Anda di halaman 1dari 18

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan

LAPAROTOMI ATAS INDIKASI APENDISITIS


Disusun Untuk memenuhi Tugas Program Profesi Departemen Keperawatan Bedah

Disusun Oleh:
Erwina Rusmawati
115070201111018
Program Profesi Ners
Kelas Reguler

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

1. Apendisitis
1.1 Definisi
Apendisitis adalah inflamasi vermiformis (umbai cacing) paling sering pada penyakit
bedah abdomen mayor dan fatal bila tidak ditangani akan timbul gangren dan perforasi
dalam 36 jam (Kimberly,2007). Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya
kira-kira 10 cm (4 inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks
berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks cenderungmenjadi
tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi yang disebut apendisitis (Bare &
Smeltzer, 2001)
1.2 Faktor Resiko
Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun
faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat
diketahui secara pasti. Di antaranya adalah faktor-faktor berikut:
-

Penyumbatan (obstruksi) pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan


tinja/feces yang keras (fekalit)
Merupakan faktor yang paling kuat diduga menjadi penyebab apendisitis.
Penyumbatan inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu
diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari
oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi
yang berakibat pada peradangan usus buntu. Makan cabai bersama bijinya atau
jambu klutuk beserta bijinya sering kali tak tercerna dalam tinja dan menyelinap
kesaluran appendiks sebagai benda asing, Begitu pula terjadinya pengerasan
tinja/feces (konstipasi) dalam waktu lama sangat mungkin ada bagiannya yang
terselip masuk kesaluran appendiks yang pada akhirnya menjadi media
kuman/bakteri bersarang dan berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan

peradangan usus buntu tersebut.


Hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid
Dengan terjadinya pembesaran ini, memungkinkan penyumbatan di area
apendiks lebih tinggi. Banyak makanan yang terperangkap sehingga menjadi media

hidup bakteri dan kemudian menimbulkan infeksi.


Penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh
Seseorang yang mengalami penyakit cacing (cacingan), apabila cacing yang
beternak didalam usus besar lalu tersasar memasuki usus buntu maka dapat

menimbulkan penyakit radang usus buntu.


Cancer primer dan striktur.
Sedangkan berkaitan dengan jenis kelamin dan umur, diterangkan dalam Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah, bahwa apendisitis lebih sering ditemui pada pria daripada
wanita, dan pada remaja daripada orang dewasa. Walaupun penyakit ini bisa menyerang

siapa saja, akan tetapi lebih banyak kasus dijumpai pada rentang usia antara 10-30
tahun (Bare & Smeltzer, 2001)
1.3 Manifestasi Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritoneum lokal.
Gejala klasik apendisitis ialah:
a. Nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus.
b. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah.
c. Umumnya nafsu makan menurun.
d. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney.
Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat.
e. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena
bisa mempermudah terjadinya perforasi.
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum,
tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan
peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan
karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal (Sjamsuhidajat, De Jong,
2004).
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala
dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis meningkat, pengosongan
rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke
kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan
dindingnya (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya:
1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak). Pada kondisi ini gejala yang
ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat
berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan
menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah
saja.
2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik. Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip
dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan

terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan
kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan
tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney.
Karakteristik nyeri berdasarkan letak apendiks vermiformis:
-

Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama

dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih.
Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah

lumbal.
Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada
pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat

rektum.
Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan
kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus
kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran
bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran

kanan bawah.
Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi
akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak

tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks.


Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.Tandatanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit
lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks.
Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien
ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda
(Smeltzer C. Suzanne, 2002).
1.4 Pemeriksaan Diagnostik
Appendicogram merupakan pemeriksaan berupa foto barium usus buntu yang dapat
membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) di dalam lumen usus
buntu (Sanyoto, 2007).
Indikasi dilakukannya pemeriksaan appendicogram adalah apendisitis kronis atau
akut. Sedangkan kontraindikasi dilakukan pemeriksaan appendicogram adalah pasien
dengan kehamilan trimester I atau pasien yang dicurigai adanya perforasi.
-Teknik Pemeriksaan
Persiapan Bahan:
Larutan Barium Sulfat ( 250 gram) + 120-200 cc air.
Persiapan Pasien:

Sehari sebelum pemeriksaan pasien diberi BaSO4 dilarutkan dalam air masak
dan diminta untuk diminum pada jam 24.00 WIB setelah itu puasa.
Pasien di panggil masuk ke ruang pemeriksaan dalam keadaan puasa.
Pasien diminta untuk membuka pakaian.
Pasien diberi baju RS untuk dipakai.
Prosedur:
o
o
o

Pasien naik ke atas meja pemeriksaan.


