Anda di halaman 1dari 15

Portofolio

Kasus Anak
Morbili pada B20

Disusun oleh:
dr. Lutfie

Pendamping:
dr. Lince Holsen
dr. Clara Yosephine

Rumah Sakit Umum Daerah TC Hillers


Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur
Program Dokter Internship Periode Maret 2014-Februari 2015
Portofolio Anak
Nama Peserta: dr. Lutfie
Nama Wahana: RSUD TC Hillers Maumere
Topik: Morbili

Nama Pasien: An. M


Tanggal Presentasi:

Tempat Presentasi: RSUD TC Hillers

Tanggal (kasus): 3 April 2015

No. RM: 160772


Nama Pendamping:
Dr. Lince Holsen
Dr. Clara Yosephine

Obyektif Presentasi:
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan

Pustaka
Diagnostik

Manajemen

Istimewa

Neonat

Bayi

Rema

Anak

us

Masalah

ja

Dewas

Bu

Lansia

mil

Deskripsi: An. RJ, laki-laki, 1 tahun 6 bulan, demam sejak 2


hari SMRS diikuti dengan ruam kemerahan sejak 2 jam SMRS,
diketahui menderita B20.
Tujuan: mengenali dan menangani demam dengan ruam pada
anak.
Bahan
bahasan:
Cara
membahas:
Data pasien:

Tinjauan
Pustaka
Diskusi

Riset
Presentasi dan

diskusi

Nama: An. RJ

Kasus
Email

Audit

Pos

Nomor Registrasi: 160772

Nama klinik: RSUD TC Hillers


Terdaftar sejak: 3 April 2015
Telp:
Data utama untuk bahan diskusi:
Diagnosis/Gambaran Klinis:
2 hari SMRS, pasien mengalami demam tinggi, suhu tidak diukur,
cenderung terus menerus dan tidak respons dengan obat penurun panas.
Batuk pilek diakui namun tidak begitu dikeluhkan. Diare disangkal, BAB
diakui agak cair namun ada ampas, muntah disangkal. Mata merah
disangkal. Kejang disangkal. Riwayat alergi disangkal. Nafsu makan baik.
BAK lancar, tidak ada keluhan.
2 jam SMRS, demam diikuti dengan munculnya ruam bercak merah tebal
awalnya dari belakang leher dan punggung sebelah atas, kemudian
menyebar ke dada, wajah, badan, lalu tangan dan kaki. Bercak umumnya
rata atau sedikit meninggi, tidak terdapat lenting maupun keropeng.
1.

Riwayat kesehatan/Penyakit
Lahir: di ruang bersalin RS Larantuka, partus normal dibantu oleh bidan,
cukup bulan, langsung menangis, berat badan lahir 3,2 kg.
Tumbuh kembang: berat badan sulit naik, saat ini sudah dapat berdiri,
jalan dituntun, dan merangkak. Pasien belum dapat jalan sendiri.
Nutrisi: ASI sampai usia 4 bulan, diganti dengan bubur, saat ini makan
nasi.
Imunisasi: Semua diberikan kecuali campak. Imunisasi BCG juga diberikan
karena belum diketahui memiliki penyakit B20.
Pada usia 4 bulan, pasien mengalami sesak napas selama 1 minggu,
dilakukan rontgen dengan hasil sesuai TB paru, hasil VCT B20+ (CD4+
1259 kopi/L), pasien pengobatan TB hingga selesai (10 bulan), rontgen
perbaikan.
Pasien sedang menjalani trial ARV minggu ke 2 (VCT dengan dr Lince,
rujukan RS Larantuka), dengan 2 puyer, masing-masing diminum dua kali
sehari (Lamivudin-Stavudin) dan satu kali sehari (Nevirapin).
3. Riwayat keluarga:
Riwayat keluhan serupa pada anggota keluarga disangkal.
Ibu B20 +, suami ? Pasien merupakan anak pertama dari pernikahan ke 2.
Suami pertama telah meninggal karena TB paru (B20?). Dari pernikahan
pertama, ibu pasien memiliki 3 anak (usia kuliah sedang bekerja di Polri
dicek B20 negatif, usia 2 SD, anak ke 3 meninggal karena TB paru).
2.

