Pendahuluan
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa mengenal gejala
syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera.
Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan.
Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui
kemungkinan penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan
langsung dengan mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada
pasien trauma dan yang tersering adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Syok
kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas
diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat
serta medula spinalis. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien
trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan.
Definisi
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak
adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya
perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan
kekurangan oksigen dan bisa cedera.
Penyebab Syok
Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:
1. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.
2. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan
kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan,
sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke
jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok.
3. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil,
yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer
meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan
pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan
pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah
akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami dilatasi sehingga aliran
darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan darah akan turun.
Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau kepala agak
ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh lainnya.
Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita dibaringkan
dengan posisi telentang datar.
Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang dengan
kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan
darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar bernafas atau
penderita menjadi kesakitan segera turunkan kakinya kembali.
Pertahankan Respirasi
Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
Berikan oksigen 6 liter/menit
Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup
(Ambu bag) atau ETT.
Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan darah,
warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).
Cari dan Atasi Penyebab
Syok Hipovolemik
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik
oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat.
Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung.
Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak
duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah
tulang besar atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada
luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus
atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan
banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter
cairan di dalam usus. Pada dibetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi
kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat
ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah
mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap
perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume
intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi
organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti
ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem
renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan
interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume
intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit)
dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah
menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume
intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi
defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan
produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya
mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan
cairan garam seimbang.
Penanggulangan
Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan
kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang
kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan
mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus
harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua.
Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:
Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan
darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya
transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin.
Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan
adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba.
Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam,
bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2--5
g/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8--12
cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus,
sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. Syok
kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan
dijumpainya adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan
irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung,
kelainan katub atau sekat jantung.
Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi. Tujuan
utama pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.
Penanggulangan
Bila mungkin pasang CVP.
Dopamin 10--20 g/kg/menit, meningkatkan kekuatan, dan kecepatan kontraksi
jantung serta meningkatkan aliran darah ginjal.
Syok Neurogenik
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi
vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di
daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal
umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri
hebat. Penderita merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah penderita
dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada
trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis akan
menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok
neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
Penanggulangan
Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi
sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan
sangat membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan.
Syok Septik
Merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Pada pasien trauma,
syok septik bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit.
Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan
kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan
kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi
kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi
perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan
peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke
intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak
disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel
untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang
mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia,
vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan
menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler
normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikaridia, kulit hangat, tekanan
sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.
Penanggulangan
- Optimalisasi volume intravaskuler
- Pemberian antibiotik, Dopamin, dan Vasopresor
Syok Anafilaktik
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi
terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang
bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi,
pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif karena
vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang
menurunkan ventilasi.
Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan intravena
seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga seperti lebah juga dapat
menyebabkan syok pada orang yang rentan.
Penanggulangan
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada
pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal
tersedia obat-obat emerjensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan
secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat
agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik
peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari
kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah
jantung dan menaikkan tekanan darah.
Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher
diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tandatanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok
anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan
napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial,
selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen.
Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif,
melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a.
femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar
yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau
0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang
tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian
infus kontinyu adrenalin 2--4 ug/menit.
Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi
respons, dapat ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB intravena dosis awal yang
diteruskan 0.4--0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5-10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok
anafilaktik atau syok yang membandel.
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi
hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama
Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejalagejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan
efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.
Daftar Pustaka
Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku:
Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical
Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.
Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support
Course for Physicians. USA, 1993 ; 75 - 94
Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku:
Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of Critical Care. Philadelphia,
1989 ; 993 - 1002.
Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan
makalah: Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia,
August 30 - September 1, 1996 ; 1 - 4.
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management
of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care
Medicine, 1997.
Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of
Intensive Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.
Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-42.
Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
Dibacakan pada Simposium Sehari: Beberapa Aspek Klinis Pemberian Cairan
Parenteral Secara Rasional. PAPDI Cab. Padang, 18 September 1999.