmonisasikan pada
tingkat global persyaratan-persyaratan manajemen keamanan pangan untuk bisnis
dalam rantai pangan. Hal ini terutama ditunjukkan untuk penerapan oleh
organisasi yang ingin mencari sistem manajemen keamanan pangan yang
lebih fokus, satu kesatuan dan terintegrasi. Standar internasional menetapkan
persyaratan-persyaratan untuk sistem manajemen kemanan pangan dimana sebuah
organisasi dalam rantai pangan perlu untuk mendemonstrasikan kemampuannya
dalam mengendalikan bahaya keamanan pangan untuk memastikan bahwa pangan
yang

dihasilkan

adalah

aman

pada

saat

dikonsumsi

oleh

konsumen.

Standar tersebut dapat diterapkan untuk seluruh organisasi, baik besar


maupun kecil, yang terlibat dalam rantai pangan dan ingin menerapkan sistem
yang secara konsisten memberikan produk yang aman (Hadiwiardjo, 2002).
Standar internasional di atas menetapkan persyaratan-persyaratan yang
memungkinkan organisasi untuk melakukan hal-hal berikut (CAC, 2003):
a. Merencanakan,

menerapkan,

mengoperasikan,

memelihara

dan memperbaharui sebuah sistem manajemen keamanan pangan yang


dimaksudkan untuk memberikan produk yang aman untuk konsumen.
b. Mendemonstrasikan kesesuaian dengan peraturan-peraturan dan perundangundangan tentang keamanan pangan yang berlaku.
c. Mengevaluasi

dan

mengkaji

persyaratan-persyaratan

konsumen

dan

mendemonstrasikan kesesuaian dengan persyaratan-persyaratan yang telah


disetujui dengan konsumen yang terkait dengan keamanan pangan,
untuk meningkatkan kepuasan konsumen.
d. Secara efektif mengkomunikasikan persoalan keamanan pangan ke pemasok,
konsumen dan pihak-pihak lain yang relevan dengan rantai pangan.
e. Memastikan bahwa organisasi memenuhi kebijakan keamanan pangan yang
telah ditetapkan.

26

f. Mendemonstrasikan kesesuaian dengan persyaratan standar internasional


kepada pihak-pihak terkait.
g. Mencari sertifikasi atau registrasi atas sistem manajemen kemanan pangan
yang telah diterapkan oleh lembaga sertifikasi atau membuat deklarasi sendiri
atas kesesuaian dengan standar internasional (CAC, 2003).
Persyaratan-persyaratan dalam ISO 22000 bersifat umum dan ditujukan
agar dapat diterapkan pada seluruh organisasi dalam rantai pangan tidak
memandang besar kecilnya organisasi maupun kompleksitasnya. Hal ini termasuk
organisasi yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam satu atau
lebih

tahap

dalam

rantai

pangan

(http://www.codexalimentarius.net),

[12-03-2008].
ISO 22000 telah didesain untuk bekerja secara harmonis dengan ISO 9001
dan standar-standar pendukungnya. ISO 9001 memberikan persyaratanpersyaratan untuk sebuah sistem manajemen mutu yang dapat digunakan untuk
penerapan internal oleh organisasi, atau untuk sertifikasi, atau untuk
tujuan kontrak. ISO 9001 fokus pada keefektifan dari sistem manajemen mutu
dalam memenuhi persyaratan konsumen. ISO 22000 memberikan elemen-elemen
penting dari sebuah sistem manajemen keamanan pangan untuk tujuan yang
serupa dengan ISO 9001 (ISO 2005) (http://www.brsltd.org), [04-04-2008].
Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001)
Standar ISO 9000 series dikembangkan untuk membantu organisasi,
dari semua tipe dan ukuran, untuk menerapkan dan mengoperasikan sistem
manajemen

mutu.

Standar

di

atas

terdiri

dari

hal-hal

berikut

(http://www.codexalimentarius.net), [12-03-2008]:
1. ISO 9000, mendeskripsikan dasar-dasar dari sistem manajemen mutu dan
menetapkan terminologi untuk sistem manajemen mutu.
2. ISO 9001, menetapkan persyaratan-persyaratan untuk sebuah sistem
manajemen

mutu

yang

mana

sebuah

organisasi

perlu

untuk

mendemonstrasikan kemampuannya untuk menyediakan produk yang


memenuhi persyaratan konsumen dan persyaratan-persyaratan perundangan
yang berlaku dan dimaksudkan untuk meningkatkan kepuasan konsumen.

27

3. ISO 9004, memberikan panduan yang mempertimbangkan efektifitas dan


efisiensi dari sistem manajemen mutu. Maksud dari standar di atas adalah
perbaikan kinerja organisasi dan kepuasan konsumen dari pihak-pihak lain
yang terkait.
4. ISO

19011,

memberikan

panduan

dalam

audit

mutu

sistem

manajemen lingkungan.
Standar-standar tersebut secara bersama-sama membentuk standar-standar
sistem manajemen mutu yang saling berkaitan satu sama lain yang memfasilitasi
dan

saling

pengertian

dalam

perdagangan

nasional

dan

internasional.

