Bab 1-6
Bab 1-6
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah
satu
faktor
yang
sangat
menentukan
kualitas
sumber
daya
jamban
merupakan
usaha
manusia
untuk
B. Rumusan Masalah
Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya
kepemilikan jamban sehat di RW 16 Dusun Warungbuah, Desa
Neglasari, Banjar tahun 2015.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh informasi tentang faktor faktor yang mempengaruhi
masyarakat terhadap rendahnya kepemilikan jamban sehat di RW
16 Dusun Warungbuah, Desa Neglasari, Kota Banjar tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi akar permasalahan
rendahnya
kepemilikan
jamban
sehat
di
RW 16
Dusun
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Definisi
Jenis-jenis jamban
Terdapat beberapa jenis jamban sesuai bentuk dan namanya, antara
lain:
1
Septic tank
Jamban jenis septic tank merupakan jamban yang paling memenuhi
syarat. Septic tank merupakan cara yang memuaskan dalam
pembuangan untuk kelompok kecil yaitu rumah tangga dan lembaga
yang memiliki persediaan air yang mencukupi, tetapi tidak memiliki
hubungan dengan sistem penyaluran limbah masyarakat.Septic tank
merupakan cara yang terbaik yang dianjurkan oleh WHO tapi
memerlukan biaya mahal, tekniknya sukar dan memerlukan tanah
yang luas.
Jamban Cemplung
Jamban initidak memerlukan air untuk menggelontor kotoran.Untuk
mengurangi bau serta agar lalat dan kecoa tidak masuk, lubang
jamban perlu ditutup.
Jamban Plengsengan
Jamban ini perlu air untuk menggelontor kotoran.Lubang jamban
perlu juga ditutup.
10
11
2.1.4
Pada dasarnya tidak ada aturan pasti yang dapat dijadikan sebagai
patokan untuk menentukan jarak yang aman antara jamban dan
sumber air. Banyak faktor yang mempengaruhi perpindahan bakteri
melalui air tanah, seperti tingkat kemiringan, tinggi permukaan air
tanah, serta permeabilitas tanah. Yang terpenting harus diperhatikan
adalah
jamban
atau
kolam
pembuangan
(cesspool)
harus
antara lain:
1
Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun
tikus.
2.1.6
Cukup penerangan.
Septic Tank
13
Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, sebagai tempat
tinja dan air buangan masuk dan mengalami dekomposisi. Di dalam
tangki ini tinja akan berada selama beberapa hari.
b. Desain Septic Tank
Secara teknis desain atau konstruksi utama septic tanksebagai berikut :
a
Pipa ventilasi
Pipa ventilasi secara fungsi dan teknis dapat dijelaskan sebagai berikut:
1
Dinding septic tank dapat terbuat dari batu bata dengan plesteran
semen.
Pelapis septic tank terbuat dari papan yang kuat dengan tebal yang
sama.
Pipa penghubung:
1
14
Tepi atas dari tutup septic tank harus terletak paling sedikit 0,3
meter di bawah permukaan tanah halaman, agar keadaan
temperatur di dalam septic tank selalu hangat dan konstan
sehingga kelangsungan hidup bakteri dapat lebih terjamin.
2.1.8
berlumut
dan
licin.
Sedangkan
peralatan
pembersih
16
2.1.9
cacing
seperti
schitosomiasis,
ascariasis,
ankilostosomiasis.
Hubungan antara pembuangan tinja dengan status kesehatan penduduk
bias langsung maupun tidak langsung. Efek langsung bisa mengurangi insiden
penyakit yang ditularkan karena kontaminasi dengan tinja seperti kolera,
disentri, typus, dan sebagainya. Efek tidak langsung dari pembuangan tinja
17
Gambar 2.6. Alur Penularan Penyakit (Water & Sanitation Program, 2011)
Berdasarkan skema alur penularan penyakit diatas maka perlu dilakukan
tindakan pencegahan agar penyakit menular berbasis lingkungan tidak menjadi
wabah dalam masyarakat setempat. Pencegahan itu memutuskan alur
penularan penyakit menggunakan rintangan sanitasi dan mengisolasi tinja
dengan jamban sehat. Rintangan sanitasi ini mencegah kontaminasi tinja
sebagai sumber infeksi pada air, tangan, dan vektor (serangga)
18
Gambar 2.7. Pemutus Alur Penularan Penyakit (Water & Sanitation Program,
2011)
melakukan
Penginderaan
penginderaan
terhadap
suatu
objek
tertentu.
19
benar
tentang
objek
yang
diketahui,
dan
dapat
dapat
menyusun,
dapat
merencanakan,
dapat
2) Pendidikan
Pendidikan merupakan hasil atau prestasi yang dicapai oleh
perkembangan manusia dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam
mencapai tujuan untuk tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan
sebagai suatu kesatuan.
Menurut Yusuf (1992), dalam Notoatmodjo (2012) bahwa
Pendidikan juga dikatakan sebagai pengembangan diri dari individu
dan kepribadian yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung
jawab. Untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta
nilai-nilai sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan
semakin baik pula tingkat pengetahuannya, bahwa Ibu/Bapak yang
berpendidikan relatif tinggi cenderung memiliki kemampuan untuk
menggunakan sumber daya keluarga yang lebih baik dibandingkan
Ibu/Bapak yang berpendidikan rendah. Karena pengetahuan buang air
22
sekolah
dapat
memiliki
pengetahuan
praktis
dan
perubahan
atau
penambahan
pengetahuan,
sikap
atau
beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutipkan sebagai berikut.
An individuals social attitude is a syndrome of response
consistency with regard to social object (Campbell, 1950).