Kaset ditempatkan di bawah meja pemeriksaan.
Meminta pasien agar kooperatif dan menuruti perintah radiografer sehingga

pemeriksaan berjalan dengan baik.


Sesudah pasien difoto, pasien diminta mengganti pakaian dan diminta untuk
datang keesokan harinya untuk dilakukan foto kembali selama 3 hari berturutturut.
(Prosedur Tetap dan Standar Operasional Prosedur RSUD Dr. Pirngadi Medan,

2011)
-Gambaran Radiologis
Appendicogram dengan non-filling apendiks (negatif appendicogram) merupakan
apendisitis akut. Appendicogram dengan partial filling (parsial appendicogram) diduga
sebagai apendisitis dan appendicogram dengan kontras yang mengisi apendiks secara total
(positif appendicogram) merupakan apendiks yang normal (Sibuea, 1996).
Appendicogram sangat berguna dalam diagnosis apendisitis akut, karena merupakan
pemeriksaan yang sederhana dan dapat memperlihatkan visualisasi dari apendiks dengan
derajat akurasi yang tinggi (Sibuea, 1996).

2. Laparotomi
2.1 Definisi
Bedah Laparatomi adalah tindakan operasi pada daerah abdomen merupakan
teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dilakukan pada bedah
digesif dan kandungan. Adapun tindakan digesif yang sering dilakukan dengan teknik
sayatan arah laparatomi. (Smeltzer, 2001).
Tindakan bedah yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi
adalah berbagai jenis operasi. Contohnya operasi uterus, operasi ovarium, operasi

ileus selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi dengan bedah digesif
dan kandungan. (Smeltzert, 2001).
Ada 4 cara, yaitu;
1. Midline incision
2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang (12,5
cm).
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah 4
cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendictomy.
Indikasi
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
2. Peritonitis
3. Perdarahan saluran pencernaan.
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5. Masa pada abdomen ( Tumor, cyste dll).
2.2 Perawatan Pre Operatif
PENGKAJIAN
Point penting dalam riwayat keperawatan preoperative :

Umur

Alergi terhadap obat, makanan

Pengalaman pembedahan

Pengalaman anestesi

Tembakau, alcohol, obat-obatan

Lingkungan

Kemampuan self care

Support system
PEMERIKSAAN FISIK

Pengkajian dasar preop dilakukan untuk :

Menentukan data dasar

Masalah pengobatan yang tersembunyi

Potensial komplikasi berhubungan dengan anestesi

Potensial komplikasi post op.

System kardiovaskuler
Untuk menentukan kekuatan jantung dan kemampuan untuk mentoleransi pembedahan dan
anestesi. Perubahan jantung 39 % kematian perioperatif.
Sistem pernapasan
Lansia, smoker, PPOM resiko atelektasis, kolap jaringan paru.
Mencegah pertukaran oksigen/CO2
Intoleransi karena perubahan dalam dada dan paru.
Regiditas cavum thoraks dan menurunnya ekspansi paru efisiensi ekskresi paru
terhadap anestesi menurun.
Renal system
Abnormal renal fungsi menurunkan rata ekskresi obat dan anestesi
Skopolamin, morphin konfusi disorientasi
Neuorologi system :
Kemampuan ambulasi, dan reflek, serta aktivitas lainya.
Muskulussceletal
Deformitas mempengaruhi posisi intra dan post-operasi
Artritis menerima posisi nyeri post-operasi oleh karena immobilisasi
Kekuatan, tonus otot.
Status Nutrisi
Malnutrisi, obesitas resiko tinggi pembedahan
Vit. C , vit.B diperlukan untuk penyembuhan luka dan pembentukan fibrin.
Obesitas wound healing menurun oleh karena jaringan lemak tinggi
Psikososial asesment
Tujuan : menentukan kemampuan coping
Informasi
Support
Laboratorium
Secara umum pemeriksaan laboratorium yang wajib dilakukan adalah:

Pemeriksaan Darah Lengkap : WBC, Hematokrit, Hemoglobin


Waktu Pembekuan Darah
Bleeding Time

Sedangkan pemeriksaan laboratorium yang lain menyesuaikan dengan prosedur


operasi yang akan dilakukan.
Analisis:
1. Pengetahuan kurang sehubungan dengan pengalaman pre-op
2. Kecemasan sehubungan dengan pengalaman pre-op

Pengetahuan kurang ( knowledge deficit )


Tujuan : Klien mengatakan dan mematuhi prosedur pre-op
Mendemostrasikan teknik untuk mencegah komplikasi post-op
Intervensi
Fokus

: Edukasi pre-operasi

Informasi

: Informed consent, pembatasan diit, pre-operatip preparation, post-op


exersice.

