Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diuretik merupakan

senyawa

yang

dapat

menyebabkan

ekskresi urin yang lebih banyak. Jika pada peningkatan ekskresi air,
terjadi juga peningkatan ekskresi garam- garam. Dan walaupun
kerjanya pada ginjal obat ginjal, artinya senyawa ini tidak dapat
memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal.
Diuretika meningkat pengeluaran garam dan air oleh ginjal
hingga volume darah dan tekanan darah menurun. Disamping itu,
diperkirakan berpengaruh langsung terhadap dinding pembuluh, yakni
penurunan kadar Natrium membuat dinding lebih kebal terhadap
noradrenalin, hingga daya tahnannya berkurang efek hipotensifnya
relatife ringan dan tidak meningkat dengan memperbesar dosis
(sebagaimana halnya dengan reserpin).
Beberapa diuretika pada awal pengobatan justru memperkecil
ekskresi zat- zat penting urin dengan mengurangi laju filtrasi
glomerulus. Dengan demikian yang dapat digunakan secara terapeutik
hanyalah kemampuannya untuk mempengaruhi gerakan air dan
elektrolit dalam organisme. Karena konsentrasi diuretika pada saat
melewati nefron meningkat dengan hebat, maka efeknya pada ginjal
dibandingkan dengan efeknya pada organ lain lebih dominant.
Banyak diuretika menggunakan efeknya pada protein-protein
transport pada membrane yang spesifik yang terletak pada permukaan

luman sel- sel epitel tubulus ginjal. Diuretik lainnya, menggunakan efek
osmotic yang mencegah reabsorbsi air pada segmen yang permeable
air, pada nefron, menghambat enzim- enzim, atau mempengaruhi
reseptor-reseptor hormon sel epitel ginjal.
Diuretik dalam kehidupan sehari

contohnya

pada

obat

furosemide, spironolakton , dimana obat furosemide dan spironolakton


adalah obat-obat yang digunakan untuk diuretic yang fungsinya dalam
mengurangi tekanan darah dan mengeluarkan urine yang terdapat di
dalam tubuh.
Adapun pentingnya mempelajari diuretik bagi seorang farmasis
yaitu

bisa

memahami

dan

mengetahui

hal

apa

yang

bisa

menyebabkan terjadinya diuresis, sekaligus mengetahui obat-obat


yang termasuk dalam golongan diuretik, dan mengetahui patofisiologi
dari diuretik.
B. Maksud peercobaan
Mengamati dan mengetahui efek golongan obat diuretic seperti
furosemide dan spironolakton yang diberikan pada hewan coba mencit
(Mus musculus).
C. Tujuan Percobaan
Mengetahui efek obat-obat diuretic yaitu furosemide dan
spironolakton pada hewan coba mencit (Mus musculus).
D. Prinsip percobaan

Penentuan efek beberapa obat diuretic yaitu furosemide dan


spironolakton berdasarkan respon hewan coba mencit (Mus musculus)
berupa frekuensi dan volume urine total selama diuresis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Diuretik adalah obat-obat yang menyebabkan suatu keadaan
meningkatnya aliran urine (Mycek, 2000).
Diuretik adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi
urin yang lebih banyak. Jika pada peningkatan ekskresi air, terjadi juga
peningkatan ekskresi garam- garam. Dan walaupun kerjanya pada
ginjal obat ginjal, artinya senywa ini tidak dapat memperbaiki atau
menyembuhkan penyakit ginjal. (Mutschler, 1991).
Diuretik

ialah

obat

yang

dapat

menambah

kecepatan

pembentukan urin.Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama


menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi yang
kedua menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut
dan air (Gunawan, 2007).
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem,
yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa

sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal. (sunaryo,


1995)
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik ini.
Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada
daerah yang reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih
kecil bila dibandingkan dengan diuretik yang bekerja pada daerah
yang reabsorbsi natrium banyak. Kedua, status fisiologi dari organ.
Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal. Dalam
keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik.
Ketiga, interaksi antara obat dengan reseptor. Sebagaimana umumnya
diketahui, diuretik digunakan untuk merangsang terjadinya diuresis.
Penggunaan diuretik sudah demikian luas (Siregar, 2008).
Cairan yang menyerupai plasma difiltrasi melalui dinding kapiler
glomerulus ke tubulus ke tubulus renalis diginjal (filtrasi glomerulus).
Dalam perjalanannya sepanjang tubulus ginjal, volume cairan filtrat
akan berkurang dan susunannya berubah akibat proses reabsorbsi
tubulus (penyerapan kembali air dan zat terlarut dari cairan tubulus)
dan proses sekresi tubulus untuk membentuk kemih (urine) yang akan
disalurkan melalui pelvis renalis. Dengan membandingkan susunan
plasma dengan urine

