Anda di halaman 1dari 14

Klindamisin dibandingkan dengan Trimetropin-Sulfametoksasol (TMP-SMX) pada Infeksi

Kulit Tanpa Komplikasi


LATAR BELAKANG
Struktur kulit yang terinfeksi pada umumnya mendapatkan pengobatan rawat jalan. Akan tetapi,
efikasi dari beberapa regimen antibiotic pada masyarakat berhubungan dengan Stafilokokus
Aureus yang resisten meticilin (MRSA) masih belum jelas diketahui.
METODE
Kami memilih pasien infeksi kulit tanpa komplikasi yang memiliki selulitis, abses dengan
diameter lebih dari 5 cm, atau keduanya. Kami memilih pasien pada empat tempat penelitian
yang berbeda. Semua abses diinsisi dan didrainase. Pasien-pasien tersebut diberi tanda secara
acak dengan perbandingan 1:1 menerima klindamisin atau TMP-SMX selama 10 hari. Pasienpasien tidak mengetahui dari pengobatan dan hasil dari pemeriksaan mikrobiologi. Secara klinis
akan mengalami penyembuhan 7 sampai 10 hari setelah pengobatan.
HASIL
Total 524 pasien terpilih (264 pasien kelompok klindamisin dan 260 pasien kelompok TMPSMX), termasuk 155 anak-anak. Seratus enam puluh pasien memiliki abses, 280 pasien memiliki
selulitis, dan 82 pasien memiliki infeksi campuran yang memiliki sebuah abses dan sebuah
selulitis. S. aureus di isolasi dari lesi 217 pasien (41.4%); dari hasil isolasi ditemukan 167 (77%)
pasien Stafilokokus Aureus resisten terhadap meticilin. Proporsi dari pasien yang mengalami
penyembuhan hampir sama pada kedua kelompok. (80% pada kelompok klindamisin dan 77.7%
pada kelompok TMP-SMX; dengan perbedaan -2.6%; 95% confidence interval, -10.2-4.9;
P=0.52) dan dalam populasi dari pasien yang dievaluasi (466 pasien; 89.5% pada kelompok
klindamisin dan 88.2% pada kelompok TMP-SMX; dengan perbedaan -1.2 %; 95% confidence

interval, -7.6 hingga 5.1; P=0.77). Rasio penyembuhan tidak ada perbedaan secara signifikan
antara dua tritmen pada subkelompok anak-anak, dewasa, dan pasien-pasien dengan abses
dibandingkan dengan selulitis. Proporsi pasien dengan kejadian yang merugikan sama pada
kedua kelompok.
KESIMPULAN
Kami tidak menemukan perbedaan secara signifikan antara klindamisin dan TMP-SMX, baik
efikasi maupun efek samping untuk pengobatan pada infeksi kulit tanpa komplikasi termasuk
selulitis dan abses.

Infeksi pada kulit pada umumnya pasien-pasien akan mencari pengobatan di Amerika Serikat.
Sekitar 14,2 juta pasien berkunjung pada tahun 2005 dan lebih dari 850,000 rumah sakit yang
menerima. Infeksi kulit memiliki hubungan dengan komplikasi, bakteremia, perawatan rumah
sakit, prosedur bedah, dan kematian.
Hasil kultur dari lesi infeksi kulit pada Amerka Serikat telah menunjukkan bahwa banyak infeksi
yang disebabkan oleh metisilin resisten Stafilokokus aureus, tetapi efikasi dari beberapa regiman
dalam area dimana komunitas yang berhubungan dengan endemic MRSA belum diketahui secara
pasti. Walaupun klindamisin atau TMP-SMX merupakan rekomendasi karena biaya yang murah
dan aktivitas melawan kelompok yang berhubungan dengan MRSA dan MSSA belum ada
perbandingan data pada keaaman dan efikasi kedua agen antibiotic terhadap pengobatan infeksi
kulit. Untuk menambah keterbatasan ini kami melakukan trial klinik secara acak
membandingkan klindamisin dan TMP-SMX untuk pengobatan infeksi kulit tanpa komplikasi
pada empat lokasi penelitian yang berbeda yang terlokalisasi pada area komunitas yang
berhubungan dengan endemic MRSA.

