PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Kesadaran adalah pengatahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. Agar
sadar penuh maka diperlukan system pengaktifan retikuler yang utuh dan
fungsinya pusat-pusat otak di korteks sereberi serta utuhnya hubunganhubungan melalui thalamus. Kesadaran dapat didefiniskan sebagai suatu
keadaan dimana seseorang mengenali diri dan lingkungannya. Serta respon
trehadap stimulus dari luar dan kebutuhan dirinya. Kesadaran mempunyai dua
komponen, yaitu derajat dan kualitas. Derajat kesadaran menunjukan tingkat
kesadaran ditentukan oleh jumlah atau kuantitas input susunan saraf pusat,
sedangkan kualitas kesadaran yang menunjukan isi pikiran dan tingkah laku
ditentukan oleh cara pengolahan input sehingga menghasilkan pola-pola
output susunan system saraf pusat. Secara sederhana derajat kesadaran dibagi
menjadi komposmentis, somnolen, spoor dan koma. Untuk menilai derajat
kesadaran dapat digunakan suatu skala yang dikenal dengan nama skala koma
glasglow. Perubahan kedasaran biasanya berawal dari gangguan fungsi
diensefalon, yang ditandai oleh kebingungan, letargi dan akhirnya stupor
seiring dengan makin sulitnya seseorang untuk terjaga. Penurunan kesadaran
yang berlanjut terjadi pada disfungsi otak tengah, dtandai oleh semakin
dalamnya kesadaran stupor dan pada akhirnya dapat terjadi disfungsi medulla
B. Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
C. Definisi.
Koma adalah suatu keadaan tidak sadar atau hilangnya kesadaran pasien,
dimana diberi rangsangan dari luar seberapa keraspun tidak bereaksi dan juga
tidak mampu berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya.
Koma bukanlah suatu penyakit tertentu akan tetapi suatu keadaan yang
mempunyai banyak macam penyebab. Serangan anoksik-iskemik akut yang
fokal atau total, gangguan traumatik, peradangan, kelainan metabolik,
perdarahan atau neoplasma, dapat mengakibatkan edema dan menurunkan
aliran darah otak (ADO), menimbulkan gangguan neurologik dan kesadaran,
menyebabkan kerusakan otak yang menetap.
Kerusakan atau cedera pertama (lesi primer), pada jaringan otak itu
sendiri yang tidak dapat diobati sering diikuti oleh perubahan sekunder (lesi
sekunder) yang disebabkan oleh hipoksia, hiperkapnia, hipotensi atau
peninggian tekanan intrakranial (TIK). Perubahan sekunder itulah yang harus
segera di cegah dan diobati.
Yang menonjol pada keadaan koma atau hilangnya kesadaran adalah
ketidakmampuan penderita untuk berkomunikasi dengan orang-orang
disekitarnya, malah dalam keadaan yang berat tidak bereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan dari luar.
Keadaan koma berarti gangguan berat fungsi susunan syaraf pusat yang
perlu ditangani secara tepat, karena makin lama keadaan koma berlangsung,
makin parah keadaan susunan syaraf pusat dan makin kecil kemungkinan
akan penyembuhan yang baik.
BAB II
RUANG LINGKUP
dapat
menimbilkan
koma
bihemisferik
adalah
perdarahan
Etiologi Koma
Secara umum stupor dan koma dapat disebabkan menjadi tiga kategori besar:
1.
2.
3.
Tiga penyebab koma yang dapat cepat menyebabkan kematian dan dapat
ditangani antara lain:
1.
2.
3.
Kejadian terakhir
2.
3.
Riwayat psikiatrik
4.
Obat-obatan
5.
Dalam menangani pasien dalam keadaan stupor dan koma untuk pertama kali ada
beberapa pertanyaan sebagai pertimbangan yaitu:
1.
2.
Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadinya aspirasi, yang
disebabkan karena hilangnya refleks batuk dan muntah, hipoksia, yang terjadi
karena hilangnya kemampuan bernafas. Pemasangan endotracheal tube (ETT)
dengan intubasi merupakan cara yang paling efektif untuk menjaga jalan nafas
baik dan oksigenasi yang adekuat. Bila pasien dalam keadaan koma yang dalam
atau adanya tanda gangguan respirasi lebih baik dilakukan intubasi. Pada pasien
stupor dengan pernafasan yang normal dapat kita berikan 100 % oksigen dengan
face mask sampai hipoksemia tidak kita temukan.
Setelah keadaan umum pasien kita dapat langkah selanjutnya adalah memberikan
terapi emergensi dan melakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, antara
lain:
1.
2.
3.
Lakukan pemeriksaan kadar gula sewaktu dengan glucose stick. Hal ini
harus dilakukan secepatnya, karena hipoglikemia merupakan kasus yang
dapat ditangani secara cepat sebagai penyebab stupor atau koma yang dapat
disertai keadaan lain seperti sepsis, henti jantung, atau trauma)
4.
5.
6.
7.
8.
Berikan terapi emergensi. Hal ini dapat diberikan dilapangan atau bila
etiologi dari penyebab koma tidak jelas
Pemeriksaan Fisik:
1.
Tanda vital: hipertensi yang berat dapat disebabkan oleh lesi intrakranial
dengan peningkatan TIK atau ensefalopati karena hipertensi.
2.
Kulit: tanda eksternal dari trauma, neddle track, rash, cherry redness
( keracunan CO), atau kuning
3.
4.
5.
6.
Leher (jangan manipulasi bila ada kecurigaan fraktur dari cervival spine):
kekakuan disebabkan oleh meningitis atau perdarahan subarakhnoid.
7.
Pemeriksaan Neurologis
1.
2.
Skor
Spontan 4
Bicara : ( V )
o
Gerakan Motorik
o
Mengikuti Perintah .. 6
Flexi .. 3
Ekstensi 2
3.
4.
5.
Funduskopi: edema papil terjadi pada peningkatan TIK setelah lebih dari 12
jam dan jarang terjadi secara akut. Tidak adanya suatu edema papil
menyingkirkan adanya peningkatan TIK. Pulsasi spontan dari vena sulit
diidentifikasikan, tetapi bila kita temukan menandakan TIK yang normal.
Perdarahan subhialoid yang berbentuk seperti globul bercak darah pada
permukaan retina biasanya berhubungan dengan terjadinya suatu perdarahan
subarakhnoid.
6.
Pupil: pastikan bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya.
a. Simetris dan reaktif terhadap rangsang cahaya menandakan midbrain
dalam keadaan intak. Pupil yang reaktif tanpa disertai respon dari kornea
10
dari
opiat
dan
kholinergik
(pilokarpin)
juga
dapat
hemiparesis,
lesi
di
thalamus
kontralateral
dari
11
b. Slow roving eye movement yang dapat konjugasi atau diskonjugae tidak
menunjukkan lokalisasi lesi yang berarti, berhubungan dengan disfungsi
hemisfer bilateral dan aktifnya refleks okulosefalik
c. Occular bobbing, yaitu terdapat reaksi cepat dari pergerakan bola mata ke
arah bawah yang kembali ke posisi semula dengan lambat menunjukkan
kerusakan bilateral dari pusat gaze horisontal pada pons.
d. Saccadic eye movement tidak terlihat pada pasien koma dan menunjukkan
suatu psikogenik unresponsive.
e. Fase tonik tanpa disertai respons fase cepat dari nistagmus menandakan
koma disebabkan disfungsi bihemisfer
f. Paresis konjugae dari gaze menandakan lesi unilateral hemisfer atau pons
g. Kelemahan mata asimetris menandakan lesi pada batang otak
h. Refleks okulovestibular negatif menandakan koma yang dalam yang
mendepresi fungsi batang otak.
8.
9.