normal akan diperoleh gambaran betapa

besarnya perubahan-perubahan ini, serta cara hasil metabolisme

dibuang dari plasma . air serta elektrolit dan metabolit penting lainnya
akan diserap kembali. Selain itu, susunan urine dapat berubah-ubah,
dan banyak mekanisme pengaturan homeostasis yang mengurangi
atau mencegah perubahan susunan cairan ekstrasel dengan cara
mengubah jumlah air dan zat terlarut tertentu yang diekskresi melalui
urine. Dari pelvis renalis, urine dialirkan kedalam vesika urinaria
(kandung kemih) untuk kemudian dikeluarkan melalui proses berkemih
(miksi). Ginjal juga berperan sebagai organ

endokrin karena

menghasilkan kinin dan 1,25-dihidroksikolekalsiferol serta membentuk


dan mensekresi renin (Ganong, 2001).
Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya
untuk menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk
meramalkan akibat penggunaan suatu diuretik. Secara umum diuretik
dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu (sunaryo, 1995) :
1. Diuretik osmotic
2. Penghambat mekanisme transport elektrolit
Dan secara khusus, obat diuretik yang dapat menghambat
transport elektrolit di tubuli ginjal terdiri atas (sunaryo, 1995) :
1. Penghambat karbonik anhidrase.
2. Benzotiadiazid

3. Diuretik hemat kalium


4. Diuretik kuat
Sebagian besar diuretika bekerja pada segmen anatomis tunggal
dari nefron ginjal. Karena segmen ini punya fungsi- fungsi transport
yang khusus. Kerja dari setiap diuretik paling dapat dimengerti dengan
baik dalam hubungan antara titik tangkap kerjanya pada nefron dan
fisiologi normal dari segmen tersebut. .( Katzung, G, 2001 )
Mekanisme Transpor Tubulus ginjal :
1. Tubulus Proksimal
Dalam tubulus proksimal yang berada dalam korteks ginjal,
hampir semua glukosa, bikarbonat, asam amino dan metabolit lain
direabsorbsi. Sekitar dua pertiga jumalah Na + juga direabsorbsi di
tubulus proksimal, klorida dan air mengikuti dengan pasif untuk
mempertahankan keseimbangan elektrik dan osmolaritas. Bila
tidak untuk reabsorbsi ekstensif air dan zat- zat yang terlarut di
dalamnya pada tubulus proksimal, maka mamalia akan segera
mengalami dehidrasi dan kehilangan osmolaritas normalnya.
(Mycek, 2001)
2. Ansa Henle Pars Desendens.
Sisa filtrate yang isotonis, memasuki ansa Henle pars
desendens dan terus ke dalam medulla ginjal. Osmolaritas
meningkat sepanjang bagian desendens dari ansa henle karena

mekanisme

arus

balik.

Hal

ini

menyebabkan

peningkatan

konsentrasi garam tiga kali lipat dalam cairan tubulus. (Mycek,


2001)

3.

Ansa Henle Pars asendens.


Sel- sel epitel tubulus asendens unik Karena impermeable
untuk air. Reabsorbsi aktif ion- ion Na +, K+, dan CI- dibantu oleh
suatu kotransporter Na+/K+/CI-/, Mg++ dan Ca++. Jadi, pars asendens
merupakan bagian pengencer dari nefron. (Mycek, 2000)
4. Tubulus Distal
Sel- sel tubulus distal juga impermeable untuk air. Sekitar 10 %
dari natrium klorida yang disaring direabsorbsi melalui suatu
transporter Na+/CI-, yang sensitive terhadap diuretik tiazid. Selain
itu, ekskresi Ca++ diatur oleh hormone paratiroid pada bagian
tubulus ini. ( Mycek, 2001)
5. Tubulus dan duktus renalis rektus.
Sel- sel utama dan sel- sel interkalasi dari tubulus renalis rektus
bertanggung jawab untuk pertukaran Na +, K+ dan untuk sekresi H+
dan reabsorbsi K+.Stimulasi reseptor aldosteron pada sel- sel
utama menyebabkan reabsorbsi Na + dan sekresi K+. .( Mycek,
2001)

