Anda di halaman 1dari 12

Terjadinya

Danau Toba

Pada jaman dahulu, hiduplah seorang pemuda tani yatim piatu di bagian
utara pulau Sumatra. Daerah tersebut sangatlah kering. Syahdan,
pemuda itu hidup dari bertani dan memancing ikan. Pada suatu hari ia
memancing seekor ikan yang sangat indah. Warnanya kuning keemasan.
Begitu dipegangnya, ikan tersebut berubah menjadi seorang putri jelita.
Putri itu adalah wanita yang dikutuk karena melanggar suatu larangan. Ia
akan berubah menjadi sejenis mahluk yang pertama menyentuhnya. Oleh
karena yang menyentuhnya manusia, maka ia berubah menjadi seorang
putri.
Terpesona oleh kecantikannya, maka pemuda tani tersebut meminta sang
putri untuk menjadi isterinya. Lamaran tersebut diterima dengan syarat
bahwa pemuda itu tidak akan menceritakan asal-usulnya yang berasal
dari ikan.Pemuda tani itu menyanggupi syarat tersebut. Setelah setahun,
pasangan suami istri tersebut dikarunia seorang anak laki-laki. Ia
mempunyai kebiasaan buruk yaitu tidak pernah kenyang. Ia makan
semua makanan yang ada.
Pada suatu hari anak itu memakan semua makanan dari orang tuanya.
Pemuda itu sangat jengkelnya berkata: "dasar anak keturunan
ikan!"Pernyataan itu dengan sendirinya membuka rahasia dari
isterinya.Dengan demikian janji mereka telah dilanggar.
Istri dan anaknya menghilang secara gaib. Ditanah bekas pijakan mereka
menyemburlah mata air. Air yang mengalir dari mata air tersebut makin
lama makin besar. Dan menjadi sebuah danau yang sangat luas. Danau
itu kini bernama Danau Toba

Si Sigarlaki dan Si Limbat

Pada jaman dahulu di Tondano hiduplah seorang pemburu perkasa yang


bernama Sigarlaki. Ia sangat terkenal dengan keahliannya menombak.
Tidak satupun sasaran yang luput dari tombakannya.
Sigarlaki mempunyai seorang pelayan yang sangat setia yang bernama
Limbat. Hampir semua pekerjaan yang diperintahkan oleh Sigarlaki
dikerjakan dengan baik oleh Limbat. Meskipun terkenal sebagai pemburu
yang handal, pada suatu hari mereka tidak berhasil memperoleh satu ekor
binatang buruan. Kekesalannya akhirnya memuncak ketika Si Limbat
melaporkan pada majikannya bahwa daging persediaan mereka di rumah
sudah hilang dicuri orang.
Tanpa pikir panjang, si Sigarlaki langsung menuduh pelayannya itu yang
mencuri daging persediaan mereka. Si Limbat menjadi sangat terkejut.
Tidak pernah diduga majikannya akan tega menuduh dirinya sebagai
pencuri.
Lalu Si Sigarlaki meminta Si Limbat untuk membuktikan bahwa bukan dia
yang mencuri. Caranya adalah Sigarlaki akan menancapkan tombaknya ke
dalam sebuah kolam. Bersamaan dengan itu Si Limbat disuruhnya
menyelam. Bila tombak itu lebih dahulu keluar dari kolam berarti Si
Limbat tidak mencuri. Apabila Si Limbat yang keluar dari kolam terlebih
dahulu maka terbukti ia yang mencuri.
Syarat yang aneh itu membuat Si Limbat ketakutan. Tetapi bagaimanapun
juga ia berkehendak untuk membuktikan dirinya bersih. Lalu ia pun
menyelam bersamaan dengan Sigarlaki menancapkan tombaknya.
Baru saja menancapkan tombaknya, tiba-tiba Sigarlaki melihat ada seekor
babi hutan minum di kolam. Dengan segera ia mengangkat tombaknya
dan dilemparkannya ke arah babi hutan itu. Tetapi tombakan itu luput.
Dengan demikian seharusnya Si Sigarlaki sudah kalah dengan Si Limbat.
Tetapi ia meminta agar pembuktian itu diulang lagi.
Dengan berat hati Si Limbat pun akhirnya mengikuti perintah majikannya.
Baru saja menancapkan tombaknya di kolam, tiba-tiba kaki Sigarlaki
digigit oleh seekor kepiting besar. Iapun menjerit kesakitan dan tidak
sengaja mengangkat tombaknya. Dengan demikian akhirnya Si Limbat
yang menang. Ia berhasil membuktikan dirinya tidak mencuri. Sedangkan
Sigarlaki karena sembarangan menuduh, terkena hukuman digigit kepiting
besar

