Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MIKROBIOLOGI

FARMASI TERAPAN
KOEFISIEN FENOL

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
NAMA : MITA SOLISSA
ST.MASITA
RIAH ODEEWINATASARY
WAHYUNI MEILANINGSIH
SITI WIRDANI.K
KELAS : A

STIKES MEGA REZKY


MAKASSAR
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepada kita, sehingga tugas makalah biokimia tentang KOEFISIEN
FENOL dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini juga sebagai tugas
yang harus dikerjakan untuk sarana pembelajaran bagi kita.
Makalah ini saya buat berdasarkan apa yang telah saya terima dan juga
saya kutib dari berbagi sumber baik dari buku maupu dari media
elektronik.Semoga isi dari makalah ini dapat berguna bagi kita dan dapat
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai apa saja tentang koefisien
fenol.
Selayaknya manusia biasa yang tidak pernah lepas dari kesalahan, maka
dalam pembuatan makalah ini masih banyak yang harus di koreksi dan jauh dari
sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran sangat dianjurkan guna memperbaiki
kesalahan dalam makalah ini.Demikian, apabila ada kesalahan dan kekurangan
dalam isi makalah ini,penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Makassar, 1 Desember 2015

Kelompok 7

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti
bakteri

dan

virus,

juga

untuk

membunuh

atau

menurunkan

jumlah

mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan


sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad
renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan
dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan
pakaian.
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai
antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan
antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut
harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras.
Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara
dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada
kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam
proses sterilisasi. Telah dilakukan perbandingan koefisien fenol turunan aldehid
dan halogen terhadap mikroorganisme Staphylococcus aureus yang resisten
terhadap ampisilin dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan dari disinfektan
turunan aldehid dan halogen yang dibandingkan dengan fenol dengan metode uji
koefisien fenol .
Uji fenol koefisien merupakan uji yang digunakan untuk membandingkan
aktifitas antimicrobial suatu senyawa kimia dibandingkan dengan fenol pada
kondisi yang standar. Sejumlah pengenceran seri dari bahan kimia yang akan di
uji dilakukan dengan pembanding fenol murni yang dilakukan pada tabung reaksi
steril. Sejumlah kultur murni mikroorganisme standar unuk tes seperti

Staphylococcus aureus atau Salmonella typhi ditambahkan pada setiap tabung.


Subkultur dari mikroorganisme tersebut dibuat dari setiap pengenceran
desinfektan uji dalam media cair steril pada interval 5,10 dan 15 menit setelah
mikroorganisme dimasukkan pada desinfektan. Semua subkultur diinkubasi pada
suhu 37 C selama 48 jam dan diamati keberadaan atau ketidak beradaan
pertumbuhannya.
Fenol koefisien diperoleh dengan membagi pengenceran tertinggi dari
desinfektan atau senyawa kimia uji yang mematikan mikroorganisme dalam 10
menit tetapi tidak pada 5 menit dengan pengenceran fenol tertinggi yang
membunuh mikroorganisme dalam 10 menit, bukan pada 5 menit. Fenol koefisien
yang angkanya tidak lebih dari satu menunjukkan bahwa agen atau senyawa kimia
uji tersebut sama efektifnya atau sedikit efektif dibandingkan fenol. Koefisien
fenol lebih besar sari 1 menunjukkan bahwa senyawa kimia tersebut lebih efektif
dibandingkan dengan fenol jika dilakukan pada kondisi yang sama. Fenol
koefisiennya 5 menunjukkan bahwa senyawa uji efektifitasnya 5 kali lebih besar
dibandingkan fenol.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian
eksperimental dengan judul fenol koefisien untuk membandingkan efektifitas
suatu desinfektan dan untuk mengetahui keefektifan suatu desinfektan (fenol)
terhadap pertumbuhan bakteri. Sehingga diharapkan dapat mengetahui konsep
keefektifan suatu desinfektan (fenol) terhadap pertumbuhan bakteri.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah efektifitas suatu desinfektan?
2. Apa saja golongan-golongan ( fenol )?
3. Bagaiman uji koefisien( fenol)

C. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui efektifitas suatu desinfektan.
2. Untuk mengatahui golongan-golongan(fenol)
3. Untuk mengatahui uji koefisien (fenol)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Desinfektan

Desinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah


terjadinya infeksi dengan membunuh jasad renik (bakterisid), terutama pada
benda mati. Proses desinfeksi dapat menghilangkan 60% - 90% jasad renik.
Desinfektan digunakan secara luas untuk sanitasi baik di rumah tangga,
laboratorium, dan rumah sakit (Dwidjoseputro, 1989 ).
Kriteria suatu desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat untuk
menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar, berspektrum luas, aktivitasnya
tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur, dan kelembaban, tidak
toksik pada hewan dan manusia, tidak bersifat korosif, bersifat biodegradable,
memiliki kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap, tidak meninggalkan
noda, stabil, mudah digunakan, dan ekonomis (Dwidjoseputro, 1989 .
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas desinfektan yang digunakan
untuk membunuh jasad renik adalah ukuran dan komposisi populasi jasad
renik, konsentrasi zat antimikroba, lama paparan, temperatur, dan lingkungan
sekitar (Block,S.S(ed).1977).
Sehingga

merusak

membran

sel,

mendenaturasi

protein,

dan

menghambat enzim. Pada kadar optimal, senyawa ammonium kuartener


menyebabkan sel mengalami lisis sedangkan pada kadar yang lebih tinggi, terjadi
denaturasi protein enzim bakteri (Waluyo,L.,2004.Mikrobiologi Umum Cetakan
Pertama).

2.2.3 Mengubah permeabilitas membran sel bakteri

Membran sel berguna sebagai penghalang selektif terhadap zat terlarut


dan menahan zat yang tidak larut. Beberapa zat diangkut secara aktif melalui
membran,

sehingga

konsentrasinya

dalam

sel

tinggi.

Zat-zat

yang

terkonsentrasi pada permukaan sel akan mengubah sifat-sifat fisiknya sehingga


membunuh dan menghambat sel (Ernest Jawetz,M.D.,Ph.D.1986.)
Perubahan permeabilitas membran sel bakteri merupakan mekanisme
kerja fenol, dan senyawa amonium kuartener. Terjadinya perubahan permeabilitas
membran sel menyebabkan kebocoran kostituen sel yang esensial sehingga
bakteri mengalami kematian (Parker,J.,2002.)
Senyawa kation aktif seperti klorheksidin dapat berinteraksi dengan
gugus-gugus yang bermuatan negatif pada dinding sel bakteri. Interaksi ini
menyebabkan netralisasi muatan yang memfasilitasi adsorpsi zat aktif sehingga
terjadi

kerusakan

menyebabkan

dinding

sel

presipitasi

bakteri.
protein

Selain

itu,

plasma

klorheksidin
sel

juga
bakteri

(ErnestJawetz,M.D.,Ph.D.1986).

2.2.4 Interkalasi dalam asam deoksiribo nukleat (ADN)


Senyawa Turunan trifenilmetan seperti gentian violet dan akridin
seperti akriflavin bekerja sebagai antibakteri dengan mengikat secara kuat
asam nukleat. Ikatan ini akan menghambat sintesis ADN sehingga sintesis protein
tidak terjadi. Turunan trifenilmetan dan turunan akridin merupakan kation aktif
yang dapat membentuk ikatan hidrogen menghasilkan kompleks dengan gugus
bermuatan negatif dari konstituen sel. Hal ini menyebabkan penghambatan proses
biologi yang penting untuk kehidupan bakteri sehingga bakteri mengalami
kematian (Mc Donnel G,Russel AD:1999).

2.2.5 Pembentukan khelat


Beberapa turunan fenol, seperti heksaklorofen dan oksikuinolin dapat
membentuk khelat dengan ion Fe dan Cu masuk ke dalam sel bakteri,
kemudian bentuk khelat tersebut masuk ke dalam sel bakteri. Kadar yang tinggi
dari ion-ion logam di dalam sel menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim
sehingga jasad renik mengalami kematian ((Parker,J.,2002).

