IDENTITAS PASIEN
Nama / No.CM
: An. SMP / 14469681
Umur
: 18 bulan
Ayah / Ibu
:S/N
Alamat
: Waru Kemiri
Tanggal Masuk
: 30 Agustus 2015
ANAMNESIS
Diberikan oleh
Keluhan utama
: alloanamnesis
: Ibu kandung
: Kejang sejak 1/2 jam SMRS
Lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 3100 gram panjang badan 52 cm, langsung
menangis, tidak biru, tidak biru, tidak sesak dan kesadaran alert.
Persalinan normal ditolong bidan dan memeriksakan kehamilan ke bidan secara teratur.
Selama kehamilan, ibu pasien tidak pernah menderita penyakit tertentu, tidak pernah
merokok, minum jamu maupun minum-minuman keras.
Riwayat makan dan minum
ASI (+) sejak lahir sampai saat ini
Asi + MP Asi 7-9 bulan
Bubur lembek 9 bulan sampai sat ini
Riwayat Imunisasi
Tidak lengkap, hanya DPT (+) pada usia 2 bulan
Riwayat Tumbuh Kembang
Tersenyum : 3 bulan
Mengangkat kepala : 3 bulan
Duduk sebentar : 6 bulan
Berdiri : 9 bulan
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Somnolen
Vital Sign
: HR=98 /i, RR = 42 /i, T =36,4 C
Status Gizi
: BB : 20 kg
Lingkar Kepala : 45.2 cm (Normal)
Kepala
Rambut
: hitam, tidak mudah dicabut
Mata kiri dan kanan : Palpebra
: edema (-/-)
Konjungtiva : tidak anemis
Sklera
: tidak ikterik
Pupil
: isokor
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
: Fremitus kiri = kanan
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
: Suara nafas vesikuler, rh -/-, wh -/Jantung
Inspeksi
: Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Iktus kordis teraba pada linea midklavikula sinistra RIC V
Perkusi
: Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi
: Bunyi jantung I dan II normal, reguler, bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi
: Perut datar, venektasi (-)
Palpasi
: Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Genitourinarius: dalam batas normal
Ekstremitas
: Akral hangat, refilling kapiler < 2
Refleks
: Refleks fisiologis : Patella (+/+)
Bisep (+/+)
Refleks patologis : Babinsky (-/-)
Pemeriksaan rangsang meningeal :
Kaku kuduk
: (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah
Tanggal 30 Agustus 2015
Hb
: 11 gr/dl
Ht
: 32 %
Leukosit
: 12.400/uL
Trombosit
: 293.000/uL
GDS
: 216 mg/dl
Elektrolit :
Na+
: 139,4 umol/l
K+
: 4,8 umol/l
Cl:105.0 mmol/l
DIAGNOSIS KERJA
Status epileptikus
PEMERIKSAAN ANJURAN
CT Scan
EEG
TERAPI
Oksigen 3 ltr/mnt
3
STATUS EPILEPTIKUS
Defenisi
Status epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih
rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang
yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika
seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali selama lima
menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus. Status epileptikus adalah
gawat darurat medik yang memerlukan pendekatan terorganisasi dan terampil agar
meminimalkan mortalitas dan morbiditas yang menyertai.
Klasifikasi
4
dan status epileptikus bergejala bila kejang terjadi bersama dengan gangguan neurologis
atau kelainan metabolik yang lama.
Kejang demam yang berlangsung selama lebih dari 30 menit, terutama pada anak yang
berumur kurang dari 3 bulan, merupakan penyebab status epileptikus yang paling lazim.
Kelompok
idiopatik
termasuk
penderita
epilepsi
yang
mengalami
penghentian
Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi maksimal
pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks serebri,
serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus mungkin paling
sensitif akibat efek dari status epileptikus, dengan kehilangan syaraf maksimal dalam zona
Summer.
Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu kompleks dan
melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor GABA dan meningkatkan
pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan masuknya ion natrium
dan kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium.