Attitude entails an existing predisposition to response to social
objecs which in interaction with situational and other dispositional
variables, guides and direct the overt behavior of the individual
(Cardno, 1955).
Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi
sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus social. Newcomb, salah seorang
ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan
motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau
tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
terhadap objek.
Stimulus
Rangsangan
Proses Stimulus
Reaksi
Tingkah Laku
(terbuka)
Sikap (tertutup)
25
b)
diartikan
bahwa
orang
(subjek)
mau
dan
dilihat dari kesediaan perhatian orang itu terhadap ceramahceramah tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
b) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan
atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan
itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide
tersebut.
c) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya
seorang Ibu yang mengajak Ibu yang lain (tetangganya,
saudaranya dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya
ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti
bahwa si Ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap
gizi anak.
d)
4)
Keyakinan
Keyakinan adalah pendirian bahwa suatu fenomena tau objek
benar atau nyata. Kebenaran adalah kata-kata yang sering digunakan
untuk mengungkapkan atau menyiratkan keyakinan agar terjadi
perubahan perilaku.
a.
b.
yang
harus
dibayarkan
dan
sangat
mungkin
28
5) Nilai-nilai
Di dalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-nilai yang
menjadi
pegangan
setiap
orang
dalam
menyelenggarakan
hidup
29
Ekonomi masyarakat
Kebiasaan masyarakat
Pengetahuan
Pendidikan
2) Prasarana
Adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan
didalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka
semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang
diharapkan sesuai dengan rencana.
a. Dana merupakan bentuk yang paling mudah yang dapat digunakan untuk
menyatakan nilai ekonomis dan karena dana atau uang dapat dengan segera
dirubah dalam bentuk barang dan jasa.
b. Adalah pemindahan manusia, hewan atau barang dari satu tempat ke tempat
lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia
dan atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam
melakukan aktifotas sehari-hari.
c. Fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat mempermudah upaya dan
memperlancar kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan.
d. Kebijakan pemerintah adalah suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama
yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran
akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan
sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas
menjatuhkan sanksi.
Menurut Notoatmodjo (2005), hambatan yang paling besar dirasakan
30
dalam
mewujudkan
perilaku
hidup
sehat
masyarakat
yaitu
faktor
31
masyarakat menerima feedback dan setelah itu ada dukungan sosial. Faktor
reinforcing dalam penelitian ini yakni dukungan keluarga.
1) Petugas Kesahatan
Merupakan tenaga professional, seyogyanya selalu menerapkan etika
dalam sebagian besar aktifitas sehari-hari. Etika yang merupakan suatu norma
perilaku atau biasa disebut dengan asas moral, sebaiknya selalu dijunjung
tinggi dalam kehidupan bermasyarakat kelompok manusia.
2) Tokoh Agama
Adalah panutan yang merepresentasikan kegalauan umatnya dan
persoalan yang sudah diungkap oleh para tokoh agama menjadi perhatian
untuk diselesaikan dan dicarikan jalan keluarnya.
3) Tokoh Masyarakat
Adalah orang yang dianggap serba tahu dan mempunyai pengaruh
yang besar terhadap masyarakat. Sehingga segala tindak tanduknya
merupakan pola aturan yang patut diteladani oleh masyarakat.
4) Dukungan keluarga
Salah satu aspek terpenting dari perawatan adalah penekanan pada unit
keluarga. Keluarga bersama dengan individu, kelompok dan komunitas adalah
klien atau resipien keperawatan. Keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat, merupakan klien keperawatan atau si penerima asuhan
keperawatan. Keluarga berperan dalam menetukan cara asuhan yang
diperlukan anggota keluarga yang sakit. Keberhasilan keperawatan di rumah
sakit dapat menjadi sia-sia jika tidak dilanjutkan oleh keluarga. Secara empiris
dapat dikatakan bahwa kesehatan anggota keluarga dan kualitas kehidupan
keluarga menjadi sangat berhubungan atau signifikan.
32
Dalam
pemberian
pelayanan
kesehatan
perawat
harus
memerhatikan nilai-nilai dan budaya yang ada dalam keluarga sehingga dalam
pelaksanaannya kehadiran perawat dapat diterima oleh keluarga.
e
1) Dukungan Emosional
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat
dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi, meliputi empati,
kepedulian, dan perhatian terhadap anggota keluarga yang masih buang air
besar sembarangan misalnya umpan balik, penegasan.
2) Dukungan Penghargaan (Penilaian)
Keluarga
bertindak
sebagai
sebuah
bimbingan
umpan
balik
33
3) Dukungan Instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit.
Mencakup bantuan langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu,
modifikasi,
lingkungan,
maupun
menolong
dengan
pelajaran
waktu
mengalami stress.
4) Dukungan Informatif
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminato (penyedia)
informasi tentang dunia mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk,
sarana-sarana, atau umpan balik.
Bentuk dukungan yang diberikan oleh keluarga adalah dorongan
semangat, pemberi nasehat, atau pengawasan tentang perilaku BAB seharihari. Dukungan keluarga juga merupakan perasaan individu yang dapat
perhatian, disenangi, dihargai, dan termasuk bagian dari masyarakat.
