Anda di halaman 1dari 8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
1.1 Definisi Bayi Berat Lahir Rendah
Menurut World Health Organization (WHO) berat lahir adalah berat badan
pertama bayi yang diperoleh sesaat setelah lahir. Untuk kelahiran hidup,
pengukuran sebaiknya satu jam pertama kehidupan, sebelum postnatal weight
loss terjadi. Bayi berat lahir rendah (BBLR) didefinisikan sebagai kurang dari
2.500 gram atau 5.5 pounds (sama dengan dan termasuk 2,499 gram) (UNICEF &
WHO, 2004). Bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut Central for Disease
Control and Prevention (CDC) adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari
2500 gram dimana kondisi ini adalah faktor yang mempengaruhi kematian
neonatal dan kematian pasca neonatal. Bayi dengan berat kurang dari 2500 gram
hampir 40 kali lipat lebih besar kemungkinan meninggal pada 4 minggu pertama
dari pada bayi dengan lahir normal (CDC, 2009). Dapat disimpulkan dari
beberapa pengertian diatas bahwa BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang atau sama dengan 2500 gram tanpa memandang masa
kehamilannya.
1.2 Klasifikasi Bayi Berat Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) diklasifikasikan sesuai dengan waktu
kehamilan, term (lahir setelah 37 minggu dan sebelum 42 minggu kehamilan) dan
preterm (lahir hingga 37 minggu usia kehamilan). Pada kategori tersebut dapat
dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan apakah SGA (Small for Gestational
Age) atau tidak. BBLR diklasifikasikan menjadi tiga, berat badan lahir rendah jika
berat lahir kurang dari 2500 gram, berat badan lahir sangat rendah jika berat lahir
kurang dari 1,5 kilogram dan berat badan lahir amat sangat rendah jika berat lahir
kurang dari 1 kilogram. BBLR dapat dibedakan bedasarkan 2 kategori yaitu
BBLR karena prematur yaitu usia kandungan yang kurang dari 37 minggu dan
BBLR karena intra uterine growth retardation (IUGR) yaitu bayi yang cukup
bulan tetapi beratnya kurang untuk usianya. Bayi preterm/prematur kurang dari 32
minggu memiliki resiko kematian terbesar, diikuti bayi prematur usia 32-36
minggu dengan SGA, bayi prematur usia 32-36 minggu tanpa SGA dan bayi

BBLR term. Semua kelompok ini memiliki resiko kematian lebih tinggi daripada
bayi yang tidak memiliki BBLR (WHO, 2011).
1.3 Penyebab Bayi Berat Lahir Rendah
Banyak faktor yang menjadi penyebab BBLR seperti durasi kehamilan dan
pertumbuhan janin. Semua faktor saling berhubungan dengan bayi, ibu dan
lingkungan sekitar yang memainkan peranan penting dalam menentukan berat
badan bayi saat lahir dan kesehatannya di masa depan. Beberapa faktor
diantaranya:
1. Pada usia kehamilan yang sama, wanita lebih jarang dari laki-laki, anak
pertama lebih kurus dari anak selanjutnya, bayi kembar lebih ringan berat
badannya dari anak yang lahir tunggal.
2. Sebagian besar berat lahir dipengaruhi oleh pertumbuhan ibu saat
mengandung fetus dan pola konsumsi makanan dan kondisi tubuh saat
konsepsi.
3. Wanita yang bertumbuh pendek, wanita yang tinggal di dataran tinggi dan
wanita hamil muda memiliki bayi yang lebih kecil.
4. Pada saat hamil nutrisi, makanan, gaya hidup (alkohol, rokok atau
penyalahgunaan obat-obatan) dan eksposur lainnya (malaria, HIV atau
sipilis) atau komplikasi lain seperti hipertensi yang bisa mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan fetus.
5. Ibu dengan sosial dan ekonomi rendah lebih sering melahirkan bayi
BBLR. Ini disebabkan nutrisi kurang dan kondisi kesehatan yang buruk
pada jangka waktu yang lama pada saat hamil. Tingginya prevalensi
infeksi tertentu baik yang spesifik maupun tidak atau dari komplikasi
kehamilan yang didukung oleh kemiskinan. Tuntutan beban kerja juga
berkontribusi buruk pada perkembangan janin (UNICEF & WHO, 2004).
1.4 Komplikasi Bayi Berat Lahir Rendah
Kehamilan preterm atau prematur merupakan penyebab utama mortalitas,
morbiditas dan disabilitas. Semakin pendek usia kehamilan, semakin kecil ukuran
bayi yang akan dilahirkan dan semakin besar resiko mortalitas, morbiditas dan
disabilitas. Ini telah ditunjukan dengan kisaran angka kematian dapat 100 kali
lipat pada seluruh bayi lahir dan akan terus meningkat sesuai dengan penurunan
berat badan bayi saat lahir. BBLR dengan pertumbuhan fetus yang terbatas akan