2.3 Penggolongan Desinfektan


Block,S.S(ed).1977,desinfektan dapat dibagi menjadi enam kelompok,
yaitu:
2.3.1 Turunan aldehida
Senyawa turunan aldehid memiliki gugus aldehid (COH) pada
struktur

kimianya,

glutaraldehid. aldehid

misalnya

formaldehid,

umumnya

digunakan

paraformaldehid,
dalam

dan

campuran

air

dengan konsentrasi 0,5% - 5% dan bekerja dengan mendenaturasi protein


sel bakteri (Block,S.S(ed).1977).

Larutan

formaldehid

(formalin),

mengandung

formaldehid

(HCOH) 37% yang mempunyai aktivitas antibakteri dengan kerja yang


lambat. Larutan formaldehid
desinfektan

digunakan

untuk

pengawetan

mayat,

ruangan, alat-alat, dan baju dengan kadar 1:5000. Larutan

formaldehid dalam air atau alkohol digunakan untuk mendesinfeksi tangan


dengan konsentrasi maksimum 0,5 mg/L (Block,S.S(ed).1977). Struktur
kimia formaldehid dapat dilihat pada Gambar 24(b)

O
C

H
(a)

(b)

Paraformaldehid diperoleh dengan menguapkan larutan formaldehid.


Senyawa ini serupa dengan formalin. Paraformaldehid mempunyai bau
kurang menyenangkan.

Paraformaldehid

bekerja

pada

konsentrasi

maksimum 0,1 mg/L (Block,S.S(ed).1977). Struktur kimia paraformaldehid


dapat dilihat pada Gambar 2.4(b).
O

C
H
(a)

(b)

Gambar 2.4 Struktur Kimia Formaldehid (a) dan Paraformaldehid (b)


Glutaraldehid digunakan untuk mensterilkan bahan cair dan peralatan
bedah yang tidak dapat disterilkan dengan pemanasan. Senyawa
ini mempunyai keuntungan karena tidak berbau dan efek iritasi terhadap
kulit dan mata lebih rendah dibanding formalin. Larutan glutaraldehid
2% efektif sebagai antibakteri dan spora pada pH 7,5 8,5 (Fazlara and
Ekhtelat, 2012).

Glutaraldehid mempunyai lebih efektif daripada Formaldehid dan


tidak berpotensi karsinogenik sehingga lebih banyak dipilih dalam bidang
virologi (Block,S.S(ed).1977).
Mekanisme reaksinya dijelaskan pada Gambar 2.5

O
C

H
C

O
C
H

Gambar 2.5
Glutaraldehid

Pada prinsipnya, turunan aldehida ini dapat digunakan dengan


spektrum luas. Misalnya, formaldehid membunuh jasad renik dalam
ruangan, peralatan, dan lantai. Sedangkan glutaraldehid digunakan untuk
membunuh virus. Keunggulan turunan aldehid adalah sifatnya stabil,
persisten, dapat dibiodegradasi, dan cocok dengan beberapa material
peralatan.

Namun senyawa tersebut dapat mengakibatkan resistensi

jasad renik, berpotensi sebagai


iritasi

pada

sistem

karsinogen

dan

mukosa (Block,S.S(ed).1977).

mengakibatkan

2.3.2 Turunan alkohol


Turunan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain
turunan aldehid, misalnya etanol (C2H5OH), isopropanol (C3H7OH).
Alkohol bekerja dengan mendenaturasi protein dari sel bakteri dan
umumnya dibuat
dalam campuran air pada konsentrasi 70% - 90%. Etanol bersifat bakterisid
yang cepat, digunakan sebagai antiseptik kulit dan sebagai pengawet.
Aktivitas bakterisidnya optimal pada kadar 70%. Isopropanol mempunyai
aktivitas bakterisid lebih kuat dibandingkan etanol karena lebih efektif
dalam menurunkan tegangan permukaan sel bakteri dan denaturasi bakteri
(Block,S.S(ed).1977).

