Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN POST SECTIO CAESAREA (SC)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Masa nifas atau puerperium adalah dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Hadijono, 2008).
Periode pascapartum (puerperium) ialah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil
(Bobak, 2004).
Post partum (nifas) secara harafiah adalah sebagai masa persalinan dan segera
setelah kelahiran, masa pada waktu saluran reproduktif kembali ke keadaan
semula (tidak hamil) (William, 1995).
Puerperium/nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama 6 minggu (Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia
untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)
2. Etiologi
Indikasi SC :
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gr
e. Perdarahan antepartum
(Manuaba, I.B, 2001)
Sedangkan
adalah :

indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan sectio

a. Malpersentasi janin
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan /cara yang
terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya
hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus
ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit.
Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul
sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
c. Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.
d. Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin pertama letak
lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior (looking of the twins), distosia
e.
f.
g.
h.

karena tumor, gawat janin dan sebagainya.


Partus lama
Partus tidak maju
Pre-eklamsia dan hipertensi
Distosia serviks

2. Klasifikasi
Masa nifas dibagi dalam 3 periode yaitu :
a. Puerperium dini adalah kondisi kepulihan dimana seorang ibu sudah diperbolehkan
berdiri dan berjalan
b. Puerperium Intermedial adalah kondisi kepulihan organ genital secara menyeluruh
dengan lama 6-8 minggu
c. Remote Puerperium waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila saat hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Waktu yang diperlukan
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan ataupun tahunan.

3. Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.
Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya

jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa,
sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea
dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.

4.

Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


a. Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.
Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
Sayatan memanjang (longitudinal)
Sayatan melintang (tranversal)
Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin lebih memanjang
Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas
SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka
bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang
-kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.

d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
kira-kira 10cm
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus
ke rongga perineum
Perdarahan kurang
Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih
kecil
Kekurangan :
Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
5.

Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah
ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat
diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama
sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC
transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c.

Komplikasi - komplikasi lain seperti :


Luka kandung kemih
Embolisme paru - paru

d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura
uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
klasik.

3. Gejala Klinis (Fisiologi Nifas)


Pada masa puerperium atau nifas tampak perubahan dari alat alat / organ
reproduksi yaitu :
a.

Sistem Reproduksi

1. Uterus
Secara berangsur-angsur, kondisi uterus akan membaik dengan
pengecilan ukuran (involusi) dari uterus itu sendiri. Adapun tinggi fundus
uteri (TFU) post partum menurut masa involusi :
INVOLUSI

TFU

BERAT UTERUS

Bayi lahir

Setinggi pusat

1000 gram

Placenta lahir

2 cm di bawah umbilicus 1000 gram


dengan bagian fundus bersandar
pada promontorium sakralis

1 minggu

Pertengahan

antara umbilikus 500 gram

dan simfisis pubis


2 minggu

Tidak teraba di atas simfisis

350 gram

6 minggu

Bertambah kecil

50-60 gram

2. Vagina dan Perineum


Pada post partum terdapat lochia yaitu cairan/sekret yang berasal dari
kavum uteri dan vagina. Macam macam lochia :
a)

Lochia rubra: berisi darah segar dan sisa sisa selaput ketuban, terjadi
selama 2 hari pasca persalinan

b)

Lochia Sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir,


terjadi hari ke 3 7 pasca persalinan

c)

Lochia serosa: Keluar cairan tidak berisi darah berwarna kuning. Terjadi
hari ke 7 14 hari pasca persalinan

d)

Lochia alba: Cairan putih setelah 2 minggu pasca persalinan


Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan edematosa, terutama
pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Proses penyembuhan luka
episiotomi sama dengan luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah,

panas, bengkak, atau rabas) atau tepian insisi tidak saling melekat bisa
terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam dua sampai tiga minggu.
Hemoroid biasanya akan terlihat pada ibu yang memiliki riwayat hemoroid
dan karena mengedan terlalu kuat.

3. Serviks
Serviks segera setelah kala III, serviks dan segmen bawah uterus menjadi
struktur tipis, kolaps, dan kendur. Mulut serviks mengecil perlahan-lahan
sampai pada akhir minggu pertama sulit untuk dimasukkan satu jari.