Delapan prinsip-prinsip manajemen mutu telah diidentifikasi dapat digunakan


oleh manajemen puncak untuk mengarahkan organisasi kearah perbaikan kinerja.
Kedelapan prinsip manajemen mutu dalam ISO 9000 series tersebut adalah
sebagai berikut (AS/NZS 2001):
a. Fokus Pada Konsumen
Organisasi bergantung pada konsumen mereka dan oleh karenanya harus
memahami

kebutuhan

konsumen

saat

ini

dan

yang

akan

datang,

memenuhi persyaratan-persyaratan konsumen dan berupaya untuk melebihi


harapan konsumen.
b. Kepemimpinan
Para pimpinan menetapkan arah dan tujuan organisasi. Mereka perlu
menciptakan dan memelihara lingkungan internal, sehingga orang-orang dapat
terlibat secara penuh dalam mencapai tujuan organisasi.
c. Keterlibatan Orang
Orang pada semua tingkatan sangat penting dalam sebuah organisasi dan
keterlibatan penuh mereka memungkinkan kemampuan mereka digunakan
untuk manfaat organisasi.
d. Pendekatan Proses
Hasil yang diinginkan dapat dicapai lebih efisien jika aktifitas dan
sumberdaya terkait dikelola sebagai sebuah proses.

28

e. Pendekatan Sistem Manajemen


Identifikasi, pemahaman dan pengelolaan proses-proses yang saling terkait
sebagai sebuah sistem berkontribusi terhadap efektifitas dan efisiensi
organisasi dalam mencapai tujuannya.
f. Perbaikan Berkelanjutan
Perbaikan berkelanjutan dari kinerja organisasi secara keseluruhan
seharusnya menjadi tujuan permanen dari organisasi.
g. Pendekatan Faktual Dalam Pengambilan Keputusan
Keputusan yang efektif didasarkan pada analisa data dan informasi.
h. Hubungan Dengan Pemasok Yang Saling Menguntungkan
Sebuah organisasi dan para pemasoknya akan saling tergantung dalam
hubungan yang saling menguntungkan dan meningkatkan kemampuan kedua
pihak dalam menciptakan sebuah nilai.
Pendekatan

untuk

pengembangan

dan

penerapan

sebuah

sistem

manajemen mutu terdiri dari beberapa langkah diantaranya adalah sebagai berikut
(Muhandri dan Kadarisman, 2006):
a. Penentuan kebutuhan dan harapan konsumen dan pihak-pihak lain
yang terkait.
b. Penetapan kebijakan mutu dan sasaran mutu organisasi.
c. Penentuan proses dan tanggung jawab yang diperlukan untuk mencapai
sasaran mutu.
d. Penetapan dan penyediaan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai
sasaran mutu.
e. Penetapan metode-metode untuk mengukur efektifitas dan efisiensi dari setiap
proses.
f. Penetapan metode-metode pengukuran untuk menentukan efektifitas dan
efisiensi dari setiap proses.
g. Penentuan cara-cara pencegahan ketidaksesuaian dengan menghilangkan
penyebabnya.
h. Penetapan dan penerapan sebuah proses untuk perbaikan berkesinambungan
dari sistem manajemen mutu.

29

Pengembangan Sistem Manajemen Keamanan Pangan (ISO 22000) Berbasis


Dokumentasi Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001)
Bagi perusahaan yang sudah menerapkan ISO 9001 namun akan
menerapkan sistem manajemen keamanan pangan (ISO 22000), maka jika
penerapannya dilakukan secara terpisah akan menyebabkan ketidakefisienan
dalam penerapannya. Hal ini karena perusahaan harus mengelola dua buah sistem
secara terpisah, pada hakekatnya diintegrasikan menjadi sebuah sistem
manajemen yang dapat mencakup baik untuk kepentingan mutu maupun
keamanan pangan. Untuk melakukan integrasi antara sistem manajemen
keamanan pangan (ISO 22000) dan sistem manajemen mutu (ISO 9001) dapat
dilakukan sebagai berikut (AS/NZS, 2001):
1. Kebijakan dan Sasaran
Kebijakan perusahaan mencakup komitmen dari manajemen dalam mutu
dan keamanan. Sasaran yang terukur ditetapkan terkait dengan mutu
dan keamanan pangan untuk mendukung kebijakan perusahaan tersebut.
2. Perwakilan Manajemen
Satu orang dapat ditunjuk sebagai wakil dari manajemen puncak di dalam
setiap persoalan yang terkait dengan mutu dan keamanan pangan
(jika kompetensinya sesuai).
3. Dokumentasi
Manual perusahaan mencakup aspek mutu dan keamanan pangan.
Banyak prosedur terkait dapat dikelola dalam dokumen gabungan.
4. Audit
Lingkup internal audit mencakup baik mutu maupun keamanan pangan.
External audit, baik sertifikasi maupun surveillance visit dapat dilakukan
sekaligus untuk ISO 9001 dan ISO 22000.
5. Tinjauan Manajemen
Masukan dan keluaran dari tinjauan manajemen akan mencakup topik
mutu dan keamanan pangan yang terkait.
Agar manual perusahaan mencakup aspek mutu dan aspek keamanan
pangan, maka klausul-klausul yang berlaku baik untuk sistem manajemen mutu
(ISO 22000) dan sistem manajemen mutu (ISO 9001) harus dicakup seluruhnya