mempengaruhi seseorang sepanjang hidup dan berhubungan dengan pertumbuhan


yang buruk di saat anak-anak dan meningkatnya terjadinya insiden penyakit
dewasa seperti diabetes melitus tipe 2, hipertensi dan penyakit kardiovaskular.
Apabila seorang perempuan dengan riwayat lahir BBLR, akan memiliki resiko
melahirkan bayi BBLR ketika menjadi seorang ibu (UNICEF & WHO, 2004).
1.5 Faktor Resiko Ibu Hamil Bayi Berat Lahir Rendah
BBLR adalah kondisi yang dipengaruhi oleh faktor ibu (maternal) dan janin
(fetus). Adapun faktor resiko yang dapat menyebabkan BBLR pada ibu hamil :
1.5.1 Karakteristik Fisik dan Sosial Ibu
Hingga saat ini beberapa penelitian telah menunjukan hubungan usia, berat
badan dan tinggi perempuan yang mempengaruhi resiko kehamilan. Usia kurang
atau sama dengan 15 tahun lebih beresiko preeklamsia/eklamsia dan BBLR.
Semakin meningkat usia (35 tahun atau lebih) akan meningkatkan resiko
hipertensi, diabetes gestasional, abnormalitas kromosom pada janin dan
komplikasi saat melahirkan. Perempuan dengan berat badan sebelum hamil
kurang dari 45 kilogram atau (<100 pound) lebih besar resiko melahirkan BBLR.
Pada perempuan obesitas, sering kali melahirkan bayu makrosomia, selain resiko
diabetes getasional dan hipertensi. Tinggi badan juga memiliki peranan dalam
kehamilan. Apabila tinggi kurang dari 152 centimeter (5 feet) resiko disproporsi
janin-panggul, persalinan prematur dan intrauterine growth retardation akan
meningkat. Perempuan yang tidak menikah atau pada kondisi sosial ekonomi
yang rendah akan meningkatkan resiko melahirkan BBLR. Karena ini akan
berpengaruh pada kebiasaan seperti merokok, kurang mengkonsumsi makanan
sehat dan jarang mengakses atau memperoleh perawatan medis (Dangal, 2013)
(AbdalQader, 2014).

1.5.2 Masalah Kehamilan


Ketika perempuan memiliki masalah kehamilan sebelumnya maka kehamilan
selanjutnya cendrung memiliki masalah yang sama. Masalah seperti bayi
prematur, BBLR, bayi cacat saat lahir, keguguran, post-term delivery (setelah 42
minggu) atau persalinan metode caesar. Perempuan dengan riwayat aborsi