4. Payudara
Pada masa nifas akan timbul masa laktasi akibat pengaruh hormon
laktogen (prolaktin) terhadap kelenjar payudara. Kolostrum diproduksi mulai
di akhir masa kehamilan sampai hari ke 3-5 post partum dimana kolostrum
mengandung lebih banyak protein dan mineral tetapi gula dan lemak lebih
sedikit. Produksi ASI akan meningkat saat bayi menetek pada ibunya karena
menetek merupakan suatu rangsangan terhadap peningkatan produksi ASI.
Makin sering menetek, maka ASI akan makin banyak diproduksi. Perubahan
yang terjadi pada payudara meliputi :
(a) Proliferasi jaringan kelenjar mamma dan lemak
(b) Pengeluaran kolustrum yang berwarna kuning, mengandung banyak protein
albumin dan globulin yang baik untuk meningkatkan sistem imunitasi bayi
(c) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam mammae.

6.

Prognosis
Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan
darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari
pada dahulu.
Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang
kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas

pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi


pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari
keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut
statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang
baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7%
(Mochtar, 1998)

7.

Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan
saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin
dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op,
yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

POHON MASALAH
Kelainan / hambatan selama hamil dan proses persalinan
Misalnya : plasenta previa sentralis / lateralis, panggul
sempit, disproporsi cephalo pelvic, ruptur uteri
mengancam, partus lama / tidak maju, preeklamsia,
distonia serviks, malpresentasi janin

Sectio Caesarea (SC)

Luka post op. SC

Insisi dinding

Kurang Informasi

Tindakan anastesi

abdomen
Terputusnya
inkonuitas jaringan,

Risiko Infeksi

Merangsang
pembuluh
darah, dan
pengeluaran
histamin
saraf
- saraf di
sekitar
dandaerah
prostaglandin
insisi
Nyeri
Akut

Imobilisasi
Defisit
Intoleransi
Perawatan
Aktivitas Diri

Ansietas

Sistem Endokrin

Estrogen
dan
progesteron menurun,
prolaktin meningkat
Produksi ASI meningkat

Ketidakefektifan
proses menyusui

8.

Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
Urinalisis / kultur urine
Pemeriksaan elektrolit

9.

Penatalaksanaan Medis Post SC


a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah

tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah


sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik

Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap


institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti

g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan. (Manuaba, 1999)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Identitas klien dan penanggung
Keluhan utama klien saat ini
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
Riwayat penyakit keluarga
Keadaan klien meliputi :
a.

b.

Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan
atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas

c.

emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.


Makanan dan cairan

d.

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).


Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi

e.

f.

kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
Seksualitas

g.
h.

i. Perubahan Psikologis
1) Peran Ibu meliputi:
Kondisi Ibu, kondisi bayi, faktor sosial-ekonomi, faktor keluarga, usia ibu,
konflik peran.
2) Baby Blues:
Mulai terjadinya, adakah anxietas, marah, respon depresi dan psikosis.
3) Perubahan Psikologis
a. Perubahan peran, sebagai orang tua.
b. Attachment yang mempengaruhi dari faktor ibu, ayah dan bayi.
c. Baby Blues merupakan gangguan perasaan yang menetap, biasanya pada hari
III dimungkinkan karena turunnya hormon estrogen dan pergeseran yang
mempengaruhi emosi ibu.
4) Faktor-faktor Risiko
a. Duerdistensi uterus
b. Persalinan yang lama
c. Episiotomi/laserasi
d. Ruptur membran prematur
e. Kala II persalinan
f. Plasenta tertahan
g. Breast feeding
j. Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea

sedang.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan
e. Intoleransi aktivitas b/d mobilisasi fisik
f. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan , pengalaman
sebelumnya , tingkat dukungan , karakteristik payudara

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

Keperawatan

Hasil

Nyeri

akut Setelah

diberikan

asuhan

keperawatan

berhubungan

Intervensi

Rasional

1. Lakukan

1. Mempengaruhi

pengkajian

pilihan

dengan pelepasan selama x 24 jam

secara

pengawasan

mediator

komprehensif

keefektifan
intervensi.