30

dalam manual perusahaan tersebut. Menurut Silva (2006) hal ini merupakan acuan
dalam penyusunan manual perusahaan agar mencakup klausul-klausul dari kedua
sistem yang akan diintegrasikan sehingga dapat berjalan bersama dalam
pengembangan sistem manajemen mutu.
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu pendekatan
produksi pangan yang higienis dengan pencegahan masalah. Proses produksi
dievaluasi terhadap bahaya dan resiko yang terkait (Hayes dan Forsythie, 2001).
Gaspersz (2002) mendefinisikan sistem HACCP sebagai sistem manajemen mutu
yang secara efektif dan efisien menjamin keamanan hasil-hasil pertanian sampai
menjadi makanan siap santap yang fokus pada pencegahan masalah untuk
menjamin produksi produk-produk pangan yang aman untuk dikonsumsi.
Hal ini didasarkan pada penerapan common-sense dari prinsip-prinsip teknik dan
ilmu pengetahuan.
Sistem

HACCP

mengidentifikasikan

yang

sistematis

bahaya-bahaya

dan

spesifik

science
dan

based

dapat

langkah-langkah

pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan. HACCP adalah sebuah tool


untuk mengkaji bahaya dan menetapkan sistem pencegahan yang bergantung
pengendalian yang fokus daripada pencegahan daripada bergantung daripada
pengujian produk jadi. Setiap sistem HACCP mampu mengakomodasi perubahan,
seperti disain peralatan yang maju, prosedur pemrosesan atau perkembangan
teknologi (CAC, 2003).
HACCP dapat diterapkan di seluruh rantai pangan dari produksi primer
hingga konsumen akhir dan penerapannya seharusnya dipandu oleh bukti ilmiah
dari resiko terhadap kesehatan manusia. Penerapan HACCP dapat memberikan
manfaat signifikan yang lain, disamping meningkatkan keamanan pangan.
Penerapan sistem HACCP dapat membantu pengawasan oleh pihak berwenang
dan

meningkatkan

kepercayaan

konsumen

dalam

(http://www.europa.eu.int/comm/food index), [01-03-2008].

keamanan

pangan

31

Kesuksesan penerapan HACCP memerlukan komitmen penuh dan


keterlibatan dari manajemen dan seluruh karyawan. Hal ini memerlukan
pendekatan multidisiplin. Multidisiplin seharusnya termasuk, jika sesuai ahli
dalam bidang agronomi, kesehatan veteriner, produksi, mikrobiologi, kedokteran,
kesehatan masyarakat, teknologi pangan, kesehatan lingkungan, kimia dan teknik
dan lain sebagainya. Penerapan HACCP adalah cocok dengan penerapan sistem
manajemen mutu, seperti ISO 9001 (Stanton, 2000).
Untuk semua tipe bisnis pangan, awareness dan komitmen manajemen
sangat

perlu

untuk

penerapan

sebuah

sistem

HACCP

yang

efektif.

Efektifitas tersebut akan bergantung pada manajemen dan karyawan yang


memiliki keahlian dan pengetahuan tentang HACCP. Sistem identifikasi bahaya,
evaluasi dan operasi berikutnya dalam mendesain dan menerapkan sistem
HACCP, pertimbangan harus diberikan pada bahan baku, bahan penunjang,
praktek pabrikasi pangan, peran proses pabrikasi hingga pengendalian bahaya,
seperti pengguna akhir dari produk, kelompok konsumen yang dituju dan bukti
epidemologi terkait dengan keamanan pangan. Maksud sistem HACCP adalah
fokus pada pengendalian Critical Control Point (CCP). Desain ulang dari operasi
seharusnya dipertimbangkan jika bahaya yang harus dikendalikan, diidentifikasi
namun tidak ada CCP yang ditemukan (Hermawan, 2005).
Masalah keamanan pangan merupakan masalah penting dan perlu
mendapat

perhatian

khusus

dalam

program

pengawasan

pangan.

Pengawasan pangan yang mengandalkan pada uji produk akhir tidak dapat
mengimbangi kemajuan yang pesat dalam industri pangan dan tidak dapat
menjamin keamanan makanan yang beredar di pasaran, oleh karena itu
dikembangkan suatu sistem jaminan keamanan pangan yang disebut Analisis
Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point)
yang merupakan suatu tindakan preventif yang efektif untuk menjamin
keamanan pangan. Menurut Gaspersz (2002), sistem ini mencoba untuk
mengidentifikasi berbagai bahaya yang berhubungan dengan suatu keadaan pada
saat pembuatan, pengolahan atau penyiapan makanan, menilai resiko-resiko yang
terkait dan menentukan kegiatan dimana prosedur pengendalian akan berdaya
guna, sehingga prosedur pengendalian lebih diarahkan pada kegiatan tertentu yang

32

penting dalam menjamin keamanan makanan. Pendekatan HACCP akan


membantu

dalam

perencanaan

berbagai

kegiatan

keamanan

makanan

dan pendidikan kesehatan yang memusatkan perhatian pada berbagai bahaya yang
berhubungan dengan jenis makanan yang dikonsumsi, makanan yang diolah
dan disiapkan.
Menurut Sudarmaji (2005), terdapat 12 tugas-tugas yang dapat dilakukan
dalam HACCP. Tugas-tugas dalam urutan logis tersebut adalah sebagai berikut:
1. Membentuk Tim HACCP
Tim terdiri dari multidisiplin seperti bidang teknik, produksi, sanitasi,
mikrobiologi pangan dan jaminan mutu.
2. Mendeskripsikan Produk dan Cara Distribusinya
Digunakan

untuk

menentukan

kemungkinan

terjadinya

bahaya,

menaksir resiko dan mengembangkan tindakan pencegahan yang efektif.