Riwayat sosial:
Pembiayaan kesehatan pasien dengan BPJS.
4.

Pemeriksaan Fisik:
Unit Gawat Darurat:
Kesadaran
: kompos mentis.
Keadaan umum : tampak sakit ringan.
Suhu
: 42C.
Mata
: cekung -.
Paru
: vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-.
Jantung
: bunyi jantung I dan II reguler, murmur dan
gallop -.
Abdomen
: supel, bising usus +.
Ekstremitas
: akral hangat, ruam -.
5.

Ruang Rawat:
Kesadaran
Keadaan umum
Antropometri
Nadi
Suhu
Pernapasan
Mata
ikterik -/-.
THT
T1-T1.
Leher
teraba,

: kompos mentis
: tampak sakit sedang.
: BB 8,5 kg, PB 80 cm, LILA 13,5 cm.
: 120x/menit regular, isi cukup
: 39,4C
: 40-50x/menit, kedalaman cukup
: konjungtiva injeksi -/-, pucat +/+, sklera
: faring hiperemis -, hidung dan telinga dbn,
: KGB servikal dan submandibular bilateral
diameter 0,5-1 cm, kenyal, tidak nyeri,

mobile.
Jantung
gallop -.
Paru
Abdomen
Ekstremitas
Kulit
menjadi plak

: bunyi jantung I dan II reguler, murmur dan


: vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-.
: supel, bising usus +, nyeri tekan -, hepar/lien
tidak teraba,
turgor kulit baik, timpani.
: akral panas, capillary refill time 2 detik,
edema -/-, parut skar BCG +.
: ruam makulopapular, sebagian berkonfluens
eritematosa, tersebar generalisata di

seluruh tubuh.

Pemeriksaan Penunjang:
MTT -/ Hb 8,7/ Ht 23,7/ MCV 64,2/ MCH 23,6/ Leu 15,44 (limfosit 40,8%,
neutrofil 51,1%).
Rontgen Toraks PA setelah pengobatan TB:
Infiltrat di parahiler dan paracardial bilateral masih tampak, terdapat
limfadenopati mengarah TB paru.
6.

Diagnosis:
Morbili dd/rubella.
B20 on ARV suspek infeksi sekunder.
Anemia penyakit kronik dd/defisiensi besi.
Riwayat TB paru dengan gizi kurang.
7.

Tatalaksana:
IVFD D5 NS 700 cc/hari.
Ibuprofen 3 x cth (di UGD diberikan ibuprofen supp 1 x 1, ibuprofen
syr 3 x 1 cth).
Bedak salicyl 2x/hari.
Apialys 1 x 1 cth.
Cotrimoxazole 2 x 240 mg (C I).
ARV lanjut (Lamivudine 2 x 60 mg, Stavudine 2 x 12 mg, Nevirapin 1 x
100 mg).
Maltofer
1 x 17 mg.
Daftar Pustaka:
8.

1. Hadinegoro SR. Fever in Children. FKUI; 2013.


2. WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah

Sakit.

Jakarta;

WHO:2009.hal.157-61,180-2.
3. Bernstein D, Shelov S. Pediatrics for Medical Students. Third Edition.
Philadeplhia: Lippincott Williams & Wilkins; 2012.p.195-207.
4. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012. hal. 2144, 109-18.
5. Sastroasmoro S, Bondan H, Kampono N, Widodo D, Umbas R, Hermani
B. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Anak. Jakarta;
RSCM: 2007. hal.150-2.

