PENANGANAN LUKA
Oleh :
Ainun Karima
H1A009014
Pembimbing:
dr. I Gede Ardita, Sp.B. FINACS
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas referat yang berjudul Penanganan Luka ini. Referat ini disusun dalam
rangka menjalani KKM di bagian SMF Ilmu Bedah FK UNRAM/RSUP NTB. Pada kesempatan
ini ijinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. I Gede Ardita Sp.B FINACS sebagai
pembimbing dalam penulisa
harapkan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................2
2.1 Definisi......................................................................................................................2
2.2 Macam Macam Luka.............................................................................................2
2.3 Penangan dan Perawatan luka...................................................................................3
2.3.1 Penanganan luka akut.....................................................................................3
2.3.2 Penanganan luka kronis..................................................................................11
2.3.3 Dressing..........................................................................................................17
2.4 Penyembuhan Luka...................................................................................................23
2.4.1 Fisiologi dan repair jaringan...........................................................................23
2.4.2 Fase penyembuhaan luka................................................................................24
2.4.3 Penyembuhan luka primer dan sekunder........................................................26
2.4.4 Faktor faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka....................27
2.5 Hasil Akhir Penyembuhan Luka...............................................................................29
BAB III PENUTUP..................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................32
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Luka adalah suatu keadaan putusnya kontinuitas jaringan yang disebabkan oleh berbagai hal.
Seseorang yang menderita luka akan merasakan adanya ketidaksempurnaan yang pada akhirnya
cenderung untuk mengalami gangguan fisik dan emosional sehingga berdampak pada kualitas
hidupnya.
Di Indonesia, perhatian terhadap perawatan luka masih sangat kurang. Padahal luka adalah
permasalahan sederhana yang bisa menjadi kompleks, karena bisa berujung pada parut dan
keloid. Di Amerika, untuk perawatanluka saja, dinas kesehatan nasional Amerika
menganggarkan dana tidak kurang dari 2,5 miliyar dollar. Jumlah yang cukup besar. Hal itu
dilakukan karena setiap tindakan operasi, luka pasti menjadi side product dari tindakan tersebut.
Parut dan keloid yang dihasilkan dapat menimbulkan rasa ketidakpercayaan diri. Ini yang belum
diperhatikan pemerintah negeri ini.
Kendala dalam perawatan luka di Indonesia adalah adanya anggapan bahwa material perawatan
luka modern, mahal, dan tidak cocok untuk masyarakat Indonesia. Luka akut yang dirawat
dengan metode konvensional umumnya lebih lama sembuh. Semakin lama luka, maka jaringan
parut yang dihasilkan akan semakin jelas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Luka (wound) adalah hilang atau kerusakan sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,
sengatan listrik, atau
maupun organ seperti jantung, usus dan sebagainya, semuanya melalui suatu proses
reparatif yang serupa dan dapat diprediksi (predictable).1,2
Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dibagi atas beberapa stadium
Stadium I
Stadium II
2.2
Stadium III
Stadium IV
Macam-macam Luka
Bersih
Luka sayatan operasi
Luka Akut
Kotor
Luka karena cidera atau
kecelakaan
Luka
Basah
Luka
Kronis
Kering
Luka dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu luka akut dan luka kronis1,2,3 . Luka
akut adalah luka dalam hitungan jam (s/d 8 jam). Luka yang dibiarkan lebih dari 8 jam
dinamakan neglected wound (luka yang terabaikan). Luka akut umumnya merupakan luka
traumatik, contohnya luka tertusuk, terpotong, abrasi, laserasi, luka bakar, dan luka
traumatik lainnya. Luka akut sendiri dapat bersifat bersih ataupun kotor, tergantung kondisi
dan mekanisme terjadinya luka. Sedangkan Luka kronis adalah luka yang berlangsung
lebih dari 2 minggu tanpa melewati fase-fase penyembuhan secara sempurna atau
merupakan luka yang berulang. Contohnya adalah luka akibat tekanan3,4.