Brunner
dan
Suddart
(2001),
dalam
Marliana
(2011)
34
35
Faktor Predisposisi :
Pengetahuan
Pendidikan
Sikap
Faktor
Keyakinan
Pendukung :
Kepemilikan jamban
Prasarana
Kepemilikan Jamban
Faktor Pendukung :
2.3
Petugas kesehatan
Tokoh agama
Tokoh masyarakat
Kerangka Konsep
Variabel Independen
Pendidikan
Pekerjaan
Variabel Dependen
Jamban Sehat
Penghasilan
Kebiasaan
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian pada skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor
mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki,
menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh
sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan
kuantitatif. (Saryono, 2010)
B. DESAIN PENELITIAN
Dengan di gunakan metode kualitatif ini maka data yang didapatkan akan lebih
lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna, sehingga tujuan penelitian dapat di
capai. Desain penelitian kualitatif ini di bagi dalam empat tahap, yaitu :
1. Perencanaan
Kegiatan yang di lakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut : analisis standar
faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kepemilikan jamban sehat,
penyusunan rancangan penelitian, penetapan tempat penelitian, dan penyusunan
instrumen penelitian.
2. Pelaksanaan
37
Pada tahap ini peneliti sebagai pelaksana penelitian sekaligus sebagai human
instrument mencari informasi data yaitu wawancara pada warga yang mewakili
dari tiap tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, dan berdasarkan kepemilikan
jamban sehat.
3. Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah peneliti melakuka wawancara mendalam terhadap
warga yang mewakili dari tiap tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, dan
berdasarkan kepemilikan jamban sehat.
4. Evaluasi
Semua data dari hasil wawancara mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
rendahnya kepemilikan jamban sehat di RW 16 Dusun Warungbuah, Desa
Neglasari, yang telah dianalisis kemudian dievaluasi sehingga mendapatkan solusi
yang tepat untuk mengambil langkah selanjutnya dalam meningkatkan
kepemilikan jamban di RW 16 Dusun Warungbuah, Desa Neglasari.
C. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di RW 16 Dusun Warungbuah, Desa Neglasari, Kota
Banjar tahun 2015 yang dilaksanakan pada bulan Juli 2015.
D. SUMBER DATA
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh.
Adapun yang dijadikan sumber data adalah:
1. Data puskesmas mengenai persentase tingkat kepemilikan jamban di RW 16 Dusun
Warungbuah, Desa Neglasari.
38
39
Teknik Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen
yang ditunjukkan dalam hal ini adalah segala dokumen yang berhubungan dengan
faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat kepemilikan jamban sehat di RW
16 Dusun Warungbuah, Desa Neglasari.
Reduksi data
Data yang diperoleh dari laporan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih halhal pokok, memfokuskan padahal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
2.
Penyajian Data
40
BAB IV
HASIL WAWANCARA
41
mereka sehat dengan keadaan yang seperti ini (dengan menggunakan kakus ataupun jamban
cemplung) sehingga dengan menyentuh masyarakat dengan mengingatkan tentang kesehatan
akan sulit dimengerti, lebih baik dengan memberi tahu dampak negatif lainnya dengan tidak
menggunakan jamban yang sehat.
Kalau dibilang mampu mah warga disini pada mampu nyisihin uang sedikit-sedikit
buat iuran untuk buat jamban, tapi yang penting ya diberi intervensi terlebih dahulu dari
aparat masyarakatnya., tutur pak DA.
Sebagai orang yang dianggap paling dekat dan disegani masyarakat, baiknya tokoh
masyarakat pun turut andil dalam hal ini. Selain memberitahu masyarakat akan pentingnya
menggunakan jamban sehat, tokoh masyarakat pun haruslah memberi contoh kepada
warganya.
Ya misalnya pak RT, Kader dan aparat lainnya pun harusnya menjadi contoh dengan
menggunakan jamban sehat dirumahnya. Selain itu mungkin kalau untuk bantuan dari
pemerintah nya mungkin bisa diwakili sama Dinas Kesehatan ataupun pihak Puskesmas nya,
mungkin meminta bantuannya bukan dalam hal memberi dana, namun dengan memberi
penekanan kepada masyarakat mengenai dampak negatif dengan tidak menggunakan jamban
pada awal mulanya. Nah setelah itu buat kesepakatan dengan warga siapa yang akan buat
jamban? Nah nanti kan pada angkat tangan tuh, habis itu ditulis namanya dan ditagih lagi
misalnya minggu depannya atau diingetin terus, jadi mereka pun ngerasa kalau ada janji
kalau mau buat jamban sehat. Setelah itu baru mungkin dari pihak Dinas Kesehatan atau
Puskesmas bisa memberikan penyuluhan lebih lanjut mengenai syarat jamban sehat, cara
mengelola jamban sehat dan lain-lainnya sembari mereka juga buat jamban sehatnya. Jadi
mah intinya harus ada realisasi langsung setelah memberikan penyuluhan., tutur pak DA
mengenai sarannya dalam masalah jamban sehat dilingkungannya ini.
43
Responden kedua ialah Ibu I yang merupakan seorang kader di RT 32. Sudah 6 bulan
beliau menjadi kader di RT nya, beliau pun cukup mengetahui karakter warga sekitarnya.
Beliau menyadari bahwa warga RT 32 memiliki kebiasaan yang sulit diubah, misalnya dalam
hal kebiasaan buang air besar di kakus atau jamban empang.
Beberapa rumah memang ada wc jongkok nya, tapi ya aliran akhirnya mah tetep aja
ke kolam atau empang untuk ngasih pakan ikan biasanya., tutur ibu I.
Berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai jamban sehat, menurut ibu I, warganya
sudah pernah diberikan sosialisasi mengenai jamban sehat oleh pihak puskesmas Banjar 2
begitupun dengan cara STBM pun pernah dilakukan oleh pihak puskesmas Banjar 2.