Metode
Desain penelitian dan populasi
Kami melakukan multicenter, prospectif, secara acak, uji klinis double-blind terhadap
klindamisin dibandingkan dengan TMP-SMX untuk pengobatan infeksi kulit tanpa komplikasi.
Pasien-pasien yang memiliki dua atau lebih gejala dan tanda selama 24 jam atau lebih berupa :
eritema, indurasi atau pembengkakan, panas yang terlokalisasi, secret purulen, dan nyeri. Pasienpasien yang memiliki kategori selulitis (yang didefiniskan memiliki inflamasi pada kulit dan
struktur kulit tanpa tanda-tanda dari penumpukan cairan), abses (yang didefinisikan penumpukan
cairan pus yang lokasinya terbatas), atau keduanya. Untuk criteria eksklusinya adalah infeksi
kulit yang superficial (seperti impetigo), infeksi kulit pada tubuh yang mendapatkan terapi khusu
(seperti perirectal, genital, atau infeksi tangan), terapat gigitan manusia atau gigitan binatang
pada lokasi infeksi, demam tinggi (T >38,5 C [pada anak >38.0 C usia 6 11 bulan]), mendapat
pengobatan immunosupresan atau memiliki riwayat immunocompromise seperti diabetes, gagal
ginjal kronik, obesitas (BMI >40), tempat luka operasi atau infeksi karena instrument alat, dan
menerima antibakteri dengan antistafilokokus pada periode 14 hari sebelumnya. Pasien-pasien
yang tidak terpilih bila mereka tinggal lama di fasilitas kesehatan, mendapat penyakit kanker
atau inflamatori disorder yang mendapat pengobatan pada 12 bulan sebelumnya, atau pernah
menjalani operasi mayor pada rentang 12 bulan sebelumnya.
Populasi penelitian, stratifikasi, dan randomisasi
Sejak mei 2009 hingga agustus 2011, pasien-pasien di rekrut dari empat lokasi Universitas
Chicago Sentra Kesehatan, Rumah Sakit Umum San Fransisko, Pusat kesehatan Universitas

California, dan Pusat kesehatan Universitas Vanderbilt dari poliklinik, UGD dan perawatan
kegawatan klinik. Semua pasien atau penunggu pasien dicatat dan dilakukan inform consent.
Pasien yang terstratifikasi kedalam satu dari dua kelompok yang memiliki karakteristik infeksi
sebelumny di randomisasi: kelompok yang termasuk pasien dengan abses luas atau selulitis atau
kelompok yang termasuk dengan abses kecil. Protocol dan analisa data merencanakan bahwa
kelompok abses yang terbatas dan kelompok yang memiliki abses atau selulitis yang luas
mendapatkan terapi yang berbeda. Pasien yang memiliki abses tunggal dengan diameter terbesar
hingga 5 cm (<3 cm pada pasien usia 6-11 bulan dan <4 cm pada pasien usia 1-8 tahun)
distratifikasi kedalam kelompok abses yang terbatas. Semua pasien termasuk kelompok yang
memiliki diameter abses lebih dari 5 cm, pasien dengan dua atau lebih lokasi infeksi kulit, dan
pasien dengan selulitis tanpa bases, distratifikasi kedalam kelompok abses selulitis besar. Ukuran
abses diukur secara manual pada 3 dimensi (panjang, lebar, dan kedalaman) dan dicatat
berdasarkan form yang terstandarisasi. Semua abses mendapat pengobatan insisi dan drainase.
Pada artikel ini, kami hanya menjelaskan hasil dari kelompok abses selulitis yang luas.
Penelitian Medis
Setelah abses didrainase dan ditentukan ukurannya, pasien secara acak akan mendapatkan
klindamisin atau TMP-SMX. Klindamisin diberikan sebanyak 2 tablet dengan dosis pertablet
150mg setiap pemberian 3x perhari. TMP-SMX diberikan dengan dosis 160 mg trimetropin dan
800 mg sulfametoxasol sebanyak 2 tablet setiap pemberian 2x perhari. Pasien yang secara acak
diberikan TMP-SMX mendapatkan 2 pil placebo untuk dosis midday. Dosis pada pediatric
diberikan berdasarkan berat badan pasien; sediaan suspense disediakan untuk pasien tersebut.
Pasien-pasien tidak mengetahui pengobatan yang diberikan serta asisten peneliti yang merawat
kecuali apotekernya yang menentukan jumlah dosis yang tepat.