nyeri diharapkan nyeri klien

(histamin,

berkurang / terkontrol

tentang

prostaglandin)

dengan kriteria hasil :

meliputi lokasi,

akibat

Klien

karakteristik,

melaporkan

durasi, frekuensi,

pembedahan

nyeri berkurang

kualitas,

(section caesarea)

/ terkontrol
Wajah
tidak

intensitas

tampak

presipitasi.

jaringan

trauma

nyeri

dalam

meringis
Klien tampak
rileks,

dapat

berisitirahat,
dan beraktivitas
sesuai
kemampuan

dan

nyeri

2. Tingkat

faktor

dapat

ansietas

mempengaruhi

2. Observasi respon
nonverbal

persepsi

dari

reaksi

terhadap nyeri.

ketidaknyamana
n

(misalnya

wajah meringis)
terutama
ketidakmampuan

3. Mengetahui sejauh

untuk

mana

pengaruh

berkomunikasi

nyeri

terhadap

secara efektif.

kualitas

3. Kaji
nyeri
kualitas

pasien.

efek

pengalaman
terhadap
hidup

4.

Memfokuskan
kembali perhatian,
meningkatkan

(ex: beraktivitas,

kontrol

tidur,

meningkatkan

istirahat,

hidup

dan

rileks,

kognisi,

perasaan,

harga

dan

hubungan sosial)

diri

dan

kemampuan koping
5.

Memberikan
ketenangan kepada

4. Ajarkan
menggunakan

pasien

sehingga

teknik

nyeri

nonanalgetik

bertambah

tidak

(relaksasi
progresif, latihan
napas

6.

dalam,

dapat

mengurangi

imajinasi,

pengikatan

sentuhan

mediator

terapeutik.)

kimiawi

nyeri pada reseptor

5. Kontrol faktor faktor


lingkungan yang
yang

Analgetik

nyeri

sehingga

dapat

mengurangi

rasa nyeri

dapat

mempengaruhi
respon

pasien

terhadap
ketidaknyamana
n (ruangan, suhu,
cahaya,

dan

suara)
6. Kolaborasi untuk
penggunaan
kontrol
analgetik,

jika

perlu.
Risiko

tinggi Setelah

diberikan

1. Tinjau

ulang

1.

Kondisi

dasar

terhadap

infeksi asuhan

berhubungan
dengan

keperawatan

selama x 24 jam

trauma diharapkan klien tidak

jaringan

bekas

operasi dengan kriteria hasil :

(SC)

luka mengalami

infeksi

kondisi

dasar

seperti diabetes /

faktor risiko yang

hemoragi

ada

menimbulkan

sebelumnya.

Catat waktu pecah

potensial

ketuban.

infeksi

risiko
/

terjadi

penyembuhan luka

tanda - tanda

yang buruk. Pecah

infeksi

(kalor,

ketuban

rubor,

dolor,

terjadi

Tidak

yang
24

jam

tumor, fungsio

sebelum

laesea)
Suhu dan nadi

pembedahan dapat

dalam

koriamnionitis

menimbulkan

batas

normal ( suhu
= 36,5 -37,50 C,
frekuensi nadi
= 60 - 100x/
menit)
WBC

dalam

batas

normal

sebelum intervensi
bedah

2. Kaji adanya tanda


infeksi

(kalor,

rubor,

dolor,

tumor,

fungsio

proses
penyembuhan luka
Mengetahui secara
dini

(4,10-10,9
10^3 / uL)
3. Lakukan
perawatan
dengan

dapat

mempengaruhi

2.

laesa)

dan

terjadinya

infeksi

sehingga

dapat

dilakukan

pemilihan
luka

intervensi

teknik

aseptik

secara

tepat dan cepat


3.

Meminimalisir
adanya kontaminasi

4. Inspeksi

balutan

pada

luka

yang

abdominal

dapat menimbulkan

terhadap eksudat /

infeksi

rembesan.

4.

