Gambaran Patofisiologi
Anemia pada penyakit kronik dikendalikan oleh imun; sitokin dan sel
sistem retikuloendotelial
Eritropoeisis dapat dipengaruhi oleh penyakit yang menyertai anemia
pada penyakit kronik melalui infiltrasi sel tumor pada sumsum tulang
atau mikroorganisme.
Sel tumor merusak sel progenitor eritroid.
Perdarahan, defisiensi vitamin (seperti kobalamin dan asam folat),
hipersplenism, hemolisis autoimun, disfungsi ginjal dan intervensi
radio dan kemoterapi anemia.
Anemia dengan penyakit ginjal kronik penurunan pada produksi
eritropoetin, dimediasi oleh insufisiensi ginjal dan antiproliferatif
mempengaruhi akumulasi toksin uremia
Evaluasi Laboratorium
Status Besi
Anemia pada penyakit kronik adalah anemia normokromik,
normositik yang dicirikan dari ringan (kadar hemoglobin 9,5 g/dl)
hingga sedang (kadar hemoglobin 8 g/dl). Pasien dengan kondisi
jumlah retikulosit yang rendah mengindikasikan produksi sel darah
merah yang rendah.
Pada anemia penyakit kronik, penurunan saturasi transferin sebuah
cerminan penurunan kadar besi serum.
Eritropoetin
Pengukuran kadar eritropoietin berguna hanya untuk pasien dengan
kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl.
Kadar eritropoietin pada anemia penyakit kronik dengan kadar
hemoglobin kurang dari 10 g/dl harus melakukan perhitungan derajat
anemia.
Terapi
Transfusi
Transfusi darah sebagai intervensi terapetik cepat dan efektif.
Transfusi membantu pada konteks baik anemia berat ( pada kadar
hemoglobin kurang dari 8 g/ dl) atau anemia yang mengancam jiwa (
kadar hemoglobin kurang dari 6,5 g/dl), khususnya jika kondisi
diperburuk dengan komplikasi yang melibatkan perdarahan.
Terapi Besi
Besi adalah nutrien esensial untuk proliferasi mikroorganisme,
penyimpanan besi dari mikroorganisme atau sel tumor ke sistem
retikuloendotelial dipercaya efektif untuk menghambat pertumbuhan
patogen.
Besi parenteral meningkatkan tingkat respon terapi dengan agen
eritropoietik pada pasien dengan kanker yang menjalani kemoterapi
dan pasien yang menjalani hemodialisis.
Agen Eritropoietik
Efek terapetik melibatkan penetralan efek antiproliferasi sitokin,
bersama dengan stimulasi ambilan besi dan biosintesis heme pada sel
progenitor eritroid. Respon yang buruk pada terapi eritropoietik
dikaitkan dengan peningkatan kadar sitokin proinflamatori dan
avaibilitas besi yang buruk.
Pemberian epoetin jangka panjang telah dilaporkan menurunkan
kadar TNF- pada pasien dengan penyakit ginjal kronik
Terapi kombinasi dengan epoetin dan besi tidak hanya meningkatkan
kadar hemoglobin tetapi juga menghasilkan penurunan aktivitas
penyakit.
Pasien yang menerima agen eritropoietik, target kadar hemoglobin
sebaiknya 11-12 g/dl.
Pengawasan Terapi
Untuk pengawasan respon pada agen eritropoietik, kadar
hemoglobin sebaiknya ditentukan setelah empat minggu terapi dan
interval 2-4 minggu setelahnya. Jika kadar hemoglobin meningkat
kurang dari 1 g/dl, status besi sebaiknya dievaluasi ulang dan
suplementasi besi sebaiknya dipertimbangkan.
Dosis agen eritropoietik sebaiknya disesuaikan bilamana kadar
hemoglobin mencapai 12 g/dl. Jika respon tidak tercapai pasien
dipertimbangkan tidak responsif terhadap agen eritropoietik.
Kesimpulan
1.