Anda di halaman 1dari 5

F5.

UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT


MENULAR DAN TIDAK MENULAR
PENYULUHAN TUBERCULOSIS PARU
A.

LATAR BELAKANG
TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

permasalahan di dunia hingga saat ini, tidak hanya di negara berkembang tetapi
juga di negara maju. WHO memperkirakan sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi oleh TB Paru. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya jumlah
penderita TB Paru yang ditemukan di masyarakat dan sejak tahun 1993, WHO
menyatakan bahwa TB Paru merupakan kedaruratan global bagi kemanusiaan
Setelah sebelumnya berada di peringkat 3 dengan prevalensi TB Paru
tertinggi setelah India dan Cina, berdasarkan laporan WHO, pada tahun 2007
peringkat Indonesia turun ke peringkat 5 dengan prevalensi TB Paru tertinggi
setelah India, Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria. Di seluruh dunia, TB Paru
merupakan penyakit infeksi terbesar nomor 2 penyebab tingginya angka
mortalitas dewasa sementara di Indonesia TB Paru menduduki peringkat 3 dari 10
penyebab kematian dengan proporsi 10% dari mortalitas total.
Angka insidensi semua tipe TB Paru Indonesia tahun 2010 adalah 450.000
kasus atau 189 per 100.000 penduduk,angka prevalensi semua tipe TB paru
690.000 atau 289 per 100.000penduduk dan angka kematian TB Paru 64.000 atau
27 per 100.000 penduduk atau 175 orang per hari. 5 Meskipun memiliki beban
penyakit TB Paru yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High
Burden Country (HBC) di wilayah WHO South - East Asian yang mampu
mencapai target global TB Paru untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan
pada tahun 2006. Tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB Paru
telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213
diantaranya terdeteksi BT A+, dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB
Paru BTA+ adalah 73 per 100.000 penderita TB Paru yang diperiksa. Rerata
pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar
90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%.
1

TB Paru merupakan suatu penyakit kronik yang salah satu kunci


keberhasilan pengobatannya adalah kepatuhan dari penderita. Penyakit menular
ini sebenarnya dapat disembuhkan dengan obat yang efektif, namun pengobatan
TB Paru harus dilakukan selama minimal 6 bulan dan harus diikuti dengan
manajemen kasus dan tata laksana pengobatan yang baik. DOTS (Directly
Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi penyembuhan TB Paru jangka
pendek dengan pengawasan secara langsung, dengan menggunakan strategi
DOTS, maka proses penyembuhan TB Paru dapat berlangsung secara cepat.
B.

PERMASALAHAN DI MASYARAKAT
Drop out merupakan masalah dalam penanggulangan TB Paru dan salah

satu penyebab terjadinya kegagalan pengobatan yang berpotensi meningkatkan


kemungkinan penyebaran dan resistensi terhadap OAT (obat anti tuberkulosis).
Apabila seseorang telah menderita resistensi obat maka biaya pengobatan yang
dikeluarkan akan lebih besar dan waktu pengobatan akan lebih lama. Penyakit ini
juga berhubungan dengan produktivitas, dengan penyakit ini seorang penderita
TB Paru dewasa diperkirakan akan kehilangan rata - rata waktu kerjanya 3 sampai
4 bulan dan hal ini dapat mengakibatkan penderita tersebut kehilangan pendapatan
tahunan rumah tangga sekitar 20 - 30%. Jika ia meninggal akibat TB Paru, maka
akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun.
Angka drop-out pengobatan TB Paru secara nasional diperkirakan tinggi,
yaitu sebesar 2% dari seluruh kasus TB Paru baru, dan diperkirakan terdapat
sekitar 6.300 kasus resisten OAT setiap tahunnya. Hal ini sangat berbahaya,
karena penelitian telah memperlihatkan bahwa pengobatan yang dilakukan dengan
tidak teratur akan memberi efek yang lebih buruk dari pada tidak diobati sama
sekali. Resistensi OAT yang terjadi akibat seseorang tidak berobat tuntas atau bila
diberi OAT yang keliru akan memberikan dampak buruk tidak hanya kepada yang
bersangkutan tetapi juga kepada epidemiologi TBParu di daerah tersebut.
Situasi TB Paru di dunia semakin memburuk dengan meningkatnya jumlah
kasus TB Paru dan banyaknya pasien TB Paru yang tidak berhasil disembuhkan.
Berdasarkan laporan WHO/IUATDL Global Project On Drug Resistance
2

Surveillance 2010, kasus Multidrug Resistant (MDR) TB Paru telah ditemukan di


Eropa Timur, Afrika, Amerika Latin, dan Asia dengan prevalensi > 4% diantara
kasus TB Paru baru. Di Indonesia, data awal survei resistensi OAT pertama yang
dilakukan di Jawa Tengah menunjukkan angka MDR TB Paru yang rendah pada
kasus baru dengan prevalensi 1 - 2%, tetapi angka ini meningkat pada pasien yang
pernah diobati sebelumnya dengan prevalensi 15%.
C.

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Melakukan penyuluhan pada warga karangan, desa bareng. Mengenai

penyakit menular dan penyakit tidak menular, hal ini bertujuan:


a. menambah pengetahuan pasien tentang pentingnya pencegahan penyakit
TBC;
b. Untuk mengetahui bahaya penyakit TBC;
c. Untuk memberikan motivasi agar lebih meningkatkan kebersihan rumah
dan lingkungan.
D.

PROSES INTERVENSI
Pada hari Sabtu, 19 September 2015 pukul 08.30 bertempat di balai desa

karangan, kecamatan bareng. Proses intervensi berupa penyuluhan dimulai dengan


jumlah peserta penyuluhan sebanyak 48 orang (diluar staf dan pengurus acara)
Acara dimulai dengan pemberian materi melalui penyuluhan dimana pemateri
yang menjelaskan secara menyeluruh tentang penyakit tuberkulosis dan
dilanjutkan dengan sesi konsultasi melalui tanya-jawab langsung dengan
pemateri.
E. MONITORING DAN EVALUASI
Selama proses penyuluhan berlangsung didapatkan banyak peserta yang
mengajukan pertanyaan seputar penyakitnya baik gejala, cara mencegahnya, efek
samping obat-obatan yang dikonsumsi serta membahas beberapa mitos-mitos
yang beredar seputar penyakit tersebut.
Penyuluhan ini diharapkan dapat berkelanjutan untuk memantau keadaan
pasien serta berbagi ilmu dan pengalaman kepada sesama pasien baik pasien yang
telah mengikuti penyuluhan ini maupun pasien yang baru mengikutinya di acara
penyuluhan berikutnya.

Diharapkan setelah penyuluhan ini didapatkan adanya peningkatan


pengetahuan dan kebersihan lingkungan peserta.

DOKUMENTASI:

Komentar/Umpan Balik dari Pendamping :


Bontang, 01 Februar
Komentar/Umpan Balik:

Dokter Internsip,

dr. H. Fiqri Amin

Jombang,
September 2015
Dokter Pendamping,

dr. Andri Suharyono, M. KP


NIP. 1966.1205.2001.12.1.001

Anda mungkin juga menyukai