Etiologi status epileptikus antara lain alkohol, anoksia, antikonvulsan-withdrawal,
penyakit cerebrovaskular, epilepsi kronik, infeksi SSP, toksisitas obat-obatan, metabolik,
trauma, tumor.
Komplikasi status epileptikus, yaitu :
Otak : Peningkatan Tekanan Intra Kranial, Oedema serebri, Trombosis arteri dan
Gambaran klinik
Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah
keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic)
merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei
ditemukan kira-kira 44 sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.
A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epileptikus)
Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan potensial
dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik umum atau
kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik
umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa pemulihan
kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.
7
Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang melibatkan
otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis
selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi dan peningkatan
tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan
laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik
dan metabolik. Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang
tidak tertangani.
B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)
Adakalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum mendahului fase
tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.
C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epileptikus)
Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan kesadaran
tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan merupakan
gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.
D. Status Epileptikus Mioklonik
Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselofati. Sentakan mioklonus adalah
menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat kesadaran. Tipe
dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat dengan prognosa
yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi
degeneratif.
E. Status Epileptikus Absens
Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas atau
dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai suatu
keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai slow
motion movie dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin ada
riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG
terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat.
Respon terhadap status epileptikus Benzodiazepin intravena didapati.
F. Status Epileptikus Non Konvulsif
Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial kompleks,
karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-konvulsif ditandai
dengan stupor atau biasanya koma.
Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional, cepat marah,
halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada
8
beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike wave
discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.
G. Status Epileptikus Parsial Sederhana
a. Status Somatomotorik
Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari pada
satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang
menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara
unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi tidak selalu
menunjukkan periodic lateralized epileptiform discharges pada hemisfer yang
berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses destruktif yang
pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai dengan adanya afasia
yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).
b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik
unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.
H. Status Epileptikus Parsial Kompleks
Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang cukup
untuk mencegah pemulihan diantara episode. Dapat terjadi otomatisme, gangguan
berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas
fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering
menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi
mungkin sulit memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus
non-konvulsif pada beberapa kasus.
Penatalaksanaan
Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang membutuhkan
anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan penanganan segera
mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU). Lini pertama dalam penanganan
status epileptikus menggunakan Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering
digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed).
Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric acid (GABA) oleh
ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat.
Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan
Diazepam dan karenanya memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut dalam
9
lemak dan akan terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah dosis awal,
konsentrasi Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari konsentrasi maksimal. Mula kerja dan
kecepatan depresi pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar 10 %) dari Lorazepam adalah
sama.
Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan
Benzodiazepin. Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan tidak
lebih dari 50 mg dengan infus atau bolus. Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jika kejang
berulang. Efek samping termasuk hipotensi (28-50 %), aritmia jantung (2%). Fenitoin
parenteral berisi Propilen glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan penyuntikan harus
menggunakan jarum suntik yang besar diikuti dengan NaCl 0,9 % untuk mencegah lokal
iritasi : tromboplebitis dan purple glove syndrome. Larutan dekstrosa tidak digunakan
untuk mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi presipitasi yang mengakibatkan
terbentuknya mikrokristal.
Status Epileptikus Refrakter
Pasien dengan kejang yang rekuren, atau berlanjut selama lebih dari 60 menit.
Walaupun dengan obat lini pertama pada 9-40 % kasus. Kejang berlanjut dengan alasan
yang cukup banyak seperti, dosisnya di bawah kadar terapi, hipoglikemia rekuren, atau
hipokalsemia persisten. Kesalahan diagnosis kemungkinan lain: tremor, rigor dan serangan
psikogenik dapat meniru kejang epileptik. Mortalitas pada status epileptikus refrakter
sangat tinggi dibandingkan dengan yang berespon terhadap terapi lini pertama.
Dalam mengatasi status epileptikus refrakter, beberapa ahli menyarankan
menggunakan Valproat atau Phenobarbitone secara intravena. Sementara yang lain akan
memberikan medikasi dengan kandungan anestetik seperti Midazolam, Propofol, atau
Tiofenton. Penggunaan ini dimonitor oleh EEG, dan jika tidak ada kativitas kejang, maka
dapat ditapering. Dan jika berlanjut akan diulang dengan dosis awal.