2.3.3 Senyawa pengoksidasi


Senyawa pengoksidasi yang umum digunakan sebagai desinfektan
adalah hidrogen peroksida, benzoil peroksida, karbanid peroksida, kalium
permanganat, dan natrium perborat (Block,S.S(ed).1977).
Hidrogen peroksida adalah senyawa pengoksidasi yang sering
digunakan sebagai antimikroba. Senyawa ini diurai oleh enzim katalase
menghasilkan oksigen yang aktif sebagai antiseptik. Hidrogen peroksida
digunakan untuk mencuci luka dan penghilang bau badan dengan kadar 13% (Block,S.S(ed).1977).
Benzoil peroksida dalam air melepaskan hidrogen peroksida dan
asam benzoat. Benzoil peroksida pada konsentrasi 5-10% digunakan sebagai
antiseptik dan keratolitik untuk pengobatan jerawat (Block,S.S(ed).1977)
Karbanid peroksida disebut juga urea peroksida, mengandung
hidrogen peroksida (34%) dan oksigen (16%). Larutan karbamid peroksida
dalam air secara perlahan-lahan melepaskan hidrogen peroksida, dan
digunakan

untuk antiseptik

(Block,S.S(ed).1977).

pada

telinga

dan

pada

luka

Kalium permanganat dan natrium perborat digunakan sebagai


desinfektan dan antiseptik karena bersifat oksidatif. Pada umumnya,
kedua senyawa tersebut digunakan untuk pemakaian lokal dalam bentuk
larutan dalam air (Block,S.S(ed).1977).
2.3.4 Turunan fenol

Fenol sendiri mempunyai efek antiseptik dan desinfektan. Golongan


fenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat bakterisid
namun tidak bersifat sporisid. Senyawa turunan fenol yang dikenal sebagai
senyawa fenolik mengandung molekul fenol yang secara kimiawi dapat
diubah. Perubahan struktur kimia tersebut bertujuan untuk mengurangi efek
iritasi kulit dan meningkatkan aktivitas antibakteri (Block,S.S(ed).1977).
Senyawa fenolik seringkali digunakan dalam campuran sabun dan
deterjen. Aktivitas antimikroba senyawa fenolik disebabkan kemampuannya
merusak

lipid

pada

membran

plasma

mikroorganisme

sehingga

menyebabkan isi sel keluar. Peningkatan sifat lipofil turunan fenol akan
meningkatkan aktivitas desinfektannya. Salah satu senyawa fenolik yang
paling sering digunakan adalah kresol (Block,S.S(ed).1977).
Fenol digunakan sebagai senyawa baku dalam pengujian desinfektan
karena memiliki mekanisme kerja yang luas. Fenol dapat merusak dinding
sel dan

membran

sel,

mengkoagulasi

protein,

merusak

ATPase,

merusak sulfohidril dari protein, dan merusak DNA sehingga efektif


membunuh bakteri (Block,S.S(ed).1977).
Pemasukan gugus halogen, seperti klorin dan bromin ke inti fenol
akan meningkatkan aktivitas antiseptik. Aktivitas ini lebih meningkat bila
jumlah halogen yang dimasukkan bertambah. Polihalogenisasi fenol akan
membentuk senyawa yang mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil.
Ikatannya dengan reseptor inti fenol lemah, sehingga aktivitasnya rendah.
Pemasukan gugus nitro dapat meningkatkan aktivitas antimikroba.

Sedangkan pemasukan gugus asam karboksilat dan asam sulfonat


menurunkan aktivitas antimikroba karena menurunkan kelarutan dalam
lemak

sehingga

penembusan

ke

membran

sel

bakteri

menurun

(Block,S.S(ed).1977).
Fenol,

fenol

terhalogenisasi,

dan

alkilfenol

meskipun

efek

antibakterinya besar tetapi tidak dapat digunakan secara sistemik karena


toksisitasnya tinggi. Senyawa-senyawa tersebut hanya digunakan untuk
antiseptik kulit, mulut, dan

desinfektan. Contoh: timol, kresol,

klorokresol, klorosilenol, dan betanaftol (Block,S.S(ed).1977).


2.3.5 Turunan ammonium
Kuartener
Turunan

amonium

kuartener

seperti

benzalkonium

klorida,

benzetonium klorida, setrimid, dequalinium klorida, dan domifen bromida.