10. Refleks okulosefalik (dolls eye), respons yang intak terjadi pergerakan bola
mata berlawanan dari arah pemutaran kepala. Bila tidak terjadi refleks ini
menunjukkan disfungsi dari bilateral hemisfer serebri dan gangguan integritas
dari struktur batang otak, yang sering terlihat pada koma metabolik.
12
11. Refleks okulovestibular (kalori dingin), respons yang normal terdiri dari
deviasi tonik kearah rangsangan air dingin yang dimasukkan ke lubang
telinga dan terjadi nistagmus cepat ke arah kontralateral.
12. Refleks kornea: menandakan intaknya batang otak setinggi CN 5 (aferen) dan
CN (eferen)
13. Refleks muntah: dapat dilakukan dengan memanipulasi endotrakheal tube.
14. Respons motorik: merupakan indikator terbaik dalam menentukan dalam dan
beratnya keadaan koma. Yang diperhatikan yaitu:
a. Pergerakan spontan: lihat adanya suatu asimetr
b. Tonus otot: peningkatan tonus otot bilateral pada ekstremitas bawah
merupakan tanda penting terjadinya suatu herniasi serebri.
c. Induksi pergerakan
15. Respon sensoris: respons asimetris dari stimulasi menandakan suatu
lateralisasi deficit sensori
16. Refleks:
a. Refleks tendon dalam: bila asimetris menunjukkan lateralisasi defisit
motoris yang disebabkan lesi structural
b. Refleks plantar: respon bilateral Babinskis menunjukkan coma akibat
struktural atau metabolic
Pemeriksaan Interna
1.
2.
Tekanan darah
13
3.
Suhu badan
4.
5.
6.
7.
8.
Turgor kulit
9.
10. Leher
11. Thoraks
12. Abdomen
14
2.
Kasus encephalitis yang dicurigai oleh infeksi virus herpes dapat diberikan
acyclovir 10 mg/kg iv tiap 8 jam
3.
2.
3.
Nutrisi:
lakukan
pemberian
asupan
nutrisi
via
enteral
dengan
Kulit: hindari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1 hingga 2 jam,
dan gunakan matras yang dapat dikembangkan dengan angin dan pelindung
tumit
5.
Mata: hindari abrasi kornea dengan penggunaan lubrikan atau tutup mata
dengan plester
6.
7.
8.
15
9.
2.
Bila ada gangguan pernapasan maka pasien dibantu dengan alat bantu hidup
dasar dan lanjut (ventilator)
3.
Alat bantu hidup dasar untuk adalah alat untuk membantu mempertahankan
terbukanya jalan napas,dapat digunakan pada awal penangann pasien yang
tidak responsip dan dilanjutkan sepanjang pernapasan. Alat bantu jalan napas
tersebut adalah pipa orofaring dan pipa nasofaring.
Cara pemasangan OPA:
a.
b.
Cara pertama:
Membuka mulut dan memasukkan OPA terbalik
Memutar/merotasi OPA jika telah mencapai palatum molle.
16
Cara kedua
Membuka mulut dengan spatel dengan hati-hati memasukkan
OPA hingga ke belakang.
Pada anak-anak, sebaiknya memakai cara ini, karena rotasi
dapat menyebabkan patahnya gigi dan kerusakan faring
c.
b.
17
c.
d.
e.
f.
g.
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
Indikasi pemasangan ventilator
1.
18
3.
4.
Respiratory Arrest.
19
BAB III
TATA LAKSANA
Tata laksana pelayanan pasien koma
1.
2.
3.
4.
Bila pasien koma memerlukan ventilator maka pasien dirujuk ke rumah sakit
yang lebih tinggi yang mempunyai fasilitas ventilator
a. Secara Umum:
1) Breathing:
o Bersihkan jalan napas
o Gunakan pipa orofaring
o Posisi dirubah-ubah terlentang/miring
o Kepala ekstensi >20-30
o Lender dihisap
20
21
BAB IV
DOKUMENTASI
rekam medis
22