Informed Consent :
-

alasan pembedahan

pilhan dan resikonya

resiko pembedahan

resiko anestesi

Pembatasan diit NPO (nothing per oral ) 6 8 jam sebelum pembedahan GI (gastro
intestinal ) preparasi :
-

mencegah perlukaan colon

melihat jelas area

mengurangi bacteri intestinal

Skin preparasi
Tube, drain, Intra Venous line
Post op exercise :
-

diaphragmatic breating

incestive spirometri

cougling and spinting the surgical wound

turning and leg exercise

Kecemasan :
Tujuan : kecemasan klien menurun , menunjukkan relaksasi saat istirahat
Intervensi :
-

preoperatip teaching

comunikatip

rest.

2.3 Intervensi Klien Intra Operatif


Tim pembedahan terdiri dari :

Ahli bedah

Tim pembedahan dipimpin oleh ahli bedah senior atau ahli bedah yang sudah
melakukan operasi.

Asisten pembedahan (1orang atau lebih) asisten bius dokter, risiden, atau
perawat, di bawah petunjuk ahli bedah. Asisten memegang retractor dan
suction untuk melihat letak operasi.

Anaesthesologist atau perawat anaesthesi.

Perawat anesthei memberikan obat-obat anesthesia dan obat-obat lain untuk


mempertahankan status fisik klien selama pembedahan.

Circulating Nurse

Peran vital sebelum, selama dan sesudah pembedahan.


Tugas :

Set up ruangan operasi

Menjaga kebutuhan alat

Check up keamanan dan fungsi semua peralatan sebelum pembedahan

Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum drapping.

Memenuhi kebutuhan klien, memberi dukungan mental, orientasi klien.

Selama pembedahan :
-

Mengkoordinasikan aktivitas

Mengimplementasikan NCP

Membenatu anesthetic

Mendokumentasikan secara lengkap drain, kateter, dll.

Surgical technologist atau Nurse scrub; bertanggung jawab menyiapkan


dan mengendalikan peralatan steril dan instrumen, kepada ahli
bedah/asisten. Pengetahuan anatomi fisiologi dan prosedur pembedahan
memudahkan antisipasi instrumen apa yang dibutuhkan.

Penyiapan Kamar Dan Team Pembedahan.


Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci meja operasi. Dua factor
penting yang berhubungan dengan keamanan kamar pembedahan : lay out kamar
operasi dan pencegahan infeksi.
1). Lay Out pembedahan.
Ruang harus terletak diluar gedung RS dan bersebelahan dengan RR dan
pelayanan pendukung (bank darah, bagian pathologi dan radiology, dan bagian
logistik).
Alur lalu lintas yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara hal yang
bersih dan terkontaminasi design (protektif, bersih, steril dan kotor).
Besar ruangan tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit.
Umumnya :

Kamar terima

Ruang untuk peralatan bersih dan kotor.

Ruang linen bersih.

Ruang ganti

Ruang umum untuk pembersihan dan sterilisasi alat.

Scrub area.

Ruang operasi terdiri dari :

Stretcher atau meja operasi.

Lampu operasi.

Anesthesia station.

Meja dan standar instrumen.

Peralatan suction.

System komunikasi.

2). Kebersihan dan Kesehatan Team Pembedahan.


Sumber utama kontaminasi bakteri team pembedahan yang hygiene dan kesehatan
( kulit, rambut, saluran pernafasan).

Pencegahan kontaminasi :

Cuci tangan.

Handscoen.

Mandi.

Perhiasan (-) cincin, jam tangan, gelang.

3). Pakaian bedah.


Terdiri : Kap, Masker, gaun, Tutup sepatu, baju OK.
Tujuan: Menurunkan kontaminasi.
4). Surgical Scrub.
Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh :

Ahli Bedah

Semua asisten

Scrub nurse.
sebelum menggunakan sarung tangan dan gaun steril.

Alat-alat:

Sikat cucin tangan reuable / disposible.

Anti microbial : betadine.

Pembersih / pemotong kuku.


Waktu : 5 10 menit dikeringkan dengan handuk steril.