Hasil Pembelajaran:
1. Subyektif: Anak laki-laki, usia 18 bulan, dengan keluhan demam
tinggi selama 2 hari diikuti dengan munculnya ruam pada
belakang leher dan punggung atas yang menyebar ke dada,
kepala, tangan dan kaki. Riwayat B20 +, saat ini dalam terapi
ARV. Imunisasi campak tidak diberikan.
2. Obyektif:
Suhu saat di UGD 42 0C, saat perawatan 39,4 0C, konjungtiva pucat,
KGB servikal dan submandibular bilateral teraba, ruam
makulopapular, sebagian berkonfluens menjadi plak eritematosa,
tersebar generalisata di seluruh tubuh.
Anemia mikrositik hipokromik, leukositosis.
Infiltrat dan limfadenopati pada rontgen toraks.
3. Assessment:
Demam dengan Ruam:
Demam disertai ruam pada anak umumnya disebabkan oleh bakteri atau
virus. Adapun patogenesis ruam terjadi melalui berbagai mekanisme,
umumnya akibat infeksi langsung pada epidermis (campak), dermis
(rubella), toksin bakteri yang berada di dalam sirkulasi (S.pyogenes,
S.aureus), atau respons imun host (parvovirus B19).
Berdasarkan efloresensi:
Pendekatan ruam juga dapat dilakukan melalui efloresensinya. Pada
erupsi makulopapular, dipikirkan etiologi campak, rubella, demam
skarlet, roseola infantum, miliaria, alergi obat, dan penyakit Kawasaki.
Pada erupsi papulovesikular, dipikirkan infeksi varicella-zoster, smallpox,
herpes, impetigo, gigitan serangga, erupsi obat, dan moluskum
kontagiosum.
Pada pasien merupakan ruam makulopapular.
Infeksi Virus
Campak / measles / rubeola
Pada kasus campak, ruam terjadi akibat infeksi langsung ke epidermis.
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar ruam yang khas, batuk, hidung
berair, mata merah, luka di mulut, kornea keruh, baru saja terpajan
dengan kasus campak, serta tidak memiliki catatan sudah diimunisasi
campak.
Ruam dan riwayat non-imunisasi sesuai dengan pasien, namun tidak
terdapat keluhan pada mata berupa mata merah.
Campak Jerman / Rubella
Ruam terjadi sebagai akibat dari infeksi langsung pada dermis.
Kecurigaan pada kasus rubella umumnya ditandai dengan gejala
prodromal berupa demam yang tidak begitu tinggi, malaise,
limfadenopati, dan infeksi saluran pernapasan bagian atas dengan
ditemukannya Forchheimer spot / lesi berwarna bunga mawar di
tenggorokan. Terdapat pula keluhan penyerta berupa artritis atau
atralgia.
Adapun pada rubella, ditemukan ruam yang khas dan pembesaran

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah serologi IgM dan


IgG rubella atau melalui kultur dari spesimen na sal, swab tenggorok,
darah, urin, dan cairan serebrospinal.
Limfadenopati sesuai pada pasien, namun pada pasien ditemukan
demam yang tinggi dan ruam dengan warna kemerahan yang lebih
mencolok dan berkonfluens.
Eksantema subitum / Roseola
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi HHV-6 dan HHV-7. umumnya terjadi
terutama pada balita (6-18 bulan). Penderita biasanya telah terkena
infeksi primer herpes sebelumnya kemudian bila terjadi keadaan
imunosupresi, virus mengalami reaktivasi. Ruam muncul setelah
demam tinggi dengan suhu yang mulai turun dan biasanya dapat
menyembuh dengan spontan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan
limfositosis dan neutropenia.
Pada pasien terdapat imunosupresi akibat B20, namun ruam muncul
pada saat puncak demam, bukan saat suhu menurun.
Demam dengue.
Karakteristik ruamnya timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik
pertama kali, yaitu pada hari sakit ke 3-5, berlangsung selama 3-4 hari.
Ruam bersifat makulopapular dan menghilang dengan tekanan,
tersebar pada dada, tubuh serta abdomen, lalu menyebar ke anggota
gerak dan muka. Selain itu, ditemukan pula gejala trias lainnya, yaitu
demam tinggi dan nyeri pada anggota badan.
Demam muncul mendahului ruam, sehingga tidak cocok.
Varisela / chickenpox
Merupakan akibat dari infeksi primer virus varisela, ditandai dengan
ruam papular pruritik yang berevolusi menjadi vesikuler dengan sifat
generalisata. Gejala prodromal yang muncul adalah demam dan
malaise. Ruam dimulai dari leher, wajah, batang tubuh bagian atas,
kemudian menyebar ke luar dalam 3-5 hari dengan melibatkan
membran mukosa. Apabila pada kemudian hari terjadi reaktivasi,
umumnya bersifat dermatomal, dikenal sebagai herpes zoster.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, bila perlu
ditunjang dengan pemeriksaan antibodi spesifik melalui teknik
fluoresensi.
Tidak ditemukan bentuk vesikel pada ruam pasien.