Penelitian Mikrobiologi dan Demografi Data


Untuk mencegah terjadinya bias bila pengobatan gagal, maka peneliti tidak diberi tahu mengenai
hasil mikrobiologi walaupun hasil dapat di peroleh dengan permintaan atas monitor yang ketat.
Kultur swab diperoleh dari lepasnya kulit, eksudat, cairan dari lesi yang melepuh atau material
lainnya yang dapat digunakan untuk kultur. Specimen dari kultur diidentifikasi dengan diisolasi
dan diuji kemungkinan yang tampak melalui pemeriksaan mikrobiologi di Laboratorium. Para
pasien diamati mengenai karakteristik demografi dan kondisi penyerta lainnya. Pasien-pasien
diamati hingga saat akhir pengobatan (hari ke-12), test of cure ( 7-10 hari setelah pengobatan
selesai), dan saat satu bulan follow up (hari ke-40). Informasti tentang respon klinis dan
kemungkinan efek samping diperoleh dari penggunaan kuisioner.
Analisa Statistik
Hasil penelitian pertama menunjukkan penyembuhan secara klinis saat uji penyembuhan ( test of
cure). Dua Efikasi primer di analisa dengan cara : pertama pada populasi yang intens terhadap
pengobatannya dan populasi pasien yang dapat dievaluasi. Kurangnya proses penyembuhan
ditentukan dengan tanda atau gejala dari infeksi, munculnya efek samping yang memerlukan
penghentian pengobatan dengan peringatan dalam 48 jam pertama atau salah satu dari kedua hal
berikut sebelum uji penyembuhan : munculnya infeksi kulit pada tempat tubuh yang baru atau
memerlukan pembedahan yang tak terencana pada kulit yang terinfeksi atau memerlukan rawat
inap yang berhubungan dengan infeksi. Menurut hipotesa utama adalah klindamisin dan TMPSMX yang mempunyai nilainya sama dalam proses penyembuhan. Penelitian ini didesain
mengutamakan trial dengan power 80% untuk mendeteksi perbedaan antara kedua kelompok
pengobatan dari 10% dalam ratio penyembuhan pada populasi yang dapat dievaluasi, dengan

tingkatan alfa 0.05. diasumsikan bahwa rasio penurunan adalah 20%, kami kalkulasikan bahwa
524 pasien (262 pasien setiap kelompok) dipilih secara acak. Hasil sekunder yang ditentukan
adalah tingkat kesembuhan pada pengobatan pada akhir pengobatan dan saat satu bulan pertama
di kunjungan follow up; tingkat kesembuhan pada dewasa dan anak-anak; tingkat kesembuhan
pada pasien dengan selulitis, abses, atau keduanya (campuran) saat test of cure; dan kejadian
efek samping. Perbandingan antara kedua kelompok diolah menggunakan Pearsons Chi-Square
Test, Fishers exact test, atau analysis of variance test.

Hasil
Demografi dan Karakteristik Klinis Pasien
Total dari 524 pasien di pilih; 264 menerima klindamisin, dan 260 menerima TMP-SMX. Total
52,3% pasien laki-laki, 53,2% berkulit hitam, 40,3% berkulit putih, dan 28,6% adalah Hispanic.