3. Identifikasi Pengguna yang Dituju
Mengidentifikasi konsumen pengguna, apakah untuk konsumen umum
atau untuk golongan konsumen yang peka seperti manula, bayi, wanita hamil,
orang sakit atau orang dengan dayatahan terbatas.
4. Membuat Diagram Alir
Diagram alir harus menyeluruh, meliputi seluruh tahapan dalam proses.
Dalam

diagram

alir

dapat

dimasukkan

tahap-tahap

sebelum

dan

sesudah pengolahan.
5. Konfirmasi Diagram Alir di Lapangan
Dikonfirmasi oleh tim HACCP, diperiksa kelengkapan diagram alir dan
jika perlu dilakukan modifikasi.
6. Prinsip 1 : Identifikasi Analisis Bahaya dan Cara Pencegahannya
Mengidentifikasi bahaya-bahaya potensial yang mungkin timbul yang
berhubungan dengan produksi makanan mulai dari pemeliharaan, pemanenan,
penanganan
penyimpanan,

pemilihan

ingredien

distribusi,

dan

pemasaran,

bahan

tambahan,

penghidangan

dan

pengolahan,
konsumsi.

Menyelidiki kemungkinan bahaya-bahaya yang ada dan menetapkan cara


pencegahan untuk mengendalikannya. Kelompok bahaya dapat di golongkan
menjadi enam kelompok, seperti terlihat pada Tabel 6.

33

Tabel 6. Pengelompokan Bahaya Produk Berdasarkan Karakteristiknya


Kelompok Bahaya
Bahaya A
Bahaya B
Bahaya C
Bahaya D
Bahaya E
Bahaya F

Karakteristik Bahaya
Kelompok produk khusus yang terdiri dari produk non steril yang
ditujukan untuk konsumen beresiko tinggi seperti bayi, orang sakit,
orang tua, dsb.
Produk mengandung bahan/ingredien sensitif terhadap bahaya
biologi, kimia atau fisik.
Di dalam proses produksi tidak terdapat tahap yang dapat :
- Membunuh mikroorganisme berbahaya.
- Mencegah atau menghilangkan bahaya kimia atau fisik.
Produk kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah
pengolahan sebelum pengemasan.
Kemungkinan dapat terjadi kontaminasi kembali atau penanganan
yang salah selama distribusi, penjualan atau penanganan oleh
konsumen, sehingga produk menjadi berbahaya jika dikonsumsi.
- Tidak ada proses pemanasan setelah pengemasan atau waktu
dipersiapkan di rumah yang dapat memusnahkan/menghilangkan
bahaya biologis.
- Tidak ada cara bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan
atau menghancurkan bahaya kimia dan fisik.

Sumber : Sudarmaji, 2005.


7. Prinsip 2 : Penetapan Titik Kendali Kritis/Critical Control Point (CCP)
Menetapkan titik, prosedur atau tahap operasional yang dapat dikendalikan
untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya.
Tahap operasional adalah setiap tahapan dalam produksi makanan atau
pengolahan termasuk di dalamnya bahan mentah, penanganan atau produksi,
penyimpanan dan transportasi.
8. Prinsip 3 : Penetapan Batas Kritis/Critical Limit untuk setiap CCP
Menetapkan batas kritis yang harus dipenuhi pada setiap CCP yang telah
ditetapkan, untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik.
Beberapa kriteria yang umum digunakan sebagai batas kritis adalah:
suhu, waktu, kelembaban, nilai aw, nilai pH, klorin bebas, kesamaan,
konsentrasi garam, keasaman dan viskositas.
9. Prinsip 4 : Pemantauan CCP atau monitoring
Menetapkan sistem atau prosedur untuk memantau pengendalian CCP dan
batas kritis, termasuk pengamatan, pengukuran, pengujian dan pencatatan
secara terjadwal.

34

10. Prinsip 5 : Tindakan Koreksi Terhadap Penyimpangan


Menetapkan tindakan koreksi yang harus dilakukan jika hasil pemantauan
menunjukkan telah terjadi penyimpangan terhadap CCP dan batas kritis.
Tindakan koreksi berbeda-beda tergantung dari tingkat resiko produk,
semakin tinggi tingkat resiko produk, semakin cepat tindakan harus dilakukan.
Tindakan koreksi terhadap penyimpangan dari batas kritis pada CCP dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Tindakan Koreksi Terhadap Penyimpangan Dari Batas Kritis CCP
Tingkat
Resiko
Produk
beresiko
tinggi
Produk
beresiko
sedang
Produk
beresiko
rendah

Tindakan Koreksi
- Produk tidak boleh diproses atau diproduksi sebelum semua penyimpangan
dikoreksi atau diperbaiki
- Produk ditahan atau tidak dipasarkan dan diuji keamanannya. Jika keamanan
produk tidak memenuhi syarat, perlu dilakukan tindakan koreksi/perbaikan
yang tepat
- Produk dapat diproses, tetapi penyimpangan harus diperbaiki dalam waktu
singkat (dalam beberapa hari/minggu)
- Diperlukan pemantauan khusus sampai semua penyimpangan dikoreksi atau
diperbaiki
- Produk dapat diproses, penyimpangan harus dikoreksi atau diperbaiki jika
waktu memungkinkan
- Status resiko rendah tidak berubah menjadi resiko sedang atau tinggi

Sumber : Sudarmaji, 2005.


