Bilal penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada
Allah dan perjuangan di jalan-Nya.
Akhirnya Allah SWT mengakhiri siksaan yang dialami oleh Bilal melalui Abu Bakar As
Shiddiq. Suatu hari, disaat Bilal kembali disiksa oleh majikannya Umayyah, Abu Bakar sedang
lewat tidak jauh dari tempat penyiksaannya. Melihat hal tersebut, Abu Bakar bermaksud
membeli Bilal dari Umayyah bin Khalaf. Abu Bakar pun mengajukan penawaran kepada
Umayyah bin Khalaf. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak
akan mau membayarnya. Namun rupanya Abu Bakar setuju walaupun harus mengeluarkan
sembilan uqiyah emas. Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, Sebenarnya,
kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.
Abu Bakar membalas, Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka
aku tidak akan ragu untuk membelinya. Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu
alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para
penyiksanya, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, Kalau begitu,
biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar
menjawab, Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.
Begitulah akhirnya Bilalpun menjadi seorang yang merdeka dan selamat dari siksaan
majikannya yang seorang kafir. Kebebasannya menjadikan Bilal semakin taat mengikuti ajaran
agama Allah dan Rasul-Nya. Ketika Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah. Bilal pun turut serta
berhijrah ke Madinah untuk menjauhi siksaan kaum kafir Quraisy Mekah. Dia mengabdikan diri
sepanjang hidupnya kepada Rasul yang sangat dicintainya. Dia menjadi pengikut Rasul yang
setia dan selalu mengikuti setiap peperangan yang terjadi pada masa itu. Begitulah sosok Bilal,
dia selalu berada di belakang Rasulullah dalam kondisi apapun. Sampai pada saat Rasulullah
Saw menghembuskan nafas terakhir, maka waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk
mengumandangkan adzan, sementara jasad Rasulullah Saw masih terbungkus kain kafan dan
belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, Asyhadu anna muhammadan
rosuulullaah (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), tiba-tiba suaranya
terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir disana tak
kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin
mengharu biru.
Demikianlah kisah seorang Bilal, keteguhan, ketegaran dan keyakinannya akan ajaran
kebenaran, telah mengangkat derajadnya dan menjadikannya seorang mulia di sisi Allah dan
Rasul-Nya meskipun dia berasal dari seorang budak hitam yang hina dan fakir. Kesetiaan
memang menyentuh hati. Kesetiaan cepat atau lambat akan melahirkan banyak kebaikan. Ia bisa
menumbuhkan semangat, cinta rindu, kepercayaan diri, dan loyalitas seseorang untuk kita. Jika
memang ganjaran kesetiaan begitu indah, mengapa harus sulit untuk bersikap setia? Setia kepada
orangtua kita, perusahaan tempat kita bekerja, Negara tempat kita berpijak,dan yang pasti kepada
Allah SWT. Allah menanti kesetiaan kita dengan nikmat yang tidak tanggung-tanggung, yaitu
kenikmatan hidup di dunia dan akhirat. Mari berusaha setia pada janji yang pernah tercetus, pada
kebaikan perilaku yang telah kita rintis, dan pada kemuiaan ibadah yang mulai meningkat.