Balutan

steril

Lepaskan balutan

menutupi luka dan

sesuai indikasi

melindungi
dari

luka

cedera

kontaminasi.
Rembesan

dapat

menandakan
klien

terjadinya

dan keluarga untuk

hematoma

mencuci

memerlukan

5. Anjurkan

tangan

yang

intervensi lanjut

sebelum / sesudah
menyentuh luka
5.

6. Pantau

tangan

menurunkan resiko

peningkatan suhu,
nadi,

Cuci
terjadinya

dan

infeksi

nosokomial

pemeriksaan
laboratorium
jumlah WBC / sel
darah putih

6.

Peningkatan

suhu,

nadi,

dan

WBC

merupakan

salah

satu data penunjang


yang

dapat

mengidentifikasi
adanya bakteri di
dalam darah. Proses
tubuh
melawan

untuk
bakteri

akan meningkatkan
7. Kolaborasi
pemeriksaan

untuk
Hb

produksi panas dan


frekuensi nadi. Sel

dan

Ht.

Catat

darah putih akan

perkiraan

meningkat sebagai

kehilangan
selama

darah

kompensasi

prosedur

melawan

pembedahan

yang

untuk
bakteri

menginvasi

tubuh.
8. Anjurkan

intake

7.

Risiko infeksi pasca


melahirkan

nutrisi yang cukup

dan

proses
penyembuhan akan
buruk bila kadar Hb
rendah dan terjadi
kehilangan
berlebihan.

9. Kolaborasi
8.

penggunaan
antibiotik

darah

Mempertahankan
keseimbangan

sesuai

nutrisi

indikasi

untuk

mendukung perpusi
jaringan

dan

memberikan nutrisi
yang perlu untuk
regenerasi
dan

selular

penyembuhan

jaringan
9.

Antibiotik

dapat

menghambat proses
infeksi

Ansietas

Setelah

diberikan

berhubungan

asuhan

keperawatan

3. Kaji

respon

1.

Keberadaan sistem

psikologis

pendukung

dengan kurangnya selama x 6 jam

terhadap kejadian

(misalnya

informasi tentang diharapkan

dan

pasangan)

ansietas

klien

pembedahan,

dengan kriteria hasil :

dukungan

secara

penyembuhan,

Klien

terlihat

psikologis

dan

dan

lebih

tenang

membantu

klien

post operasi

dan

sistem pendukung

dapat

prosedur

perawatan

berkurang

ketersediaan

klien

memberikan

dalam

tidak

mengungkapkan

gelisah
Klien

4. Tetap

bersama

mengungkapka

klien,

bersikap

tenang

bahwa

masalahnya
2.

dan

Keberadaan
perawat

dapat

ansietasnya

menunjukkan rasa

memberikan

berkurang

empati

dukungan

dan

perhatian pada klien


sehingga

klien

merasa nyaman dan


mengurangi
5. Observasi

respon

nonverbal

klien

(misalnya: gelisah)
berkaitan
ansietas

ansietas

yang

dirasakannya
3.

dengan

Ansietas seringkali
tidak

yang

dilaporkan

secara

dirasakan

verbal

namun tampak pada


pola perilaku klien

6.

Dukung

dan

arahkan

kembali

mekanisme koping

secara nonverbal
4.

Mendukung
mekanisme koping
dasar,

meningkatkan rasa
percaya diri klien
7.

Berikan informasi
yang

sehingga

benar

menurunkan

mengenai prosedur
pembedahan,
penyembuhan, dan
perawatan
Defisit perawatan
diri

5.

anestesi

dan

klien

terhadap

informasi
Setelah

dilakukan 8.

Asuhan

keperawatan

selama ....x

pembedahan

dan

misinterpretasi

operasi

fisik

tindakan

Kurangnya
informasi

post

b/d

kelemahan
akibat

ansietas

Diskusikan
pengalaman

yang

dimiliki
/

sebelumnya

dapat

jam

harapan kelahiran

mempengaruhi

difisit perawatan diri

anak pada masa

ansietas

teratasi dengan kriteria

lalu

dirasakan

hasil :
pasien

6.

bisa

yang

Klien

dapat

menjaga

mengalami

personal

penyimpangan
memori

hygiene nya,
kekuatan tubuh
pasien

bisa 9.

kembali normal

dari

melahirkan.
Evaluasi

Masa

lalu / persepsi yang

perubahan ansietas

tidak realistis dan

yang dialami klien

abnormalitas

secara verbal

mengenai

proses

persalinan SC akan
Intoleransi
aktivitas

meningkatkan
b/d

mobilisasi fisik

ansietas.
7.