11. Prinsip 6 : Penetapan Dokumentasi dan Pemeliharaan
Menyusun dokumen yang mencakup semua prosedur dan catatan yang
tepat mengenai prinsip dan penerapan HACCP untuk mengarsipkan
rancangan HACCP.
12. Prinsip 7 : Penetapan Prosedur Verifikasi
Verifikasi merupakan kegiatan evaluasi terhadap program atau rancangan
HACCP untuk membuktikan bahwa sistem HACCP yang diterapkan bekerja
secara efektif.
Aplikasi prinsip-prinsip HACCP terdiri dari tugas-tugas dalam urutan
logis (Gambar 2). Dalam mengendalikan bahaya yang sama, mungkin terdapat
lebih dari satu CCP pada saat pengendalian dilakukan. Penentuan CCP pada
sistem HACCP menggunakan pohon keputusan penentuan CCP seperti pada
Gambar 3, yang menyatakan pendekatan pemikiran yang logis. Penerapan pohon
keputusan harus fleksibel, tergantung apakah operasi tersebut produksi,

35

penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, distribusi atau lainnya. Jika suatu


bahaya telah teridentifikasi pada suatu tahap dimana pengendalian penting untuk
keamanan dan tanpa tindakan pengendalian pada tahap tersebut, maka produk atau
proses harus dimodifikasi pada tahap tersebut, atau pada tahap sebelum dan
sesudahnya

untuk

menentukan

suatu

tindakan

pengendalian

(http://www.codexalimentarius.net), [12-03-2008].
1

Pembentukan Tim HACCP

Pendeskripsian Produk

Identifikasi Rencana Penggunaan

Pembuatan Diagram Alir Produk

Konfirmasi Diagram Alir di Lapangan

Pencatatan Semua Bahaya Potensial yang Berkaitan dengan


Analisa Bahaya, Penentuan Tindakan Pengendalian

7
8

Penentuan Titik Kendali Kritis

Penetapan Batas Kritis Untuk Setiap Titik Kendali Kritis

Penetapkan Sistem Pemantauan Untuk Setiap Titik Kendali Kritis/


monitoring

10

Penetapan Tindakan Koreksi Untuk Setiap Penyimpangan yang Terjadi

11

Penetapan Prosedur Verifikasi

12

Penetapan Dokumentasi dan Pencatatan

Gambar 2. Urutan Logis Untuk Penerapan HACCP (Gaspersz, 2002)

36

Identifikasi Bahaya
Penentuan tingkat yang dapat diterima

Pengkajian bahaya
Penentuan efek terhadap kesehatan dan kemungkinan kejadian

Pengkajian penghilangan atau pengurangan bahaya untuk


produksi pangan yang aman

Pengkajian pengendalian bahaya yangYES


diperlukan untuk
memenuhi tingkat mutu dan dapat diterima

Tidak
Tidak diperlukan
langkah pengendalian
Tidak
Tidak diperlukan
langkah pengendalianNO

Pemilihan kombinasi langkah pengendalian yang sesuai

Perlakuan validasi kombinasi langkah pengendalian

Pengelompokkan langkah pengendalian

HACCP Plan

Gambar 3. Pohon Keputusan Penentuan CCP (Winarno, 2002)


Metode Pembobotan Analytical Hierarchy Process (AHP)
Pembobotan pairwise comparison Analytical Hierarchy Process (AHP)
digunakan untuk menganalisa data survei konsumen dan strategi pengendalian
mutu. AHP merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam
pengambilan suatu keputusan dalam sebuah hirarki fungsional dengan input
utamanya adalah persepsi manusia. Suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur
dipecahkan ke dalam kelompok-kelompok dan kemudian kelompok-kelompok
tersebut diatur menjadi bentuk hirarki. AHP yang dikembangkan oleh Thomas L.
Saaty (2003) dapat memecahkan masalah kompleks yang berkriteria banyak, juga
kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas,
ketidakpastian persepsi pengambil keputusan serta ketidakpastian tersedianya data
statistik yang akurat atau bahkan tidak ada sama sekali. Proses hirarki analitik

37

merupakan suatu model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi


perorangan

atau

kelompok

untuk

membangun

gagasan-gagasan

dan

mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing


dan memperoleh pemecahan yang diinginkan (Saaty, 2003).
Langkah-langkah

dalam

metode

AHP

meliputi

hal-hal

berikut

(Saaty, 2003):
1.

Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2.

Membuat

struktur

hirarki

yang

diawali

dengan

tujuan

umum,

dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatifalternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.
3.