Khasiat

antihipertensi

diuretic

berawal

dari

efeknya

meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air sehingga mengurangi


volume plasma dan cairan ekstrasel. Tekanan darah turun akibat
berkurangnya curah jantung sedangkan resistensi perifer tidak
berubah pada awal terapi. (sunaryo, 1995) .
Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi menjadi
meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air
lebih banyak didalam tubulus ginjal. Dan produksi urine menjadi lebih
banyak. Dengan demikian diuretic meningkatkan volume urine dan
sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine dan darah
(Halimudin, 2007).
Penggolongan obat diuretik terbagi atas : (Mycek,2001).
1) Penghambat karbonik anhidrase
Mekanisme kerja obat ini yaitu menghambat enzim karbonik
anhidrase pada sel epitel tubulus proksimal.Dimana enzim
karbonik anhidrase ini bekerja mengkatalisis reaksi CO 2 dan H2O
menjadi H+ dan HCO3- (bikarbonat) yang akan diabsorbsi ditubulus
proksimal.Peningkatan HCO3 akan berbanding lurus dengan
peningkatan

cairan

tubuh.Oleh

anhidrase ini harus dihambat.


Contoh : Asetazolamid

karena

itu,enzim

karbonik

2) Loop diuretik
Mekanisme

kerja

golongan

obat

ini

yaitu

menghambat

kontranspor Na/K/Cl dari membran lumen pada pars asendens


ansa henle.Kerena itu,reabsorbsi Na,K,dan Cl menurun,sehingga
tidak menyebabkan peningkatan cairan tubuh.Contoh: asam
etakrinat,bumetanid,furosemid ,torsemid.
3) Diuretik tiazid
Mekanisme

kerja

obat

golongan

ini

yaitu

menurunkan

reabsorbsi NaCl dengan menghambat kotransporter Na/Cl di


membran

lumen

tubulus

distal,akibatnya

obat-obat

ini

meningkatkan konsentrasi Na/Cl pada cairan tubulus. Karena


tempat kerja derivat tiazid adalah membran lumen,maka obat obat
ini harus diekskresikan kedalam lumen tubulus untuk menjadi
efektif.Peningkatan ekskresi Na dan Cl akan menyebabkan
diuresis.

Contoh

Klorotiazid,

klortalidon,

hidroklortiazid,

indapamid, metolazon.
4) Diuretik hemat kalium
Mekanisme kerja obat ini yaitu antagonis aldosteron,bersaing
dengan

aldosteron

untuk

mencapai

intraselular,contoh spironolakton.

reseptor

sitoplasma

Menghambat kanal Na,menghambat saluran transpor Na yang


menyebabkan penurunan pertukaran Na K ditubulus renalis
rektus. Contoh triamteren ,amilorid.
5) Diuretik osmotik
Mekanisme kerja golongan obat ini adalah menyeimbangkan
cairan tubuh intra selular,mempertahankan aliran urine yang akan
mempertahankan fungsi ginjal dalam jangka waktu lama.Contoh
manitol,urea.

Spironolakton secara kompetitif memblok ikatan aldosteron


pada reseptor sitoplasma sehingga meningkatkan ekskresi Na + (Cldan H2O) dan menurunkan sekresi K+ yang diperkuat oleh listrik.
Spironolakton merupakan diuretik lemah, karena hanya 2% dari
reabsorpsi Na+ total yang yang berada di bawah kendali aldosteron.
Spironolakton terutama digunakan pada penyakit hati dengan asites,
sindrom Conn (hiperaldosteronisme primer), dan gagal jantung berat
(Neal, 2006).
Furosemid merupakan golongan obat diuretik, yaitu diuretik jerat
henle. Semua diuretik jerat henle bekerja pada cabang menaik yang
tebal dari jerat henle, karena merupakan diuretika yang bekerja kuat
(diuretika plafon tinggi) (Mutschler, 1991).

Diuretik hemat kalium merupakan obat yang bekerja ditubulus


renalis rektus untuk menghambat reabsorbsi Na + sekkresi K+ dan
sekresi H+. diuretic hemat kalium digunakan terutama bila aldesteron
berlebihan. (Mycek, 2001).