Identifikasi
keefektifan
intervensi

yang

telah diberikan
1. Untuk

mengetahui

kemampuan
1. Kaji
setelah di berikan
asken selama x 6
jam di harapkan pasien
bertoleransi terhadap
aktifitas dengan KH
1. pasien
mampu
melakukan ADL
2. keseimbangan
beraktifitas
terpenuhi

dalam

tingkat kemampuan

klien
personal

hygiene

diri
dalam perawatan
diri

2. Mengajarkan klien
untuk

2. Motivasi klien

memenuhi

secara mandiri

untuk melakukan
aktivitas secara
bertahap

3. Keluarga

adalah

orang yang paling


3. Libatkan keluarga

penting tepat untuk

dalam pemenuhan

masalah

kebutuhan klien

membuat klien lebih

ini

dan

di perhatikan
4. Kaji karakter dan
jumlah aliran

4. Aliran

lochea

lochea

seharunya

tidak

banyak
5. Ajarkan

pasien

latihan bertahap

5. Dapat
meningkatkan
kemampuan klien

1.

menunjukkan

1.

observasi perubahan

neurology

kehilangan/

gangguan karena

defisiensi

keseimbangan

gaya vitamin

B12

jalan dan kelemahan mempengaruhi


otot
2.
observasi

keamanan pasien/ resiko


TTV

cidera
sebelum dan sesudah 2. manifestasi

kardio

aktivitas
pulmonal
dr
upaya
3. berikan lingkungan
jantung dan paru untuk
tenang
batasi
membawa
jumlah
pengunjung
dan
oksigen adekuat ke
kurangi suara bising,
jaringan.
pertahankan
tirah 3.
meningkatkan
baring

bila

indikasikan
4.
anjurkan
istirahat

bila

di istirahat

menurunkan kebutuhan
klien
terjadi

kelelahan

dan

kelemahan,anjurkan
pasien

untuk

oksigen

tubuh

menurunkan

dan

regangan

jantung dan paru.


4.
meningkatkan

melakukan aktivitas secara bertahap

aktivitas semampunya
sampai normal dan
5. kolaborasi dengan
memperbaiki tonus otot.
tim
medis
dalam 5.mengganti cairan dan
pemberian terapi infuse

Ketidakefektifan

setelah diberikan

menyusui

asuhan keperawatan

1. Kaji ulang tingkat

elektrolit secara adekuat.

1. Membantu dalam

pengetahuan

dan

mengidentifikasi

berhubungan dengan diharapkan ibu dapat

pengalaman

ibu

kebutuhan saat ini

tingkat pengetahuan , mencapai kepuasan

tentang menyusui

agar memberikan

pengalaman

menyusui dengan

sebelumnya , tingkat criteria evaluasi : ibu


dukungan

, mengungkapkan

karakteristik payudara

proses situasi
menyusui, bayi
mendapat ASI yang
cukup.

sebelumnya.
2. Demonstransikan
dan tinjau ulang
teknik menyusui
3. Anjurkan
ibu
mengeringkan
puting

setelah

menyusui

intervensi

yang

tepat.
2. Posisi yang tepat
biasanya
mencegah
luka/pecah
putting
dapat

yang
merusak

dan mengganggu.
3. Agar kelembapan
pada

payudara

tetap dalam batas


normal

4.

Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun

5.

Evaluasi
DX 1 :

DX2 :

Klien melaporkan nyeri berkurang / terkontrol


Wajah tidak tampak meringis
Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan

Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)
Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 100x/ menit)

DX 3:
o
o
DX 4 :

Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah


Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang

DX 5:

pasien bisa menjaga personal hygiene nya,


kekuatan tubuh pasien bisa kembali normal

pasien mampu melakukan ADL

keseimbangan beraktifitas terpenuhi

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta
: EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter
Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi

Anda mungkin juga menyukai