Ketika kami tanyakan mengenai efektivitas dari sosialisasi dan STBM yang pernah
dilakukan oleh pihak puskesmas, ibu I menjawab sepertinya kurang efektif nya ketika
sosialisasi itu disebabkan karena hanya sesekali saja membahas tentang jamban sehat. Kalau
disini setahun hanya sekitar 2x sosialisasi mengenai jamban sehatnya dan biasanya diadakan
pas pengajian hari Jumat di masjid. Ya yang datang hanya ibu-ibu, karena bapak-bapaknya
masih kerja. Jadi baiknya sih diadakannya saat ada pertemuan di RT kapanpun itu. Kalau
perlu sebenarnya diadakan pertemuan rutin sekedar untuk membahas perkembangan RT, nah
nanti kan bisa sekalian bahas tentang jamban sehat ini. Jadi yang tidak hadir saat pengajian
bisa tau juga setidaknya ada perwakilan petinggi RT atau tokoh masyarakat yang hadir untuk
mendengarkannya., tutur bu I.
Selain itu, ternyata ada penyebab lain yang membuat warga sekitar mengurungkan
niat untuk membuat jamban sehat dirumahnya. Warga disini udah pada tau kalau di RT ini
ada orang kesehatan tapi rumahnya tidak pake jamban sehat, malah pake kolam ikan untuk
penampungan akhirnya. Jadi warga malah mikirnya ah itu orang kesehatan aja ngga pake
44
jamban sehat, ngapain kita make gitu mikirnya, jadi ya hanya warga yang benar-benar sadar
aja yang make jamban leher angsa., tutur ibu Dede.
Ibu I dan suaminya mungkin bukan termasuk dalam kelompok warga yang
berpenghasilan diatas UMR kota Banjar. Ia hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga
disamping suaminya bekerja sebagai seorang buruh dan hanyalah lulusan SD, begitupun
dengannya. Namun ibu I memiliki dan menggunakan jamban sehat dirumahnya.
Memang sih sulit mengubah kebiasaan warga kalau udah merasa nyaman pakai
jamban kolam tapi kan harus ada perubahan sedikit-sedikit, mesti mulai dari diri sendiri dulu
baru orang lain lihat.
Responden ketiga ialah ibu R yang bekerja dibagian keuangan RSUD Banjar. Beliau
memiliki seorang anak dan juga menantu yang bekerja sebagai perawat dan radiografi di
rumah sakit yang sama, yang tinggal bersama dengannya dalam satu rumah. Walaupun
bekerja di lingkungan kesehatan, namun rumah keluarga ini tidak memiliki jamban yang
sehat. Rumah ini tidak memiliki septitank sebagai tempat penampungan tinja, melainkan
menggunakan kolam yang berisikan lele jumbo yang dipergunakan khusus sebagai tempat
penampungan tinja.
Udah pernah kok dibuat septitank, tapi bau, uap tinjanya kembali ke wc makanya
jadi bau. Saya tidak bisa kalau septitank itu bau, ngga kuat sama baunya. Jadi kembali lagi
menggunakan itu (kolam lele jumbo). Saya nyaman, tidak bau. Ya pokoknya nyaman lah saya
pakai itu (kolam lele jumbo) dibanding septitank, tutur ibu R.
Kemudian kami tanyakan pula hal tersebut kepada menantunya mengenai alasan
rumah tersebut tetap menggunakan kolam lele jumbo sebagai tempat penampungan akhir
tinja dirumah tersebut. Saya mah sebenarnya kan ikut aja, ini rumah mertua soalnya.
45
Sebenernya juga masih nyaman aja pakai ini (kolam lele jumbo), soalnya kalau habis buang
air besar, terus masuk ke kolam, pasti ikannya langsung nyamber makan itu. Makanya ngga
ada tinja yang menggenang., tutur pak A, menantu ibu R.
Ketika kami menanyakan lebih lanjut, tapi bapak dan ibu tau kan mengenai efek
samping dari penggunaan jamban kolam seperti ini? Air dari kolam tersebut dapat terserap ke
tanah dan tanah tersebut bisa saja dekat dengan sumber air tetangga ibu atau bahkan rumah
ibu. Lalu kalau airnya digunakan bisa mengakibatkan gatal-gatal karena airnya tidak bersih
atau bahkan bisa menjadi diare jika dikonsumsi karena air tersebut tercemar., lalu ibu I
menjawab, iya, saya mengerti kok. Tapi coba tanya bu kader nya, disini ada yang diare
ngga? Disini mah ngga ada yang kena diare karena pake kolam. Lagi pula itu kolam dirumah
ini mah dirawat. Lele nya juga gede-gede ngga dijual dan ngga dikonsumsi., tutur ibu I.
Ketika kami menanyakan mengenai jarak antara kolam dengan sumber air di rumah
beliau, ibu I menuturkan jaraknya 10 meter kok, ada lah 15an.
.
Lalu kami menanyakan pendapatnya mengenai minimnya kepemilikan jamban sehat disekitarnya.
Ibu I menuturkan bahwa masyarakat di RT tersebut masih belum sadar atas penting nya memiliki
jamban sehat itu lihat saja buktinya sudah dibuatkan MCK tapi masyarakatnya masih seperti itu.
Tidak ada rasa memiliki. Masyarakat disini mah cuek, sendiri-sendiri., tutur beliau
Kemudian kami menanyakan, apakah ibu ada rencana untuk membuat jamban sehat
dirumah? Karena sebagai salah satu keluarga yang dipandang masyarakat sekitar karena ibu
sekeluarga bekerja di RSUD, pengaruh nya cukup besar bu dengan ibu memiliki jamban
46
sehat dirumah. ibu I tetap bersikeras menjawab, Kalau dana mah insyaAllah ada. Ya mau
sih buat kalau nanti. Soalnya sekarang saya masih sibuk.