Luka kronik dapat bersifat kering maupun basah. Contoh berbagai luka kronis ialah ulkus
cruris venosum, ulkus cruris arteriosum, ulkus diabetik, ulkus dekubitus, luka kronis post
traumatik, kerusakan kronis akibat radiasi, serta luka pada pasien tumor.
2.3
a. Penanganan awal
Penanganan awal terhadap luka meliputi
Namun pada cidera berat yang disertai oleh syok, penaganan syok perlu dilakukan untuk
menstabilkan keadaan vital pasien sebagai penanganan awal.
b. Penanganan definitif
Setelah syok teratasi, dilakukan penanganan definitif terhadap luka. Penanganan definitif
mengikuti prinsip dasar penanganan surgikal dengan eksplorasi operatif, debridement, dan
penutupan luka.
Eksplorasi operatif
Selain defek yang hanya mengenai bagian superfisial, luka pada trauma ditangani
dengan eksplorasi operatif dengan analgesik dan kondisi asepsis yang adekuat.
Pemeriksaan radiologis dan neurologis mungkin dibutuhkan pada beberapa kondisi
dimana ada kecurigaan adanya benda asing pada luka yang dalam, fraktur, atau cidera
saraf pada kasus cidera kepala.3
Debridement
Debridement yang segera dilakukan penting untuk meminimalisir kolonisasi bakteri
dan memperbaiki perfusi jaringan. Secara umum, debridement dikerjakan dengan
penanganan surgikal yang membutuhkan perhatian teliti dari operator yang memiliki
dasar pengerahuan anatomi yang kuat. Jaringan dengan perfusi yang buruk yang sudah
mengalami nekrosis dan jaringan yang hancur harus dieksisi untuk mendapatkan luka
yang bersih dan rapih. Saraf, tendon, dan otot harus dijaga dan dipelihara sebaik
mungkin. Cidera pada pembuluh darah harus di perbaiki sesegera mungkin dengan
teknik operasi pembuluh darah, sedangkan luka yang terbatas pada epitel permukaan
cukup dibersihkan dengan irigasi.3
Penutupan luka
Keputusan untuk penutupan luka, tergantung dari keadaan luka apakah luka
merupakan luka bersih atau luka kotor,luasnya luka dan hasil dari debridement.
4
Penundaan untuk penanganan primer hanya dilakukan pada keadaan yaang tidak
memungkinkan penutupan luka secara primer. Luka tetap di debridement namun tetap
dibiarkan terbuka dengan dibalut kasa basah untuk beberapa hari. Jika tidak ada
infeksi, luka dapat dijahit dalam 4-7 hari namun tidak dengan ketat.3
Untuk kondisi luka yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya penjahitan,
dilakukan penutupan luka sekunder. Luka dibiarkan terbuka untuk penyembuhan
sekunder.3
Jenis-jenis jahitan
Gambar berbagai cara penjahitan kulit yang diambil dari R. Sjamsuhidajat. (2010). cara menjahit kulit pada buku ajar
ilmu bedah wim de jong
A) Simpul tunggal, B) Jahitan jelujur, C)Jahitan jelujur saling mengunci, D) Jahitan matras vertikal/Donati, E) Jahitan
matras horizontal, F) Jahitan intrakutan/subkutikuler
Karena kebanyakan luka akut merupakan luka akibat trauma, berikut merupakan bagan
penanganan luka akut yang dimodifikasi dari penanganan luka akut trauma Brycta P.