Infeksi Bakterial
Demam skarlet.
Ruam ini disebabkan oleh efek vaskular dari toksin Streptokokus betahemolitikus grup A. Gejala prodromal yang dimilikinya ialah faringitis,
menggigil, dan nyeri abdomen.
Karakteristik yang ditimbulkan ialah demam tinggi, anak tampak sakit
berat, ruam merah kasar pada seluruh tubuh yang biasanya didahului
di daerah lipatan (leher, ketiak, dan lipat inguinal), peradangan hebat
pada tenggorokan dan kelainan pada lidah (strawberry tongue), dan
kulit bersisik pada penyembuhan. Terdapat pula petekiae dan area
hiperpigmentasi pada lipatan kulit (Pastia lines).
Ruam tidak dimulai dari daerah lipatan.

Infeksi stafilokokus, umumnya mirip dengan demam skarlet namun


tanpa adanya faringitis maupun enantem.

Berdasarkan pola dan perjalanan penyakitnya, beberapa diagnosis demam


dengan ruam yang memiliki karakteristik khusus digambarkan sebagai
berikut:

Dengan demikian, ruam pada pasien diperkirakan


manifestasi dari penyakit morbili dengan DD/ rubella.

merupakan

Terdapat beberapa faktor lain yang menjadikan morbili sebagai diagnosis


kerja terpilih, yaitu sebagai berikut:
Campak / morbili
Morbili / measles / campak merupakan penyakit akut yang sangat menular.
Adapun epidemi penyakit ini di Indonesia timbul secara tidak teratur,
umumnya terjadi pada daerah dengan populasi balita, gizi buruk, dan
imunitas yang melemah. Dilihat dari usia, umur terbanyak penderita
campak adalah < 12 bulan, diikuti kelompok umur 1-4 tahun dan 5-14
tahun.
Kondisi imunosupresi dan kelompok umur pasien tergolong ke dalam
faktor risiko.
Transmisi campak umumnya terjadi secara langsung dari droplet infeksi
atau melalui udara (airborne) walaupun cukup jarang terjadi. Adapun
penularan dapat terjadi sejak awal masa prodromal hingga 4 hari setelah
timbulnya ruam sehingga riwayat kontak dengan penderita campak akan
menguatkan diagnosis.
Pada tempat awal infeksi, replikasi virus terjadi secara minimal sehingga
virus jarang ditemukan. Virus akan masuk ke dalam limfatik lokal,
kemudian bebas beredar atau berhubungan dengan sel mononuklear, lalu
mencapai kelenjar getah bening regional. Virus akan memperbanyak diri di
sini secara perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan
limforetikular seperti limpa.
Sekitar 5-6 hari sejak infeksi awal, akan terbentuk fokus infeksi, diikuti
dengan masuknya virus ke dalam pembuluh darah dan penyebaran ke
permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit, kandung