Anasthesia.
Anasthesia (Bahasa Yunani) Negatif Sensation. Anasthesia menyebabkan keadaan
kehilangan rasa secara partial atau total, dengan atau tanpa disertai kehilangan
kesadaran. Tujuan: Memblok transmisi impuls syaraf, menekan refleks, meningkatkan
relaksasi otot. Pemilihan anesthesia oleh anesthesiologist berdasarkan konsultasi
dengan ahli bedah dan factor klien.
Anasthesia Umum.
Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang reversible karena inhibisi impulse saraf
otak.

Misal : bedah kepala, leher. Klien yang tidak kooperatif.

Stadium Anesthesia.
-

Stadium I : Relaksasi

Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahab.

Stadium II : Excitement.
Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan pernafasan
yang iregulair dan pergerakan anggota badan tidak teratur.

Stadium III : Ansethesi pembedahan..


Ditandai dengan relaksasi rahang, respirasi teratur, penurunan
pendengaran dan sensasi nyeri.

Stadium IV : Bahaya.
Apnoe, Cardiapolmunarry arrest, dan kematian.

Metode Pemberian
Inhalasi , IV injection. Instilasi rectal
Inhalasi
Metode yang paling dapat dikontrol karena intak dan eliminasi secara primer oleh
paru. Obat anesthesia inhalasi yang diberikan :
Gas: Nitrous Axida ( N20).
Paling sering digunakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau. Non iritasi
dengan masa induksi dan pemulihan yang cepat.
Jenis yang biasa dipakai;
a.

Folatile:

b.

Halotan :

c.

Ethrane.

d.

Penthrane.

e.

Forane.

Anesthesi Injeksi IV.


Memberikan perasaan senang., cepat dan pelepasan obat secara pelan.
Jenis opbat yamng biasa dipakai;
Barbiturat.
Narcotik:
Inovar
Ketamine

Neuromusculer Brochler.

Anestesi Local Atau Regional


Anestesi local atau regional secara sementara memutus transmisi impuls saraf
menuju dan dari lokasi khusus.
Teknik pemberian.

Anestesi Topikal
Pemberian secara langsung pada permukaan area yang dianestesi. Bentuk: Salep
atau spray.

Lokal Anestesi
Injeksi obat anestesi secara I C dan S C ke jaringan sekitar insisi, luka atau lesi.

Field Block
Injeksi secara bertahab pada sekeliling daerah yang dioperasi ( hernioraphy , dental
prosedur ,bedah plstik )

Nerve Block
Injeksi obat anestesi local ke dalam atau sekitar saraf atau saraf yang mempesarafi
daerah yang dioperasi. Block saraf memutus transmisi sensasi, motor, sympatis.

Spinal Anestesi / Intra Techal


Dicapai dengan injecsi obat anestesi ke dalam ruang sub orachonoid. Pada L 4-L5.
PENGKAJIAN Pre medikasi Anastesi :
Di ruang penerimaan perawat sirkulasi:
-

Memvalidasi identitas klien.

Memvalidasi inform concent.

Chart Review.
-

Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan actual


dan potensial selama pembedahan.

Mengkaji dan merencanakan kebutuhan klien selama dan sesudah operasi.

Perawat menanyakan.:
-

Riwayat allergi, reaksi sebelumnya terhadap anesthesia atau tranfusi darah.

Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.

Check pengobatan sebelumnya : therapy, anticoagulasi.

Check adanya gigi palsu, kontaks lens, perhiasan, wigs dan dilepas.

Kateterisasi.

Diagnosis Keperawatan.
1.

Resiko for injury berhubungan dengan anesthesia, posisi intra operatif dan bahaya
lain dari lingkungan intra operatif.

2.

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.

3.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan anesthesia

4.

Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dan cairan tubuh
selama pembedahan.

Perencanaan
Dx 1: Resiko for injury berhubungan dengan anesthesia, posisi intra operatif dan
bahaya lain dari lingkungan intra operatif.
Tujuan : Klien akan dipertahankan dalam keadaan anesthesia yang aman selama
pembedahan dan bebas dari perlukaan peralatan operasi.
Intervensi:
-

Persiapan dan penggunaan obat anesthesia yang tepat.

Positioning posisi yang tepat.


Untuk menjamin posisi yang tepat dikaji : kesesuaian fisiologiss, perubahan sirkulasi
yang minimal, proteksi struktur tulang dan neuromusculair, penggunaan dan lokasi IV
line, cara anesthesia, keamanan dan keselamatan klien.
Penggunaan peralatan elektrik. Lempeng grounding yang ditutupi jeli tidak
menekan tubuh.

Chek hati-hati alat / electrosurgical mencegah luka bakar.


Dx 2: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.