Lain halnya dengan responden kami yang ke empat, yaitu ibu S. Beliau merupakan
salah satu warga di RT. 31 yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan menjaga warung
miliknya, dengan latar belakang pendidikan terakhir SMP (Sekolah Menengah Pertama).
Keluarga ibu S masih menggunakan jamban cemplung di kolam dan juga menggunakan
kolam tersebut sebagai tempat penampungan tinja dari jamban dirumahnya.
Ketika kami menanyakan bagaimana ciri jamban yang sehat, beliau menuturkan,
jaraknya mesti 10 meter, mesti ada septitank. Yang itu bukan?. Lalu kami pun menjelaskan
mengenai 10 syarat jamban sehat.
Namun ketika kami tanyakan mengenai jarak antara kolam tempat penampungan tinja
dengan sumber air dirumahnya, ibu S menjawab bahwa jarak antara sumber air dengan kolam
penampungan tinja dirumahnya hanya berjarak 5 meter.
Ibu S menuturkan bahwa alasannya masih menggunakan jamban cemplung dan
menjadikan kolam sebagai tempat penampungan tinja adalah karena belum memiliki dana
untuk membangun septitank. dana nya aja belum ada, kalo ada mah suami bisa gitu bikin
tutur ibu S.
Sumber utama untuk membiayai kehidupan sehari-hari keluarga ibu S, selain warung
miliknya yang hanya sesekali dibuka untuk menjual bala-bala, ialah suaminya, dimana suami
ibu S memiliki latar belakang pendidikan terakhir SD dan hanyalah bekerja sebagai buruh
pabrik.
47
buang air disitu (jamban cemplung kolam)., tutur ibu W. Ibu W juga menuturkan alasannya
tidak membangun jamban sehat dirumahnya, selain karna dekat dengan kediaman anak
angkatnya, adalah dikarenakan masalah dana. Iya gak ada dananya, udah tua juga., tutur
ibu W.
Menurut penuturan ibu W, peran ketua RT sekitar sangat kurang dalam menyadarkan
warga akan pentingnya jamban sehat. disini mah pak RT nya kurang aktif, jadi warganya
juga kurang aktif., tutur ibu W.
Kami pun menanyakan peranan dari pihak puskesmas, beliau menyatakan bahwa dari
pihak puskesmas sudah pernah mengadakan sosialisasi ketika diadakan pengajian hari Jumat
di masjid. Kemudian kami menanyakan pendapat ibu W mengenai harapan terhadap peran
serta pemerintah dalam hal pengadaan jamban sehat ini, Ibu W berpendapat bahwa jika
mendapat bantuan dari pemerintah, sebaiknya berupa barang-barang bangunannya, kemudian
warga bersama-sama membangun jamban.
Responden kami yang terakhir ialah pak U. Ia adalah seorang warga baru di RW 16.
Ia merupakan mantan ketua RW 03 Cipariuk. Menurutnya, terdapat dua hal yang menjadi
penyebab rendahnya penggunaan jamban sehat di RW 16, yaitu faktor ekonomi dan
kurangnya sosialisasi.
Yaa menurut saya mah pertama-tama harus sosialisasi dulu. Kalau bisa dari pihak
Dinas Kesehatan atau Puskesmas terlebih dahulu kepada para pengurus RT dan RW. Setelah
itu ditiap pertemuan RW siaga misalnya itu ada sosialisasi lebih lanjut ke warganya oleh
perwakilan RT ataupun RW yang hadir pas sosialisasi dengan Dinkes atau pihak Puskesmas
nya. Kalau warga udah sadar perlahan-lahan nanti bisa di musyawarahkan untuk
merealisasikan pembuatan jamban ini. Yaa misalnya dengan cara iuran., tutur pak U.
49
BAB V
PEMBAHASAN
50
belakang pendidikan bu W terhenti saat beliau duduk di kelas 2 SD. Ibu Warsiah memiliki
anak angkat yang tinggal tidak jauh dari kediamannya.
Kediaman ibu W tidak memiliki jamban, untuk pembuangan hajat dilakukan di rumah
warga lainnya atau dilakukan di kolam. Ibu W menuturkan bahwa beliau biasa melakukan
buang air besar dirumah tetangganya ataupun dirumah anak angkatnya. Ibu W memiliki anak
angkat yang tinggal tidak jauh dari kediamannya. Beliau juga menuturkan, bahwa tempat
penampungan tinja dirumah warga dan juga anak angkatnya tersebut masih menggunakan
kolam karna tidak memiliki septitank. Ketika kami menanyakan, apakah ibu tidak takut
jatuh kalau misalnya pas malam hari ibu mules pengen BAB (Buang Air Besar), terus ibu
mesti keluar rumah ke jamban cemplung kolam punya tetangga ibu? ibu W menjawab,
ngga kok, sudah biasa soalnya buang air disitu (jamban cemplung kolam)., tutur ibu W.
Ibu W juga menuturkan alasannya tidak membangun jamban sehat dirumahnya, selain karna
dekat dengan kediaman anak angkatnya, adalah dikarenakan masalah dana. Iya gak ada
dananya, udah tua juga., tutur ibu W.