Buaya Ajaib
Pada jaman dahulu, hiduplah seorang lelaki bernama Towjatuwa di
tepian sungai Tami daerah Irian Jaya.
Lelaki itu sedang gundah, oleh karena isterinya yang hamil tua
mengalami kesulitan dalam melahirkan bayinya. Untuk membantu
kelahiran anaknya itu, ia membutuhkan operasi yang menggunakan
batu tajam dari sungai Tami.
Ketika sedang sibuk mencari batu tajam tersebut, ia mendengar
suara-suara aneh di belakangnya. Alangkah terkejutnya Towjatuwa
ketika ia melihat seekor buaya besar di depannya. Ia sangat
ketakutan dan hampir pingsan. Buaya besar itu pelan-pelan bergerak
ke arah Towjatuwa. Tidak seperti buaya lainnya, binatang ini memiliki
bulu-bulu dari burung Kaswari di punggungnya. Sehingga ketika buaya
itu bergerak, binatang itu tampak sangat menakutkan.
Namun saat Towjatuwa hendak melarikan diri, buaya itu menyapanya
dengan ramah dan bertanya apa yang sedang ia lakukan.
Towjatuwapun menceritakan keadaan isterinya. Buaya ajaib inipun
berkata: "Tidak usah khawatir, saya akan datang ke rumahmu nanti
malam. Saya akan menolong isterimu melahirkan." Towjatuwa pulang
menemui isterinya. Dengan sangat berbahagia, iapun menceritakan
perihal pertemuannya dengan seekor buaya ajaib.
Malam itu, seperti yang dijanjikan, buaya ajaib itupun memasuki
rumah Towjatuwa. Dengan kekuatan ajaibnya, buaya yang bernama
Watuwe itu menolong proses kelahiran seorang bayi laki-laki dengan
selamat. Ia diberi nama Narrowra. Watuwe meramalkan bahwa kelak
bayi tersebut akan tumbuh menjadi pemburu yang handal.
Watuwe lalu mengingatkan agar Towjatuwa dan keturunannya tidak
membunuh dan memakan daging buaya. Apabila larangan itu dilanggar

maka Towjatuwa dan keturunannya akan mati. Sejak saat itu,


Towjatuwa dan anak keturunannya berjanji untuk melindungi binatang
yang berada disekitar sungai Tami dari para pemburu.

Kelelawar Yang Pengecut

Di sebuah padang rumput di Afrika, seekor Singa sedang menyantap makanan.


Tiba-tiba seekor burung elang terbang rendah dan menyambar makanan kepunyaan
Singa. Kurang ajar kata singa. Sang Raja hutan itu sangat marah sehingga
memerintahkan seluruh binatang untuk berkumpul dan menyatakan perang terhadap
bangsa burung.
Mulai sekarang segala jenis burung adalah musuh kita, usir mereka semua, jangan
disisakan ! kata Singa. Binatang lain setuju sebab mereka merasa telah
diperlakukan sama oleh bangsa burung. Ketika malam mulai tiba, bangsa burung
kembali ke sarangnya.
Kesempatan itu digunakan oleh para Singa dan anak buahnya untuk menyerang.
Burung-burung kocar-kacir melarikan diri. Untung masih ada burung hantu yang
dapat melihat dengan jelas di malam hari sehingga mereka semua bisa lolos dari
serangan singa dan anak buahnya.
Melihat bangsa burung kalah, sang kelelawar merasa cemas, sehingga ia bergegas
menemui sang raja hutan. Kelelawar berkata,Sebenarnya aku termasuk bangsa
tikus, walaupun aku mempunyai sayap. Maka izinkan aku untuk bergabung dengan
kelompokmu, Aku akan mempertaruhkan nyawaku untuk bertempur melawan
burung-burung itu. Tanpa berpikir panjang singa pun menyetujui kelelawar masuk
dalam kelompoknya.
Malam berikutnya kelompok yang dipimpin singa kembali menyerang kelompok
burung dan berhasil mengusirnya. Keesokan harinya, menjelang pagi, ketika

kelompok Singa sedang istirahat kelompok burung menyerang balik mereka dengan
melempari kelompok singa dengan batu dan kacang-kacangan. Awas hujan batu,
teriak para binatang kelompok singa sambil melarikan diri. Sang kelelawar merasa
cemas dengan hal tersebut sehingga ia berpikiran untuk kembali bergabung dengan
kelompok burung. Ia menemui sang raja burung yaitu burung Elang. Lihatlah
sayapku, Aku ini seekor burung seperti kalian. Elang menerima kelelawar dengan
senang hati.
Pertempuran berlanjut, kera-kera menunggang gajah atau badak sambil memegang
busur dan anak panah. Kepala mereka dilindungi dengan topi dari tempurung kelapa
agar tidak mempan dilempari batu. Setelah kelompok singa menang, apa yang
dilakukan kelelawar ?. Ia bolak balik berpihak kepada kelompok yang menang. Sifat
pengecut dan tidak berpendirian yang dimiliki kelelawar lama kelamaan diketahui
oleh kedua kelompok singa dan kelompok burung.
Mereka sadar bahwa tidak ada gunanya saling bermusuhan. Merekapun bersahabat
kembali dan memutuskan untuk mengusir kelelawar dari lingkungan mereka.
Kelelawar merasa sangat malu sehingga ia bersembunyi di gua-gua yang gelap. Ia
baru menampakkan diri bila malam tiba dengan cara sembunyi-sembunyi.