Rentan rata-rata usia adalah 27,1 tahun. Total 29,6% pasien adalah anak-anak. Tidak ada
perbedaan demografi yang signifikan antara kedua kelompok.
Abses yang ditemukan pada 160 pasien (30,5%), selulitis pada 280 pasien (53,4%), dan
campuran pada 82 pasien (15,6%); lesi yang tidak khas pada 2 pasien (0,4%). Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok terhadap presentasi klinis, tanda, atau gejala.
Insisi dan drainasie dilakukan pada 44,5% pasien.
Kultur didapatkan pada 296 pasien (56,5%). Hasil kultur terbanyak yang ditemukan adalah S.
aureus (217 dari 524 pasien, 41,4%); 27 dari 217 pasien yang mengalami resisten klindamisin,
dan 1 dari 217 pasien yang resisten terhadap TMP-SMX.
Tingkat Penyembuhan pada kunjungan Uji Penyembuhan (Test of Cure)
Tingkat penyembuhan pada populasi pengobatan yang intens (524 pasien) saat kunjungan uji
penyembuhan adalah 80,3% ((5% Confidence Interval [CI], 75,2 hingga 85,4) pada kelompok
klindamisin dan 77,7% (95% CI, 72,3 hingga 83,1) pada kelompok TMP-SMX (perbedaan,
-2,6%; 95% CI, -10,2 hingga 4,9; p=0,52). Pada populasi yang dapat dievaluasi (466 pasien),
tingkat kesembuhannya adalah 89,5% (95% CI, 85,2 hingga 93,7) pada kelompok klindamisin
dan 88,2% (95% CI, 83,7 hingga 92,7) pada kelompok TMP-SMX (perbedaan, -1,2%; 95% CI,
-7,6 hingga 5,1; P=0,77)
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pengobatan. Serta tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kelompok subkelompok pasien terinfeksi S.aureus, MRSA,
atau MSSA. Pada populasi yang dapat dievaluasi, 11 dari 15 mendapat pengobatan klindamisin
mengalami resisten S.aureus dapat disembuhkan, dengan 77 dari 84 pasien dengan suspek.

Efikasi dalam 1 bulan


Tingkat kesembuhan pada bulan pertama follow up adalah sama pada pengobatan klindamisin
dan TMP-SMX (193 dari 264 pasien [73,1%; 95% CI, -67,6 hingga 78,6] dan 176 dari 260
pasien [67,7%; 90% CI, 61,8 hingga 73,6], perbedaan -5,4% [95% CI, -13,6 hingga 2,8];P=0,18)
dan pada populasi yang di evaluasi (193 dari 230 pasien [83,9%; 95% CI, 78,8 hingga 88,9] dan
176 dari 225 pasien [78,2%; 95% CI, 72,6 hingga 83,8]; perbedaan -5,7% [95% CI, -13,3 hingga
1,9];P=o,15)
Kejadian Efek Samping
Tingkat kejadian efek samping adalah sama pada klindamisin dan TMP-SMX (18,9% dan
18,6%). Efek samping yang sering muncul pada kedua kelompok adalah diare (9,7% pada
klindamisin dan 10,1% pada TMP-SMX), nausea (2,3% pada klindamisin dan 2,7% pada TMPSMX), muntah (2,3% pada klindamisin dan 1,6% pada TMP-SMX), pruritus (1,5% pada
klindamisin dan 1,2% pada TMP-SMX) dan ruam (1,2% pada klindamisin dan 0,8% pada TMPSMX). Tidak ditemukan kasus dari clostridium difficile yang berhubungan dnegan diare. Banyak
kejadian efek samping yang ringan atau sedang dan teratasi tanpa sequel. Tidak ada pengobatan
yang berhubungan serius terhadap kejadian efek samping. Tingkat pengobatan yang
diberhentikan karena kejadian efeksamping pada kelompok klindamisin adalah 8,3% dan
kelompok TMP-SMX adalah 8,8%.

