Anda di halaman 1dari 2

Tugas Ujian : Dr.dr.

Endang Herlianti Darmani,SpKK, FINSDV


Nama : Hadiyan Adhli M
Nim : 1408465589
URTIKARIA
Hipersensitivitas tipe I
Urtikaria sering terjadi dan merupakan akibat dari degranulasi sel mast (reaksi imunolpgis
tipe 1) sebagai respons terhadap antigen, dengan pelepasan histamin dan mediator vasoaktif
lainnya, yang menyebabkan timbulnya eritema dan edema. Pasien-pasien dengan kondisi ini,
70% diantaranya mengalami urtikaria idiopatik (dimana antigennya tidak diketahui), sisanya
mengalami bentuk urtikaria lain. Urtikaria, jika berat juga dapat mengenai jaringan subkutan dan
mengakibatkan terjadinya angioedema (pembengkakan pada tangan, bibir, sekitar mata, dan
walaupun jarang tetapi penting untuk diperhatikan yaitu pada lidah atau laring).
Proses urtikaria akut dimulai dari ikatan antigen pada reseptor IgE yang saling
berhubungan dan kemudian menempel pada sel mast atau basofil. Selanjutnya, aktivasi dari sel
mast dan basofil akan memperantarai keluarnya berbagai mediator peradangan. Sel mast
menghasilkan histamine, triptase, kimase, dan sitokin. Bahan-bahan ini meningkatkan
kemampuan degranulasi sel mast dan merangsang peningkatan aktivitas ELAM dan VCAM,
yang memicu migrasi limfosit dan granulosit menuju tempat terjadinya lesi urtikaria.
Peristiwa ini memicu peningkatan permeabilitas vascular dan menyebabkan terjadinya
edema lokal yang dikenal sebagai bintul (wheal). Pasien merasa gatal dan bengkak pada lapisan
dermal kulit. Urtikaria akut bisa terjadi secara sistemik jika allergen diserap kulit lebih dalam dan
mencapai sirkulasi. Kondisi ini terjadi pada urtikaria kontak, misalnya urtikaria yang terjadi
karena pemakaian sarung tangan latex, dimana latex diserap kulit dan masuk ke aliran darah,
sehingga menyebabkan urtikaria sistemik.
Faktor imunologik maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil untuk
melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin
mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia
seperti golongan amin dan derivate amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan
beberapa antibiotic berperan pada keadaan ini.
Hipersensitivitas tipe 2
Hipersensitivitas tipe II disebabkan oleh antibodi yang berupa Imunoglobulin G (IgG)
dan Imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks rkstraseluler.
Reaksi ini dapat disebut juga sebagai reaksi sitotoksik atua reaksi sitolitik. Kerusakan yang
ditimbulkan akan terbatas atau spesifik pada sel atauu jaringan yang secara langsung
berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi
dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target
sel. Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen atau reaksi silang yang berkaitan

dengan antibodi sel, sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari
hipersensitivitas tipe II yaitu sebagai berikut :

Urtikaria , IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler diantara sel epidermal


Anemia Hemolitik Autoimun, dipicu oleh obat-obatan seperti pensilin yang dapat
menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi
antibodi kemudian berkaitan dengan permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis
sel darah merah
Sindrom Goodpasture, IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus, sehingga
menyebabkan kerusakan pada ginjal

Mekanisme singkat dari reaksi hipersensitivitas tipe II adalah sebagai berikut :

IgG dan IgM berikatan dengan antigen di permukaan sel


Fagositosis sel target atau lisis sel target oleh komplemen, ADCC dan atua antibodi
Pengeluaran mediator kimiawi

Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik, biasanya
IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc bila ada
antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu
melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi
obat dan makanan.
Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara
alternative menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast
dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri. Ikatan dengan komplemen juga
terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun pada keadaan ini juga
dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak terjadi pemakaian bahan serangga, bahan
kosmetik, dan sefalosporin.

Sumber :
Aishah S. Urtikaria. ln:Djuanda A, Hamzah Mochtar, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Tempat. Indonesia: Balai Penerbit FKUI Jakarta; 2007.p.169

Anda mungkin juga menyukai