A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis kelamin
Umur
Pendidikan
Agama
Alamat
Tanggal masuk RS
Tanggal Pengkajian
:
:
:
:
:
:
:
:
Tn. A.M
Laki-laki
18 tahun
Pelajar
Islam
Gunung Sahari, Jakarta utara
4 April 2015
6 April 2015
B. STATUS PASIEN
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis
a. Keluhan Utama :
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
b. Keluhan Tambahan :
Luka Lecet di lutut kanan dan siku kanan, pingsan, muntah, pusing.
c. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke instalasi gawat darurat dibawa kecelakaan lalu lintas.
Kecelakaan terjadi pada malam hari sekitar pukul 23.00 bersama temannya
mengendarai sepeda motor. Pasien saat itu mengendarai motor bersama 2 orang
temannya dan tidak menggunakan helm dengan kecepatan sedang. Pasien tidak
ingat dengan kejadian sebelum kecelakaan. Setelah kecelakaan pasien langsung
pingsan 30 menit. Pasien baru tersadar setelah sampai di UGD. Pasien mengeluh
pusing, muntah darah, keluar darah dari hidung, dan penglihatan ganda. Terdapat
luka robek pada telapak tangan, dan bengkak pada kedua mata. Keluar cairan dari
hidung dan gangguan pendengaran disangkal.
Semua anggota badan masih dapat digerakkan. Kelemahan anggota gerak
disangkal. Pasien juga menyangkal tidak mengantuk, meminum alkohol atau
meminum obat-obat yang membuat mengantuk sebelum kecelakaan terjadi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku sebelumnya belum pernah mengalami. Riwayat alergi obat (-),
Riwayat hipertensi (-), Riwayat kejang (-) Riwayat diabetes melitus (-), Riwayat
asma (-), Riwayat sakit jantung (-), Riwayat sakit ginjal atau hati (-).
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi (-), Riwayat diabetes mellitus (-), Riwayat stroke (-), Riwayat
epilepsi (-).
2
Kesadaran
: Compos Mentis
Kooperasi
: Kooperatif
Sikap
: Berbaring aktif
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
Suhu Badan
: 36,70 C
Pernafasan
: 20 x / menit,
b. Keadaan lokal
- Kepala
GCS= E4M6V5=15
lineamidklavikularis sinistra
: batas jantung kanan pada ICS V linea parasternal dextra,
batas jantung kiri pada ICSV 2 jari lateral linea midklavikula
sinistra,
Auskultasi : BJ 1 BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksan paru
Inspeksi : simetris, bentuk normal
Palpasi
: Vocal fremitus kanan=kiri normal,
3
Inferior
laseratum
+/-
post
diperban
Edema -/Sianosis -/Capillary Refill Time <2 dtk
3. Pemeriksaan Neurologis
a. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk
Brudzinski I
Brudzinski II
Kanan
Kiri
Laseque
: > 70
>70
Kernig
: > 135
>135
b. N. Kranialis
N.I
: Normosmia +/+
N.II
Visus
ruangan)
Lapang pandang
Funduskopi
: Normal
: tidak dilakukan
: +/+
Eksoftalmus
: -/-
Nistagmus
: -/-
Ptosis
: -/-
Pupil
o
o
o
o
Bentuk
Diameter
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya tidak langsung
: Bulat / bulat
: 3 mm / 3 mm
: +/+
: +/+
N.V
o
o
o
Cabang motorik
Membuka mulut
Menggerakkan rahang
Jaw refleks
Cabang sensorik oftalmikus
Cabang sensorik maksilaris
Cabang sensorik mandibularis
: Baik
: Baik
: Baik
: Baik/Baik
: Baik/Baik
: Baik/Baik
N.VII
N.VIII
Vestibular
Vertigo
Nistagmus
: Negatif
: -/-
Cochlear
Test Rinne
: Tidak dilakukan
Webber
: Tidak dilakukan
Schwabach
: Tidak dilakukan
N.IX ; N.X
Motorik
: Baik/baik
Sensorik
: Baik/baik
N.XI
: eutrofi
Tonus Otot
: normal
Kekuatan Otot
: 5
d. Gerakan involunter
Tremor
: -/-
Chorea
: -/-
Atetose
Miokloni : -/-
Tics
: -/-
: -/-
e. Tes sensibilitas
Eksteroseptif
Propioseptif
f. Fungsi otonom
Miksi
: Inkontinensia (-)
Defekasi
: Inkontinensia (-)
Sekresi keringat
: Baik
g. Refleks
Refleks Fisiologis
Biceps
Triceps
APR
KPR
Kanan
Kiri
:
:
:
:
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
:
:
:
:
:
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Refleks Patologis
Babinski
Oppenheim
Chaddock
Gordon
Schaefer
Hoffman-Tromner
h. Fungsi Luhur
Ingatan Lama
Ingatan Baru
Orientasi
Afasia
Agnosia
Disgrafia
: baik
: lupa dengan kejadian sebelum kecelakaan
: baik
:::-
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
Nilai rujukan
Hemoglobin
14,4
Hematokrit
42
35 47%
Leukosit
32,75
Trombosit
242
Eritrosit
4,92
149
70-200 mg/dL
AST
126
10-31 U/L
ALT
76
9-36 U/L
Hematologi
Kimia Klinik
5. Resume
7
Diagnosa topis
Diagnosa etiologi
Diagnosa patologis
: Kontusio serebri
7. Penatalaksanaan
Non-medikamentosa
ABC
Posisi tidur, bagian kepala ditinggikan sekitar 300
Perawatan luka
Medikamentosa
- IVFD RL 16 tetes/menit
- Nonflamin 3 x 1
- Ranitidine 2 x 1
- Ceftriaxone 1x 2 gr
- Citicoline 2 x 500
- Remopain 2 x 1
- Narfoz 4 mg 2 x 1
10. Prognosa
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
: ad bonam
: dubia
: ad bonam
BAB III
8
TINJAUAN PUSTAKA
intrakranialnya.
Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak
pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup).
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang
timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,
kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan
neurokimiawi.
Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf,
pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada
jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan
penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan
massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan
tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam
tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa
terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini
disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di
dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini bisa berakibat
fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan). Cedera
kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia
lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah),
sangat peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).
10
Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan terbuka. Istilah
cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan
pukulan, dan cedera kepala terbuka sering dikaitkan dengan luka tembak dan luka
tusuk.
a. Trauma kepala terbuka
Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur
longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen
jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru
dibelakang telinga diatas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga).
Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak
tulang dasar tengkorak. Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto
rontgen, karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat membantu
mendiagnosa adalah :
a. Battle sign (warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )
b.
c.
d.
e.
Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan.
b. Trauma kepala tertutup
Secara klasik kita kenal pembagian : komosio, kontusio dan laserasio serebri.
Pada komosio serebri kehilangan kesadaran bersifat sementara tanpa kelainan PA.
Pada kontusio serebri terdapat kerusakan dari jaringan otak, sedangkan laserasio
serebri berarti kerusakan otak disertai robekan duramater.
Trauma kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena adanya aselerasi,
deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena perbedaan densitas antara
tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari tulang
tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan benturan dan
goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang menonjol atau
dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi
benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak lambat
atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang mendadak.
11
Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena kompresi (penekanan)
jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di atas jaringan
yang lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan. Kerusakan
jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di tempat yang
berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena gelombang tekanan
dari sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang
berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini terjadi tekanan yang paling rendah,
bahkan sering kali negatif hingga timbul kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu,
kemungkinan gerakan rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab
utama terjadinya countrecoup, akibat benturan-benturan otak dengan bagian dalam
tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar jaringan dalam tengkorak. Yang
seringkali menderita kerusakan-kerusakan ini adalah daerah lobus temporalis,
frontalis dan oksipitalis.
Komusio serebri
Trauma kapitis yang tampaknya berat atau ringan biasanya hanya
mengakibatkan pingsan sejenak, dengan atau tanpa amnesia retrograde. Tandatanda kelainan neurologic apapun tidak terdapat pada penderita yang
bersangkutan. Diagnosis digunakan untuk kasus semacam itu ialah komusio
cerebri.
Komosio merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan
(kurang dari 10 menit). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan
mata dan linglung. Komosio adalah hilangnya kesadaran sekejap, setelah
terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata.
Komosio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan
struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang
ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang
tengkorak.
reversibel terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blokade tersebut otak
tidak mendapatkan input aferen dan karena itu kesadaran hilang selama blokade
reversible berlangsung.
Timbulnya lesi kontusio di daerah-daerah dampak (coup), contercoup,
dan
refleks babinski positif dan kelumpuhan UMN. Pada jaringan otak akan terdapat
kerusakan-kerusakan yanghemoragik pada daerah coup dan countre coup,
denganpiamater yang masih utuh pada kontusio dan robek padalaserasio serebri.
Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai
adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari
kontusio akan terjadi edema otak. Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu
akibat kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami
kerusakan ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari
pembuluh darah ke dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan
interstisial yang disebut tekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan
mempercepat terjadinya edema dan sebaliknya bila turun akan memperlambat.
Edema jaringan menyebabkan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang
mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia.
Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan vasodilatasi dan
hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat. Hipoksia
karena sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama. Jika otak
membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak;
pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak. Gejala dari
kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi,
emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Biasanya gejala berlangsung
selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Sindroma pasca konkusio yaitu
kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan
otak lebih serius daripada konkusio. MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak
yang bisa ringan atau bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang
diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.
Perdarahan intracranial
Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan
tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke.
13
Hematoma epidural
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara
meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak
telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga
lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi
bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang,
tetapi
beberapa
jam
kemudian
muncul
lagi
dan
lebih
parah
dari
Hematoma subdural
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.
Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa
saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma
subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia
lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera
tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil
pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.
14
Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena
tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil
pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar,
yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui
pembedahan.
2. Berdasarkan Beratnya
a. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)
Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya
terjadi beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan
pada pemeriksaan CT-scan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.
b. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam. Sering
tanda neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Terjadi
juga drowsiness dan confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu.
Fungsi kognitif maupun perilaku yang terganggu dapat terjadi beberapa bulan
bahkan permanen.
c. Cedera kepala berat (GCS <8)
Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma.
Penurunan kesadaran dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu
mengikuti, bahkan perintah sederhana, karena gangguan penurunan kesadaran.
Termasuk juga dalam hal ini status vegetatif persisten.Tanpa memperdulikan nilai
SKG, pasien digolongkan sebagai penderita cedera kepala berat bila :
1.
Pupil anisokor
2.
3.
Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak
yang terbuka.
4.
Perburukan neurologik.
5.
3. Berdasarkan Morfologi
a. Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal
Luka dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri setempat,
nyeri pada pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya. Perdarahan subgaleal
15
dapat besar sekali hingga menimbulkan pembengkakan yang hebat dan bentuk
kepala menjadi besar tidak teratur. Pada keadaan ini perlu diberi balut yang
menekan dan bila teraba lunak dapat dipungsi untuk mengeluarkan darah yang cair.
b. Fraktur tengkorak
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Mungkin
tampak pada kalvaria atau basis, mungkin linier atau stelata, mungkin terdepres
atau tidak terdepres. Fraktur tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan.
Garis fraktur dapat menjalar sampai basis cranii. Patah tulang tengkorak bisa
melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga
di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak bisa merobek
meningens. Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak dan
meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga yang menandakan adanya
fraktur basis cranii. Depresi pada kepala atau muka (sunken eye) menandakan
terjadi fraktur maksila. Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah
tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak.
Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali
jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.
Fraktur Os Temporalis
Cedera pada tulang temporal terjadi pada 30 sampai 70% kasuspadatrauma
kepala
tumpul.
Struktur
tulang-tulang
temporal
terletak
di
lateral
16
Di
agnosi
s
dugaan
fraktur
dapat
dibuat
bentuk
kepala
dari
sisi
benturan.
Faktor-faktor
yang
merupakan ekstensi dari fraktur kubah kranium, dapat juga timbul dari aliran
beban pada benturan langsung pada basis kranii.
17
Gambaran fraktur
Fraktur basis
kranii dengan robek dura sangat mudah terjadi infeksi atau dapat juga terjadi
fistula pada duramater yang ditandati dengan bocornya LCS berupa rinorre
dan ottorea.
Fraktur basis kranii juga berhubungan dengan cedera saraf otak dan
pembuluh darah, karena dapat terjadi terpotongnya saraf otak atau pembuluh
darah oleh fragmen fraktur atau strangulasi.
Fraktur depressed
Fraktur depressed biasanya merupakan dari gaya yang terlokalisir pada
satu tempat di kepala. Ketika gaya tersebut cukup besar, atau terkonsentrasi
pada daerah sempit, tulang terdesak ke bawah, sehingga menghasilkan fraktur
depressed.