(2007). Wound and Wound Management.3
Luka Akut
Trauma/cidera
Penanganan Awal
Haemostasis
Pmbalutan sementara
Immobilisasi
Penanganan Definitif
Eksplorasi operatif
Debridement
Penutupan luka
berat
Biarkan terbuka selama 4-7 hari dengan
Debridement lanjutan
Evaluasi ciri-ciri luka
Algoritma penanganan luka akut yang dimodifikasi dari penanganan luka akut trauma
tik Brycta P. (2007). Wound and Wound Management.3
Derajat 2 : luka mencapai dermis, namun masih ada epitel yang sehat yaitu epitel
basalis, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan rambut. Luka bakar derajat 2 dibagi
menjadi dua bagian yaitu
Derajat 2a superfisial : luka bakar mengenai seluruh epidermis (papilar
dermis dan nervus).
Manifestasi klinis : timbul kemerahan dan lepuh. Folikel rambut, kelenjar
keringat, dan kelenjar sebasea masih utuh.
Deajat 2b profunda : luka bakar mengenai stratum germinativum dan
korium (papilary reticular dermis).
Menifestasi klinis : kulit tampak kemerahan atau merah muda. Folikel
rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea sebagian mengalami
kerusakan.
Derajat 3 : Nekrosis pada bagian epidermis, dermis, jaringan subkutis atau organorgan yang lebih dalam.
Manifestasi klinis : kulit tampak pucat abu-abu gelap/hitam putih dengan
permukaan yang lebih rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat.
Permeabilitas kapiler meningkat, bula tidak ada, nyeri tidak ada.
Keputusan penaangan rawat inap atau rawat jalan tergantung dari tipe dan intensitas
luka bakar.
Untuk luka bakar derajat 1 dan 2 yang hanya mengenai 10% permukaan tubuh atau
luka bakar derajat 3 yang mengenai 0,5% permukaan tubuh khususnya pada bagian
ekstremitas, direkomendasikan untuk menjalani rawat jalan.
Untuk luka bakar derajat 2 yang dalam dan luka bakar derajat 3 yang mengenai
>10% permukaan tubuh, harus segera dibawa dan dirawat ke rumah sakit tanpa
memandang lokasi luka bakar.
Luka bakar derajat 2 tipe a, vesikulasi terjadi akibat terlepasnya plasma dari
kapiler setelah 12-24 jam pasca luka bakar terjadi. Karena keadaan sel yang
masih memungkinkan untuk terjadi kembali reepitelisasi segera, penyembuhan
luka biasanya terjadi selama 14 hari tanpa pembentukan jaringan parut. Untuk
sterilitas yang baik, perlu dilakukan desinfeksi dan penutupaan luka yang sesuai
(pembalut oint seperti atrauman atau cooling hydrogel dressing).
Luka bakar derajat 2 tipe b, penyembuhnan butuh waktu beberapa minggu dan
meninggalkan scar hipertropik. Karena luka bakar terajat 2 tipe b ini hampir
serupa dengan luka bakar derajat 3, penangannannya pun sama yaitu dengan
menghilangkan jaringan nekrosis dan mengganti kulit menggunakan kulit milik
pasien dari bagian tubuhnya yang lain.
sudah
tidak
merasa
nyeri
lagi
dan
seluruh
rambut
rontok.
2.
3.