Cindelaras

Raden Putra adalah raja Kerajaan Jenggala. Ia didampingi seorang permaisuri yang
baik hati dan seorang selir yang cantik jelita. Tetapi, selir Raja Raden Putra memiliki
sifat iri dan dengki terhadap sang permaisuri. Ia merencanakan suatu yang buruk
kepada permaisuri. "Seharusnya, akulah yang menjadi permaisuri. Aku harus
mencari akal untuk menyingkirkan permaisuri," pikirnya.
Selir baginda, berkomplot dengan seorang tabib istana. Ia berpura-pura sakit parah.
Tabib istana segera dipanggil. Sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang
telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah
permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar
penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patihnya untuk membuang
permaisuri ke hutan.
Sang patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke hutan
belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuhnya. Rupanya sang patih
sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba
akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata
patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci
yang ditangkapnya. Raja menganggung puas ketika sang patih melapor kalau ia
sudah membunuh permaisuri.
Setelah beberapa bulan berada di hutan, lahirlah anak sang permaisuri. Bayi itu
diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas
dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu

hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur. "Hmm,
rajawali itu baik sekali. Ia sengaja memberikan telur itu kepadaku." Setelah 3
minggu, telur itu menetas. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Anak
ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang bagus dan kuat. Tapi ada satu
keanehan. Bunyi kokok ayam jantan itu sungguh menakjubkan! "Kukuruyuk...
Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya
Raden Putra..."
Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya dan segera memperlihatkan
pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai
berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana
dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras
pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada
beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil
oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan
ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam
jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat
mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak
terkalahkan. Ayamnya benar-benar tangguh.
Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat. Raden Putra pun
mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk
mengundang Cindelaras. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan
santun. "Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata,"
pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu
syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi

jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik
Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat,
ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak
sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku
akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda
Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada
ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku
Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden
Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat
mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan.
"Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."
Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua
peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan
kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang
setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra
pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf
atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput
permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat
berkumpul

kembali.

Setelah

Raden

Putra

meninggal

dunia,

Cindelaras

menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan


bijaksana.

Pesan
Kebaikan

moral
akan

penderitaan.

berbuah

kebaikan

:
sedang

kejahatan

akan

mendatangkan

Pak Lebai Malang

Tersebutlah kisah seorang guru agama yang hidup di tepi sungai disebuah
desa di Sumatera Barat. Pada suatu hari, ia mendapat undangan pesta dari
dua orang kaya dari desa-desa tetangga. Sayangnya pesta tersebut diadakan
pada hari dan waktu yang bersamaan.
Pak Lebai menimang- nimang untung dan rugi dari setiap undangan. Tetapi ia
tidak pernah dapat mengambil keputusan dengan cepat. Ia berpikir, kalau ia
ke pesta di desa hulu sungai, tuan rumah akan memberinya hadiah dua ekor
kepala kerbau. Namun, ia belum begitu kenal dengan tuan rumah tersebut.
Menurut berita, masakan orang-orang hulu sungai tidak seenak orang hilir
sungai.
Kalau ia pergi ke pesta di hilir sungai, ia akan mendapat hadiah seekor
kepala kerbau yang dimasak dengan enak. Ia juga kenal betul dengan tuan
rumah tersebut. Tetapi, tuan rumah di hulu sungai akan memberi tamunya
tambahan kue-kue.

Hingga ia mulai mengayuh perahunya ketempat

pestapun ia belum dapat memutuskan pesta mana yang akan dipilih.


Pertama, dikayuh sampannya menuju hulu sungai. Baru tiba ti ditengah
perjalanan ia mengubah pikirannya. Ia berbalik mendayung perahunya ke
arah hilir. Begitu hampir sampai di desa hilir sungai. Dilihatnya beberapa tamu
menuju hulu sungai. Tamu tersebut mengatakan bahwa kerbau yang
disembelih disana sangat kurus. Iapun mengubah haluan perahunya menuju
hulu sungai. Sesampainya ditepi desa hulu sungai, para tamu sudah beranjak
pulang. Pesta disana sudah selesai.

Pak lebai cepat-cepat mengayuh perahunya menuju desa hilir sungai.


Sayangnya, disanapun pesta sudah berakhir. Pak Lebai tidak mendapat
kepala kerbau yang diinginkannya.
Saat itu ia sangat lapar, ia memutuskan untuk memancing ikan dan berburu.
Untuk itu ia membawa bekal nasi. Untuk berburu ia mengajak anjingnya.
Setelah memancing agak lama, kailnya dimakan ikan. Namun kail itu
menyangkut di dasar sungai. Pak Lebaipun terjun untuk mengambil ikan
tersebut. Sayangnya ikan itu dapat meloloskan diri. Dan anjingnya memakan
nasi bekal pak Lebai. Oleh karena kemalangan nasibnya, pak Lebai diberi
julukan Lebai Malang.

Anda mungkin juga menyukai