Pada umumnya diuretika dibagi dalam beberapa kelompok,


yakni (Tan.H.T ,2002):
a. Diuretik lengkungan : Furosemid, bumetanida dan etakrinat.
Obat- obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapiu agak singkat.
Banyak digunakan pada keadaan akut, misalnya pada edema otak
dan paru- paru.
b. Diuretik Tiazid : HCT, klortalidon, mefrusida, indapamida.
Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama dan terutama
digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan
jantung.
c. Diuretik penghemat kalium : Antagonis aldosteron, spironolakton,
amilorida dan triamteren.

Efek obat- obat ini hanya lemah dan khusus digunakan


terkombinasi dengan diuretik lainnya guna menghemat ekskresi
kalium.
d. Diuretik osmotic : Mannitol dan sorbitol
Obat- obat ini hanya direabsorbsi sedikit oleh tubuli sehingga
reabsorbsi air juga terbatas. Efeknya adalah diuresis osmotis
dengan ekskresi air tinggi dan relatif sedikit ekskresi Na+.

e. Penghambat anhidrasi karbonat : asetazolamid


Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal
sehingga disamping karbonat, juga Na dan K diekskresi lebih
banyak, bersamaan dengan air.
B. Uraian bahan
a. Air suling (Ditjen POM,1979 Hal 96)
Nama resmi

: AQUA DESTILLATA

Nama lain

: Air suling

RM / BM

: H2O / 18,02

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan


tidak berasa.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan

: Sebagai pelarut.

b. Furosemid ( Dirjen POM, 1979 )


Nama Resmi
: FUROSEMIDUM
Nama Lain
: Furosemida
RM/ BM
: C12H11CIN2O5S / 330,74

Rumus Bangun :
o

CH2NH

COOH
Pemerian

CI

SO 2NH

: Serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak


berbau, hampir tidak berasa.

Kelarutan

: Praktis tidak larut dalam air dan dalam kloroform


P, larut dalam 75 bagian etanol 95 % P.

Kegunaan

: Diuretikum

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik.

c. Spironolakton (Dirjen POM, 1979)


Nama resmi
: SPIRONOLACTONUM
Nama lain
: Spironolakton
RM / BM
: C24H3O4S / 416,60
Pemerian
: Serbuk hablur, kuning tua, tidak berbau atau
berbau asamtioasetat lemah, rasa agak pahit.
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air , dalam kloroform
P, dan dalam eter P, larut dalam 80 bagia
etanol (95%) P,
Penyimpanan
: Dalam wadah terlindung dari cahaya
Kegunaan

: Sebagai bahan obat/diuretikum.

C. Uraian Obat
1.Furosemida
Zat aktif

Furosemid

Indikasi

: Digunakan untuk menurunkan edema paruparu akut pada gagal jantung kongestif
yang memerlukan diuresis yang kuat dan
cepat., mengobati hiperkalsemia, nefrosis atau
gagal ginjal kronik (Mycek, 2001).

Kontra indikasi

Gangguan

fungsi

ginjal,

oliguria,

anuria,

hipokalemia,hiponatremia, hipotensi (MIMS,


hal 49).
Efek samping

: Ototoksisitas : pendengaran dapat terganggu


bila

digunakan

antibiotika
kekurangan

bersama-sama

aminoglikosida.
kalium,

dengan

Hiperurisemia,

hipovolemia

akut

pengurangan volume darah yang cepat dan


parah, dengan memungkinkan hipotensi, syok
dan

aritmia

jantung.

Dapat

pula

terjadi

gangguan saluran cerna, depresi elemen


darah, rash kulit, parestesia dan disfungsi hati.
(Mycek, 2001).

Farmakokinetik

: Pada umumnya pemberian furosemid dapat


memberikan efek yaitu meningkatkanekskresi
K+ dan kadarasam urat plasma, ekskresi Ca++
dan Mg++ juga ditingkatkan sebanding dengan
peninggian

ekskresi

Na+.

Obat

ini

juga

meningkatkan ekskresi asam yang dapat


dititrasi

(titrable

acid)

dan

amonia

(Ganiswarna, 1995).
Farmakodinamik : Ketika

obat mudah diserap melalui saluran

cerna, dengan derajat yang agak berbeda


beda. Bioavailabilitas furosemid 65%, diuretik
kuat terikat pada protein plasma secara
ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus
tetapi cepat sekali disekresi melalui sistem
transport asam organik di tubuli proksimal.
Dengan cara ini obat terakumulasi dicairan
tubuli dan mungkin sekali di tempat kerja di
daerah yang lebih distal lagi. Masa kerjanya
relatif singkat yaitu 1 sampai 4 jam. Furosemid
diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh
dan

dalam

konjugasi

dengan

senyawa

sulfuhidril terutama sistein dan N-asetil sistein,

sebagian

lagi

diekskresi

melalui

hati.