Luka epithelial
Luka epitelial hanya mengenai epidermis. Reepitelisasi dapat terjadi secara spontan
dan tidak menimbulkan jaringan parut karena tidak ada penggantian jaringan. Namun
karena kapiler dibawahnya terpapar langsung, luka tersebut dapat berdarah dan
mensekresi plasma, selain itu karena kaya akan ujung saraf bebas, luka ini terasa nyeri
dan juga diburtuhkan penutupan. Penutupan dilakukan untuk menghindari infeksi dan
menjaga luka tetap lembab. Luka yang kering dapat menghambat proses
penyembuhan. Penutup luka sebaiknya menggunakan salep dan gel.3,6
Gambar luka epitelial yang akan sembuh
tanpa meninggalkan jaringan parut
Brycta P. (2007). Wound and Wound
Management.3
10
Terapi kausa dimana suplai darah dan mikrosirkulasi pada daerah cidera harus
diperbaiki. Terapi yang mungkin ialah dengan vein surgery, kompres, rekanalisasi
dengan dilatasi lumen, kontrol diabetes, dan membebaskan tekanan.3
memperlambat penyembuhan luka seperti clotting, jaringan nekrosis, dan benda asing
harus dihilangkan. Debridement ini diindikasikan untuk ulkus tebal, deposit jaaringan
nekrosis, dan ketika ada selulitis berat dan sepsis. Surgical debridement harus dihindari
pada keadaan dimana pada keadaan pasien menolak, multimorbiditas, keadaan umum
jelek, treatment heparin, demam, dan gangguan metabolik. Sebagai alternatif dapat
menggunakan moist wound treatment, debridement enzymatik. Pada kasus infeksi yang
sangat berat, tambahkan irigasi dengan RL dengan kateter in situ, sebaiknya setiap penutup
luka harus selalu diganti. Penggunaan antibiotik tidak terlalu dianjurkan karena dapat
menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan, kecuali dengan kemungkinan infeksi sistemik
yang tinggi.3,6,7,8
adekuat, bebas infeksi, dan perfusi yang adekuat. Untuk mendukung terapi, perlu
dipertimbangkan pemberian local growth factor.3,6,7,8
Selain penangan lokal pada luka, untuk kasus luka kronis perlu diperhatikan penyebab
yang mendasari luka tersebut sehingga terapi kausa juga dibutuhkan.
Berikut merupakan bagan penanganan luka kronis yang dimodifikasi dari penanganan luka
kronis Brycta P. (2007). Wound and Wound Management.3
13
Terapi kausa
Algoritma penanganan luka kronis yang dimodifikasi dari penanganan luka kronis Brycta P. (2007). Wound
and Wound Management.3
14
Hilangkan total tekanan pada daerah lesi (dapat menggunakan walking aids, kursi
roda, dan bed rest)
Rawat luka dengan debridement yang adekuat dan moist wound treatment hingga
luka dapat tertutup oleh jaringan epitel yang kuat
Berikut merupakan bagan penanganan luka kronis kaki diabetes yang dimodifikasi dari
penanganan luka kronis Brycta P. (2007). Wound and Wound Management.
15
Tretment
Penanganan kausa
Aftercare
16
2.3.3 Dressing
Pembalut (dressing) penting untuk menjaga uka agar tidak terpapar oleh infeksi dan dapat
membantu proses penyembuhan luka ada berbagai fase. Dahulu dikenal dressing
tradisional dengan menggunakan kassa biasa, namun sekarang seiring dengan
berkembangnya teknologi, tersedia dressing modern dengan berbagai sifat yang baik dan
membantu proses penyembuhan luka itu sendiri.