Virus akan masuk kembali ke dalam pembuluh darah dalam jumlah banyak
dengan manifestasi klinis mulai muncul, yaitu berupa batuk pilek disertai
selaput konjungtiva yang tampak merah. Adapun pada perkembangan
selanjutnya pada daerah nekrotik tersebut dapat terjadi infeksi bakteri
sekunder dengan manifestasi bronkopneumonia maupun otitis media.
Pada pasien ditemukan limfadenopati, terdapat batuk pilek namun
ringan, namun tidak ditemukan tanda radang konjungtiva.
Proses ini akan diikuti dengan respon imun peradangan epitel saluran
pernapasan sehingga terjadi penurunan fungsi silia diikuti hipersekresi
lendir / mukus, anak tampak sakit berat, dan muncul ulserasi kecil pada
mukosa pipi dan bercak Koplik. Pada infeksi saluran cerna, dapat terjadi
hiperplasia jaringan limfoid, diikuti oleh iritasi mukosa usus, peningkatan
sekresi dan peristaltik, sehingga terjadi diare. Setelah melalui proses
fagositosis oleh leukosit, limfosit, dan makrofag, terjadi pengeluaran zat
pirogen sehingga mempengaruhi hipotalamus dan muncullah demam.
Sebagai akibat dari adanya respons imun delayed hipersensitivity
terhadap antigen virus yang menginfeksi sel endotel kapiler dermis, terjadi
eksudasi serum / eritrosit pada epidermis yang bermanifestasi sebagai
munculnya ruam makulopapular sekitar hari ke 14 sesudah infeksi.
Patofisiologi campak juga mencakup terjadinya imunosupresi, sebagai
akibat dari terjadinya limfopenia selama infeksi akut, sebagai akibat dari
hilangnya sel imun karena infeksi dan pembentukan sel raksasa. Respon
sel T helper 1 dalam hal ini berkurang sebagai akibat dari hambatan
pelepasan IL-12 akibat infeksi selular. Di samping itu, terjadi peningkatan
pengeluaran IL-4 dan TGF-, sehingga terjadi sekresi IL-10 dari T helper 2
meningkat dan makin menekan respon dari Th1.
Pada pasien terdapat kondisi imunosupresi, sehingga memudahkan
terjadinya campak.

Perjalanan penyakit campak umumnya akan melewati 3 stadium setelah


masa tunas yang berlangsung selama 10-12 hari, yaitu:
Stadium prodromal, memiliki gambaran gejala pilek dan batuk yang
meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak
Koplik), faring, dan peradangan mukosa konjungtiva.
Dua hari sebelum munculnya demam, bercak Koplik merupakan
tanda patognomonik yang dapat dideteksi. Lesi ini pertama kali
dideksripsikan oleh Koplik (1896), yaitu sebagai suatu bintik
berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah muda hingga
merah terang, pada pertengahannya didapatkan noda berwarna
putih keabuan. Tanda ini hanya muncul sebentar, yaitu sekitar 12
jam, sehingga sukar terdeteksi dan mudah luput saat pemeriksaan
klinis, terlebih lagi dengan pencahayaan yang kurang.

Pada pasien tidak ditemukan bercak Koplik, kemungkinan karena telah


terjadi demam.

Stadium erupsi, yaitu dengan keluarnya ruam mulai dari belakang


telinga menyebar ke muka, badan, lengan, dan kaki. Ruam
umumnya timbul setelah didahului oleh suhu badan yang meningkat
/ demam selama tiga hingga empat hari.
Demam timbul secara bertahap dan meningkat sampai hari ke lima
atau ke enam pada puncak timbulnya ruam. Kurva suhu dapat saja
menimbulkan gambaran bifasik, yaitu menurunnya suhu tubuh
hingga mendekati normal saat ruam awal pada 24 sampai 48 jam
pertama selama 1 hari kemudian diikuti dengan kenaikan suhu
tubuh yang cepat mencapai 40 0C saat ruam muncul di seluruh
tubuh. Pada fase ini, dapat terjadi kejang demam.
Ruam dimulai sebagai erupsi makulopapular eritematosa, umumnya
dimulai dari bagian samping atas leher, daerah belakang telinga,
perbatasan rambut di kepala dan meluas ke dahi. Kemudian, terjadi
penyebaran ke bawah ke seluruh muka dan leher dalam waktu 24
jam, lalu ekstremitas atas, dada, daerah perut dan punggung, dan
mencapai kaki pada hari ke tiga. Bagian yang pertama kena
umumnya mengandung lebih banyak lesi hingga berkonfluens
dibandingkan dengan daerah yang terkena kemudian.
Penyebaran ruam pada pasien sebenarnya tidak begitu khas

