Anda di halaman 1dari 18

REFRESHING

DENGUE HAEMORRAGIC FEVER

PEMBIMBING :
dr. H. Abdul Wahid Usman, Sp. Pd.

Oleh :
Siti Nur Rachmani
2011730103

STASE INTERNA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016
1

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran ALLAH SWT atas


terselesaikannya referat yang berjudul Dengue Haemorragic Fever.
Materi refreshing ini disusun dalam rangka meningkatkan pengetahuan
sekaligus memenuhi tugas kepaniteraan klinik Stase Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Daerah Cianjur. Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. H. Abdul Wahid, Sp.Pd sebagai pembimbing
yang telah menyediakan waktunya untuk mengajar kami di kepaniteraan klinik.
Semoga dengan adanya referat ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan
berguna bagi penyusun maupun peserta didik lainnya.
Penyusun menyadari bahwa refreshing ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penyusun sangat membutuhkan saran dan kritik untuk membangun laporan
kasus yang lebih baik di masa yang akan datang.
Terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Cianjur, Januari 2016

Penyusun
2

A. DEFINISI
Demam dengue/DD dan Demam berdarah dengue/DBD (Dengue Haemorhagic
Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai oleh leukopenia
,ruam, limfadenopati,trombositopeni,dan diatesis hemoragic.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan Hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh.
B. EPIDEMIOLOGI

Demam berdarah dengue terjadi dimana banyak tipe virus dengue sacara simultan
atau berurutan ditularkan. Demam ini adalah endemic di Asia tropic, dimana suhu panas dan
praktek penyimpanan air di rumah menyebabkan populasi Aedes aegypti besar dan permanen.
Pada keadaan ini infeksi dengan virus dengue dari semua tipe sering ada, dan infeksi kedua
dengan tipe heterolog sering terjadi. Sesudah umur 1 tahun, hamper semua penderita dengan
sindrom syok dengue mempunyai kenaikan sekunder antibody terhadap virus dengue, yang
menunjukkan infeksi sebelumnya dengan virus yang terkait erat. Wabah tahun 1981 di Kuba,
3

dimana anak dan dewasa terpajan sama, telah menunjukkan bahwa sindrom permeabilitas
vaskuler akut, terjadi hampir selalu pada anak usia 14 tahun dan lebih muda. Pada orang
dewasa penyakit lebih berat sering disertai dengan fenomena pendarahan. Demam berdarah
dengue dapat terjadi selama infeksi dengue primer, paling sering pada bayi yang ibunya kebal
terhadap dengue.
Orang asing tidak kebal, orang dewasa dan anak-anak yang terpajan terhadap virus
dengue selama wabah demam berdarah menderita demam dengue klasik atau bahkan
penyakit yang lebih ringan. Perbedaan dalam manifestasi klinis infeksi dengue antara orang
asli dan orang asing di Asia tenggara lebih terkait pada status imunologis daripada keretanan
ras. Namun, pada wabah Kuba, angka serangan demam berdarah dengue dan sindrom syok
dengue rendah pada anak kulit hitam, mungkin menjelaskan seolah-olah tidak ada sindrom
pada daerah endemic Afrika.
Istilah haemorrhagic fever di Asia tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun
1953. Pada tahun 1958 meletus epidemic penyakit serupa diBangkok. Setelah tahun 1958
penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemic di beberapa Negara lain di Asia
tenggara yang disebabkan virus dengue tipe 2, dan calcuta(1963) dengan virus tipe 2 dan
chikungunya berhasil diisolasi dari beberapa kasus. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai
di Surabaya pada tahun 1968. Pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh propinsi
Indonesia. Pada saat ini DBD sudh endemis di banyak kota-kota besar, bahkan sejak tahun
1975 penyakit ini telah berjangkit didaerah pedesaan. Berdasarkan jumlah kasus DBD,
Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Morbiditas dan mortalitas DBD yang
dilaporkan beebagai Negara bervariasi disebabkan beberapa factor, antara lain status umur
penduduk, kepadatan vector, tingkat penyebab virus dengue, prevalensi serotpie virus dengue
dan kondisi meteorologist. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin,
tetapi kematian ditemukan lebh banyak terjadi pada anak perempuan daripada laki-laki. Pada
4

awal terjadinya wabah sebuah Negara, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus
terbanyak berasal dari golongan anak berumur <15tahun (86-95%). Namun pada wabah
selanjutnya jumlah kasus golongan usia dewasa meningkat . di Indonesia pengaruh musim
terhadap DBD tidak begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara
September sampai februari dengan mencapai puncaknya pada bulan januari.