Berikut merupanan gambar dari fungsi dressing pada berbagai fase penyembuhan luka :
Gambar fase penyembuhan luka dan fungsi balutan pada tiap-tiap fase penyembuhan luka yang dikutip dari
Brycta P.(2007). Wound and Wound Management.3
17
18
Berikut merupakan berbagai jenis luka kronis dengan balutan (dressing) yang sesuai
19
Wound Dressing
Pad with super
absorber
Jika dibutuhkan,
dapat dikombinasi
dengan Ointment
dressing
Wound
Dressing Pad
with super
absorber
Tamponadin
g calcium
aglinate dressing
Ointment
dressing
(kombinasi
dengan
absorbent)
Hydroactive foam
dressing
Absorbent
Hydrocoloid
dressing
Transparent
hydrogel
dressing
Hydroactive foam
dressing
Calcium
aglinate dressing
Hydroactive
foam dressing
Hydroactive
ointment dressing
(dikombinasi
dengan
absorbent)
Hydroactive
foam dressing
(hanya dengan
pengawasan
ketat)
Transparent
hydrogel
dressing
Hydroactive
ointment
dressing
(dikombinasi
dengan
absorbent)
Exudate +
Wound
Dressing Pad
with super
absorber
Ointment
dressing
(kombinasi
dengan
absorbent)
Absorbent
Hydrocoloid
dressing
Hydroactive
ointment
dressing
(dikombinasi
dengan
absorbent)
Transparent
hydrogel dressing
Hydroactive
ointment dressing
(dikombinasi
dengan
absorbent)
20
21
Wound
Dressing Pad
with super
absorber
Transparent
hydrogel dressing
for rehidration
dry wound
Wound
Dressing Pad
with super
absorber pada
kavitas
Tamponadin
g calcium
aglinate dressing
Ointment
dressing
(kombinasi
dengan
absorbent)
Hydroactive
foam dressing
pada kavitas
Tamponading calcium
aglinate dressing
Transparent hydrogel
dressing for rehidration dry
wound
Wound
Dressing Pad
with super
absorber
Hydroactive
foam dressing
pada kavitas
Tamponading
calcium aglinate
dressing
Transparent
hydrogel dressing
for rehidration
dry wound
Exudate +
Wound
Dressing Pad
with super
absorber pada
kavitas
Ointment
dressing
(kombinasi
dengan
absorbent)
22
23
Di atas telah dipaparkan berbagai macam dressing modern yang sesuai dengan barbagai jenis
luka. Namun, dressing modern tersebut membutuhkan biaya yang besar dan tidak semua senter
perawatan dapat menyediakan dressing tersebut sehingga masih banyak senter yang masih
menggunakan dressing tradisional untuk merawat luka. Berdasarkan landasan teori akan dressing
yang baik untuk perawatan luka dengan prinsip moist, diharapkan senter-senter perawatan
dapat dengan kreatif menerapkan prinsip perawatan luka tersebut dengan keterbatasan yang ada.
22
Gambar normal homeostasisyang dikutip dari Robbins and Cotran Pathology Basis of Disease. 8th Ed. 1
Repair seringkali merupakan kombinasi dari regenerasi dan pembentukan jaringan parut.
Pada jaringan yang sehat, proses ini selalu terjadi sebagai kompensasi terhadap rusaknya
jaringan tersebut. Kemampuan regenerasi dan repair jaringan tergantung pula dari
kemampuan jaringan tersebut untuk beregenerasi dan luasnya kerusakan. Sebagai contoh,
luka kulit superfisial dapat sembuh melalui regenerasi sel epitel permukaan kulit. Namun,
penyembuhan dengan formasi jaringan parut seingkali akibat luka yang terjadi sampai
23
mengenai matriks ekstraselular akibat cidera berat. Inflamasi kronik yang disertai cidera
jaringan persisten juga menstimulasi pembentukan jaringan parut akibat produksi lokal
growth factor dan sitokin yang menstimulasi proliferasi fibroblas dan sintesis kolagen. 1,2
Regenerasi dan repair jaringan, tidak hanya tergantung pada aktivitas mediator kimia dan
faktor pertumbuhan (growth factor), namun juga tergantung pada interaksi antara sel dan
komponen extracellular matrix (ECM). Berikut berbagai fungsi dari ECM.1,2
Support mekanis untuk migrasi sel dan adhesi, dan mempertahankan polaritas sel.