berulang pada usia kehamilan trisemester kedua dan awal trisemester ketiga akan
berisiko kematian saat lahir atau kelahiran prematur. Kematian saat lahir atau
kematian neonatal memperbesar kemungkinan kelainan janin secara sitogenetik,
diabetes pada ibu dan penyakit pembuluh darah ginjal kronis, hipertensi, penyakit
berhubungan dnegan connective tisuue dan penyalahgunaan obat-obatan. Antibodi
cardiolipin atau antikoagulan lupus mungkin meningkat pada wanita dengan
kematian janin saat perinatal (Dangal, 2013).
Riwayat prematur sebelumnya akan mempengaruhi resiko kelahiran prematur
pada kehamilan selanjutnya. Kondisi SGA (Small Gestational Age) harus
dievaluasi hipertensi, penyakit ginjal, berat badan tidak memadai, infeksi,
merokok dan penggunaan obat-obatan serta alkohol. Apabila perempuan dengan
riwayat melahirkan bayi besar (lebih dari 4,5 kilogram) mungkin menunjukan
diabetes maternal. Multiparitas terutama lima kali atau lebih meningkatkan risiko
rapid labor dan post partum hemmorage karena uterine atony. Grand multipara
juga mengalami peningkatan risiko plasenta previa. Riwayat preeklampsia atau
eklampsia meningkatkan resiko hipertensi pada kehamilan selanjutnya (Dangal,
2013).
Beberapa obat yang dikonsumsi saat hamil menyebabkan beberapa kecacatan
seperti alkohol, isotretinoin, beberapa jenis antikejang, lithium, antibiotik
(streptomycin, kanamycin dan tetracyline), thalidomide, warfarin dan angiotensinconverting enzyme (ACE) inhibitor. Menkonsumsi obat yang memblok kinerja
asam folat (methotrexate atau trimethoprim) bisa menyebabkan kecacatan saat
lahir. Cocaine juga menyebabkan kecacatan, abruption placental dan kelahiran
prematur. Merokok juga meningkatkan resiko memiliki bayi BBLR (Dangal,
2013).

1.5.3 Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu sangat berpengaruh pada sikap dan perilaku ibu. Ibu
dengan tingkat pendidikan lebih rendah (buta huruf atau level primer) akan lebih
besar kemungkinannya melahirkan anak dengan BBLR dari ibu yang tingkat
pendidikannya tinggi (level sekunder atau universitas). Studi di Universitas

Malaysia dengan sampel 225 bayi baru lahir di Baghdad menunjukan hubungan
bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian BBLR. Studi ini juga
terkait dengan studi di Dhaka, Bangladesh dan Amerika Serikat. Ini dijelaskan
bahwa wanita dengan tingkat pendidikan lebih tinggi akan lebih paham dan luas
wawasannya mengenai keperluan nutrisi dan makanan saat hamil, kesehatan,
keperluan saat kehamilan dan gaya hidup ibu hamil, kapan harus memeriksakan
diri ke antenatal care (ANC) dan beberapa informasi penting terkait kehamilan
(AbdalQader, 2014).
1.5.4 Gizi
Asupan nutrisi yang adekuat untuk mensuplai janin/fetus merupakan faktor
terpenting dalam mencegah bayi dengan BBLR. Sampai sekarang masih
kontroversi apakah nutrisi makro (protein, karbohidrat dan lemak) atau nutrisi
mikro (vitamin dan mineral) yang bisa meningkatkan berat badan bayi saat lahir.
data penelitian tentang efek malnutrisi ibu hamil pada kelahiran bayi pada 797 ibu
di India menunjukan tidak ada hubungan antara asupan energi dan protein,
melainkan hubungan kuat ditunjukan oleh asupan yang banyak mengandung
nutrisi mikro. Belakangan ini arah penelitian banyak menuju nutrisi mikro yang
memiliki efek signifikan terhadap penurunan resiko bayi BBLR (Muthayya,
2009). WHO merekomendasikan ibu hamil untuk melakukan 5 langkah perawatan
nutrisi, yaitu :
1. Menganjurkan wanita hamil untuk makan dalam jumlah yang cukup.
Memakan makanan dalam jumlah yang cukup akan menjaga ibu hamil
tetap sehat dan bayi dapat tumbuh dengan baik. Intake makanan sebaiknya
tidak

dibatasi

meskipun

ada

alasan

medis.