Dalam wawancara lain, yaitu ibu S. Beliau merupakan salah satu warga di RT. 31
yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan menjaga warung miliknya, dengan latar
belakang pendidikan terakhir SMP (Sekolah Menengah Pertama). Keluarga ibu S masih
menggunakan jamban cemplung di kolam dan juga menggunakan kolam tersebut sebagai
tempat penampungan tinja dari jamban dirumahnya. Ketika kami menanyakan bagaimana ciri
jamban yang sehat, beliau menuturkan, jaraknya mesti 10 meter, mesti ada septitank. Yang
itu bukan?. Lalu kami pun menjelaskan mengenai 10 syarat jamban sehat. Namun ketika
kami tanyakan mengenai jarak antara kolam tempat penampungan tinja dengan sumber air
dirumahnya, ibu S menjawab bahwa jarak antara sumber air dengan kolam penampungan
tinja dirumahnya hanya berjarak 5 meter.
52
53
54
Penuturan lain dari Ibu S yang menyarankan kader RT. tersebut melakukan
penyuluhan kepada lingkungan sekitar. ya kasih penyuluhan ke lingkungan, kan itu juga
orang kaya belum bikin (septictank). Kan seharusnya bikin ya orang kaya mah. tutur Ibu S.
Ibu S juga menuturkan bahwa jika ada bantuan dari pemerintah sebaiknya dalam bentuk
barang agar masyarakat bersama-sama membangun jamban. Untuk lokasi pembangunan
jamban itu sendiri, Ibu S berpendapat bahwa lokasi pembangunan jamban sebaiknya
dilakukan di beberapa titik agar mempermudah warga untuk menikmati fasilitas jamban
tersebut. Selain itu juga kebersihan jamban perlu dijaga dengan membagi kelompok untuk
membersihkan jamban.
Dalam wawancara lain, Pak U adalah salah seorang warga baru di RW. 16. Ia
merupakan mantan ketua RW. 03 Cipariuk. Menurutnya, terdapat dua hal yang menjadi
penyebab rendahnya penggunaan jamban sehat di RW. 16, yaitu faktor ekonomi dan
kurangnya sosialisasi. Yaa menurut saya mah pertama-tama harus sosialisasi dulu. Kalau
bisa dari pihak Dinas Kesehatan atau Puskesmas terlebih dahulu kepada para pengurus RT
dan RW. Setelah itu ditiap pertemuan RW siaga misalnya itu ada sosialisasi lebih lanjut ke
warganya oleh perwakilan RT ataupun RW yang hadir pas sosialisasi dengan Dinkes atau
pihak Puskesmas nya. Kalau warga sudah sadar perlahan-lahan nanti bisa di
musyawarahkan untuk merealisasikan pembuatan jamban ini. Ya misalnya dengan cara
iuran., tutur pak U.
Sosialisasi yang kurang terhadap masyarakat berpengaruh pada pengetahuan
masyarakat yang rendah akan pentingnya memiliki dan menggunakan jamban sehat, perlunya
sosialisasi dengan berbagai cara dan media untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
dimana Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra
manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
55
pengalaman manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Sikap dasar manusia adalah
keingintahuan tentang sesuatu. Dorongan untuk memenuhi keinginan tersebut akan
menyebabkan seseorang melakukan upaya pencarian. Serangkaian pengalaman selama proses
interaksi dalam lingkungan akan mengahasilkan sesuatu pengetahuan bagi orang tersebut,
(Notoatmodjo, 2003)
a. Tahu (Know)
b. Memahami (Comprehension)
c. Aplikasi (Application)
d. Analisa (Analisis)
e. Sintesis (Synthesis)
f.
Evaluasi (Evaluation)
56
Walaupun bekerja di lingkungan kesehatan, namun rumah keluarga ini tidak memiliki jamban
yang sehat. Rumah ini tidak memiliki septitank sebagai tempat penampungan tinja,
melainkan menggunakan kolam yang berisikan lele jumbo yang dipergunakan khusus sebagai
tempat penampungan tinja. udah pernah kok dibuat septitank, tapi bau, uap tinjanya
kembali ke wc makanya jadi bau. Saya tidak bisa kalau septitank itu bau, ngga kuat sama
baunya. Jadi kembali lagi menggunakan itu (kolam lele jumbo). Saya nyaman, tidak bau. Ya
pokoknya nyaman lah saya pakai itu (kolam lele jumbo) dibanding septitank, tutur ibu R.
Kemudian kami tanyakan pula hal tersebut kepada menantunya mengenai alasan rumah
tersebut tetap menggunakan kolam lele jumbo sebagai tempat penampungan akhir tinja
dirumah tersebut. Saya mah sebenarnya kan ikut aja, ini rumah mertua soalnya. Sebenernya
juga masih nyaman aja pakai ini (kolam lele jumbo), soalnya kalau habis buang air besar,
terus masuk ke kolam, pasti ikannya langsung nyamber makan itu. Makanya ngga ada tinja
yang menggenang., tutur pak A, menantu ibu R.
Ketika kami menanyakan lebih lanjut, tapi bapak dan ibu tau kan mengenai efek
samping dari penggunaan jamban kolam seperti ini? Air dari kolam tersebut dapat terserap
ke tanah dan tanah tersebut bisa saja dekat dengan sumber air tetangga ibu atau bahkan
rumah ibu. Lalu kalau airnya digunakan bisa mengakibatkan gatal-gatal karena airnya tidak
bersih atau bahkan bisa menjadi diare jika dikonsumsi karena air tersebut tercemar., lalu
ibu I menjawab, iya, saya mengerti kok. Tapi coba tanya bu kader nya, disini ada yang
diare ngga? Disini mah ngga ada yang kena diare karena pake kolam. Lagi pula itu kolam
dirumah ini mah dirawat. Lele nya juga gede-gede ngga dijual dan ngga dikonsumsi., tutur
ibu I. Ketika kami menanyakan mengenai jarak antara kolam dengan sumber air di rumah
beliau, ibu I menuturkan jaraknya 10 meter kok, ada lah 15an.