besar dan kurang spesifik sebagai sel fagosit, masuk ke luka dan berdiam untuk waktu
yang lama. Sel tersebut berasal dari monosit yang berperan penting terhadap proses
penyembuhan luka. Fungsinya termasuk fagosit dan pelepasan growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel epitel, angiogenesis dan proliferasi fibroblas. Ketika
kerusakan luas terjadi pada jaringan yang lebih dalam, neutrofil dan makrofag
dibutuhkan untuk menghilangkan debris dan memfasilitasi penutupan luka. Meskipun
luka dapat sembuh tanpa adanya neutrofil, namun tidak dapat sembuh tanpa adanya
makrofag. 1,2,3,4
2. Fase proliferatif
Fase ini biasa dimulai dalam 2-3 hari setelah awal terjadinya luka dan dapat sampai 3
minggu pada penyembuhan luka primer. Pada proses primer, fokus pada pembangunan
jaringan baru, untuk mengisi pada daerah luka. Saat 24-48 jam pertama, fibroblas dan
sel endotel vaskuler mulai berproliferasi untuk membentuk jaringan granulasi dan
menjadi dasar dari pertumbuhan jaringan parut. 1,2,3,4
Komponen akhir pada fase proliferatif adalah pembentukan epitel, dimana migrasi,
proliferasi, dan diferensiasi epitel membentuk permukaan luka yang mirip dengan
bagian luka itu sendiri. Selanjutnya sesuai dengan progresifitasnya, pada fase
proliferatif akan terjadi penumpukan kolagen dan proliferasi fibroblas. Namun hal ini
tergantung lagi dari lukanya, karena kolagen baru dproduksi dalam 5-7 hari dan
berlanjut dalam beberapa minggu. 1,2,3,4
3. Fase remodeling
Fase ini dimulai kira-kira 3 minggu setelah awal terjadinya luka dan dapat berlanjut
selama 6 bulan atau lebih tergantung dari luas dan dalamnya luka. Selanjutnya terjadi
remodeling jaringan parut dengan sintesis kolagen yang simultan oleh fibroblas, dan
lisis oleh enzim kolagenase.1,2,3,4
Ketiga Fase tersebut dapat diprediksi apabila terjadi penyembuhan lukanya primer.
Sedangkan pada penyembuhan sekunder, fase tidak dapat diprediksi karena tergantung
pada luasnya cidera dan lingkungan luka.3
25
Gambar klassifikasi penyembuhan luka yang dikutip dari Brycta P.(2007). Wound and Wound
Management3
26
27
Mineral
Defisiensi Zinc dan Iron dapat menyebabkan gangguan pada proses penyembuhan
luka.
28
immune
suppressant,
cytostatic,
antiinflammatory
(terutama
2.5
Parut normal tampak tipis, lunak, berwarna pucat, dan tidak menimbulkan keluhan
nyeri maupun gatal.
Parut abnormal tampak tebal atau menonjol, keras, kemerahan, atau kecoklatan
disertai rasa gatal dan nyeri. Parut abnormal dapat berupa parut hipertropik dan keloid
parut hipertropik ialah jaringan parut berlebih akibat penyimpangan penyembuhan
luka. Parut ini kemumgkinan besar timbul bila epitel gagal menutupi luka setelah
lebih dari seminggu, umumnya sekitar 4-6 minggu, setelah cidera. Peningkatan
ketebalan terjadi dalam 2-4 bulan. Namun terelah 1 tahun warna dan ukuran parut
akan mengalami regresi. Secara klinis, parut hipertrofik tampak sebagai penebalan
jaringan berwarna kemerahan (eritema) tertutup epitel yang tipis, terbatas di
daerah luka. Pada palpasi teraba keras, kadang nyeri atau gatal dengan gambaran
peradangan di sekitarnya.
keloid ialah kelainan kulit yang terjadi akibat deposisi kolagen secara berlebihan
selama proses proliferasi penyembuhan luka. Deposisi kolagen terus terjadi
karena sintesis kolagen jauh lebih hebat dibanding degradasinya, sehingga
sebenarnya keloid bersifat menyerupai tumor jinak. Secrara histologis, terdapat
penumpukan kolagen yang tebal disertai sedikit sel fibroblas dengan arah serat
kolagen yang tidak teratur. Secara klinis keloid tampak sebagai parut yang tumbuh
30
ke atas (elevasi) dan lateral, ke arah jaringan sehat melampaui batas luka dan tidak
mengalami regresi spontan.