Turunan ini mempunyai efek bakterisid dan bakteriostatik terhadap bakteri
Gram positif dan Gram negatif, jamur, dan protozoa. Tetapi, turunan ini
tidak aktif terhadap bakteri pembentuk spora, seperti Mycobacterim
tuberculosis dan virus (Block,S.S(ed).1977).
Keuntungan penggunaan turunan amonium kuartener sebagai
desinfektan antara lain adalah toksisitasnya rendah, kelarutan dalam air
besar, stabil dalam larutan air, tidak berwarna, dan tidak menimbulkan
korosi pada alat logam. Kerugiannya adalah senyawa ini tidak efektif
dengan adanya sabun dan surfaktan anionik dan non ionik, ion Ca dan Mg,
serum

darah,

makanan,

(Block,S.S(ed).1977).

dan

senyawa

kompleks

organik

2.3.6 Turunan halogen dan halogenofor

Turunan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium


seperti larutan iodium, iodofor, dan povidon iodium. Kompleks klorin
dengan senyawa organik disebut klorofor, sedangkan kompleks iodin
dengan senyawa organik disebut iodofor. Halogen dan halogenofor
digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Klorin dan klorofor terutama
digunakan untuk mendesinfeksi air, seperti air minum dan air kolam renang.
Contohnya, klorin dioksida, natrium hipoklorit, kalsium hipoklorit, dan
triklosan. Sedang iodin dan iodofor digunakan untuk antiseptik kulit
sebelum pembedahan

dan

antiseptik

luka. Turunan ini umumnya

digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1 - 5% dan mampu


mengoksidasi dalam rentang waktu 10 - 30 menit. Contohnya, povidon
iodium (Block,S.S(ed).1977).

2.4 Koefisien Fenol

Koefisien fenol merupakan kemampuan suatu desinfektan dalam


membunuh bakteri dibandingkan dengan fenol. Uji ini dilakukan untuk
membandingkan aktivitas suatu produk (desinfektan) dengan fenol baku
dalam kondisi uji yang sama. Fenol dijadikan standar dalam uji
efektivitas desinfektan karena kemampuannya dalam membunuh jasad renik
sudah teruji. Penentuan koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi kekuatan
anti mikroba suatu desinfektan dengan memperkirakan efektivitasnya
berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak terhadap mikroorganisme
tertentu (Dwijoseputro, 1982; Somani, et al., 2011
Pengujian desinfektan yang baik harus mampu memprediksikan
kekuatannya ketika digunakan. Desinfektan digunakan untuk pemeliharaan
permukaan, peralatan-peralatan, air, kain linen, obat-obatan, bidang
pertanian,

dan

industri

makanan.

Uji

yang

lebih

spesifik

telah

dikembangkan untuk memberikan gambaran keefektifan suatu desinfektan.


Metode pengujian desinfektan meliputi uji pembawa, uji suspensi, uji
kapasitas, dan uji praktik (Dwijoseputro, 1982; Somani, et al., 2011).

2.4.1 Uji pembawa (carrier tests)

Uji pembawa merupakan metode yang telah lama digunakan.


Pembawa yang

digunakan

pada

uji

ini

adalah

sutera

yang

dikontaminasi dengan inokulum mikroorganisme uji. Setelah dikeringkan,


pembawa dimasukkan ke dalam larutan desinfektan dengan waktu kontak
tertentu, kemudian diinokulasi dalam media pertumbuhan. Tidak adanya
pertumbuhan mikroorganisme menunjukkan kekuatan desinfektan uji
(Waluyo,L.,2004.Mikrobiologi Umum Cetakan Pertama).
Kelemahan uji pembawa adalah jumlah bakteri yang terdapat pada
pembawa sulit diperkirakan. Selain itu, bakteri yang bertahan hidup pada
pembawa selama pengeringan tidak konstan (Dwijoseputro, 1982; Somani,
et al., 2011).
2.4.2 Uji suspensi (suspension tests)

Uji suspensi merupakan metode pengujian desinfektan yang paling


sederhana. Metode ini dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Uji
suspensi secara kualitatif dilakukan dengan mengambil satu sengkelit
suspense mikroorganisme dan dimasukkan ke dalam larutan desinfektan.
Suspensi kemudian diinokulasi pada media pertumbuhan. Kekuatan
desinfektan ditunjukkan

dengan

ada

tidaknya

pertumbuhan

mikroorganisme (Block,S.S(ed).1977).
Koefisien
pengenceran

fenol

desinfektan

dihitung
dengan

dengan
fenol

membandingkan
yang

mampu

mikroorganisme dalam kondisi yang sama (Block,S.S(ed).1977).