Membuat

matriks

perbandingan

berpasangan

yang

menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan


atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan
judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan
suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4.

Melakukan

perbandingan

berpasangan

sehingga

diperoleh

judgment

seluruhnya sebanyak n x [(n 1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen


yang dibandingkan.
5.

Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten


maka pengambilan data diulangi.

6.

Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7.

Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan.


Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk
mensintesis judgment dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat
hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8.

Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 persen maka


penilaian data judgment harus diperbaiki.

38

Metode Quality Function Deployment (QFD)


Quality Function Deployment (QFD) merupakan metode perencanaan
dan pengembangan produk secara terstruktur yang memungkinkan perusahaan
mendefinisikan secara jelas kebutuhan dan harapan konsumen dan mengevaluasi
kemampuan produk atau jasa secara sistematik untuk memenuhi kebutuhan
dan harapan konsumen tersebut atau alat perencanaan yang digunakan untuk
memenuhi harapan-harapan konsumen dengan

merancang produk baru.

Pendekatan disiplinnya terletak pada desain produk, rekayasa, produktifitas serta


memberikan evaluasi mendalam terhadap suatu produk, sehingga jika
diimplementasikan secara tepat dapat meningkatkan pengetahuan rekayasa,
produktivitas dan mutu, mengurangi biaya, mengurangi waktu pengembangan
produk serta perubahan-perubahan rekayasa seiring dengan kemajuan zaman
dan permintaan konsumen. QFD juga merupakan suatu praktek untuk perbaikan
proses yang memungkinkan perusahaan memenuhi harapan konsumen (Andrew
dan Lee, 2007).
Menurut Gaspersz (2001), penilaian kinerja mutu produk dilaksanakan
dengan alat analisis QFD yang merupakan suatu proses atau mekanisme
terstruktur untuk menentukan kebutuhan konsumen dan menerjemahkan
kebutuhan-kebutuhan itu kedalam kebutuhan teknis yang relevan, dimana masingmasing area fungsional dan tingkat organisasi dapat mengerti dan bertindak.
QFD mencakup monitor dan pengendalian yang tepat dari proses operasional
menuju sasaran. Alat utama dari proses QFD adalah matriks, dimana hasilhasilnya dicapai melalui penggunaan tim antar departemen atau fungsional dengan
mengumpulkan, menginterprestasi, mendokumentasikan dan memprioritaskan
kebutuhan-kebutuhan konsumen.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan QFD adalah sebagai berikut
(Sullivan dalam Ariani, 2000):
a.

Customer-focused, yaitu mendapatkan input dan umpan balik dari konsumen


mengenai kebutuhan dan harapan konsumen. Hal ini penting karena
performasi suatu perusahaan tidak akan terlepas dari konsumen apalagi bila
para pesaing juga melakukan hal yang sama.

39

b.

Time-efficient,

yaitu

mengurangi

waktu

pengembangan

produk.

Program pengembangan produk akan difokuskan pada kebutuhan dan


harapan konsumen dengan menerapkan QFD.
c.

Time-oriented,

yaitu

menggunakan

pendekatan

yang

berorientasi

pada kelompok. Semua keputusan didasarkan pada konsensus dan


keterlibatan semua orang dalam diskusi dan pengambilan keputusan dengan
teknik brainstorming.
d.

Documentation-oriented, yaitu menggunakan data dan dokumentasi yang


berisi semua proses dan seluruh kebutuhan dan harapan konsumen. Data dan
dokumentasi digunakan sebagai informasi mengenai kebutuhan dan harapan
konsumen yang selalu diperbaiki dari waktu ke waktu.
Menurut Nasution (2004), titik awal dari QFD adalah konsumen serta

keinginan dan kebutuhan dari konsumen itu. Pada penerapan QFD, hal ini disebut
sebagai suara dari konsumen. Isu-isu utama dalam suara konsumen antara lain
adalah (1) memikirkan kebutuhan dan keinginan konsumen, (2) sebagai titik awal
untuk merancang produk dan proses operasional, (3) berfokus dan mengendalikan
proses, (4) harus dimonitor secara terus-menerus, (5) merupakan tanggung jawab
untuk semua area fungsional agar kebutuhan konsumen dapat dipahami,
(6) dan memberikan basis untuk pengukuran kritis.
Matrix House of Quality (HOQ) atau rumah mutu adalah bentuk yang
paling dikenal dari QFD. Matriks ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian
horizontal dari matriks berisi informasi yang berhubungan dengan konsumen
dan disebut dengan tabel konsumen, bagian vertikal dari matriks berisi informasi
teknis sebagai respon bagi input konsumen dan disebut tabel teknis
(Technical Table) (Marsh, 2001).
Proses QFD dilaksanakan dengan menyusun sebuah matriks yang disebut
rumah mutu atau The House of Quality (HOQ). Matriks ini menjelaskan apa saja
yang menjadi harapan konsumen dan bagaimana memenuhinya. Matriks rumah
mutu (Gambar 4) terdiri dari enam bagian, yaitu sebagai berikut (Gaspersz, 2001):