Protokol Penatalaksanaan Status Epileptikus (EFA, 1993)
Pada : awal menit
1. Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu intubasi)
a. Periksa tekanan darah
b. Mulai pemberian Oksigen
c. Monitoring EKG dan pernafasan
d. Periksa secara teratur suhu tubuh
e. Anamnesa dan pemeriksaan neurologis
10
2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kadar glukosa,
hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah; periksa
AGDA (Analisa Gas Darah Arteri)
3. Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat
4. Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin 100 mg IV
atau IM untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernickes encephalophaty
5. Lakukan rekaman EEG (bila ada)
6. Berikan Lorazepam (Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg) intravena
dengan kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg (5 sampai 10 mg). Jika
kejang tetap terjadi berikan Fosfenitoin (Cerebyx) 18 mg per kg intravena dengan
kecepatan 150 mg per menit, dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang berlanjut. Jika
kejang berhenti, berikan Fosfenitoin secara intravena atau intramuskular dengan 7 mg
per kg per 12 jam. Dapat diberikan melalui oral atau NGT jika pasien sadar dan dapat
menelan.
Pada : 20 sampai 30 menit, jka kejang tetap berlangsung
1. Intubasi, masukkan kateter, periksa temperatur
2. Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena dengan kecepatan 100
mg per menit
Pada : 40 sampai 60 menit, jika kejang tetap berlangsung
Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial), kemudian bolus intravena
hingga kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan infus Pentobarbital 1 mg per kg per
jam; kecepatan infus lambat setiap 4 sampai 6 jam untuk menetukan apakah kejang telah
berhenti. Pertahankan tekanan darah stabil.
atau
Berikan Midazolam (Versed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75 sampai 10 mg per
kg per menit, titrasi dengan bantuan EEG.
atau
Berikan Propofol (Diprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis pemeliharaan
berdasarkan gambaran EEG.
Prognosis
Hasil neurologis pasca status epileptikus telah membaik secara bermakna sejak
penemuan unit perawatan intensif modern dan manajemen agresif kejang yang lama. Angka
mortalitas status epileptikus adalah sekitar 5% pada kebanyakan seri. Kebanyakan kematian
terjadi pada kelompok bergejala, kebanyakan darinya mempunyai kelainan SSS serius dan
11
mengancam jiwa sebelum mulainya status epileptikus. Bila tidak ada serangan neurologis
progresif atau gangguan metabolic, morbiditas status epileptikus adalah rendah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Huff JS. Status Epilepticus. http://emedicine.medscape.com/article/793708 [diakses
tanggal 06 Oktober 2013]
2. Haslam HA. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol 3. Dalam: editor
Behrman, Kliegman, Arvin. Status Epileptikus. Jakarta : EGC; 2000. pp 2067-68
3. Christian M. Korff Douglas R. Nordli Jr. Current Pediatric Therapy, 18th ed. In:
Burg DF, editor. Status Epilepticus. USA: Saunders; 2006.
4. Cavazos
JE,
Spitz
M.
Status
Epilepticus.
http://emedicine.medscape.com/article/1164462 [diakses tanggal 07 Oktober 2013]
5. Lazuardi S. Buku Ajar. Neurologi Anak. Dalam: editor Soetomenggolo T, Ismael S.
Pengobatan Epilepsi. Jakarta: BP IDAI; 2000.pp 237-38
6. Hassan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Epilepsi. Jakarta: FKUI;2005.pp
855-59
7. Ilae. Status Epilepticus. http://www.ilae-epilepsy.org/visitors/Documents/10statusepilepticus.pdf [ diakses tanggal 08 Oktober 2013]
12
9. Lee J, et al. Guideline for the management of convulsive status epilepticus in infants
and children. Issue: BCMJ, Vol. 53, No. 6, July, August 2011, page(s) 279-285
10. Gretchen MB, et al. Guidelines for the Evaluation and Management of Status
Epilepticus. Neurocrit Care 2012 DOI 10.1007/s12028-012-9695-z
13