Gangguan Obsesif Kompulsif
Gangguan Obsesif Kompulsif
Gangguan obsesif kompulsif adalah suatu contoh dari efek positif dimana
penelitian modern telah menemukan gangguan di dalam waktu singkat. Suatu
obsesi adalah pikiran, perasaan, idea tau sensasi yang mengganggu (intrusive).
Suatu kompulsif adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan, dan
rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesi meningkatkan
kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kompulsi menurunkan kecemasan
seseorang. Tetapi jika seseorang memaksa melakukan suatu kompulsi, kecemasan
adalah meningkat. Seorang dengan gangguan obsesif kompulsif biasanya
menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi
sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif kompulsif dapat merupakan gangguan
yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu
dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi
pekerjaan, aktivitas social yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan
anggota keluarga.
Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif kompulsif pada populasi
umum diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen. Beberapa peneliti telah
memperkirakan bahwa gangguan obsesif kompulsif ditemukan pada sebanyak 10
persen pasien rawat jalan di
dapat pada usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena
gangguan obsesif kompulsif dibandingkan orang yang menikah, walaupun temuan
tersebut kemungkinan mencerminkan kesulitan yang dimiliki pasien dengan
gangguan obsesif kompulsif dalam mempertahankan suatu hubungan. Gangguan
obsesif kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam
dibandingkan kulit putih.
Pasien dengan gangguan obsesif kompulsif umumnya dipengaruhi oleh
gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan obsesif kompulsif
adalah kira-kira 67 persen dan untuk fobia social kira-kira 25 persen. Diagnosis
psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
adalah gangguan penggunaan alcohol, fobia spesifik, gangguan panic dan
gangguan makan.
Etiologi
1. Factor biologis
Neurotransmiter. Banyak uji coba klinis yang telah dilakukan
terhadap berbagai obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi
serotonin terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari
gangguan. Obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang
mempengaruhi sistem neurotransmitter lain. Serotonin terlibat di dalam
penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah tidak jelas. Penelitian klinis
telah mengukur konsentrasi metabolit serotonin (5-hydroxyindoleacetic
acid/ 5-HIAA) di dalam cairan serebrospinalis, dan afinitas sertai jumlah
tempat ikatan trombosit pada pemberian imipramine (yang berikatan
dengan tempat ambilan kembali serotonin) dan telah melaporkan berbagai
temuan pengukuran tersebut pada pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif. Beberapa peneliti mengatakan bahwa system neurotransmitter
kolinergik dan dopaminergik pada pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif adalah dua bidang penelitian riset untuk masa depan.
Penelitian pencitraan otak. Penelitian pencitraan otak fungsional
(positron emission tomoghrapy/PET) telah menemukan peningkatan
aktivitas (metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis
Terapi
farmakologis
dan
perilaku
telah
dilaporkan
melalui
proses
pembiasaan
responden
dengan
psikodinamika.
Sigmund
Freud
menjelaskan
tiga
gejala
klinis.
Pembentukan
gejala
menyebabkan
melakukan
dan
keragu-raguan
yang
Diagnosis
Walaupun criteria diagnosis untuk gangguan obsesif kompulsif di dalam
diagnostic and statistic manual of mental disorder edisi ketiga yang direvisi
(DSM-III-R)banyak yang dipertahankan di dalam edisi keempatnya (DSM-IV),
telah dibuat modifikasi penting di dalam definisi DSM-IV tentang obsesi dan
kompulsi. DSM-IV memperkenalkan pengamatan klinis bahwa pikiran (yaitu
tindakan mental) dapat merupakan obsesi atau kompulsi, tergantung pada apakah
ia menyebabkan peningkatan kecemasan (obsesi) atau menurunkan kecemasan
(kompulsi). DSM-IV juga memperbaharui definisi obsesi untuk menghindari
istilah ego-distonik di dalam edisi ketiganya dan kata tanpa perasaan (senseless)
di dalam edisi ketiga yang direvisi, keduanya memiliki arti yang kurang jelas dan
sulit untuk operasinalisasi.
Kriteria diagnostic untuk gangguan obsesif kompulsif
yang dialami, pada suatu saat selama gangguan, sebagai intrusive dan
tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2. Pikiran,
impuls
atau
bayangan-bayangan
tidak
semata-mata
Gejala mungkin bertumpang tindih dan berubah sesuai dengan berjalannya waktu.
Gangguan ini memiliki 4 pola gejala utama, yaitu obsesi terhadap kontaminasi,
obsesi keragu-raguan diikuti pengecekan yang kompulsi, pikiran obsesional yang
mengganggu dan kebutuhan terhadap simetrisitas atau ketepatan.
Gejala-gejala obsesi harus mencakup hal-hal berikut:
a) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri
b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
Prognosis baik ditandai oleh penyesuaian social dan pekerjaanyang baik, adanya
peristiwa pencetus, dan sifat gejala episodic.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meliputi farmakoterapi dan psikoterapi
Pengobatan farmakoterapi standar adalah dengan obat spesifik serotonin seperti
klomipramin atau penghambat ambilan kembali serotonin spesifik(SSRI) seperti
fluoksetin. Bila terapi gagal, terapi dapat diperkuat dengan menambahkan litium
atau penghambat monoamine oksidase(MAOI) khususnya fenelzin.
Psikoterapi meliputi terapi perilakudengan desentisisasi dan terapi keluarga bila
terdapat factor disharmoni keluarga yang mempengaruhi timbulnya gangguan
tersebut.