40

1. Kebutuhan konsumen, berisi daftar semua kebutuhan dan harapan konsumen


yang umumnya ditentukan dengan riset pasar secara kualitatif.
2. Matriks perencanaan, berisi tingkat kepuasan konsumen terhadap perusahaan
dan pesaingnya, target perusahaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen
serta perbandingan kemampuan perusahaan dan pesaing dalam memenuhi
kebutuhan konsumen.
3. Tanggapan teknis, merupakan aspek atau kegiatan teknis proses yang
berhubungan dengan produk.
4. Hubungan keterkaitan, berisi pertimbangan tim tentang hubungan yang kuat
atau lemah antara kebutuhan dan harapan konsumen.
5. Hubungan teknis, berisi penilaian mengenai penerapan antar hubungan
elemen-elemen dalam tanggapan teknis dengan kebutuhan konsumen.
6. Matriks teknis, berisi informasi tentang prioritas tanggapan teknis berdasarkan
kebutuhan dan harapan konsumen, perbandingan performansi teknis
perusahan dengan pesaing dan tingkat kepentingan performansi teknis.

6. Matriks
Korelasi

3. Tanggapan Teknis
1. Kebutuhan Konsumen

4. Hubungan Keterkaitan

2. Matriks Rencana
(Riset Pasar dan
perencanaan strategik)

(Tanggapan atas Kebutuhan


Konsumen)
5. Matriks Teknis (Prioritas
Tanggapan Teknis, Target
Teknis)

Gambar 4. Rumah Mutu atau House of Quality (Gaspersz, 2001)

41

Penelitian Terdahulu
Yusastra (1999), menganalisa sikap, harapan dan evaluasi konsumen
terhadap mutu minuman teh dalam kemasan. Analisa dilakukan terhadap merek
dan jenis minuman teh, harapan konsumen terhadap minuman teh kemasan yang
ideal serta faktor yang mempengaruhi perbedaan harapan tersebut dengan
menggunakan analisis sikap multi atribut Fishbein, uji General Linear Model,
uji

Korespondensi

dan

metode

Quality

Function

Deployment

(QFD).

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut adalah merek yang
paling banyak dikonsumsi adalah teh botol sosro dengan jenis kemasan botol;
responden tidak fanatik terhadap salah satu merek; tidak terdapat hubungan yang
nyata antara sikap responden dengan umur, pengeluaran rata-rata dan jenis
kelamin;

harapan

konsumen

yang

tertinggi

adalah

mudah

didapat.

Berdasarkan evaluasi konsumen diketahui bahwa Teh Botol Sosro memiliki


kelebihan dalam hal kemudahan mendapatkan, rasa aroma dan warna yang sesuai
tetapi aspek keamanan atau kesehatannya kurang; Tekita memiliki volume yang
lebih besar tetapi rasanya kurang disukai konsumen; Hi-C memiliki kelebihan
karena diperkaya dengan Na-askorbat tetapi rasanya yang asam kurang disukai;
warna Hi-C dan Lipton yang mencolok juga kurang disukai konsumen.
Muspitawati (2002), mengkaji keinginan atau kebutuhan konsumen untuk
mengembangkan strategi peningkatan mutu pada industri sayuran segar
PT. Saung Mirwan, Ciawi Bogor. Metode QFD digunakan untuk menganalisa dan
merumuskan keinginan konsumen yang dilengkapi dengan analisis statistika
pengendalian mutu dan analisis Strong Weakness Opportunity Threats (SWOT).
Kesimpulan yang diperoleh adalah analisa QFD menunjukkan bahwa kemampuan
perusahaan dalam memenuhi keinginan dan harapan konsumen secara
keseluruhan sudah cukup memuaskan dan jika dibandingkan dengan pesaing,
produk yang dihasilkan memiliki mutu yang sama atau lebih baik. Kombinasi
antara QFD dan pemantauan proses yang sesuai dapat digunakan sebagai dasar
untuk merumuskan strategi peningkatan mutu produk sesuai keinginan konsumen
dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal perusahaan.

42

Asari (2003), meneliti tentang penerapan QFD dalam peningkatan


manajemen mutu susu di KBPS Pangalengan, Bandung. Analisa dilakukan secara
menyeluruh terhadap seluruh permasalahan yang mempengaruhi manajemen mutu
dan

mutu

produk

yang

dihasilkan.

Metode

QFD

digunakan

untuk

memformulasikan manajemen mutu dengan menyusun matriks House of Quality.