Konsumsi

snack

direkomendasikan untuk melengkapi jumlah makanan.


2. Menganjurkan wanita hamil agar makan makanan yang bervariasi.
Mengkonsumsi makanan yang bervariasi akan melengkapi nutrisi yang
diperlukan oleh ibu dan bayi. Anemia, goitre, ibu/bayi berat badan rendah
dapat dihindari dengan makanan bervariasi. Jenis snack seperti buah, jus
buah, susu, jagung, sandwich dan kacang-kacangan akan memberikan
variasi pelengkap makanan. Selain itu, konsumsi garam beryodium untuk
mencegah defisiensi iodine.
3. Berikan suplemen nutrisi mikro yang sesuai.

Ibu hamil beresiko terkena anemia dan goitre. Berikan asupan mikro iron,
folate, vitamin A dan iodine suplemen sesuai untuk mencegah penyakit
diatas.
4. Wanita

hamil

agar

menghindari

merokok,

minum

alkohol

dan

mengkonsumsi obat-obatan tanpa saran dari petugas kesehatan.


Merokok mengakibatkan bayi BBLR dan masalah kongenital lainnya.
Minuman alkohol dan obat-obatan tertentu mungkin menyebabkan
kecacatan saat lahir.
5. Memonitor berat badan.
Apablia wanita hamil mengkonsumsi makanan secara cukup dan
seimbang, maka berat badan akan meningkat sekitar 6-12 kilogram saat
hamil. Hal ini benar terjadi, meskipun wanita hamil termasuk overwight.
Pada 3 bulan pertama peningkatan 1-2 kilogram, pada bulan selanjutnya
sampai melahirkan, harus terjadi peningkatan 1-1,5 kilogram setiap bulan
(WHO, 2002).
1.5.5 Aktivitas
Efek tambahan lainnya yang berpengaruh pada bayi BBLR adalah aktivitas
fisik rutin semenjak perkembangan wanita terkini memiliki banyak aktivitas, kerja
diluar rumah dengan beban sebagai ibu rumah tangga. Menurut penelitian,
aktivitas fisik manual saat hamil berhubungan dengan small for gestation age
(SGA) dan BBLR terlebih ketika konsumsi energi sub-optimal. Demikian pula
dengan aktivitas fisik berat saat kehamilan berhubungan dengan peningkatan
resiko aborsi dan kelahiran prematur. Peningkatan pekerjaan rumah tangga juga
berhubungan dengan kelahiran prematur. Beberapa studi juga menunjukan
hubungan berkerja pada usia trisemester ketiga dengan kelahiran prematur dan
BBLR, pada satu studi, penurunan berat badan bayi 150-400 gram timbul pada
wanita hamil yang berkerja diluar rumah yang dibandingkan dengan wanita hamil
yang hanya diam dirumah saat masa kehamilan (Muthayya, 2009).
1.5.6 Usia Kehamilan
Kondisi dimana perempuan memiliki komplikasi saat kehamilan akan
meningkatkan resiko melahirkan prematur (aterm). Merokok, kebiasaan makanan
sehat yang tidak sesuai, obat-obatan dan alkohol meningkatkan resiko kelahiran
lebih cepat atau kematian saat lahir atau bayi BBLR. Insiden lahir prematur,
malformasi fetal dan komlikasi saat melahirkan akan meningkat sesuai dengan