C. ETIOLOGI
Demam berdarah dengue merupakan penyakit demam akut disebabkan oleh virus Dengue.
Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue
Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe,
yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal
di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat
serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan
virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa
keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan
serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.

D. PATOGENESIS
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection
dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons
antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti
dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex)
yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan
C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang
ekstravaskular.Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai
5

lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti
dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya
cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara
adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena
itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.
E. PERJALANAN PENYAKIT INFEKSI DENGUE
Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi dengue, yaitu
1. Fase Febris: viremia menyebabkan demam tinggi
Demam mendadak tinggi 2-7 hari
Muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh badan, myalgia arthralgia
Sakit kepala
Beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorokan, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia,

mual dan muntah.


Dapat pula ditemukan tanda perderahan seperti petekie, perdarahan mukosa, walau jarang

dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan gastrointestinal


2. Fase kritis/ perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan plasma dengan derajat
bervariasi pada efusi pleura dan asites
Terjadi pada hari 3-7 sakit
Ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbul

kebocoran plasma yang biasanya berlangsung 24-48 jam


Kebocoran plasma sering didahului leukopenia progresif disertai penurunan hitung

trombosit
Dapat terjadi syok
3. Fase recovery/ penyembuhan/ convalescence: perembesan plasma mendadak berhenti disertai
reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma.
Terjadi setelah fase kritis
Terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskular ke intravascular ke intravascular secara

perlahan pada 48-72 jam setelahnya


KU membaik, nafsu makan pulih, hemodinamik stabil, diuresis membaik.

F. GAMBARAN KLINIS

a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)


Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dengan
penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular, timbul saat
demam reda. Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.
b. Demam dengue (DD)
1. Anamnesis : demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot &
sendi/tulang, nyeri retroorbital, photophobia,nyeri pada punggung, facial flushed,
lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan depresi
umum.
2. Pemeriksaan fisik :
Demam: 39 - 40C, berakhir 5-7 hari
Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (mukakemerahan),leher,

dan dada
Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform
Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal,

lengan atas, dan tangan.


Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit

yg normal, dapat disertai rasa gatal.


Manifestasi perdarahan :
- Uji bendung positif dan/atau petekie

Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan saluran cerna

(jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan trombositopenia


c. Dengue hemoragic fever (DHF)
Terjadi pada anak-anak 15 tahun di daerah hiperendemik, berkaitan dengan infeksi
dengue berulang. DBD ditandai dengan onset akut dari demam tinggi dan fase awal
gejala yang serupa dengan DF,seperti tes positif tourniquet (TT), petechiae, mudah
memar. Pada akhir fase demam, dapat menyebabkan syok hipovolemik(dengue syok
sindrom) akibat kebocoran plasma, tanda tanda seperti muntah terus-menerus, sakit
perut, lesu atau kegelisahan, atau marah dan oliguria.
d. Expanded dengue syndrome
Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati, ginjal, otak,dan
jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi penyerta, komorbiditas,
atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan.
G. DIAGNOSIS DBD/DSS (WHO, 2012)

a. Kriteria klinis :
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura, ekimosis,

epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena.


3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (20 mmHg),
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
b. Kriteria laboratorium :
1. Trombositopenia (100.000/mikroliter)
2. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% dari nilai dasar /
3. menurut standar umur dan jenis kelamin
c. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan
:
1. Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/
peningkatan Hematokrit 20%
2. .Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma
3. Dijumpai tanda perembesan plasma
Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)
Hipoalbuminemia
4. Perhatian
Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas

mendukung diagnosis DSS.


Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok sepsis.

Terdapat 3 grup untuk DBD


1.Grup A:rawat jalan
8

-Tidak ada gejala yang khas pada grup ini,pasien mampu:


-Minum sendiri
Bak setidaknya setiap 6 jam sekali
2.Grup B:Dirawat di rumah sakit
-Terdapat gejala yang khas untuk DBD,muntah,nyeri perut,adanya perdarahan,lemas.dan
pada temuan laboratorium HCT meningkat
3.Grup C:keadaan gawat darurat
-Pasien dengan kebocoran plasma yang besar
-perdarahan yang masiv
-terdapat kerusakan organ
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1. leukosit: dapat normal atau menurun
2. trombosit: umumnya terdapat trombositopenia
3. hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer
4. protein/albumin
5. ureum, Kreatinin
6. Elektrolit
7. golongan darah dan cross match
b. Radiologi
Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II) didapatkan efusi pleura,
terutama di hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto toraks sebaiknya dilakukan dalam
posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG
c. Pemeriksaan Antigen dan Antibodi Virus
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui
pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis
uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode
ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 12 minggu),
serta biaya yang relatif mahal. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah
pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.

Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima seelah onset
penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM meningkat dengan
cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun hingga tak terdeteksi lagi
setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari setelah IgM dan pada infeksi primer,
produksi IgG lebih rendah dibandingkan IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam
sirkulasi, bahkan seumur hidup.11 Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat
lebih banyak dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG
merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.
Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen spesifik virus
dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan metode ELISA, antigen NS1
dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi
primer dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga
dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena
itu, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk
pelayanan primer.

I. PASIEN BERESIKO TINGGI


Faktor yang berkontribusi terhadap penyakit yang lebih parah dan komplikasinya
:
a. bayi dan orang tua,
b. Obesitas
c. wanita hamil,
d. penyakit ulkus peptikum,
e. wanita yang sedang mengalami perdarahan vagina abnormal,
f. penyakit
hemolitik
seperti
glukosa-6-fosfatase
dehidrogenase
(G-6PD)
defisiensi,thalassemia dan hemoglobinopati lainnya,
g. penyakit jantung bawaan,
h. penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, asma, penyakit jantung
iskemik,gagal ginjal kronis, sirosis hati,
i. pasien steroid atau pengobatan NSAID
J. DIAGNOSA BANDING

Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri virus,
atau infeksi parasit seperti demam tifoid,campak, influenza hepatitis, demam,
chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai

hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.


Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada
DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip
dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan
10

demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hamper selalu
disertai ruam makulopapular,injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri
sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie epistaksis hampir sama dengan DBD.

Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.


Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak
sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada
hitung jenis) pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi
bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus, jelas terdapat gejala rangsangan

meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinal


Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II,
oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari-hari
pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam
cepat menghilang, tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak
dijumpai pergeseran kekanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah

trombositlebih cepat kembali normal daripada ITP


Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan
darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelasdiagnosis leukemia. Pada anemia
aplastik akan sangat anemic, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada
pemeriksaan

darahditemukan

pansitopenia

(leukosit,

hemoglobin,

trombosit

menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat pemeriksaan foto toraks dan atau
kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi
pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma
K. PENATALAKSANAAN
Tanda Bahaya ( Warning Sign )
Tidak ada perbaikan klinis atau perburukan dari situasi sebelum atau selama masa

transisis dari fase demam atau perjalanan penyakit.


Muntah terus menerus
Nyeri perut
Letargi, lemah
Perdarahan : epistaksis, BAB hitam, hematemesis, urin berwarna gelap

(hemoglobinuria) atau hematuria.


Pucat, dingin dan basah pada tangan dan kaki
Sedikit atau tidak ada pengeluaran urin untuk 4-6 jam
Protocol Penatalaksanaan DBD
11

1. Grup A ( pasien yang mungkin dapat dirawat di rumah)


- Anjuran rehidrasi peroral dengan larutan rehidrasi oral, jus buah, dan
minuman lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk menggantikan
-

cairan yang hilang melalui demam dan muntah


Jaga suhu tubuh dibawah 39C. Jika temperature 39C berikan pasien
paracetamol. Paracetamol yang tersedia adalah 325 atau 500 mg dossi
dalam tablet atau 120 mg per 5ml pada sediaan sirup. Rekomendasi dosis
10 mg/kgBB/kali dan harus diberikan tidak kurang dari 6 jam. Jangan
berikan aspirin, ibuprofen atau NSAID lainnya karena dapat merangsang

terjadinya gastritis atau perdarahan


Bawa ke rumah sakit apabila : tidak ada perbaikan klinis apabila ada tanda

dari warning sign


2. Grup B ( pasien yang sebaiknya dirujuk untuk penanganan rumah sakit)
Untuk Pasien dengan Tanda Bahaya (warning sign)
- Periksa hematokrit sebelum memulai terapi cairan. Berikan cairan isotonis
seperti NaCl 0,9%, RL, atau larutan Hartmann. Mulai dengan 5-7
ml/kgBB/jam selama 1-2 jam lalu kurangi menjadi 3-5 ml/kgBB/jam
selama 2-4 jam, dan lalu kurangi menjadi 2-3 ml/kgBB/jam atau kurang,
-

bergantung dari respon klinis


Periksa ulang keadaan klinis dan hematokrit. Jika hematokrit tetap sama
atau meningkat sedikit, maka lanjutkan pemberian cairan dengan
kecepatan sama (2-3 ml.kgBB/jam) selama 2-4 jam lagi. Jika tanda vital
memburuk dan hemtokrit meningkat cepat naikkan cairan menjadi 5-10
ml/kgBB/jam selama 1-2 jam. Periksa ulang keadaan klinis, hematokrit,

dan kaji ulang pemberian cairan.