tingkat

membunuh

Uji suspensi secara kuantitatif dilakukan dengan membandingkan


jumlah mikroorganisme hidup sebelum dan sesudah kontak dengan
desinfektan uji. Kekuatan desinfektan dihitung berdasarkan nilai efek
mikrobiosid, yaitu perbandingan logaritma jumlah koloni mikroorganisme
sesudah dan sebelum kontak. Jika nilai efek mikrobiosid 1, menunjukkan
desinfektan mampu membunuh 90% koloni mikroorganisme. Jika nilai efek
mikrobiosid 2, menunjukkan 99% mikroorganisme terbunuh. Syarat umum
yang ditentukan adalah jika efek mikrobiosid > 5, maka 99,99%
mikroorganisme terbunuh (Dwijoseputro, 1982; Somani, et al., 2011).
2.4.3 Uji kapasitas (capacity tests)
Uji kapasitas adalah metode yang dilakukan untuk mengukur
kemampuan desinfektan membunuh mikroorganisme tertentu dengan
meningkatkan

jumlah

desinfektan ditentukan

mikroorganisme
berdasarkan

secara

jumlah

bertahap.
bakteri

Kapasitas

yang

masih

mampu dibunuh (Dwijoseputro, 1982; Somani, et al., 2011).


2.4.4 Uji praktek (practical tests)
Uji praktek dilakukan dengan mengukur hubungan waktu dan
konsentrasi desinfektan terhadap mikroorganisme yang terdapat pada
peralatan rumah tangga. Metode ini bertujuan untuk memastikan apakah
efektivitas

desinfektan

memiliki

korelasi

dengan

hasil

percobaan

laboratorium. Uji ini umumnya digunakan untuk desinfektan permukaan


(Block,S.S(ed).1977).
Uji desinfeksi permukaan menggunakan sepotong polivinil klorida
(PVC) yang sudah dikontaminasi oleh inokulum bakteri baku. Setelah
dikeringkan, sejumlah larutan desinfektan kemudian disebar menutupi PVC
dengan waktu kontak tertentu dan dibilas dengan air suling steril. Air
bilasan diinokulasi untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan bakteri
(Block,S.S(ed).1977).

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat diambil suatu kesimpulan yaitu :
1. Larutan fenol yang telah diinokulasi bakteri tidak menyebabkan kematian
bakteri gram negative yang ditanam di dalamnya.
2. Larutan desinfektan yang telah diinokulasikan bakteri juga tidak dapat
membunuh bakteri gram negative yang ditanamkan di dalamnya.
B. Saran
Saran yang dapat kami berikan selama praktikum ini adalah :
1. Penggunaan teknik aseptik pada saat penanaman bakteri pada larutan
fenol dan desinfektan sangat dibutuhkan agar mendapatkan hasil optimal
sesuai teori.
2.

Hindari komunikasi saat proses kerja yang nantinya menjadi salah satu
faktor gagalnya percobaan akibat penambahan jumlah kuman yang tidak
sebanding dengan daya bunuh desinfektan.

3. Peralatan yang steril juga mendukung keberhasilan praktikum ini.

DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, 1989. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan.
Block,S.S(ed).1977.Desinfectan,Sterilization,and Preservation.Lea and Febiger
Philadelphia.
Waluyo,L.,2004.Mikrobiologi Umum Cetakan Pertama .UMM Press, Malang
Ernest Jawetz,M.D.,Ph.D.1986.Mikrobiologi Untuk profesi kesehatan.
Universitas Padjajaran Bandung.
Madigan,M.T.,Martinko,J.M.,And Parker,J.,2002.Brock Biology Of
Microorganisme.Ninth Edition.Prentice Hall International,Inc.
Mc Donnel G,Russel AD:1999;Antiseptic and Desinfectants:Activity,action,and
resistance. Clin Mikrobiol Review.

Anda mungkin juga menyukai