Stadium konvalesens. Pada kasus tanpa komplikasi, suhu tubuh akan


mengalami lisis dan kemudian turun. Setelah tiga sampai empat hari
munculnya ruam, lesi akan berubah warna menjadi kecoklatan. Hal
ini kemungkinan terjadi sebagai akibat dari perdarahan / kebocoran
kapiler, dengan karakteristik tidak memucat dengan penekanan.
Seiring dengan hilangnya ruam bersesuaian dengan urutan
timbulnya, akan timbul perubahan warna menjadi kehitaman atau
hiperpigmentasi, disusul oleh deskuamasi berupa sisik berwarna
keputihan, rata-rata dalam 1-2 minggu.

Pada pasien sesuai, yaitu ruam berubah menjadi hiperpigmentasi


(kecoklatan) setelah hari ke 4-5, dengan urutan menghilang awalnya
pada daerah kepala dan leher belakang, tempat awal munculnya
ruam.
4. Plan:
Pasien campak tanpa penyulit sebenarnya dapat saja berobat jalan.
Dalam hal ini, tatalaksana diberikan secara suportif dan simtomatik, yaitu
melalui pemberian cairan dan kalori yang cukup, antipiretik, antitusif,
ekspektoran, salep mata, dan antikonvulsan bila diperlukan. Pemberian
anti virus umumnya tidak menunjukkan efek yang signifikan.
Pengobatan simtomatis pada pasien: cairan dengan IVFD D5 NS
700 cc/hari, anti piretik dengan Ibuprofen 3 x cth (di UGD
diberikan ibuprofen supp 1 x 1, ibuprofen syr 3 x 1 cth), anti
pruritik dengan bedak salicyl 2x/hari. Antitusif, ekspektoran, salep
mata, maupun antikonvulsan tidak diberikan karena tidak
simtomatis.
Pada kasus campak dengan penyulit, mutlak dilakukan rawat inap pada
bangsal isolasi. Tatalaksana yang diberikan mencakup pemberian vitamin
A. Apabila tidak terdapat riwayat suplementasi vitamin A yang jelas pada
bulan Agustus dan Februari, terdapat komplikasi, atau ditemukan faktor
risiko (imunodefisiensi, tanda klinis defisiensi vitamin A, gangguan
absorbsi usus, malnutrisi), diberikan dosis 50.000 IU pada anak berusia <
6 bulan, 100.000 IU dengan usia 6-11 bulan, atau 200.000 IU untuk usia
di atas 12 bulan, diberikan per oral satu kali dan apabila terdapat gizi
buruk, dilanjutkan 1500 IU tiap hari atau hingga pemberian dosis 3x,
yaitu pada hari ke 1, ke 2, dan 2-4 minggu setelah dosis ke dua.

Tatalaksana lain yaitu meneruskan ARV untuk mencegah imunosupresi


lebih lanjut, yaitu dengan puyer Lamivudine 2 x 60 mg, Stavudine 2 x
12 mg, Nevirapin 1 x 100 mg). Diberikan pula profilaksis sekunder
yaitu Cotrimoxazole 2 x 240 mg (C I).

Pemberian ARV beserta pilihan regimen pada pasien telah tepat.

Kondisi anemia pada pasien dapat merupakan akibat dari penyakit


kronik (HIV), maupun akibat defisiensi besi, sehingga diberikan
suplementasi besi dengan Maltofer 1 x 17 mg, sambil memperbaiki
kondisi penyakit HIV melalui ARV.
Pasien juga memiliki riwayat TB paru dengan gizi kurang (BB 8,5 kg, TB
80 cm, BB/TB berdasarkan kurva WHO antara -3 s/d -2 SD). LILA pasien
tergolong cukup (13,5 cm). Perkembangan pasien juga tergolong cukup.
Dalam hal ini, diperlukan pemantauan pertumbuhan serta pemberian
nutrisi yang adekuat.
Prognosis
Dengan tatalaksana yang adekuat, secara umum campak memberikan
hasil akhir yang baik tanpa ada sequele / gejala sisa. Case fatality rate
campak setelah digalakkannya program imunisasi telah menurun dari
Pendamping,
Pendamping,