Dalam wawancara ini mencerminkan minimnya pengetahuan keluarga ibu R
mengenai pembuatan jamban sehat yang benar, selain itu ibu R dan keluarga tampak acuh
57
terhadap efek yang ditimbulkan akibat tidak memiliki jamban sehat. hal ini memberi dampak
negatif pada masyarakat sekitar karena keluarga ini cukup dipandang sebagai keluarga
kesehatan yang berpenghasilan lebih tetapi masih belum memiliki jamban sehat.
Menurut penuturan salah satu warga, ternyata ada penyebab lain yang membuat warga
sekitar mengurungkan niat untuk membuat jamban sehat dirumahnya. Warga disini udah
pada tau kalau di RT ini ada orang kesehatan tapi rumahnya tidak pake jamban sehat, malah
pake kolam ikan untuk penampungan akhirnya. Jadi warga malah mikirnya ah itu orang
kesehatan aja ngga pake jamban sehat, ngapain kita make gitu mikirnya, jadi ya hanya
warga yang benar-benar sadar aja yang make jamban leher angsa., tutur ibu I yang
merupakan salah satu kader di RT tersebut. Contoh tidak baik dan kebiasaan masyarakat yang
sulit diubah dijadikan alasan sebagian warga enggan membuat jamban sehat.
Mengenai kebiasaan warga sekitar, menurut Ibu I yang merupakan seorang kader di
RT 32. Sudah 6 bulan beliau menjadi kader di RT nya, beliau pun cukup mengetahui karakter
warga sekitarnya. Beliau menyadari bahwa warga RT 32 memiliki kebiasaan yang sulit
diubah, misalnya dalam hal kebiasaan buang air besar di kakus atau jamban empang.
Beberapa rumah memang ada wc jongkok nya, tapi ya aliran akhirnya mah tetep aja ke
kolam atau empang untuk ngasih pakan ikan biasanya..
Ini sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat sendiri yang sudah menjadi kebiasaan
bertahun-tahun. Upaya meningkatkan kesadaran masyarakt itu sebenarnya sudah dilakukan
sejak lama dengan bantuan pembangunan jamban dibeberapa tempat yang membutuhkannya,
(Maulana HDJ, 2009)
Ketika perilaku masyarakat berubah dalam hal buang air besar maka akan dampak ikutan
kearah yang lebih baik. Merajuk kepada ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO).Sanitasi yang aman mampu menurunkan resiko diare hingga 36%. Biaya pengobatan
58
pun akan berkurang. Hanya perlu komitmen yang kuat dari masyarakat dan pemerintah untuk
harus mendorong upaya peningkatan sanitasi.(Aryani, 2009)
Contoh tidak baik dan kebiasaan masyarakat yang sulit diubah dijadikan alasan
sebagian warga enggan membuat jamban sehat, maka perlu adanya pendekatan yang
mendalam untuk dapat merubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat. Hal ini tentu perlu
adanya kesadaran dan kerjasama semua pihak, terutama pihak petugas kesehatan, tokoh
masyarakat dan warga sekitar yang dipandang.
Dari sekian banyak warga yang tidak memiliki jamban , sebagian kecil warga lainnya
telah memahami dan menyadari pentingnya menjaga kesehatan keluarga dan lingkungan
dengan memiliki jamban sehat.
Dalam wawancara kami dengan bapak DA yang merupakan salah seorang pegawai di
BKPPP (Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan) kota Banjar dan istrinya, ibu
IM, merupakan seorang perawat di RSUD Banjar, yang sama-sama memiliki penghasilan
diatas UMR kota Banjar. Pak DA menuturkan bahwa alasan utamanya menggunakan jamban
sehat di rumahnya ialah bukan hanya karena alasan kesehatan, melainkan dikarenakan
kebutuhan utama yang diperlukan. Karena kebutuhan sih lebih tepatnya, kalau kesehatan
itu kan yang menunjangnya, ya seiring dengan kebutuhan itu terpenuhi dengan baik., tutur
pak DA. Menurutnya, kebutuhan sehari hari yang penting untuk dijaga ialah pemasukan dan
pengeluarannya, pemasukan yang ia maksudkan ialah pemasukan dalam hal makanan dan
pengeluaran ialah hasil olahan makanan yang diproses dalam tubuh (Buang Air Besar/BAB),
dimana kita tidak dapat menduga
kapan tubuh
kita
mengeluarkannya. Kalau tiba-tiba mules pas malam hari gimana coba? Masa harus keluar
rumah dulu? Ke empang dulu misalnya, ribet nanti. Apalagi kalau sampai anak yang
ternyata kebelet buang air besar. Dan sebenarnya saya juga kurang suka kalau ada kakus di
59
rumah, kurang enak aja ngeliatnya. Kalau pakai jamban dalam rumah kan jadi lebih mudah
dan sehat., tutur pak DA.