meningkatnya jumlah kehamilan. Pada kelahiran post-term pregnancy (setelah 42


minggu) angka kematian neonatal akan meningkat secara signifikan (Dangal,
2013).
1.5.7 Antenatal Care (ANC)
Kualitas pelayanan antenatal akan berpengaruh pada kesehatan bayi dan ibu
hamil, setelah bersalin dan fase nifas. Dalam pelayanan ini, tenaga kesehatan
harus memastikan bahwa kehamilan berlangsung normal, mampu mendeteksi dini
penyakit dan tanda abnormal saat kehamilan dan intervensi yang kompleks agar
ibu siap melakukan persalinan normal. Menurut pedoman pelayanan antenatal
terpadu Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, pelayanan yang diberikan
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pelayanan dan konseling kesehatan dan gizi agar ibu dan bayi sehat.
Deteksi dini, penyakit, masalah dan komplikasi saat kehamilan.
Persiapan persalinan aman dan bersih.
Antisipasi dan persiapan untuk rujukan bila kondisi sulit/komplikasi.
Penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu.
Melibatkan ibu dan komponen keluarga terutama suami dalam menjaga
kesehatan dan gizi ibu hamil dan selalu siap dan siaga bila terjadi penyulit
atau komplikasi.

Dalam pelaksanaanya pemeriksaan antenatal melibatkan petugas medis yang


ditunjang sarana dan prasarana yang memadai, meliputi :
1. Timbang berat badan
Ini dilakukan untuk

mendeteksi

gangguan

pertumbuhan

janin.

Penambahan berat badan ibu hamil kurang dari 9 kilogram selama masa
kehamilan dan kurang dari 1 kilogram setiap bulannya sebagai indikator
gangguan pertumbuhan janin.
2. Ukur lingkar lengan atas (LiLA)
Pengukuran LiLA dilakukan saat kontak pertama untuk skrining ibu hamil
berisiko kurang energi kronis (KEK). KEK adalah kondisi kekurangan gizi
kronis (beberapa bulan atau tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5
centimeter dan ini meningkatkan resiko melahirkan BBLR.
3. Ukur tekanan darah
Untuk mendeteksi hipertensi, preeklampsia dan skrining awal untuk
pendataan.
4. Ukur tinggi fundus uteri

Untuk mendeteksi pertumbuhan janin apakah sesuai dengan umur


kehamilan. Bila tidak sesuai, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan
janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah kehamilan
24 minggu.
5. Ukur denyut jantung janu (DJJ)
Dilakukan saat akhir trisemester pertama dan setiap kunjungan antenatal
care untuk medeteksi gawat janin.
6. Menentukan presentasi janin
Dilakukan pada akhir trisemester kedua dan selanjutnya setiap kunjungan
ke antenatal care. Untuk mendeteksi kepala janin, posisi lahir, masuk
panggul, kelainan letak, panggul sempit dan masalah lainnya.
7. Memberikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
Saat kontak pertama dilakukan skrining imunisasi TT. Pemberiannya
dilakukan sesuai dengan status imunisasi ibu saat ini.
8. Beri tablet penambah darah (tablet besi)
Untuk mencegah anemia defisiensi besi setiap ibu hamil diberikan
minimal 90 tablet selama masa kehamilan diberikan sejak kontak pertama
kali.
9. Pemeriksaan laboratorium khusus dan rutin
Meliputi cek golongan darah, hemoglobin (Hb), urin, kadar gula darah,
malaria, sifilis, HIV dan BTA.
10. Tatalaksana atau penanganan kasus
Berdasarkan penemuan laboratorium dan pemeriksaan antenatal lalu
digolongkan apakah dirujuk dan termasuk gawat atau tidak.
11. KIE efektif
KIE meliputi kesehatan ibu seperti istirahatan 9-10 jam/hari dan tidak
kerja berat. Lalu perilaku hidup bersih dan sehat, peranan keluarga dan
suami, tanda bahaya kehamilan, tanda komplikasi, asupan gizi seimbang,
gejala penyakit menular dan tidak menular, konseling penyakit mewabah,
inisiasi menyusu dini, ASI ekslusif, KB pasca persalinan,imunisasi dan
intelegensia pada kehamilan (brain booster) (Kementrian Kesehatan RI,
2010).

Anda mungkin juga menyukai