Berikan cairan IV minimal yang diperlukan untuk memperthankan perfusi
adekuat dan urine output sekitar 0,5 ml/kgBB/jam. Cairan IV biasanya
diperlukan hanya 24-48 jam. Kurangi cairan IV secara bertahap bila laju
plasma leakage menurun ketika mendekati akhir fase kritis. Hal ini
diindikasikan dengan adekuatnya urine output dan/atau intake oral

adekuat, atau hematokrit menurun dibawah nilai batas pasien stabil.


Pasien dengan tanda bahaya (warning sign) harus dipanatu oleh tenaga
kesehatan hingga periode risiko berakhir. Balance cairan dipertahankan.
Parameter yang harus dipantau adalah tanda vital dan perfusi perifer
(panatu tiap 1-4 jam), hematokrit (sebelum dan sesudah terapi cairan, lau

12

tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ lain (sepeti ginjal, hepar,
koagulasi, dll)
Untuk Pasien Tanpa Tanda Bahaya (warning sign)
- Berikan cairan peroral. Jika tidak dapat ditoleransi, berikan cairan IV
dengan NaCl 0,9% atau RL dengan atau tanpa dectrose dengan kecepatan
rumatan. Untuk pasien obesitas, gunakan kalkulasi berdasarkan berat
badan ideal. Pasien dapat diberikan cairan peroral beberapa jam setelah
pemberian cairan IV. Oleh karena itu, pemberian cairan harus terus
direvisi. Berikan volume minimal yang diperlukan untuk mempertahankan
perfusi adekuat dan urine output. Cairan IV biasanya hanya diperlukan
-

selama 24-48 jam


Pasien sebaiknya dipantau oleh tenaga kesehatan untuk pola suhu, intake
dan kehilangan cairan, urine output (volume dan frekuensi), tanda bahaya,
hematokrit, sel darah putih, serta platelet. Pemeriksaan lab lain (seperti
fungsi hepar, ginjal) juga dapat dilakukan, bergantung dari gambaran klinis

dan fasilitas rumah sakit.


3. Grup C ( pasien dengan degue berat yang memerlukan penanganan dan rujukan berat)
Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonic secepatnya sangat penting untuk menjaga
volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada
keadaan syok hipotensi. Pantauan hematokrit sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan
akhir dari resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer (takikardi
berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat dan hangat,
CRT < 3 detik) dan meningkat perfusi organ (level kesadaran membaik, urine output
>0,5 ml/kgBB/jam , asidosis metabolik menurun).

13

Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi

14

Terapi pada Syok Hipotensi

L. KOMPLIKASI
15

a. Demam Dengue
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia hebat, dan
trauma.
b. Demam Berdarah Dengue
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
2. Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal
akut.
3. Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma
4. Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik & perdarahan hebat
(DIC, kegagalan organ multipel)
5. Hipoglikemia / hiperglikemia,

hiponatremia,

hipokalsemia

akibat

syok

berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai


M. INDIKASI PULANG
Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut :
a. Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
b. Nafsu makan telah kembali
c. Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi teratur
d. Diuresis baik
e. Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
f. Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
g. Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya jumlah
trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3 - 5 har
N. PENCEGAHAN
a. Pembersihan jentik :
1. Program pemberantasan sarang nyamuk
2. Menggunakan ikan (cupang)
b. Pencegahan gigitan nyamuk :
1. Menggunakan kelambu
2. Menggunakan obat nyamuk
O. PROGNOSIS
a. Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik.
b. Prognosis buruk jika sudah terjadi perdarahan berat dan komplikasi, dapat
menyebabkan kematian jika syok tidak teratasi.

16

Daftar Pustaka
World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue
and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition.South-East Asia : WHO,
2011.
Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue hemmoragic fever. 20112 :
WHO, 2102.
Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, Juni 2006. Hal. 1731-5.

17

18

Anda mungkin juga menyukai