(Ganiswarna, 1995).
Wktu paruh

: 10-20 menit

Peringatan

: DM, riwayat gout, gangguan fungsi hati,


hiperurisemia,

riwayat

SLE,

pangkreatitis,

hamil. (MIMS, hal 49).


Interaksi

: mempotensi efek, antihipertensi d-tubokurarin,


hipoglikemi, obat
toksisitas,

anti

gout,

aminoglikosida,

meringankan
sefalosporin,

salisilat, litium & glikosida jantuung, efektifitas


diuretic diturunkanoleh probenesid,. Hipotensi
ortostatik ditingkatkan oleh alkohol, narkotik,
barbiturate. Adrinokortikoid, amfoterisin B atau
ACTH

mengakibatkan

ketidakseimbangan

elektrolit berat. (MIMS, hal 49).


Dosis

: Oral 1-2 dd 25-100 mg pada waktu makan.

Golongan

: Obat furosemide termasuk obat golongan


Loop Diuretic .(mycek 2001)

Mekanisme kerja : Loop diuretic menghambat kotranspor


Na+/K+/Cl- dari membran lumen pada pars
asendens ansa Henle. Karena itu, reabsorbsi

Na+,

K+,

Cl-

menurun.

Loop

diuretic

merupakan obat diuretik yang paling efektif,


karena pars asendens bertanggung jawab
untuk reabsorbsi 25-30% NaCl yang disaring
dan bagian distalnya tidak mampu untuk
mengkompensasi

kenaikan

muatan

Na+

(Mycek, 2001).

2. Spironolakton (Tan, 2002)


Zat aktif
: Spironolakton
Golongan Obat
: Diuretik hemat kalium
Indikasi
: Hipertensi esensial, edema akibat : payah
jantung kongestif, sirosis dengan atau tanpa
asites,

sindroma

Hiperaldosteronisme

nefrotik.

primer,

pencegahan

hipokalemia pada penderita dengan digitalis


terapi, terapi

tambahan

pada hipertensi

Kontraindikasi

malignan.
: Insufisiensi ginjal akut, gangguan ginjal,

Efek Samping

anuria, hiperkalemia.
: Ginekomastia, gangguan GI, mengantuk,
letargi, urtikaria, gangguan mental, demam
obat, ataksia, gangguan menstruasi atau

amenorea, perdarahan pasca-menopausal,


Farmakokinetik

agranulositosis.
: 70% spironolakton oral diserap di saluran
cerna, mengalami sirkulasi enterohepatik dan
metabolisme lintas pertama. Ikatan dengan
protein cukup tinggi. Metabolit utamanya,
kanrenon,

memperlihatkan

aktivitas

antagonis aldosteron dan turut berperan


dalam aktivitas biologik spironolakton.
Farmakodinamik : Spironolakton merupakan obat pilihan untuk
hipertensi hiperaldosteronisme primer dan
sangat bermanfaat pada kondisi-kondisi yang
disertai hiperaldosteronisme sekunder seperti
asites pada sirosis hepatis dan sindrom
Interaksi Obat

nefrotik.
: Risiko hipekalemia meningkat dengan ACE
inhibitor. Menghambat bersihan digoksin,
meningkatkan efek obat antihipertensi lain.

Dosis

Mengurangi respon vaskular nonadrenalin.


: Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet
25, 50 dan 100 mg. Dosis dewasa berkisar
antara 25-200 mg, tetapi dosis efektif sehari
rata-rata 10 mg dalam dosis tunggal atau
terbagi.

D. Uraian hewan coba


a. Klasifikasi Mencit ( Mus musculus) (Malole, 1989)
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Sub Filum : Vertebrata


Kelas
Ordo

: Mamalia
: Rodentia

Sub Ordo : Myoimorphia


Famili

: Muridae

Genus

: Mus

Spesies

: Mus musculus

b. Karakteristik Mencit (Mus musculus) (Malole, 1989)


Lama Hidup

: 1-2 Tahun, biasa sampai 3 tahun.