Diskusi
Kami menggunakan double-blind, multicenter, uji klinis secara acak untuk membandingkan
TMP-SMX dengan klindamisin yang keduanya direkomendasikan sebagai terapi empiris dari
infeksi kulit tanpa komplikasi pada populasi pasien dengan penyakit penyerta minor atau tanpa
penyakit penyerta. Tingkat kesembuhan dengan TMP-SMX dan klindamisin tidak ada perbedaan
yang signifikan. Tingkat penyembuhan TMP-SMX antara 5% lebih tinggi dinbandingkan 7-10%
lebih rendah dari tingkat penyembuhan dengan klindamisin, berdasarkan 95% confidence
interval untuk tingkat perbandingan pada populasi yang intens diobati dan populasi yang dapat
dievaluasi. Meskipun tidak tepat mengklaim bahwa tidak ada perbedaan berdasarkan hasil
negative dari test superioritas, perbedaan penting dapat cukup dikesampingkan dengan
penggunaan confidence interval. Tingkat kejadian efek samping dengan dua terapi adalah sama.
Seluruh pasien, 48% memiliki satu atau lebih abses dengan ukuran diameter lebih dari 5 cm,

dilakukan insisi dan drainase. Ukuran 5 cm merupakan batas cutoff pada perubahan yang terjadi
pada anak-anak yang apabila absesnya melebihi dari 5 cm merupakan berhubungan dengan
pengobatan yang gagal. Walaupun insisi dan drainase sendiri mungkin cukup untuk digunakan
sebagai pengobatan dalam beberapa kasus, da nada kemungkinan pada beberapa kasus
membutuhkan terapi antibiotic. Hasil pengobatan dengan antibiotic pada pasien dengan abses
pada populasi kami yang relative resiko rendah dapat menggambarkan hasil efikasi yang sama
atau adekuatnya insisi dan draenase saja. Uji secara luas placebo terkontrol dibutuhkan untuk
mengerti lebih lanjut mengenai alur terapi farmakologi pada terapi pasien dengan abses.
Tingkat penyembuhan untuk TMP-SMX dan klindamisin adalah sama pada beberapa pasien
yang memiliki selulitis dengan tipe lesi tunggal. Dalam penentuan analisa pasien dengan hanya
selulitis, nilai estimasi dari TMP-SMX rata-rata tingkat kesembuhan adalah 85,6% dan 76,4%
dari populasi yang dapat dievaluasi dan diberikan pengobatan yang intens, rasionya adalah 4,3%
(95% CI, -13,1 hingga 4,6) hingga 4,5% (95% CI, -15,1 hingga 6,1) lebih rendah rasionya
dibandingkan dengan klindamisin. Pada analisa post hoc pasien dengan selulitis dengan atau
tanpa abses pada lokasi berbeda, tingkat kesembuhannya adalah 87,9% (138 dari 157 pasien)
dengan TMP-SMX dan 90,9% (149 dari 164 pasien) dengan klindamisin pada populasi yang
dapat dievaluasi (perbedaan, -3,0% [95% CI, -10,5 hingga 4,6]) dan 77,1% (138 dari 179 pasien)
dan 81,4% (149 dari 183) pada populasi yang intens diobati (perbedaan -4,3% [95% CI, -13,5
hingga 4,8]). Penelitian kami tidak memiliki kekuatan untuk menentukan keunggulan dari salah
satu agen atas agen yang lain dalam subkelompok pasien dengan selulitis, tetapi data
menunjukkan bahwa jika ada perbedaan dalam hasil itu mungkin kecil. Selain itu, dalam
dukungan lebih lanjut dari efikasi TMP-SMX, batas-batas yang lebih rendah dari confidence
interval berada diatas kisaran 18% sampai 30% untuk inferioritas plasebu sebagai agen aktif