Keloid berbeda dengan parut hipertrofik. Pada parut hipertrofik, lebar parut sesuai dengan
lukanya dan pada waktunya akan mencapai fase maturasi parut, sedangkan pada keloid
fase aktifnya ditandai dengan gatal, kemerahan, dan nyeri ringan yang berlangsung lama.
Parut hipertrofik dapat diperbaiki dengan pembedahan, sedangkan keloid, pembedahan
seringkali memperburuk.1,4
Parut abnormal terjadi akibat ketidak seimbangan sintesis dan degradasi kolagen. Faktor
risoko terbentuknya parut yang buruk adalah ketegangan (tension) luka, ras kulit berwarna,
lokasi luka di daerah kulit yang tebal, dan bnayk bergerah seperti deltoid, presternal, dan
punggung atas, usia dibawah 30 tahun, faktor genetik, dan hormon estrogen.4
Luka operasi yang dirawat degan baik pun memiliki 70% kekuatan daya renggang seperti
pada kulit sebelum terluka, diduga akibat adanya jahitan di daerah tersebut. Hal itu
membantu seseorang untuk dapat bergerak bebas setelah operasi tanpa hawatir lukanya
akan kembali terbuka. Ketika jahitan dibuka biasanya seminggu setelahnya, kekuatan luka
sekitar 10%. Lalu meningkat secara cepat dalam 4 minggu dan kemudian melambat sampai
mencapai puncaknya sekitar 70% sampai 80% dari daya regang kulit dan berakhir dalam 3
bulan. Pada luka yang sembuh dengan penyembuhan sekunder, luka mengalami kontraksi
selama fase proliferatif dan remodeling, sehingga jaringan parut yang terbentuk lebih
sedikit dibanding lebar asli luka. Namun, kontraksi jaringan parut di atas sendi dan bagian
tubuh lain dapat mengakibatkan keterbatasan gerak dan deformitas, sehingga daerah
tersebut kehilangan elastisitasnya dan gagal kembali ke panjang asalnya. 1,2,4
31
BAB III
PENUTUP
Prinsip perawatan luka tidak hanya dengan menjaga luka tetap bersih dan membuang
jaringan nekrotik, luka perlu dikondisikan agar mencapai suasana yang sesuai sehingga
dapat menutup dan sembuh dengan baik, untuk itu sangat dianjurkan agar dapat memilih
pembalut luka yang sesuai agar dapat mengkondisikan dasar luka dengan sebaik-baiknya.
Selain itu status nutrisi serta faktor pendukung lain juga perlu diperhatikan dalam proses
penyembuhan luka. Penyembuhan luka juga sangat tergantung dengan keadaan luka itu
sendiri, apakah luka tergolong luka akut atau kronis, apakah dapat sembuh dengan
penyembuhan primer atau sekunder.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumar R., Abbas A., Delancy A., et al. 2008. Tissue Renewal, Repair, and Regeneration.
Robbins and Cotran Pathology Basis of Disease. 8th Ed. SAUNDERS Elsevier.
Phyladeplphia
2. Sommer C.V., Porth C.M., 2007. Inflamation, Tissue Repair, and Fever. Carol Matson
Porth Essentials of Pathophysiology. 2nd Ed. Lippincott William & Wilkins. US.
3. Brycta P., Germann G., Gericke A., et al. 2007. Compendium : Wound and Wound
Management. Heidenheim : Paul Hartmann AG.
4. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta : EGC
5. Wound International. 2013. International Best Practice Guidelines: Wound Management
in Diabetic Foot Ulcers. Available from: www.woundsinternational.com.
6. NHS. 2013. Clinical Protocol for Wound Management and Wound Management Standart.
7. Wound Healing Society. 2007. Chronic Wound Care Guidelines. Maitland Ave. Florida
8. Keast D, Orsted H. 2009. The Basic principles of Wound Healing. Accessed on :
February 14th, 2014.
33