Tujuan: Klien akan mengalami gangguan integritas kulit yang dan kontaminasi yang
minimal.
Intervensi:
-

Plastic adhesive drape setelah daerah pembedahan dibersihkan dan kering.

Penutupan kulit:

Tujuan:

Menutup lumen pembuluh darah.

Mencegah perdarahan dan kehilangan cairan tubuh.

Mencegah kontaminasi luka.

INTERVENSI KLIEN POST OPERASI.


PENGKAJIAN;
Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien, perawat mereview
catatan klien yang berhubungan dengan riwayat klien, status fisik dan emosi, sebelum
pembedahan dan alergi.
PEMERIKSAAN FISIK DAN MANIFESTASI KLINIK

System Pernafasan.
Ketika klien dimasukan ke PACU, Perawat segera mengkaji klien:
-

Potency jalan nafas, meletakan tangan di atas mulut atau hidung.

Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit


depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal gangguan cardiovasculair atau ratarata metabolisme yang meningkat.

Auscultasi paru keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.

Inspeksi: Pergerakan didnding dada, penggunaan otot bantu pernafasan


diafragma, retraksi sternal efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
Thorax Drain.

Sistem Cardiovasculer.
Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit (4x). 2 jam
(4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung depresi miocard, shock,
perdarahan atau overdistensi.
Nadi meningkat shock, nyeri, hypothermia.
Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran ektremitas).
Homans saign trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema, kemerahan, nyeri).

Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit


-

Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.

Ukur cairan NG tube, out put urine, drainage luka.

Kaji intake / out put.

Monitor cairan intravena dan tekanan darah.

Sistem Persyarafan.

Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran semua klien dengan anesthesia
umum.

Klien dengan bedah kepala leher : respon pupil, kekuatan otot, koordinasi.
Anesthesia umum depresi fungsi motor.

Sistem Perkemihan.
-

Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 8 jam post anesthesia


inhalasi, IV, spinal.
Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine.
Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi buli-buli).

Dower catheter kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam
komplikasi ginjal.

Sistem Gastrointestinal.
-

Mual muntah 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat


menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah
kepala dan leher serta TIO meningkat.

Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.

Kaji paralitic ileus suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.

jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 8 jam.

Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan


decompresi dan drainase lambung.

Meningkatkan istirahat.

Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.

Memonitor perdarahan.

Mencegah obstruksi usus.

Irigasi atau pemberian obat.

Sistem Integumen.
-

Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi,
obat-obat steroid.

Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan satu tahun.

Ketidak efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan :

Infeksi luka.

Diostensi dari udema / palitik ileus.

Tekanan pada daerah luka.

Dehiscence.

Eviscerasi.

Drain dan Balutan


Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang PAR, (Jumlah,
warna, konsistensi dan bau cairan drain dan tanggal observasi), dan minimal tiap 8 jam
saat di ruangan.

Pengkajian Nyeri
Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah , drain dan posisi intra operative. Kaji
tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi, diaphorosis,gelisah,
menangis. Kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian analgetika.

Pemeriksaan Laboratorium.
Dilakukan untuk memonitor komplikasi . Pemeriksaan didasarkan pada prosedur
pembedahan, riwayat kesehatan dan manifestasi post operative. Test yang lazim adalah
elektrolit, Glukosa, dan darah lengkap.
Diagnosis keperawatan
1.

Gangguan pertukaran gas, berhubungan dengan efek sisa anesthesia, imobilisasi,


nyeri.

2.

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka pemebedahan, drain dan


drainage.

3.

Nyeri berhubungan dengan incisi pembedahan dan posisi selama pembedahan.

4.

Potensial terjadi perlukaan berhubungan dengan effect anesthesia, sedasi,


analgesi.

5.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan intra dan post
operasi.

6.

Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan skresi.

7.

Perubahan eliminasi urine ( penurunan) berhubungan dengan obat anesthesia dan


immobilisasi.

Rumus Kebutuhan Cairan Intraoperatif


DEWASA

Maintenance (M)

: 2 cc/kgBB

Pengganti Puasa (PP)


Stress Operasi (SO)

: (Lama Puasa x M) : SO
: BB x Jenis Operasi

Indeks Jenis Operasi

: Kecil (4), sedang (6), berat (8)

Pemberian Cairan pada 1 jam pertama:


Karena sudah terpasang infus, maka pengganti puasa akan diberi setengahnya jadi:

M + PP + SO
Sedangkan pada jam ke 2:

M + PP + SO
Ctn:
M : Maintenance
PP: Pengganti Puasa
SO: Stress Operasi

Anda mungkin juga menyukai