Kesimpulan yang diperoleh antara lain kegiatan-kegiatan di dalam manajemen
mutu adalah fokus pada konsumen, obsesi pada mutu, kerjasama tim,
perbaikan sistem kerja secara berkesinambungan, pendidikan dan pelatihan serta
keterlibatan dan pemberdayaan karyawan; faktor-faktor yang mempengaruhi
mutu, yaitu metode, mesin atau peralatan, pengujian, dan bahan baku; sedangkan
formulasi manajemen diperoleh dengan meningkatkan mutu bahan baku,
melakukan efisiensi proses pengolahan, meningkatkan kerjasama dengan
distributor melalui penambahan jumlah distributor baru, pengembangan pasar
baru serta meluncurkan produk.
Lina Noersanti (2004), meneliti tentang penggunaan QFD dalam
perancangan dan pengembangan produk Handle Liver. Metode yang digunakan
adalah metode QFD. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisa dengan metode
QFD untuk kasus yang diteliti menghasilkan rancangan syarat-syarat teknis yang
harus diprioritaskan penanganannya oleh perusahaan. Prioritas utama adalah
dimension, berikutnya adalah material coat. QFD merupakan salah satu alat yang
dapat menghubungkan antara keinginan konsumen dengan desain produk. QFD
dapat membantu proses dengan menterjemahkan keinginan konsumen ke dalam
syarat-syarat teknis yang harus diprioritaskan penanganannya oleh perusahaan.
Penggunaan matriks HOQ dalam analisis memudahkan untuk melihat dan
mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perancangan prioritas
spesifikasi teknis suatu produk.
Indria Purwatiningrum (2007), meneliti tentang penerapan QFD pada
pengembangan produk Extruded Snack. Metode yang digunakan adalah
pendekatan garis tengah linier pada diagram Kano (attribute one-dimentional)
memperlihatkan isu jenis kinerja. Diagram Kano sebagai model hubungan antara
mutu yang diharapkan (satu dimensi) terhadap mutu attractive dan menggunakan
metode QFD untuk menggambarkan proses maupun inisiatif redefinisi, dimana

43

kepentingan konsumen dilibatkan. Kesimpulan yang diperoleh bahwa untuk


menghasilkan produk Extruded Snack yang memiliki daya saing, pihak industri
perlu mengetahui attribut kunci pada produk yang dinilai penting oleh konsumen.
Berdasarkan hasil penelitian,

attribut mutu intrinsik yang dinilai penting oleh

responden adalah warna, rasa, aroma, kerenyahan dan masa simpan.


Hasil pengamatan kondisi perusahaan saat ini, perlu diprioritaskan penelitian
mengenai optimasi proses, yaitu pencampuran bumbu (seasoning), suhu dan
waktu pengeringan, perbaikan kemasan, dalam hal ini yang dimaksud adalah
gambar kemasan yang lebih jelas dan perbaikan rantai distribusi produk.
Marline Sofiana Paendang (2006), meneliti tentang metode QFD dalam
penentuan prioritas pelayanan pada perusahaan asuransi. Metode yang digunakan
adalah metode QFD untuk memperoleh urutan prioritas pelayanan berdasarkan
keinginan konsumen dan karakteristik teknis perusahaan dengan menggunakan
matriks HOQ. Metode analisis kesesuaian digunakan untuk memperoleh urutan
prioritas pelayanan berdasarkan tingkat kepentingan dan kepuasan konsumen
(kinerja perusahaan). Kesimpulan yang diperoleh adalah QFD merupakan suatu
alat yang menghubungkan antara keinginan konsumen dengan kemampuan
perusahaan (karakteristik teknis). Proses QFD dengan menggunakan matriks
HOQ dapat memudahkan dalam memperoleh faktor-faktor yang berpengaruh
(prioritas) dalam proses produksi (pelayanan) berdasarkan keinginan konsumen
dan kemampuan perusahaan. Hasil analisa mengenai prioritas pelayanan yang
harus diperhatikan oleh perusahaan asuransi dengan menggunakan metode QFD
adalah meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM), mendatangi konsumen
secara langsung, menambah petugas dan tempat pelayanan, menyediakan fasilitas
pendukung pelayanan, menjalin komunikasi dengan konsumen dan meningkatkan
kesejahteraan petugas pelayanan. Terdapat perbedaan mengenai prioritas
pelayanan dengan menggunakan metode QFD dan analisis kesesuaian. Hal ini
disebabkan pada analisis kesesuaian penentuan prioritas hanya berdasarkan
keinginan konsumen, sedangkan pada metode QFD penentuan prioritas
didasarkan

pada

keinginan

(karakteristik perusahaan).

konsumen

dan

kemampuan

perusahaan

44

Pada penelitian ini dilakukan identifikasi faktor-faktor mutu produk karkas


ayam pedaging PT. Sierad Produce, Tbk menurut konsumen dengan cara
mengetahui keinginan dan persepsinya terhadap produk dan dianalisa dengan
menggunakan beberapa metode, antara lain metode QFD dengan matriks HOQ,
Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan strategi yang tepat dalam
menerapkan manajemen mutu, Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
untuk mengimplementasikan sistem manajemen mutu dan keamanan produk, serta
metode Self Assessment pada penilaian Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001:2000)
dan Sistem Manajemen Kemanan Pangan (HACCP) dengan tujuan mencapai
keunggulan daya saing industri pemotongan ayam pedaging melalui keunggulan
produktivitas mutu. Perbandingan dan posisi penelitian yang dilakukan dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Perbandingan Metode yang Digunakan dalam Penelitian Terdahulu
dengan Posisi Penelitian yang Dilakukan
No Penelitian

1 Yusastra (1999)
2 Muspitawati (2002)
3 Asari (2003)
4 Lina noersanti (2004)
Marlina Sofiana
Paendang (2006)
Indra Purwantiningrum
6
(2007)
Penelitian yang
7
dilakukan (2008)
5

Metode Pengukuran Mutu Produk


QFD dan
Self
Analisis
AHP HACCP
Matriks HOQ
Assessment SWOT

Anda mungkin juga menyukai