Lama Produksi

: 9 Bulan

Lama Bunting

: 19-21 Hari

Kawin sesudah beranak : 1-24 Jam


Umur disapi

: 21 Hari

Umur dewasa

: 35 Hari

Umur dikawinkan

: 8 Minggu (Jantan dan Betina)

Siklus Klamin

: Poliestrus

Siklus etrus

: 5-4 Hari

Lama Strus

: 12-14 jam

Berat dewasa

: 20-40 gr jantang, 18-35 gr betina

Berat lahir

: 1,5-1,0 gr

Jumlah anak

: rata-rata 6, bisa 15

Suhu (rectal)

: 35-39 c (rata-rata 37,4c)

Pernapasan

: 140-180 / Menit, turun menjadi 80


dengan anastesi naik

sampai 230

dalam stress
Perkawinan KLP

: 4 betina 1 jantang

Aktivitas

: Noctural (malam)

Gigi

: 1003 gigi seri tumbuh terus 1033

BAB III
METODE KERJA
A.

Alat
1. Alu
2. Aluminium foil
3. Batang pengaduk
4. Gelas kimia 500 ml
5. Gelas ukur 50 ml
6. Label
7. Lumpang
8. kanula
9. pengorek
10. Stopwatch

B.

Bahan
a. Aquadest
b. Larutan furosemida 40 mg
c. Larutan spirinolakton 25 mg
d. Tissue

C.

Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan.
2. Dikelompokkan hewan menjadi tiga kelompok.
3. Hewan pertama, diberi aquadest sebanyak 1 ml/BB dengan kanula,
kemudian diletakkan dan dicatat volume urine dan berapa kali mencit
mengalami diuresis selama 30 menit dan 60 menit
4. Hewan kedua, diberi suspense spironolakton sebanyak 1 ml/BB
dengan kanula, kemudian diletakkan dan dicatat volume urine dan
berapa kali mencit mengalami diuresis selama 30 menit dan 60 menit.
5. Hewan ketiga, diberi suspense furosemid sebanyak 1 ml/BB dengan
kanula, kemudian diletakkan dan dicatat volume urine dan berapa kali
mencit mengalami diuresis selama 30 menit dan 60 menit.
6. Dibuat tabel hasil pengamatan.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A.Data Pengamatan

Hewan

Obat

Dosis

Mencit 1

Aquadest

1 ml

Mencit 2

Furosemid

1 ml

Mencit 3

Spironolakton

1 ml

Waktu
( Menit )
30
60
30
60
30
60

Volume
urine
2
3
2
4

BAB V
PEMBAHASAN

Diuretik adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urin yang


lebih banyak. Jika pada peningkatan ekskresi air, terjadi juga peningkatan
ekskresi garam- garam. Dan walaupun kerjanya pada ginjal obat ginjal,
artinya senywa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit
ginjal.
Dilakukan percobaan ini untuk melihat sejauh mana efek yang
diberikan oleh obat diuretic terhadap Mencit ( Mus musculus). Digunakan
Mencit sebagai hewan coba, karena Mencit memiliki struktur organ yang
mirip dengan manusia.
Obat-obat yang digunakan yaitu, furosemide dan spironolakton. Obatobat ini digunakan sebagai perangsang diuresis (urine) untuk mengetahui
efek dari pada obat ini bagi fungsi ginjal. Dimana obat furosemide termasuk
golongan Loop Diuretic. Dan spironolakton termasuk golongan diuretic
penghemat kalium.
Adapun mekanisme kerja untuk obat furosemide adalah Loop diuretic
menghambat kotranspor Na+/K+/Cl- dari membran lumen pada pars asendens
ansa Henle. Karena itu, reabsorbsi Na +, K+, Cl- menurun. Loop diuretic
merupakan obat diuretik yang paling efektif, karena pars asendens
bertanggung jawab untuk reabsorbsi 25-30% NaCl yang disaring dan bagian