Pak DA juga menuturkan bahwa masyarakat sekitarnya sebenarnya termasuk
masyarakat yang mampu untuk mengadakan jamban sehat dirumahnya, namun masalah
tersulitnya ialah masyarakat memiliki kebiasaan yang sulit diubah, mereka merasa bahwa
mereka sehat dengan keadaan yang seperti ini (dengan menggunakan kakus ataupun jamban
cemplung) sehingga dengan menyentuh masyarakat dengan mengingatkan tentang kesehatan
akan sulit dimengerti, lebih baik dengan memberi tahu dampak negatif lainnya dengan tidak
menggunakan jamban yang sehat. Kalau dibilang mampu mah warga disini pada mampu
nyisihin uang sedikit-sedikit buat iuran untuk buat jamban, tapi yang penting ya diberi
intervensi terlebih dahulu dari aparat masyarakatnya., tutur pak DA. Sebagai orang yang
dianggap paling dekat dan disegani masyarakat, baiknya tokoh masyarakat pun turut andil
dalam hal ini. Selain memberitahu masyarakat akan pentingnya menggunakan jamban sehat,
tokoh masyarakat pun haruslah memberi contoh kepada warganya. Ya misalnya pak RT,
Kader dan aparat lainnya pun harusnya menjadi contoh dengan menggunakan jamban sehat
dirumahnya. Selain itu mungkin kalau untuk bantuan dari pemerintah nya mungkin bisa
diwakili sama Dinas Kesehatan ataupun pihak Puskesmas nya, mungkin meminta
bantuannya bukan dalam hal memberi dana, namun dengan memberi penekanan kepada
masyarakat mengenai dampak negatif dengan tidak menggunakan jamban pada awal
mulanya. Nah setelah itu buat kesepakatan dengan warga siapa yang akan buat jamban?
Nah nanti kan pada angkat tangan tuh, habis itu ditulis namanya dan ditagih lagi misalnya
minggu depannya atau diingetin terus, jadi mereka pun ngerasa kalau ada janji kalau mau
buat jamban sehat. Setelah itu baru mungkin dari pihak Dinas Kesehatan atau Puskesmas
bisa memberikan penyuluhan lebih lanjut mengenai syarat jamban sehat, cara mengelola
jamban sehat dan lain-lainnya sembari mereka juga buat jamban sehatnya. Jadi mah intinya
60
harus ada realisasi langsung setelah memberikan penyuluhan., tutur pak DA mengenai
sarannya dalam masalah jamban sehat dilingkungannya ini.
Contoh yang baik dan kepedulian akan kesehatan serta pengamatannya terhadap
warga sekitar dari keluarga Bapak DA patut diacungi jempol, tapi contoh tidak baik yang
masih mendominasi tetaplah menjadi masalah bagi warga RW.16 Desa Neglasari.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah kami telaah hasil wawancara yang kami lakukan langsung kepada
warga, dapat disimpulkan bahwa rendahnya kepemilikan jamban di RW.16
61
Warungbuah Desa Neglasari dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor ekonomi,
kebiasaan masyarakat, pengetahuan dan peranan tokoh masyarakat, dimana tiap
faktornya saling berkaitan. Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dikarenakan
minimnya pengetahuan mengenai pentingnya memiliki dan menggunakan jamban
sehat menyebabkan sulitnya merubah kebiasaan yang ada. Hal tersebut dapat terjadi
pada setiap lapisan masyarakat, tak hanya masyarakat dengan tingkat pendidikan
yang rendah, namun para tokoh masyarakat atau orang yang dianggap terpandang
pun dapat melakukannya. Selain itu, kebiasaan masyarakat RW 16 Warungbuah yang
sulit diubah ialah kebiasaan masyarakat yang masih melihat contoh yang tidak baik
dari tokoh masyarakat dan warga sekitar yang dianggap terpandang yang tidak
memiliki jamban. Sehingga, masyarakat lainnya pun mengikuti apa yang telah
dilakukan oleh tokoh masyarakat atau orang yang dipandang tersebut.
Peranan aktif tokoh masyarakat dalam meningkatkan peran serta masyarakat
dalam mewujudkan pengadaan jamban sehat ditiap rumah dan mengajak masyarakat
untuk berpartisipasi aktif dalam bersama fasilitas yang telah diberikan pemerintah di
RW 16 Warungbuah pun penting untuk dilakukan, sehingga perlu adanya sosialisasi
yang terstruktur, terprogram dan intens dengan berbagai cara dan media serta
pendekatan yang mendalam dengan cara musyawarah untuk mendapatkan solusi dan
pemahaman mengenai pentingnya memiliki dan menggunakan jamban sehat kepada
semua lapisan masyarakat pada warga RW.16 Desa Neglasari serta yang terpenting
adalah harus selalu diadakan evaluasi dan pemantauan yang terjadwal untuk menilai
apakah program yang telah dibuat dapat diterima dan berjalan sesuai dengan tujuan
program tersebut.
B. Saran
1. Bagi Dinas Kesehatan
Diharapkan dapat memberikan bantuan berupa pendekatan kepada tokoh
masyarakat ataupun warga yang sekiranya dianggap memiliki pengaruh besar
62
terhadap
keberlangsungan
program
kesehatan
lingkungan
dalam
mengawasi
proses
realisasi
lingkungannya.
4. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat memahami akan pentingnya memiliki dan
menggunakan jamban sehat dan tidak lagi menggunakan kolam
63
DAFTAR PUSTAKA
Azwar A. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya; 1995.
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC
Depkes RI. Profil kesehatan sumatera barat. 2012
Ingga, Ibrahim. 2008. Pengaruh Lingkungan Eksternal, Lingkungan Internal, Strategi
Kepemimpinan Biaya, Strategi Diferensiasi, terhadap Nilai Pelanggan dan
Keunggulan Bersaing. Jurnal Aplikasi Manajemen.
Maulana, HDJ. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC.
Munif A. Environmental Sanitation's Journal. Available at
http://environmentalsanitation.wordpress.com/category/septic-tank/
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-prinsip Dasar). Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Slamet, Juli Soemirat. 2002. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press
Yogyakarta.
Soemaji.P. Pembuangan Kotoran dan Air Limbah. Jakarta: Grasindo; 2005.
Soeparman dan Suparmin. 2002. Pembuangan Tinja & Limbah Cair (Suatu Pengantar).
Jakarta: EGC
64
65