untuk hasil dari selulitis tahun 2013 Food and Drug Administration guidance untuk bakteri akut
yang menginfeksi kulit. Penyebab selulitis belum dapat ditentukan secara pasti, karena kausa
pathogen tidak dapat diidentifikasi pada banyak kasus; hal ini ditunjukkan pada penelitian kami
dengan 80% lesi selulitis tidak dapat dikultur karena kulit yang intak. Menurut beberapa data
empiris bahwa selulitis pada umumnya disebabkan oleh Streptokokus pyogenes. Penemuan kami
terprovokasi karena TMP-SMX dianggap pilihan terapi empiris yang lemah untuk pengobatan
selulitis. Pada data menunjukkan S. pyogenes mungkin peka terhadap TMP-SMX bila diuji
dengan agar dengan konsentrasi rendah timidin. Pada hasil penelitian kami menunjukkan bahwa
TMP-SMX dan klindamisin memiliki efikasi yang sama pada pasien dengan selulitis.
Kejadian efek samping pada kedua kelompok memiliki rasio yang sama. Tingkat kejadian diare
sama. Tidak adanya C. difficile terkait diare mungkin berasal dari insiden relative yang rendah
pada pasien dengan penyakit yang keparahannya rendah dan usia muda. Munculnya ruam pada
pengobatan TMP-SMX menjadi perhatian, namun efek samping dermatologi pada kedua
kelompok adalah sama.
Penelitian kami memiliki keterbatasan. Pertama, kami mengeksklusi pasien dengan kondisi
penyerta serius, dan hasil pengobatan infeksi kulit dengan klindamisin dan TMP-SMX pada
populasi mungkin berbeda. Bagaimanapun, pengamatan kami terlibat pasien rawat jalan, pada
populasi dimana sekitar 95% dari infeksi kulit yang diobati, dan ditambah generalisasi hingga
populasi yang luas. Kedua kami memeriksa hanya dua kelompok antibiotic dan perbandingan
efikasi dan efeksamping dengan obat oral lainnya belum jelas. Namun, kedua obat antibiotic
yang kami teliti merupakan tipikal pilihan rekomendasi pada area endemis MRSA. Ketiga,
pasien yang di follow up selama 1 bulan setelah pengobatan adalah komplit, yang merupakan
kekuatan pada perbandingan dengan penelitian kurang didokumentasikan selama visit follow up.

S. aureus masih sering kambuh, dan 1 bulan follow up mungkin terjadi tidak adekuatnya
pencapaian efikasi dari obat untuk mencegah kekambuhan.
Keempat, dosis dari klindamisin dan TMP-SMX untuk infeksi kulit tidak dijelaskan dengan baik.
Beberapa berdasarkan penggunaan dua kali sehari. Data kamu menunjukkan bahwa efikasi dosis
TMP-SMX dari 160 mg dan 800 mg tidak ada perbedaan yang signifikan dari rekomendasi dosis
klindamisin khususnya 300 mg dibagi menjadi 3xsehari. Terakhir, proportsi pasien yang
memiliki S. aureus yang terisolasi yang resisten klindamisin atau TMP-SMX (5,2% dan 0,2%)
adalah relative rendah. Mengingat prevalensi rendah dari resistensi, hal itu berkontribusi
terhadap kegagalan pengobatan masih belum tidak jelas, meskipun ada tren menuju klindamisin
tingkat kesembuhan yang lebih rendah untuk infeksi disebabkan oleh klindamisin S. aureus yang
resisten terhadap isolat klindamisin-resisten.
Penelitian kami memiliki kekuatan yang penting. Hal itu karena double-blind, randomize
clinical trial disertai oleh akuntabilitas obat yang detail (yaitu, penyimpanan, penanganan, dan
pengeluaran obat studi, serta sebagai dokumentasi administrasi), ulasan secara detail sistemik
efek samping obat dan tingkat penurunan relative yang renda (10,5%). Termasuk anak-anak dan
dewasa, yang pentik diberikan bahwa infeksi kulit tinggi prevalensinya pada segala usia. Pada
kesimpulannya, kami tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara efikasi dari
klindamisin dan TMP-SMX untuk pengobatan infeksi kulit yang tanpa komplikasi pada anak dan
dewasa dengan sedikit atau tidak ada kondisi penyerta.

Anda mungkin juga menyukai