distalnya tidak mampu untuk mengkompensasi kenaikan muatan Na +. Masa


kerjanya relatif singkat yaitu 1 sampai 4 jam. Furosemid diekskresi melalui
ginjal dalam bentuk utuh dan dalam konjugasi dengan senyawa sulfuhidril
terutama sistein dan N-asetil sistein, sebagian lagi diekskresi melalui hati.
Mekanisme kerja spironolakton adalah spironolakton berkompetisi
dengan aldosteron pada reseptor ditubulus distal, meningkatkan ekskresi
natrium klorida dan air selama konversi ion kalium dan hydrogen, juga dapat
memblok efek aldesteron pada otot polos arteriolar. durasi kerja selama 2-3
hari. metabolism melalui hati. eksresi melalui urine dan feses.
Adapun cara kerjanya adalah Hewan pertama, diberi aquadest
sebanyak 1 ml/BB dengan kanula, kemudian diletakkan dan dicatat volume
urine dan berapa kali mencit mengalami diuresis selama 30 menit dan 60
menit. Hewan kedua, diberi suspense spironolakton sebanyak 1 ml/BB
dengan kanula, kemudian diletakkan dan dicatat volume urine dan berapa
kali mencit mengalami diuresis selama 30 menit dan 60 menit. Hewan ketiga,
diberi suspense furosemid sebanyak 1 ml/BB dengan kanula, kemudian
diletakkan dan dicatat volume urine dan berapa kali mencit mengalami
diuresis selama 30 menit dan 60 menit.

Adapun hasil data pengamatan yaitu pada Mencit pertama, diberi


aquadest sebanyak 1 ml/BB, pada 30 menit dan 60 menit mencit tidak
mengalami urinasi. Mencit kedua, diberi suspense furosemid sebanyak 1
ml/BB pada 30 menit mencit mengalami urinasi sebanyak 2 kali dan 60 menit
mencit mengalami urinasi sebanyak 3 kali. Mencit ketiga, diberi suspense
spironolakton sebanyak 1 ml/BB pada 30 menit mencit mengalami urinasi
sebanyak 2 kali dan 60 menit mencit mengalami urinasi sebanyak 4 kali.

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil yaitu :
1. Diuretik

adalah

obat-obat

yang

menyebabkan

suatu

keadaan

meningkatnya aliran urine.


2. Furosemide adalah Loop diuretic menghambat kotranspor Na +/K+/Cldari membran lumen pada pars asendens ansa Henle. spironolakton
termasuk golongan diuretic penghemat kalium.
3. Pada mencit pertama tidak mengalami urinasi pada waktu 30 dan 60
menit setelah diberikan aquadest 1 ml.
4. Pada mencit kedua mengalami urinasi sebanyak 2 kali pada menit 30
dan mengalami urinasi sebanyak 3 kali pada menit 60 setelah
diberikan furosemid sebanyak 1 ml.
5. Pada mencit ketiga mengalami urinasi sebanyak 2 kali pada menit 30 dan
mengalami urinasi sebanyak 4 kali pada menit 60 setelah diberikan
spironolakton sebanyak 1 ml.
B. Saran
Diharapkan pada praktikan agar memperhatikan penjelasan
dari asisten praktikum agar tidak terjadi kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia III. Departemen Kesehatan RI :


Jakarta
Ganiswara. 2004. Farmakologi dan Terapi. Universitas Indonesia : Jakarta
Ganong, W. F., 2001, Fisiologi kedokteran, penerbit Buku Kedokteran EGC .
Jakarta
Gunawan, Gan Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Universitas
Indonesia : Jakarta.
Halimudin. (2007). Terapi Diuretik Osmotik (Manitol) Pada Gangguan Sistim
Persarafan.
Jasin, Maskuri, Drs. 1991. Zoologi Vertebrata. Sriwijaya : Surabaya.
Katzung, G, B (2002), Mekanisme Kerja Diuretika Dalam Buku Farmakologi
Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.

Mycek, M.J.Harvey, R.A.Champe, P.C 2001. Mekanisme Transpor Tubulus


Ginjal Dalam Buku Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi II. Widya
Medika. Jakarta

Malole, M.B, M dan Pramono. C.S.U,(1989), Karakterisitik Hewan Coba.


Dalam Buku Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium,
Pusat antar Universitas Bioteknologi, IPB, Bogor.

Siregar, P., W.P., R. Oesman, R.P. Sidabutar. (2008). Masalah Penggunaan


Diuretika.

Sunaryo, (1995). Istilah Diuresis. Dalam Buku Farmakologi dan Terapi, UIPress, Jakarta.
Sukandar, Prof. Dr. Elin Yulinah, Apt. dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. PT ISFI
Penerbitan : Jakarta.

Tjay, Tan Hoan. 2002. Obat Obat Penting. PT Elex Media Komputindo :
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai