Anda di halaman 1dari 2

Keunikan Penyajian Kritik Sosial

dalam Lelaki Tanpa Celana Karya Joko Pinurbo


Oleh: Alvionita Deny Saputri (12201241041/ PBSI A 2012)
Kenyataan menunjukkan bahwa langkah perjalanan sastrawan tidak dapat
terlepas dari sejarah bangsanya. Kreativitas para sastrawan dalam melahirkan
karya sastra, sangat dinantikan oleh masyarakat yang apresiatif terhadap karyakarya yang membingkai kritik sosial. Kemampuan dalam membangun hasil karya,
dapat memberikan pesan moral yang menggugah bagi jiwa kita. Melalui karyakaryanya sastrawan melakukan kontrol sosial terhadap kebijakan penguasa, dan
bukan justru memendam aspirasi dan realitas yang sebenarnya terjadi.
Namun, kontrol sosial yang dilakukan sastrawan, memunculkan
pertentangan dari penguasa. Hal tersebut nampak jelas pada masa pemerintahan
Orde Baru dimana pembredelan terhadap karya-karya fenomenal sastrawan
banyak dilakukan. Karya-karya mereka sebagian besar dibredel dan tidak
diperkenankan

dipublikasikan.

Salah

satu

sastrawan

yang

merasakan

ketidaksenangan atas kekakuan rezim Orde Baru adalah Joko Pinurbo. Joko
Pinurbo merupakan seorang redaktur di beberapa majalah maupun surat kabar
lokal di Jogjakarta. Ia adalah seorang sastrawan yang masih produktif hingga saat
ini. Karya-karyanya menjadi bacaan yang menarik, salah satunya adalah cerpen
berjudul Lelaki Tanpa Celana.
Dalam memahami konflik yang dimunculkan pada cerpen ini, diperlukan
kehati-hatian dan kecermatan dalam membaca. Hal tersebut disebabkan oleh
konflik yang tersembunyi dalam alur cerita yang cukup unik. Alur yang
digunakan dalam cerpen ini di satu sisi menceritakan tokoh saya lelaki sebagai
tokoh utama, di sisi lain juga menceritakan tokoh saya perempuan juga sebagai
tokoh utama, sementara ketika pergantian sudut pandang tidak terdapat batas atau
tanda yang jelas. Secara garis besar, cerpen ini menceritakan seorang lelaki yang
hanyut dalam puisi-puisi Sapardi Djoko Damono, sehingga dalam setiap
kehidupan sehari-hari ia seakan terbelenggu dalam puisi-puisi.
Namun, justru disitulah letak keunikan cerpen tersebut, apabila dicermati
penulis hendak mengkritik sesuatu dengan cara yang sangat hati-hati. Dalam
cerpen ini nampak keberanian seorang Joko Pinurbo untuk menyinggung kritik

kepada penguasa, khususnya dalam masa pemerintahan Orde Baru. Hal tersebut
nampak pada hantu lelaki tanpa celana sering meneriakkan sakit jendral,
semakin menegaskan kritik pemerintahan masa orde baru, karena pada masa itu
pemerintahan dipimpin oleh seorang jendral.
Hantu lelaki tanpa celana itulah yang kemudian menjadi lambang
permasalahan yang terjadi pada masa itu. Melalui kalimat dan perilaku hantu
lelaki tanpa celana ini penulis menyampaikan kritikan dan penggambaran penulis
terhadap masa pemerintahan orde baru yang mencekal karya-karya sastrawan
ataupun penulis. Hal tersebut karena hantu identik dengan sesuatu yang misterius,
ada namun tidak nampak, sebagaimana sastrawan pada masa itu yang ditangkap
sehingga menghilang dan diasingkan dari khalayak. Namun, meski ditelanjangi
harga dirinya para sastrawan pada masa itu tetap berusaha mempertahankan
eksistensi dengan tetap menghasilkan karya-karya brilian, hal ini disimbolkan
dengan hantu lelaki tanpa celana yang menulis menggunakan darah yang keluar
dari kelaminnya.

Anda mungkin juga menyukai