18
Kerusakan akson oleh karena adanya proses akselerasi dan deserelasi yang
terjadi pada otak sewaktu terjadinya trauma kepala. Otak memiliki beberapa lapisan
yang membentuknya. Pada saat terjadinya trauma, lapisan lapisan ini akan ikut
bergeser. Pergerakkan tiap lapisan ini akan berbeda beda. Ilustrasi dibawah ini
menunjukkan adanya penarikan neuron akibat perbedaan waktu pergeseran yang bias
menyebabkan akson teregang, terpuntir, terputus, dan terjepit. Akibatnya cairan dan
ionic akan masuk ke axon dan menyebakan pembengkakkan, yang nantinya akan
menyebakkan kerusakkan neuron. Akson terputus dan akson bagian distal akan
terpisah. Pada stadium lanjut, akan terjadi kematian akson pada ujung distal.
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
A. Anamnesis
1. Keluhan utama, dapat berupa : Penurunan kesadaran, Nyeri kepala
2. Anamnesis tambahan :
3. Komplikasi / Penyulit
B. Pemeriksaan Fisik
1. Primary Survey
Airway, dengan kontrol servikal:
Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea.
Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicara jalan nafas bebas.
Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak atau berkumur -
kanan.
Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah dalam rongga
pleura.
Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknva udara ke dalam paru-paru.
sebaliknya.
Jika volume turun, maka perfusi ke otak dapat berkurang sehingga dapat
o
o
o
o
b. Perdarahan
Perdarahan eksternal harus dikelola pada primary survey dengan cara
penekanan pada luka.
Disability
Evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat
kesadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan adanya parese.
Suatu cara sederhana menilai tingkat kesadaran dengan AVPU
A : sadar (Alert)
B.
o
o
o
o
o
o
Reaksi Cahaya
Lambat atau (-)
Interpretasi
Paresis N III akibat kompresi
N III bilateral
Cedera N. Optikus
(equal)
Konstriksi Bilatral
(Marcus-Gunn)
Sulit dilihat
Konstriksi unilateral
Positif
C. Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos cranium ( scadel )
22
Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap cedera
kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang tengkorak.
2. Pemeriksaan CT-Scan
CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik ringan
sampai berat terutama dikerjakan pada pasien pasien yang mengalami penurunan
kesadaran dan terdapat tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain untuk
melihat adanya fraktur tulang tengkorak, CT scan juga dapat melihat adanya
perdarahan otak, efek desakan pada otak dan bisa digunakan sebagai pemantau
terhadap perkembangan perdarahan pada otak.
PENATALAKSANAAN
A. Cedera Kepala Ringan (Gcs 14-15)
Kebanyakan pasien dengan cedera kepala ringan sembuh tanpa penanganan berarti.
Tetapi, sekitar 3% mengalami komplikasi yang tidak terduga, mengakibatkan disfungsi
neuroligik berat jika penurunan status mental terlambat dideteksi.
1. Airway
Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.
2. Breathing
Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda tanda sesak segera pasang oksigen.
3. Circulation
Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda tanda syok segera pasang
infuse. Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan
tranfusi darah ( whole blood ). Pasang kateter untuk memonitoring balans cairan.
4. Setelah
kondisi
pasien
stabil,
Periksa
tingkat
kesadaran
pasien,
perhatikankemungkinan cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika
ada luka
CTscan kepala.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien
pasien yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.
7.
Observasi
Jika pasien asimtomatik, sadar penuh, normal secara neurologis, maka pasien diamati
selama beberapa jam, diperiksa ulang, dan jika masih normal, akan dipulangkan.
23
24
Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip ABC seperti pada cedera kepala ringan.
Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya pupil, respon
motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Dolls eye ).
25
Riwayat fraktur tulang temporal berkaitan erat dengan evaluasi awal fungsi saraf
kranial. Pasien dengan fungsi saraf wajah yang baik umumnya dapat tanpa operasi,
meskipun onset kelumpuhan yang lambat dapat terjadi. Manajemen operasi ditentukan
jika fungsi saraf wajah memiliki prognosis buruk melalui hasil pengujian atau jika ada
bukti gangguan yang berat melalui CT scan.
PROGNOSIS
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami
penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya
kerusakan otak yang terjadi. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak
untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa
pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah
dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8
tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa. Penderita cedera kepala berat
kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka
biasanya ingatan penderita akan pulih kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Alpen Patel, and Eli Groppo. Management of Temporal Bone Trauma. Department
of OtolaryngologyHead and Neck Surgery,Towson Medical Center,
Lutherville, Maryland; Department of OtolaryngologyHead and Neck
Surgery, University of California San Francisco. 2010.
Anatomy
&
Causes:
Cranial
Anatomy.
Available
at:
System
Development
Cerebrospinal
Fluid.
Available
at:
http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm. Accessed on : 17
November 2014
Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat.
Jakarta : 2009
27