dr. Lince Holsen

dr. Clara Yosephine

Anda mungkin juga menyukai

  • Buka Kap
    Buka Kap
    Dokumen2 halaman
    Buka Kap
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Hadirat Tuhan
    Hadirat Tuhan
    Dokumen2 halaman
    Hadirat Tuhan
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Slogan DM
    Slogan DM
    Dokumen12 halaman
    Slogan DM
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Poster DM
    Poster DM
    Dokumen6 halaman
    Poster DM
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Hadirat Tuhan
    Hadirat Tuhan
    Dokumen2 halaman
    Hadirat Tuhan
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • DEMAM TIFOID
    DEMAM TIFOID
    Dokumen23 halaman
    DEMAM TIFOID
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • SUKBUM
    SUKBUM
    Dokumen3 halaman
    SUKBUM
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Doa Rosario Peristiwa Gembira
    Doa Rosario Peristiwa Gembira
    Dokumen2 halaman
    Doa Rosario Peristiwa Gembira
    Anastasia Lilian Suryajaya
    100% (1)
  • UMJ
    UMJ
    Dokumen1 halaman
    UMJ
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Time Table Penyambutan Dan Perpisahan UGD
    Time Table Penyambutan Dan Perpisahan UGD
    Dokumen4 halaman
    Time Table Penyambutan Dan Perpisahan UGD
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Tata Laksana Asma Bronkiale
    Tata Laksana Asma Bronkiale
    Dokumen9 halaman
    Tata Laksana Asma Bronkiale
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Mini Project
    Mini Project
    Dokumen37 halaman
    Mini Project
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Case Anak
    Case Anak
    Dokumen15 halaman
    Case Anak
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Tanya Dokter
    Tanya Dokter
    Dokumen30 halaman
    Tanya Dokter
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Tugas DR Eva
    Tugas DR Eva
    Dokumen10 halaman
    Tugas DR Eva
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Sangkuli
    Sangkuli
    Dokumen7 halaman
    Sangkuli
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Metodologi Penelitiannn
    Metodologi Penelitiannn
    Dokumen1 halaman
    Metodologi Penelitiannn
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Meningitis
    Meningitis
    Dokumen7 halaman
    Meningitis
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Quaranfil Virus N Johnston Astoll
    Quaranfil Virus N Johnston Astoll
    Dokumen1 halaman
    Quaranfil Virus N Johnston Astoll
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Etiologiii
    Etiologiii
    Dokumen3 halaman
    Etiologiii
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Faktor Dukung Makalah KWN
    Faktor Dukung Makalah KWN
    Dokumen1 halaman
    Faktor Dukung Makalah KWN
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Percobaan Morfin
    Percobaan Morfin
    Dokumen9 halaman
    Percobaan Morfin
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Absensi Fakultas Kedokteran Atma Jaya
    Absensi Fakultas Kedokteran Atma Jaya
    Dokumen6 halaman
    Absensi Fakultas Kedokteran Atma Jaya
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Makalah KWN Untar
    Makalah KWN Untar
    Dokumen10 halaman
    Makalah KWN Untar
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Faktor Dukung Makalah KWN
    Faktor Dukung Makalah KWN
    Dokumen1 halaman
    Faktor Dukung Makalah KWN
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Ke Simp Ulan
    Ke Simp Ulan
    Dokumen2 halaman
    Ke Simp Ulan
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Makalah KWN Mahasiswa Untar
    Makalah KWN Mahasiswa Untar
    Dokumen9 halaman
    Makalah KWN Mahasiswa Untar
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • Ver KLL 28 Maret 2013 Revisi1
    Ver KLL 28 Maret 2013 Revisi1
    Dokumen2 halaman
    Ver KLL 28 Maret 2013 Revisi1
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat
  • VeR KLL 27 Maret 2013
    VeR KLL 27 Maret 2013
    Dokumen2 halaman
    VeR KLL 27 Maret 2013
    Anastasia Lilian Suryajaya
    Belum ada peringkat